Jakarta,
DIREKTUR BUDIDAYA TERNAK
Halaman
KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN........................................ iv
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
B. Maksud dan Tujuan.................................... 2
C. Ruang lingkup .................................................................................. ...... 2
D. Pengertian .... 2
LAMPIRAN 28
Halaman
Lampiran 1. Organisasi Kegiatan Inseminasi Buatan ........................................... 28
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Produktivitas ternak potong dan ternak perah selama beberapa tahun terakhir
menunjukkan kecenderungan menurun. Tingkat pertumbuhan sapi potong selama 3
(tiga) tahun terakhir hanya mencapai 1,08% per tahun, sedangkan produksi susu
dalam negeri juga hanya mencapai 30-35% dari permintaan.
Sementara di lain pihak, dengan pertumbuhan penduduk yang meningkat rata-rata
1,5% per tahun dan pertumbuhan ekonomi saat ini 6,0% pada tahun 2010, maka
diperkirakan permintaan terhadap daging dan susu akan terus meningkat.
Impor Sapi Bakalan maupun Daging Sapi terus meningkat dari tahun ketahun (Tahun
2009 telah mencapai 35%). Impor ini ternyata belum disesuaikan dengan
kemampuan ternak lokal, sehingga impor yang terjadi melebihi kebutuhan.
Berdasarkan SPP tahun 2009 telah melampui angka 1 juta ekor realisasi 765.000 dan
daging 74.000 ton (102.000 ton). Keadaan ini dapat mengancam Rumah Tangga
Usaha Sapi Potong (2,6 Juta RT) yg merupakan 56,5% dari rumah tangga Usaha
Peternakan, program-program pengentasan kemiskinan akan terganggu.
Pelaksanaan kegiatan Inseminasi Buatan (IB) merupakan salah satu upaya
penerapan teknologi tepat guna yang merupakan pilihan utama untuk peningkatan
populasi dan mutu genetik ternak. Melalui kegiatan IB, penyebaran bibit unggul
ternak sapi dapat dilakukan dengan murah, mudah dan cepat, serta diharapkan
dapat meningkatkan pendapatan para peternak.
Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan IB s/d tahun 2009, pencapaian sasaran IB belum
sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, perlu upaya untuk memperbaiki kinerja
pelayanan IB yang diatur dalam Pedoman IB pada Ternak Sapi.
Upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk percepatan peningkatan populasi antara
lain melalui penyerentakan birahi dan pemanfaatkan bioteknologi reproduksi lain
selain IB, yaitu dengan optimalisasi reproduksi ternak betina untuk kelahiran ganda
menggunakan kombinasi IB dan Transfer Embrio (TE) dalam satu masa kebuntingan.
Pedoman ini disusun dengan maksud untuk dapat dipedomani oleh semua petugas
teknis IB, agar dapat menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan. Pedoman ini
memuat tentang Tata Cara Pelayanan IB, Penyerentakan Birahi IB, kelahiran ganda
melalui kombinasi IB dan TE.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup yang diatur dalam pedoman ini meliputi latar belakang, maksud dan
tujuan, sistem pelayanan, metode inseminasi, organisasi pelayanan, sumber daya
manusia, sarana prasarana pelayanan, pembiayaan, pembinaan kelompok ternak
serta pencatatan dan pelaporan.
D. Pengertian
Dalam pedoman ini, yang dimaksud dengan :
1. Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan mani/semen ke dalam alat kelamin
hewan betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi agar hewan tersebut
menjadi bunting;
2. Birahi adalah suatu kondisi dimana sapi betina siap atau bersedia dikawini oleh
pejantan dengan disertai gejala yang khas;
3. Semen adalah mani yang berasal dari pejantan unggul, digunakan untuk
inseminasi buatan;
4. Semen Beku sapi adalah semen yang berasal dari pejantan sapi terpilih yang
diencerkan sesuai prosedur dan dibekukan pada suhu minus 196 Celcius;
5. Service per Conception (S/C) adalah jumlah pelayanan inseminasi (service) yang
dibutuhkan oleh seekor betina sampai terjadinya kebuntingan atau konsepsi
6. Conception Rate (CR) adalah prosentase sapi betina yang bunting pada
inseminasi pertama, dan disebut conception rate atau angka konsepsi;
7. Transfer Embrio yang selanjutnya disebut TE adalah proses kegiatan yang
meliputi produksi embrio, pembekuan, penyimpanan, handling, thawing,
memasukan embrio kedalam alat kelamin ternak betina dengan teknik tertentu
agar ternak itu bunting;
8. Resipien adalah ternak betina yang memenuhi syarat sebagai induk semang
penerima embrio sampai dengan melahirkan;
1. Petugas Lapangan
Lokasi
Uraian
Introduksi Pengembangan Swadaya
Petugas Lapangan
1. Inseminator
- S/C 3 2 1,5
- CR (%) 50 70 80
- Dinilai oleh PKb PKb PKb
- Waktu pelaksanaan 4 bulan sekali 4 bulan sekali 4 bulan sekali
penilaian dlm setahun
- Pelaporan Tertib Tertib Tertib
2. PKB
- Ketepatan diagnosa 90 % 90 % 90 %
kebuntingan
- Dinilai oleh ATR ATR ATR
- Waktu pelaksanaan 4 bulan sekali 4 bulan sekali 4 bulan sekali
penilaian dlm setahun
- Pelaporan Tertib Tertib Tertib
3. ATR
- Ketepatan diagnosa 70 % 70 % 70 %
gangguan reproduksi
- Keberhasilan >50 ekor >50 ekor >50 ekor
penanganan gangguan
reproduksi
- Dinilai oleh Supervisor II Supervisor II Supervisor II
- Waktu pelaksanaan 3 bulan sekali 3 bulan sekali 3 bulan sekali
penilaian dlm setahun
- Pelaporan Tertib Tertib Tertib
2. Wilayah Tahapan
Teknis Inseminasi memerlukan keterampilan khusus yang tidak mudah dilakukan oleh
orang yang tidak dilatih khusus untuk keperluan tersebut. Dengan demikian tidak
dibenarkan apabila pelaksana IB di lapangan diserahkan kepada petugas yang belum
atau tidak cukup mengikuti kursus/latihan lnseminator.
Teknologi IB digunakan untuk tujuan peningkatan produksi (budidaya), dan
produktivitas (pembibitan)
A. Pelayanan IB untuk Pembibitan
Pelaksanaan IB pada pelayanan pembibitan diarahkan untuk tujuan peningkatan
produktivitas melalui permurnian dan persilangan dalam rangka pembentukan
breed baru.
Berbagai bangsa sapi yang telah dikembangkan untuk pembibitan dapat dilakukan
dengan mengembangkan sapi asli dan sapi lokal.
Penggunaan semen beku pada wilayah ini didasarkan atas pewilayahan sumber
bibit. Pada lokasi yang telah ditetapkan sebagai wilayah sumber bibit sapi Asli seperti
sapi Bali di Provinsi Bali, Sapi Madura di Pulau Sapudi tidak diperkenankan
penggunaan semen beku bangsa lain.
Untuk keperluan tersebut perlu diterapkan prinsip-prinsip perbibitan seperti
perkawinan yang diatur, sistim pencatatan (recording), seleksi dan culling, dan
sertifikasi.
Keterangan :
A 002 adalah nomor pembuatan (batch number)
2302 adalah nomor kode pejantan
ARJUNA adalah nama pejantan
ONGOLE adalah jenis/bangsa pejantan
BIB Lembang adalah pabrik yang membuat
Pos IB No. 1 2 3 4 5
Jam kunjungan pagi hari 7.00 7.45 8.30 9.15 10.00
Jam kunjungan sore hari 14.30 15.15 16.00 16.45 17.30
Urutan nomor Pos IB disesuaikan dengan tempat tinggal Inseminator atau SP-IB
Kecamatan/Puskeswan/KUD dimana ditempatkan penyimpanan semen beku dan
nitrogen cair yang melayani beberapa orang Inseminator. Pelayanan Inseminasi
untuk sapi-sapi milik perusahaan dilakukan berdasarkan permintaan pelayanan dari
perusahaan yang bersangkutan, yang melaporkan kepada petugas Inseminator
apabila ada sapinya yang memerlukan Inseminasi.
H. Optimalisasi Inseminasi dengan Penyerentakan Birahi
Mengingat Indonesia merupakan negara topis, maka pola perkawinan pada ternak
sapi mengikuti kondisi agroklimat/alam yaitu berlangsung sepanjang tahun
khususnya sapi lokal. Namun pelaksanaan IB baru dapat dilakukan sekitar 28% dari
akseptor yang ada, sehingga perlu dilakukan optimalisasi IB melalui gerakkan
penyerentakan birahi.
b. Kode Lokasi : C o n t o h.
1. L e m b a n g ditulis LE.
2. Sumedang ditulis SU.
3. Jakarta Selatan ditulis JS.
4. Surakarta ditulis SU.
5. M a l a n g ditulis MA.
6. Aceh Besar ditulis AB.
7. Deli Serdang ditulis DS.
8. dsb.
Jadi Kode Lokasi ditulis dengan singkatan dua huruf nama lokasi atau
Kabupaten/Kotamadya. Harus diusahakan agar dalam satu Propinsi tidak
terdapat dua singkatan lokasi yang sama.
c. Kode Tahun Lahir : Lahir Tahun 1999 ditulis A.
Lahir Tahun 2000 ditulis B.
Lahir Tahun 2001 ditulis C.
Lahir Tahun 2002 ditulis D.
Lahir Tahun 2003 ditulis E.
dan seterusnya.
Dalam pelayanan IB, dibutuhkan Organisasi yang ideal guna menunjang kegiatan
pelayanan IB secara optimal dan memberikan pelayanan IB yang memuaskan
konsumen, khususnya peternak sebagai pelayanan.
Struktur Organisasi Pelayanan Inseminasi Buatan dilaksanakan melalui Satuan Pelayanan
Inseminasi Buatan (SP-IB), yang bertingkat yaitu SP-IB Kecamatan/KUD/Puskeswan, SP-
IB Kabupaten dan SP-IB Provinsi. Selain itu Struktur Organisasi dibentuk untuk tujuan
pengawasan penggunaan sarana prasarana, pengawasan kualitas semen beku pada
setiap jenjang, serta pengawasan terhadap kualitas SDM pelaksana pelayanan.
Struktur Organisasi kegiatan pelayanan IB, seperti terlampir pada Lampiran-2 dan
Lampiran-3. Untuk lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik setiap
Provinsi wajib membentuk Organisasi Pelayanan IB.
Langkah-langkah pembentukan serta uraian tugas teknisi IB dan unit kerja pelaksanaan
IB secara terinci dijelaskan pada butir 1 dan 2 sebagai berikut :
1. Tingkat Pusat
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
Cq Direktorat Budidaya Ternak dan Direktorat Perbibitan
a. Mengkoordinasikan kegiatan Inseminasi Buatan dan Kawin Alam dengan
Instansi terkait
b. Menyiapkan pedoman pelaksanaan Inseminasi Buatan
c. Memantau pelaksanaan Inseminasi Buatan di tingkat nasional
d. Mengevaluasi hasil Inseminasi Buatan di tingkat nasional
2. Tingkat Provinsi
Dibentuk SP-IB Provinsi dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor
b. 1 (satu) orang Petugas ATR
c. 1 (satu) orang Penanganan (handling) Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
3. Tingkat Kabupaten/Kota
Dibentuk SP-IB Kabupaten/Kota dengan petugas yang terdiri dari :
a. 1 (satu) orang Supervisor
b. 1 (satu) orang ATR
c. 1 (satu) orang Penanganan (handling) Semen
d. Beberapa orang Staf Administrasi dan Pencatatan
4. Tingkat Kecamatan/KUD/Puskeswan
a. 3-6 orang Inseminator
5. Dinas Kabupaten/Kota
a. Pendataan jumlah akseptor IB berdasarkan bangsa dan jenis ternak.
b. Merencanakan jumlah dosis dan jenis semen beku yang akan digunakan.
c. Mengawasi distribusi semen beku ke SP-IB tingkat
Kecamatan/KUD/Puskeswan.
d. Mengatur wilayah kerja Inseminator, Pengawas Mutu Semen Beku, PKB, ATR
dan Selektor serta mengajukan permohonan SIM-I, SIM-A1, SIM-A2, SIM-B,
dan SIM-C.
e. Melakukan pengawasan operasional IB.
f. Membuat laporan bulanan pelaksanaan IB dan status reproduksi diwilayah
kerjanya dan menyampaikannya kepada Kepala Dinas Peternakan Provinsi
selambat-lambatnya minggu ke-tiga setiap bulan.
Sylabus terlampir
Untuk keberhasilan pelayanan IB, diperlukan sarana operasional yang harus dimiliki.
Standar ideal peralatan yang harus dimiliki oleh teknisi IB (Inseminator, PKB, ATR,
Supervisor I dan Supervisor II) secara rinci dapat dilihat pada Lampiran-3.
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari usaha
peningkatan mutu ternak, sedangkan IB merupakan cara utama yang tepat dan
murah untuk mencapai tujuan itu. Karena itu dalam kegiatan pelayanan IB mutlak
diperlukan suatu sistem pencatatan yang rapi, baik dan benar. Tanpa sistem
pencatatan dengan syarat tersebut, kita tidak akan tahu apakah usaha kita berhasil
atau tidak.
1. Jumlah populasi (dewasa, dara dan anak) untuk mengetahui berapa % akseptor
IB.
2. Sistem pencatatan dan pelaporan kegiatan operasional IB yang mencakup jumlah
dosis semen beku, akseptor IB, kebuntingan dan kelahiran ternak hasil IB.
3. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mencakup kinerja pelaksanaan IB seperti
S/C dan CR.
4. Jumlah petugas IB (Inseminator, PKb, ATR,).
Agar pencatatan dapat berjalan lancar dan kita dapat menarik kesimpulan dari
catatan tersebut, maka sistem pencatatan dan pelaporan mudah dilaksanakan di
lapangan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Setiap peternak peserta IB diwajibkan memiliki Kartu IB
2. Diisi sesuai fakta di lapangan.
3. Berisi hal-hal yang diperlukan bagi pelaksanaan program IB.
B. Mekanisme Pelaporan dan Model Kartu, lebih jelas dapat dilihat Lampiran-4.
DINAS 1 Supervisor-I
PETERNAKAN SP-IB ASOSIASI 1 Petugas SC /
PROVINSI PETERNAKAN/ ATR
KOPERASI 1 Petugas Mutu
SUPERVISOR-I SEKUNDER Semen
Beku
Staf
Administrasi
DINAS 1 Supervisor-II
SP-IB
PETERNAKAN 1 Petugas ATR
KABUPATEN 1 Staf
Administrasi
SUPERVISOR-II
&
Pencatatan
1 Petugas ATR
CABANG SP-IB SP-IB SP-IB 1-2 Petugas PKb
KOPERASI
DINAS 3-5 Inseminator
ATR ATR ATR PRIMER
PETERNAKAN
KECAMATAN/
KOPERASI
(KUD) 1 Petugas
Inseminator
Pembantu
PKb PKb 1 Staf
Administrasi
12-24 Kelompok
Peternak
Pedoman ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan sesuai dengan ilmu pengetahuan
danteknologi serta kebutuhan masyarakat dalam rangka mendukung program
swasembada daging sapi/kerbau 2014, sehingga kegiatan operasional pelaksanaan
Inseminasi Buatan diharapkan mencapai hasil yang optimal
SP-IB
ATR
PKb PKb
(1) Inseminator.
a. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
b. Alat tulis : 1 Unit.
c. Kartu Model : 1 Unit.
(4) Supervisor-II.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Handling Semen Beku : 1 Unit.
d. Nitrogen Cair : 250 Liter/tahun.
e. Komputer : 1 Unit
(5) Supervisor-I.
a. Alat Tulis : 1 Unit.
b. Kartu-kartu Model : 1 Unit.
c. Komputer : 1 Unit
B. Peralatan.
(1) Mobilitas
a. Inseminator : Sepeda Motor 1 Unit.
b. PKB : Sepeda Motor 1 Unit.
c. ATR : Sepeda Motor 1 Unit.
d. Supervisor-II : Pick Up 1 Unit.
e. Supervisor-I : Jeep/Pick Up 1 Unit.
a. Inseminator
(a) Pakaian lapangan 1 stel
(b) Plastic sheet 1.000 btg
(c) Plastic gloves 1.000 lbr
(d) Jas hujan + topi 1 buah
(e) Lampu senter 1 buah
(f) Handuk 6 buah
(g) Tali 10 m
(h) Sabun 12 batang
(i) Sepatu boot 1 pasang
(j) Tas 1 buah
(k) Insemination gun 2 buah
(l) Gunting 2 buah
(m) Pinset 2 buah
(n) Termos/ Kontainer 10 lt 2 buah/ 1 buah
(o) Kertas tisue 24 rol
(p) Tas inseminasi 1 buah
e. Supervisor-I
(a) Perlengkapan lapangan 1 set/tahun
(b) Pakaian kerja 1 stel
(c) Sepatu boot 1 pasang
(d) Jas hujan + topi 1 stel
C. Pos Pelayanan.
(1) Bangunan.
SP-IB Provinsi dan SP-IB Kabupaten/Kota dapat menggunakan bangunan
Dinas Peternakan Provinsi dan Kabupaten/Kota, sedangkan SP-IB Lapangan
dapat menggunakan bangunan Pos IB, Pus Keswan, Koperasi/KUD atau Balai
Penyuluh Pertanian (BPP). Apabila belum ada bangunan Pos IB, Pos Keswan,
atau BPP dapat dibuat bangunan baru melalui dana APBN/APBD I dan APBD II
atau dibangun sendiri oleh Koperasi/KUD khusus di wilayah pengembangan
dan swadaya.
c. SP-IB.
(a) Meja kursi 4 unit
(b) Alat tulis (setiap tahun) 10 unit
(c) White board 4 unit
(d) Kardex 10 unit
(e) Mesin ketik 1 buah
(f) Kontainer 32 liter sesuai kebutuhan
Kartu diisi berdasarkan data dari kartu Model C-I, C-II, C-IV dan C-V.
Pemeriksaan rektal : Sapi-sapi yang diperiksa rektal adalah sapi yang setelah di
IB 60 hari yang lalu.
Contoh :
Seorang petugas PKB melakukan pemeriksaan terhadap 100 ekor akseptor yang
sudah di IB oleh petugas Inseminator minimal 60 hari yang lalu. Hasil pemeriksaan
adalah sebagai berikut:
- Jumlah akseptor yang di IB 1X = 50 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 2X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang di IB 3X = 25 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 1X = 40 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 2X = 20 ekor
- Jumlah akseptor yang bunting pada IB 3X = 15 ekor
50 + (2x25) + (3x25)
S/C : = 2,3
75
40
Contoh diatas CR : x 100% = 40%
100
KETERANGAN PEMILIKAN
Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Nama
Alamat
Tgl. Memiliki
Asal
KETERANGAN PEMILIKAN
Pemilik Pertama Pemilik Kedua Pemilik Ketiga
Nama
Alamat
Tgl Memiliki
Asal
PETUGAS Petugas
CATATAN PERTUMBUHAN
BERAT
TANGGAL PENIMBANGAN
(kg)
Berat Lahir :
Akseptor Yang
No Pemilik Inseminasi Kode Inseminator
Tgl Diperiksa Hasil
Urut Ke semen
Nama No. Reg Nama Alamat Nama Kode
Tanggal Pengiriman
Petugas: .....................................
Sisa Jumlah
No Kode Penerimaan Jumlah Jumlah Sisa Di
Bulan Yang
Urut Semen Bulan Lalu Inseminasi Akseptor Kabupaten
Lalu Rusak
SUPERVISOR-II :..............................
No. Kode :..............................
SUPERVISOR :...............................
No. Kode :...............................
Tanda Tangan :...............................
Pemakaian Pemeriksaan
Wilayah JUMLAH PETUGAS Kelahiran
Jml. Semen Kebuntingan
No
SP-IB Sup- Sup- Aks. Keguguran
ATR PKB Ins Kode Jml Jml Pos Ras
Kab/Kota I II
............................ .......................
KEPALA DINAS PETERNAKAN PROPINSI
........................................................
Dinas Peternakan
Kabupaten ......................................
PETUGAS PENCATAT
(.......................................)
CATATAN PERTUMBUHAN
Tgl. Penimbangan Berat (kg)
1. Berat Lahir
SISA
KODE SISA PENERIMAAN JUMLAH JUMLAH JUMLAH JUMLAH
NO DI
SEMEN BULAN LALU BULAN INI INSEMINASI AKSEPTOR RUSAK DISTRIBUSI
PROVINSI
TOTAL
Sampai Dengan Bulan Lalu Bulan Ini (April 2010) Sampai Dengan Bulan Ini
No Jenis Ras/Bangsa
Jumlah Jumlah Jumlah
1 Bali
2 Onggole
3 Brahman
4 Simmental
5 Limousine
6 Fh
Total
Sampai Dengan Bulan Lalu Bulan Ini (April 2010) Sampai Dengan Bulan Ini
No Perincian
Ptg Prh Kbg Jumlah Ptg Prh Kbig Jumlah Ptg Prh Kbig Jumlah
1 Jumlah Dosis
Jumlah Akseptor
3 Jumlah Pkb
Diperiksa
Jumlah Dosis
Cr%
S/C
Jumlah Bunting
4 Jumlah Kelahiran
Jantan
Betina
Jumlah
4. Produksi Mani Beku Uraian tentang tata cara produksi mani beku 3
II MATERI POKOK
1. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Uraian tengtang anatomi dan fisologi reproduksi ternak 4 4
sapi dan kerbau jantan dan betina
5. Aplikasi Inseminasi Buatan di Indonesia Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan faktor-faktor yang 3 3
mempengarihi kegagalan dan keberhasilan pelaksanaan IB
di Indonesia
7. Penanganan Semen Beku Uraian tentang tata cara penanganan mani beku 2 2 4
(handling), identifikasi mani beku dan penyimpanannya
II MATERI POKOK
1. Anatomi dan Fisiologi Reproduksi Ternak Uraian tengtang anatomi dan fisologi reproduksi ternak 4 4
sapi dan kerbau jantan dan betina serta anomali
reproduksi
2. Fidsiologi Kebuntingan dan Kebidanan Uraian tentang proses terjadinya kebuntingan, dan 4 4
kelahiran serta tata cara pertolongan kelahiran
Produksi Mani Beku (kapita selekta) Uraian tentang tata cara produksi mani beku 3
3. 3
MATERI POKOK
II Anatomi Sistim Genitalis dan Fisiologi Uraian tentang anatomi sistim genital dan fisiologi
1. Reproduksi Ternak Pejantan reproduksi ternak jantan dan anomali reproduksi 3 3
Aplikasi Inseminasi Buatan di Indonesia Uraian tentang sejarah, tata cara IB dan faktor-faktor
2. yang mempengarihi kegagalan dan keberhasilan 3 3
pelaksanaan IB di Indonesia
Penampungan Semen dan Pemeriksaan Semen Uraian tentang metoda penampungan semen dan
3. Segar pemeriksaan semen segar secara makro dan mikro 3 3
Fisiologi dan Morfologi Spermatozoa Uraian tentang fisiologi dan morfologi dan
4. spermatozoa 2 2
Pemeriksaan dan Pengujian Semen Beku Uraian tentang tata cara dan metode pemeriksaan dan
5. pengujian semen beku 3 3
Penanganan/Handling Semen Beku Uraian tentang tata cara penanganan semen beku,
6. peralatan, pemindahan, distribusi, dll 2 2
Pengetahuan Container dan Nitrogen Cair Uraian tentang jenis-jenis container, penggunaan dan
7. perawatannya serta sifatsifat Nitrogen Cair 2 2
PRAKTEK 6
III Praktek I Melaksanakan praktek pemeriksaan semen segar
1. 2 2
Praktek 2 Melaksanakan praktek pemeriksaan dan pengujian
2. semen beku 7 7