Anda di halaman 1dari 10

Setelah resmi menjadi suami istri maka hubungan kelamin di antara mereka menjadi halal.

Dalam
Islam hubungan kelamin itu diatur sedemikian rupa agar menjadi berkah dan nikmat. Berikut
beberapa etika hubungan yang patut dipedomani oleh setiap pasangan suami istri:

1. Bersikap lemah lembut kepada isteri

Disunatkan bagi suami bersikap lemah lembut dan ramah tamah kepada isteri, misalnya dengan cara
menyuguhkan sesuatu untuk diminum atau dimakan bagi kedua pasangan. Perbuatan ini pernah
dilakukan oleh Nabi terhadap isterinya, Siti Aisyah, melalui hadits riwayat dari Ahmad dalam
musnadnya bahwa Asma binti yazid bin As-sakan berkata;

( )



: : .




( :
) .

aku pernah menghiasi `aisyah untuk menyenangkan Rasulallah saw. Lalu aku datang kepada rasul
dan memintanya untuk menyerahkan hadiah kepada mempelai wanita (aisyah). Selanjutnya
rasulullah mendatangi aisyah dan duduk di sampingnya. Susu pun dihidangkan dan rasul
meminumnya, setelah itu susu diberikan kepada aisyah. Dengan perasaan malu aisyah menundukan
kepala. Kemudian asma berkata; ambilah gelas itu dari tangan nabi. Aisyah pun mengambil gelas
itu dan meminumnya sedikit. Lalu nabi berkata ; berikanlah sisanya kepada sahabat karibmu.

Malam pertama merupakan faktor penting dalam kehidupan seorang isteri di dalam menembuhkan
benih cinta. Bisa pula malam pertama menumbuhkan sifat kebencian, jika tidak dilakukan dengan
mesra. Karena itu sebaiknya bagi isteri tidak menampakan sikap berlebihan dalam menghindari
suaminya. Tidak mengapa ia menghindari suaminya secara wajar sebagai kemanjaan, demi menjaga
gairah suaminya agar tetap berkobar dan kuat. Penolakan isteri secara berlebihan dapat menyulitkan
suami dalam memecahkan keperawanannya dan menikmati malam yang penuh dengan
kebahagiaan. Bisa saja sikap yang berlebihan akan menghilangkan hasrat suami melakukan
hubungan seksual, sehingga membutuhkan waktu yang lama dalam menyesuaikan diri.

Sikap Aisyah menunjukan sikap kemanjaannya dengan memperlihatkan sikap malu. Memang sikap
manja ini penting sebagai pendorong simpati pria dan mendorong kekuatannya. Tetapi sikap inipun
jangan terlalu berlebihan, karena akan menimbulkan kejenuhan dan kebencian sang suami pada
isteri.

Di antara pesan Rasulallah kepada suami diharapan suami dapat menggauli isteri dengan cara yang
baik. Sebab baik tidaknya interaksi suami akan terlihat di saat malam pertama. Jika suami
berinteraksi secara baik di malam pengantin dengan menumbuhkan sikap sayang kepada isterinya,
lembat lembut dalam tutur kata dan penuh kemesraan, maka itu merupakan awal yang baik bagi
kelangsungan rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Allah swt berfirman :

Dan bergaulah kepada mereka dengan baik. Jika kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal allah menjadikannya kebaikan yang banyak.
Ayat ini memerintahkan suami agar bergaul dengan isteri secara baik, sehingga tercipta hubungan
yang harmonis di antara mereka. Pergaulan yang harmonis akan menenangkan jiwa yang resah dan
menciptakan kedamaian dalam hidup. Yahya bin Abdul Rahman al Handzali menggambarkan sebuah
hubungan yang harmonis lewat petikan Hadits Rasul, ia berkata; ketika aku mendatangi
Muhammad Bin Hanafiyah, ia keluar menghampiriku dengan selimut merah, pada jenggotnya ada
seberkas wewangian. Lalu aku tanyakan ; apa itu ? Tanyaku ! Jawab Muhammad; ini selimut merah
yang telah dilipatkan oleh isteriku dan ia memakaikan minyak wangi pada jenggotku ini. Mereka
menyukai kita sebagaimana kita menyukainya. Ibnu Abbas amat menyukai perlakuan manja pada
isteri. Katanya; aku suka berhias untuk isteriku dan isteriku suka berhias untukku. Perbuatan yang
baik dan harmonis ini diperkuat dengan sabda rasulallah saw :

sebaik-baik kalian [umat islam] adalah mereka yang paling baik kepada keluarganya dan aku
[rasulallah] merupakan orang yang terbaik bagi keluargaku. (hr. Thabrani)

Imam Turmudzi dan nasai meriwayatkan sebuah hadits dari rasulallah saw bersabda;

Sepaling sempurna iman seseorang adalah mereka yang terbaik dalam akhlaknya dan sepaling
lembut pada isterinya. (hr. Bukhari)

Hadits ini mengisyaratkan kesempurnaan iman seseorang terlihat pada akhlaknya dan sikap lemah
lembut pada isterinya. Nabi telah mempraktekan sebuah keluarga yang harmonis, di mana beliau
sering bersenda gurau dengan isterinya dan bermain bersama-sama. Hadits riwayat Aswad bin Yazid
mengilustrasikan kondisi harmonis rumah tangga Rasulallah SAW. Aisyah pernah ditanya oleh aswad
mengenai pekerjaan Nabi di saat berada di rumah, katanya; apa yang dilakukan Rasulallah saw saat
berada di rumah? Jawab Aisyah; beliau melakukan pekerjaan isterinya. Tetapi di kala adzan tiba
beliau keluar untuk melaksanakan shalat. (HR. Bukhari)

Rasulallah sering melakukan pekerjaan wanita semisal menjahit sandal, memerah susu kambing dan
melayani dirinya sendiri. Perbuatan tersebut tidak dianggap aib jika seorang suami memiliki waktu
senggang. Sebab dengan perbuatan yang baik itu menghargai keberadaan isteri, ia mendapatkan
penghargaan dari suami bukan diskriminasi yang diterima. Namun jika suami tidak memiliki waktu
senggang karena kesibukan mencari nafkah, sebaiknya kondisi demikian bisa dimaklumi oleh
seorang isteri sebagai pembagian tugas rumah tangga.

2. Lemah lembut dalam bersenggama

Melakukan shalat sunat sebelum bersenggama



:








.

Abdullah bin Masud memberikan nasehat kepada seorang pria yang hendak menikahi seorang gadis
yang merasa khawatir isterinya akan membenci dirinya di saat ia ingin melakukan hubungan seksual.
(kata abdullah kepada lelaki itu) suruhlah wanita itu untuk melaksanakan shalat di belakangmu, dan
ucapkanlah doa : ya allah berkahilah aku untuk keluargaku dan berkahilah mereka untukku. Ya allah
satukanlah kami, sebagaimana telah engkau satukan kami karena kebaikan dan pisahkanlah kami
jika engkau pisahkan untuk satu kebaikan. (Hadits Riwayat Abi Syaibah Dan Thabrani Dengan Sanad
Shaheh).

Pengarahan ini merupakan sebuah anjuran untuk berdoa dan shalat, terutama yang berkenaan
dengan doa agar dapat menghasilkan keturunan (anak) yang baik. Hal ini mengisyaratkan kepada
suami dan isteri bahwa tujuan utama dari sebuah perkawinan yang diawali pada malam pertama
bukanlah sekedar mencari kenikmatan. Tetapi untuk tujuan yang lebih mulia yaitu menunaikan
kewajiban agama sekaligus mengharapkan agar mendapatkan keturunan (anak-anak) untuk
meramaikan kehidupan rumah tangga dengan celoteh dan keelokan mereka di saat kecil, dan
mengharapkan agar anak-anak mereka nantinya dapat membantu agama dan umatnya. Tentunya ini
bisa terlaksana dengan adanya perhatian penuh dan pendidikan dari kedua orang tuanya terhadap
anak-anak mereka.

Begitulah Islam mengangkat substansi dari sebuah pernikahan suami isteri pada malam pertama dan
menjadikan pengertian hubungan seksual yang memiliki tingkatan di atas kenikmatan hewani ini
sebagai perantara bukan sebagai tujuan.

Semua itu menghantarkan suami isteri untuk mengontrol sikap berlebihan dalam mencari
kenikmatan dan upaya menyimpan energi mereka untuk melaksanakan kewajiban yang suci.

Disunatkan suami meletakan tangannya di atas kepala isterinya;

Ketika seorang isteri menghampiri suaminya di malam pertama, sang suami dituntut untuk bersikap
lemah lembut dan ramah tamah kepadanya. Saat itu yang harus dilakukan adalah mendekati
isterinya dan mengusap kepalanya sambil berdoa agar pertemuan yang indah itu mendatangkan
kebaikan bagi dirinya dan isteri, serta mendatangkan keberkahan di malam pertama yang begitu
indah mereka lalui.

Imam Bukhari dan abu Daud meriwayatkan hadits dari Nabi SAW :


:








.

Siapa yang menikahi seorang wanita, ketika isterinya memasuki kamar pengantin dan menghampiri
dirinya, hendaknya ia memegang ubun-ubun kepala isterinya, membaca bismillah dan mengucapkan
doa : ya allah aku memohon kepada-mu dari kebaikan dirinya dan kebaikan tabiatnya, dan aku
berlindung dari kejahatan dirinya dan kejahatan terhadap sifatnya.

Tujuan doa ini agar dalam pertemuan yang pertama menghasilkan kebaikan bagi keduanya sehingga
perkawinan yang mereka jalani mendatangkan keberkahan dari allah swt.
Di antara adab saat malam pertama, sebelum senggama dilakukan, sebaiknya suami melakukan
tindakan yang lemah lembut kepada isterinya seperti bersenda gurau, berpelukan dan berciuman.
Tindakan ini diperintahkan oleh rasulallah saw seperti digambarkan dalam hadits riwayat abu
mansur ad dailami, rasulallah saw bersabda;

:

:
.
.

Tidak sewajarnya seorang suami mendatangi isterinya [bersenggama] seperti yang dilakukan
binatang. Tetapi di antara keduanya harus ada perantara . Ditanyakan apa yang dimaksud dengan
perantara itu? Jawab nabi; senda guran dan ciuman.

Seharusnya suami dan isteri melakukan pemanasan dengan sentuhan yang lembut, buaian yang
indah, ucap kata yang sopan, ciuman yang berkesan sehingga kenikmatan malam pertama benar-
benar dirasakan. Dengan senda gurau dan ciuman dapat mempersiapkan kondisi jiwa untuk
bersenggama, membangkitkan gairah dan menambah kelezatan bersetubuh.

Membaca doa sebelum bersenggama

Alangkah indahnya, malam pertama yang dilalui mendapatkan keberkahan, ketenangan dan
kedamaian. Sepasang suami akan merasakan bahagia yang tidak terlukiskan di saat malam pertama
yang mereka lalui bisa memberikan kepuasan kepada mereka berdua. Apalagi jika malam itu dihiasi
dengan sentuhan doa untuk menggapai keberkahan dari Allah. Ketenangan batin dan kepuasan diri
akan tercipta dengan iringan doa. Begitu pentingnya sebuah doa sehingga imam bukhari
meriwayatkan hadits dari ibn abbas yang berkenaan dengan keunggulan doa,




:
:




.

Kata nabi : Jika di antara kalian menggauli isterinya hendaknya ia mengucapkan doa :



( dengan nama allah, ya tuhanku jauhkanlah diri kami dari setan dan
jauhkanlah setan dari sesuatu rizki yang engkau berikan pada kami. Jika hubungan seksual mereka
ditakdirkan anak, maka setan tidak akan bisa membuat mudharat selamanya.

Bahkan Imam Ghazali dalam kitab ihya ulum al din memberikan beberapa tata cara bersenggama
yang baik ; pertama diawali dengan membaca bismillah, kemudian surat Al ikhlas, takbir dan tahlil,
lalu membaca doa :


.




.

(Dengan nama allah yang maha tinggi lagi maha agung, ya allah jadikanlah dia anak yang baik, jika
engkau takdirkan dia dari tulang rusukku, ya allah jauhkanlah aku dari setan durjana, dan jauhkanlah
setan dari sesuatu yang telah engkau berikan kami rizki.)

Kemudian di saat ingin mengeluarkan sperma maka ia mengucap dalam hatinya tanpa menggerakan
lisan dengan doa :
.

Alhamdulillah yang telah menciptakan manusia dari air sperma, kemudian menjadikannya
keturunan dan perkawinan, adalah tuhanmu benar-benar maka kuasa.

Sebagian ahli hadits mengucapkan takbir di saat keluar sperma sampai terdengar oleh penghuni lain
di dalam rumah, lalu ia membelakangi kiblat sebagai penghormatan. Hendaknya setelah itu ia
menutupi diri dan isterinya dengan baju atau kain sarung agar setelah berhubungan badan aurat
mereka tidak saling terlihat. Kebiasaan rasulallah setelah bersenggama, beliau menutupi badannya
dan tidak bersuara kecuali ia mengucapkan kata pada isterinya dengan lantunan kata indah:
semoga kamu merasa tentram. Pada sebagian hadits lain rasulullah memerintahkan kepada suami
sebelum bersenggama hendaknya bertutur kata ramah dan bercumbu dahulu jangan bersenggama
seperti layaknya binatang, tanpa ada kata mesra dan cumbuan, karena hanya ingin memuaskan
egois suami, sementara wanita dibiarkan menderita dan tersiksa karena dirinya belum orgasme
ternyata sudah ditinggalkan oleh suaminya.

Kembali persoalan hubungan seksual ini dikatakan oleh Imam Ghazali; Apabila suami terlebih
dahulu menyelesaikan hajatnya, hendaknya ia membantu isterinya mencapai ejakulasi, karena
ejakulasi isteri terkadang terlambat dari pria. Membiarkan sang isteri tidak mendapatkan
ejakulasinya termasuk penyiksaan bagi isteri. Menurutnya, Apabila suami mengalami ejakulasi lebih
dahulu, tindakan ini membutuhkan usaha yang tidak mudah. Tetapi jika isteri mengalami ejakulasi
lebih dahulu dari suami, hal itu tidak terlalu sulit bagi suami. Sifat egois dan menang sendiri
[berpura-pura tidak tahu] pada saat isteri mengalami ejakulasi lebih dahulu akan memberikan
kenikmatan yang lebih bagi sang isteri. Karena sang isteri merasa malu kepada suaminya yang
sedang sibuk mencapai ejakulasi.

Biasanya ejakulasi dini disebabkan oleh faktor biologis, mental yang muncul dalam diri suami.
Ejakulasi dini tumbuh karena bertambahnya rasa ingin melakukan hubungan seks yang berlebihan.
Hingga keinginan yang kuat ini menjelma tatkala terjadi orgasme meskipun hanya dengan
menempelkan alat kelamin suami kepada vagina wanita saat bersentuhan. Suami yang muda belia
menderita ejakulasi dini disebabkan oleh pengaruh biologis.

Cara yang dapat memperlambat ejakulasi dini dengan usaha pengobatan pada alat reproduksi suami
adalah dengan mengoleskan sejenis minyak untuk mengulangi rasa pada sensitif saat melakukan
hubungan seksual, hingga mampu menahan sentuhan yang mengakibatkan terjadinya ejakulasi dini.
Dr. James [salah seorang pakar ilmu kedokteran] telah menemukan cara yang cukup jitu untuk
memperlambat ejakulasi dini, yaitu suami meminta isterinya untuk meremes-remas kemaluan
suaminya dengan tangan isterinya sampai suami merasa sudah dekat untuk keluar, lalu suami
memberi isarat isterinya untuk berhenti (menahan). Kemudian isterinya mengulangi lagi di saat rasa
untuk keluar itu sudah hilang dan menahannya kembali dengan isarat dari suami. Sesungguhnya
dengan mengulangi perbuatan ini merupakan cara untuk menjawab keinginan biologis. Sedangkan
isyarat dari suami merupakan masalah yang mungkin -biasanya untuk menguasai diri- dengan cara
itu dapat memperlambat ejakulasi dini dan suami bisa dengan cepat menguasai dirinya untuk
memperlambat ejakulasi sekiranya ia inginkan. Selain cara itu dokter menasehati para suami agar
mencegah isterinya jangan terlalu banyak bersolek supaya keinginan untuk keluar dalam
bersenggama agak berkurang.
Kebanyakan dari perilaku isteri mengharapkan klitoris perempuan atau kelentitnya dicumbui oleh
suaminya sebelum melakukan aktivitas senggama. Akan tetapi terkadang mencumbui klitoris ini
disukai oleh isteri setelah melakukan senggama, guna menyempurnakan kenikmatan yang
dirasakannya. Barangkali ia belum sempurna merasakan kenikmatannya di saat mengalami orgasme.

Memilih waktu yang baik dalam bersenggama.

Disunatkan bagi pasangan suami isteri, jika ingin bersenggama hendaknya mencari waktu yang baik.
Rasulallah saw berpesan pada penganten agar tidak lupa melaksanakan hubungan intim pada hari
atau malam jumat. Cara seperti ini ditegaskan dalam hadits bahwa rasulallah bersabda :


.













. .

Barangsiapa mandi janabah pada hari jumat, kemudian ia pergi untuk melaksanakan shalat jumat,
seakan ia telah berkurban seekor unta. Barangsiapa pergi melaksanakan shalat jumat pada waktu
kedua, seakan-akan ia berkurban seekor sapi. Siapa yang pergi pada waktu ketiga, seakan-akan
dirinya berkurban seekor biri-biri. Siapa yang pergi pada waktu keempat, seakan-akan dirinya
berkurban seekor ayam. Sedangkan siapa yang pergi pada waktu kelima, seolah-olah dirinya
berkurban telur. Adapun jika khatib telah keluar dan menyampaikan khutbahnya, maka para
malaikat [pencatat amal] duduk dan mendengarkan khutbah yang disampaikan. (hr. Bukhari
muslim)

Secara umum hadits ini berbicara tentang bersegera dalam pelaksanaan shalat jumat. Namun ada
satu sisi lain yang berkenaan dengan mandi janabah. Secara eksplisit hadits menggambarkan batas
maksimum dan minimum bagi pengantin dalam melaksanakan hubungan badan suami isteri,
khususnya untuk pengantin baru, atau bagi pasangan yang sudah lama menikah agar melakukan
hubungan badan sebanyak dua kali dalam seminggu, kecuali pada bulan madu. Dianjurkan agar
mengurangi intensitas hubungan badan pada saat usianya semakin bertambah. Karena terlalu sering
bersetubuh akan berdampak pada anggota badan menjadi lemah dan melemahkan akal. Sebaliknya
apabila terlalu jarang mengadakan hubungan badan akan menyebabkan pudarnya insting
(dorongan) seks dan menghilangkan keharmonisan rumah tangga disebabkan terhentinya hubungan
seksual.

Sebagian ulama berkomentar, kata gassala mengindikasikan seorang lelaki mengumpuli isterinya
sebelum berangkat menuju shalat jumat. Hal ini bertujuan agar ia lebih bisa mengendalikan nafsu
dan pandangannya.

Ibnu qayyim al jauzi memberikan pengarahan terhadap pemuda jika telah menikah sebaiknya hati-
hati terlalu sering melakukan hubungan seksual, agar dia dapat menjaga keperkasaannya untuk
masa tua dan unsur keremajaannya tidak cepat hilang, hingga dia mampu melaksanakan
persetubuhan dengan isterinya pada usia lanjut tanpa ada kendala seksual. Hal tersebut bisa saja
pada masa usia lanjut, dirinya masih tetap dituntut untuk memenuhi kewajibannya.

Hendaknya pemuda muslim yang memiliki pemahaman agama secara matang dapat mengetahui
bahwa ketenangan dan kenikmatan itu terletak pada kedekatan dengan kekasih. Kedekatan ini
terwujud melalui ciuman dan senggama. Dengan begitu akan dapat merasakan lezatnya cinta.
Sedangkan melakukan hubungan badan terlalu sering akan mengurangi rasa dan kenikmatan cinta.

Selain itu efek dari terlalu seringnya berhubungan badan dapat melemahkan kekuatan seseorang,
membahayakan urat syaraf, terjadinya orgasme dini, kejang-kejang pada otot, melemahkan
pandangan, memadamkan kehangatan seksual, meluaskan saluran-saluran pembuangan dan
rentang terhadap penyakit.

Sebaiknya dalam hubungan seksual dengan isteri dilakukan setelah selesainya pencernaan makanan
bekerja, atau pada waktu-waktu santai dan tidak melakukan hubungan di saat lapar. Karena hal
tersebut dapat melemahkan kehangatan instink seks. Juga jangan berhubungan badan pada saat
perut masih penuh dengan makanan (kenyang), karena akan mendatangkan rasa sakit. Tidak juga
suami isteri bersenggama dalam kondisi tubuh yang masih capai dan tidak fit. Hal itu akan
mengurangi kenyamanan dalam bersenggama. Bahkan sebaiknya dihindari bersenggama dalam
kondisi emosi meluap-luap atau dalam keadaan stress, sebab jika seseorang melakukan hubungan
badan dalam kondisi tersebut, hubungan suami isteri tidak akan optimal, dapat merusak kemesraan
dan kebahagiaan mereka. Akibatnya keharmonisan rumah tangga tidak dirasakan oleh kedua
pasangan.

Waktu-waktu yang baik dalam berhubungan badan adalah setelah lewat tengah malam, setelah
prosesnya pencernaan makanan. Lalu mandi dan berwudlu, setelah itu tidur. Proses ini akan
menguatkan tenaga setelah bangun tidur.

Posisi yang baik ketika bersenggama

Allah swt. Berfirman :


187[

]

Dihalalkan bagi kalian pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kalian. Mereka
itu adalah pakaian bagi kalian dan kalian pun merupakan pakaian bagi mereka.

Ibnu abbas dalam tafsir ibnu katsir memberikan pengertian pada kata al rafatsu sebagai jima.
Sedangkan kata hunna libatsul lakum wa antum libatsul lahunna, wanita dianggap sebagai tempat
tinggal bagi lelaki, begitu pula sebaliknya, kaum lelaki sebagai tempat tinggal wanita. Ada yang
berpendapat bahwa pasangan suami isteri itu bagaikan pakaian, karena masing-masing saling
menutupi kulit dan lainnya. Kiasan berkumpulnya mereka adalah tanpa pakaian saat melakukan
hubungan badan. Oleh karena itu salah satu adab bersenggama dianjurkan untuk melepas pakaian
masing-masing. Karena dengan bertelanjang akan merilekkan badan, mudah bergerak, lebih
menambah kenikmatan dan dapat melembutkan sang isteri. Lebih bagus keduanya melepaskan
pakaiannya dan menyatu dalam satu selimut. Tata cara ini sejalan dengan hadits riwayat turmudzi
dari nabi saw ;

(
) ( )




.
Waspadalah dan jangan telanjang, karena bersama kalian tidak ada yang memisahkan diri kecuali di
saat melaksanakan hajat dan di saat bersenggama, karena itu merasa malu-lah kalian dan
muliakanlah mereka.

Az-zujaj memperkuat peristilahaan wanita diidentikan dengan pakaian atau kain. Dan Nabaqah Al
Hamdi mengatakan ; Apabila teman tidur (suami isteri) menundukan leher, maka pasangannya pun
melakukan hal yang sama, sehingga jadilah mereka laksana pakaian bagi pasangannya.

Pakaian suami adalah sesuatu yang menutupi tubuhnya. Begitu pula pakaian isteri adalah sesuatu
yang menutupi sekujur badannya. Karena itu berdasarkan persepsi di atas sebagian ulama
berpendapat tentang posisi yang baik bagi suami isteri dalam bersetubuh adalah wanita berada pada
posisi telentang. Posisi ini tidak selalu permanen, bisa dengan posisi lain asalkan tepat mengenai
sasaran senggama. Bagi suami hendaknya membicarakan dan mengkompromikan posisi yang
mereka inginkan berdua agar terjalin hubungan yang menyenangkan dan mengasyikan bagi kedua
belah pihak.

Ibnu Qayyim Al Jauzi memberikan cara posisi yang baik dalam bersetubuh, yaitu posisi lelaki berada
di atas perempuan dengan posisi telungkup. Hal ini dilakukan setelah diadakan pemanasan dan
bercumbu rayu terlebih dahulu. Dengan cara seperti ini perempuan disebut sebagai ranjang.
Barangkali ini ada kesesuaian dengan ucapan nabi anak adalah ranjang untuk ibunya.

Pada persoalan pakaian yang paling baik digunakan untuk bersetubuh kalau lelaki tempat tidurnya
itu pakaiannya dan kalau perempuan selimutnya itulah pakaiannya. Cara ini diambil dari konteks
ayat hunna libasul lakum wa antum libasul lahunna.

Sementara sejelek-jelek posisi yaitu posisi perempuan berada di atas lelaki sehingga ia mengumpuli
isteri di atas punggungnya. Cara ini menyalahi cara yang alami di mana allah mencirikan lelaki
terhadap wanita. Hal ini mengandung efek negatif, yaitu mani yang keluar seluruhnya terkadang
masih tersisa di anggota badan, menjadi busuk dan mengakibatkan bahaya pada badan.

Allah swt berfirman :

Isteri-isteri kalian adalah ladang bagi kalian. Maka datangilah ladang kalian itu sebgaimana kalian
menghendaki. (qs. Al baqarah : 223)

Ibnu abbas berkata, lafaz al hartsu bermakna tempat anak, sedangkan lafaz fa`tu hartsakum anna
syi`tum mengindikasikan pengertian bagaimana saja kamu kehendaki, dari depan atau dari
belakang tetapi pada satu lobang yaitu tempat bercocok tanam yang potensial menghasilkan anak.
Ayat di atas sebagai bantahan ucapan orang-orang yahudi yang mengatakan bahwa siapa yang
bersenggama dengan isterinya dari belakang maka akan menghasilkan anak yang juling. Kemudian
Allah turunkan ayat di atas yang menegaskan bahwa isteri-isteri dianggap sebagai ladang, dari mana
saja kita mulai bercocok tanam, yang penting sasarannya tempat yaitu tempat bercocok tanam yang
dapat menghasilkan anak. Rasulallah berkata : Boleh dari depan atau dari belakang apabila
ditujukan pada vagina wanita.
Imam Ahmad menceritakan dari Abdullah bin Sabith berkata; Aku menjumpai hafsah binti Abdul
Rahman bin Abu Bakar dan aku tanyakan ; Aku ingin tanyakan tentang suatu perkara, tetapi aku
malu mengutarakannya. Jawab Hafsah; jangan engkau malu wahai anak saudaraku ! Abdullah lanjut
berkata ; aku bertanya tentang menggauli wanita dari belakang? Lalu Hafsah berkata; Ummi
Salamah pernah menceritakan kepadaku bahwa orang-orang Anshar menggauli isteri-isterinya dari
posisi belakang sampai orang-orang Yahudi mengatakan bahwa siapa yang menggauli isterinya dari
belakang, akan menghasilkan anak yang juling matanya. Kemudian di saat kaum Muhajirin datang di
kota Madinah mereka banyak menikahi wanita-wanita kaum Anshar. Mereka menggauli isteri-
isterinya dari posisi belakang, sehingga wanita Anshar merasa enggan menuruti kemauan suaminya,
katanya ; Jangan kamu lakukan seperti itu sampai aku bertanya kepada Rasulallah saw. Kemudian
aku masuk dan menjumpai Ummi Salamah, aku ceritakan hal itu kepadanya. Duduklah ! Kata Ummi
Salamah sampai Rasulallah datang. Di saat Rasulallah datang wanita Anshar itu malu menanyakan
persoalan tersebut. Lalu Ummi Salamah keluar dan menanyakan hal itu kepada Rasulallah SAW. Kata
Rasul, panggil wanita Anshar itu ! Ummi Salamah langsung memanggilnya. Selanjutnya Rasulallah
saw membacakan ayat nisa`ukum hartsu al lakum fa`tu hartsakum anna syitum (Isteri-isteri kalian
adalah ladang, oleh karena itu cangkulah ladang itu dari mana saja kamu inginkan, [ tetapi dalam
satu lobang].

Pada riwayat lain diceritakan kisah ini dari Ibnu Abbas bahwa menyembah berhala adalah salah satu
aktivitas kaum Yahudi. Mereka beranggapan derajat-derajat mereka memiliki keutamaan dari sisi
keilmuwan. Sedangkan kaum Anshar yang datang sesudah mereka banyak menghilangkan amalan-
amalan mereka amalan-amalan di sini adalah menggauli isteri-isteri mereka hanya pada posisi
miring. Sebab menurut mereka hal itu akan menutupi sesuatu yang ada pada diri wanita. Sementara
kebiasaan dari kaum Quraisy pada saat melakukan senggama, mereka memposisikan isteri dengan
telentang dan menikmatinya dengan cara langsung dari depan maupun dari belakang. Di saat kaum
muhajirin mendatangi kota madinah, salah seorang dari mereka mengawini wanita dari golongan
Anshar. Lelaki itu menggauli isterinya dari posisi depan dan belakang dan dengan cara telentang.
Tetapi hal itu ditolak oleh isterinya [wanita anshar] seraya berkata; Kaum kami hanya digauli dengan
posisi miring, oleh karena itu lakukanlah sebagai kebiasaan kaum kami melakukannya. Jika tidak,
jauhilah diriku. Persoalan ini menjadi besar sampai berita itu diketahui oleh rasulallah saw. Hingga
allah menurunkan ayat nisa`ukum hartsu al lakum fa`tu hartsakum anna syi`tum. (h.r. hakim )

Dianjurkan berwudlu ketika ingin mengulangi senggama

Dalam hadits rasul dijelaskan bahwa suami isteri yang ingin mengulangi senggamanya dianjurkan
untuk berwudlu. Sabda rasulallah saw :

jika diantara kalian ingin mendatngi isterinya [senggama] lalu ingin mengulangi senggama itu,
hendaknya keduanya berwudlu, karena hal itu akan lebih menanmbah semangat. (hr. Bukhari
muslim)

Tujuan dari berwudlu agar semangatnya pulih kembali, mengembalikan tenaga yang telah terkuras
ketika senggama pertama. Sekaligus dengan berwudlu ia dapat mengintrospeksi dirinya dan
memperbaiki penampilan dari yang pertama.
Ibnu Qayyim al jauzi mengutamakan bersenggama pada siang hari, agar indera perasa dapat
mencapai kebahagiaan. Juga karena alasan lain di mana malam hari adalah waktu di mana indera
perasa terasa dingin dan menuntut ketenangan. Sedangkan siang hari merupakan waktu energik,
saat bertebarannya gerakan-gerakan rangsangan. Seperti yang difirmankan oleh allah : dialah
[allah] yang menjadikan malam hari untuk kalian sebagai pakaian dan untuk beristirahat serta dia
[allah] pula yang menjadikan siang untuk bangun dan berusaha [mencari nafkah].

Sementara ada ulama lain yang mengutamakan bersenggama di malam hari lebih baik dari pada
siang hari. Penulis berpendapat bersenggama di waktu siang barangkali tidak patut dan kurang
tepat, sebab di siang hari kita ddituntut untuk mencari nafkah, hal ini tidak bisa dilakukan bagi
mayoritas orang, apalagi para pekerja, bisnismen dll. Nanum ada waktu yang cukup efektif dalam
bersenggama yaitu dilakukan setelah shalat fajar kemudian tidur sebentar. Yang pasti bersenggama
kapan saja bisa dilakukan, tentunya harus menlihat kesibukan dan pekerjaan seseorang agar tidak
mengganggu aktivitas mereka.

Lafaz fainnahu ansyathu fi al wudlu mengisyaratkan kegunaan berwudlu ketika mengulangi


senggama, dengan keuntungan menambah semangat dan memulihkan tenaga yang telah terkuras.
Kondisi tubuh yang lemas itu akan bangkit melalui anggota wudlu. Selain itu dengan berwudhu
sewaktu-waktu meninggal di tempat tidur, ia tetap meninggal dalam keadaan suci. Inilah resep yang
paling mujarab, tidak membutuhkan materi lain untuk membangkitan gairah, seperti sekarang ini
kita banyak menyaksikan penawaran berbagai macam obat-obatan untuk memperkuat keperkasaan
lelaki ketika bersenggama. Meskipun itu ada manfaatnya, namun memiliki efek lain dalam tubuh
kita. Tetapi dengan berwudlu, kita bisa mendapatkan manfaatnya lebih banyak dan tidak
mendapatkan efek negatif dalam tubuh kita.

Ada sebagian pendapat menganjurkan mandi setelah bersenggama karena mandi itu lebih afdhal.
Hal ini dijelaskan melalui riwayat dari abu daud dan nasai bahwa rasulallah saw suatu ketika
mendatangi isteri-isterinya. Beliau mandi pada satu isteri, dan mandi lagi pada isteri yang lain.
Kemudian rasulallah ditanya; wahai rasul kenapa anda tidak melakukan satu kali mandi saja? Jawab
nabi ; ini lebih baik, lebih bersih dan lebih suci. Namun ada juga riwayat yang menjelaskan bahwa
nabi mendatangi isteri-isterinya dalam satu kali mandi saja. Tidak harus mandi di setiap isteri yang
didatangi.

Dari riwayat-riwayat hadits di atas hanya mengandung keutamaan jika dilakukan beberapa kali
mandi setiap menggauli isterinya. Sementara mandi wajibnya hanya satu kali meskipun berkali-kali ia
bersenggama dengan isterinya. Hadits tentang anjuran berwudlu secara implisit mengindikasikan
bolehnya mandi hanya satu kali meskipun bersenggama berkali-kali. Hanya saja jika keduanya mandi
merupakan satu keutamaan yaitu apabila keduanya bangun untuk melaksanakan shalat fajar,
mereka akan bersegera melakukan shalat tersebut tanpa bermalas-malas, atau luput terhadap
shalat, atau mendapatkan kesulitan terutama pada waktu musim dingin.

Aisyah menceritakan pengalamannya berhubungan seksual dengan rasul bahwa beliau pernah
tertidur setelah melakukan senggama, sementara beliau dalam keadaan junub. Ia tidak menyentuh
air hingga beliau bangun dari tidurnya. Rasulallah di saat dalam keadaan junub dan hendak tidur,
beliau tidak mandi tetapi berwudlu dan bertayammum. Hadits ini memberikan penjelasan tentang
keutamaan bersuci setelah bersetubuh dan mau tidur.

Anda mungkin juga menyukai