1. Suap (Bribery)
2. Paksaan (Coerction)
3. Penipuan (Deception)
4. Pencurian (Theft)
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination)
Dari masalah yang terdapat diatas, saya akan mengangkat tema Suap (Bribery). Tentang
bagaimana keterkaitannya dengan Etika bisnis dari contoh konkrit yang terjadi di Indonesia
mengenai kasus suap yang terjadi.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar diduga menerima Rp 7,5 miliar dari
Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Uang itu diduga diberikan adik kandung Gubernur
Banten Ratut Atut Chosiyah itu kepada Akil untuk pengurusan sengketa Pilkada Provinsi
Banten.
Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), terungkap uang itu
diberikan Wawan kepada Akil secara bertahap. Beberapa kali uang itu ditransfer ke rekening atas
nama CV Ratu Samangat kepada Bank Mandiri KC Pontianak Diponegoro.
Transfer pertama, sebanyak Rp 250-500 juta dilakukan pada 31 Oktober 2011. "Kedua, Rp 100
juta dan 150 juta pada 1 November 2011," kata Jaksa Ronald Ferdinand Worotikan dalam sidang
perdana kasus suap pengurusan sengketa pilkada di MK yang melibatkan Akil di PN Tipikor,
Jakarta, Kamis (20/2/2014).
Ketiga, Rp 2 miliar ditransfer pada 17 November 2011. Keempat, transfer Rp 3 miliar pada 18
November 2011. Dan terakhir Rp 1,5 miliar ditransfer pada 18 November 2011. Total uang
dugaan suap yang diberikan Wawan kepada Akil sebesar Rp 7,5 miliar.
Uang itu diberikan berkaitan dengan Pilkada Provinsi Banten 2011 yang tengah berperkara di
MK. Perkara sengketa pilkada itu digugat 2 pasangan calon dan 1 bakal pasangan calon. Yakni,
pasangan Wahidin Halim-Irna Narulita (nomor urut 2), pasangan Jazuli Juwaini dan Makmun
Muzakki (nomor urut 3), dan pasangan Dwi Jatmiko-Tjetjep Mulyadinata (pasangan bakal
calon).
Ketiganya secara terpisah mengajukan gugatan terhadap keputusan KPU Banten yang
menetapkan pasangan Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur
Banten terpilih periode 2011-2016.
Dalam amar putusannya, MK menolak secara keseluruhan gugatan ketiga pemohon tersebut.
Artinya, MK dalam putusannya mengukuhkan keputusan KPU Banten yang menetapkan
pasangan Ratu Atut Chosiyah-Rano Karno sebagai gubernur dan wakil gubernur Banten terpilih
periode 2011-2016.
"Diketahui atau patut diduga uang tersebut diberikan Wawan. Karena kekuasaan atau
kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatan terdakwa, selaku hakim konstitusi pada MK
RI yang diberikan oleh undang-undang untuk mengadili perkara permohonan keberatan atas
hasil Pilkada Provinsi Banten 2011 di MK RI," papar Jaksa Ronald. (Rmn/Ndy)
Sumber : Detik.com
1. Analisis Masalah :
Akil Mochtar diduga menerima Rp 7,5 miliar untuk pengurusan sengketa Pilkada Provinsi
Banten.
Atut adalah orang yang telah melakukan suap.
Uang itu diberikan berkaitan dengan Pilkada Provinsi Banten 2011 yang tengah berperkara di
MK.
Diketahui atau patut diduga uang tersebut diberikan Wawan. Karena kekuasaan atau
kewenangan yang ada hubungannya dengan jabatan terdakwa, selaku hakim konstitusi pada MK
RI yang diberikan oleh undang-undang untuk mengadili perkara permohonan keberatan atas
hasil Pilkada Provinsi Banten 2011 di MK RI.
2. Analisisi Tanggapan
Kasus suap ini seharusnya tidak boleh terjadi, apabila setiap pemimpin mempunyai
pengetahuan, pemahaman dan menerapkan etika secara mendalam dalam pelaksanaan pekerjaan
profesionalnya. Pekerjaan seorang profesional harus dikerjakan dengan sikap profesional pula,
dengan sepenuhnya melandaskan pada standar moral dan etika tertentu. Kemampuan seorang
profesional untuk dapat mengerti dan peka terhadap persoalan etika juga sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dimana dia berada.
Penyelewengan wewenang terhadap profesi yang dimiliki seorang MK sangat tidak
beretika apabila disalahgunakan. Sikap ketidakprofesionalan ini mengakibatkan hak-hak
mendapat keadilan orang lain terhambat karena MK tersebut tidak menggunakan etika
berbisnisnya dalam hal profesinya sebagai seorang MK.
Tindakan suap sudah tidak asing lagi di Negara Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan
diata mengenai suap dan hubungannya dengan etika bisnis. Jelas bahwa suap adalah tindakan
yang salah (moral yang salah). Orang-orang yang melakukan suap adalah orang yang
mempunyai etika buruk. Etika berbicara tentang sikap, kebiasaan/istiadat, aturan, cara berpikir
dengan melakukan suap berarti orang tersebut bersikap yang salah, berpikir yang salah, dan dari
hal tersebut yang baru dilakukan sekali bisa saja menjadi kebiasaan.
Dengan melakukan suap sayangnya menadi kebiasaan yang buruk, dari hal yang kecil
pasti akan menjadi hal yang besar. Sangat disayangkan dari contoh artikel diatas yang terkena
kasus suap di Negara Indonesia justru seorang oknum dari Mahkamah Konstitusi (MK) yang
justru seharusnya lekat dengan hal yang disebut hukum/ aturan. MK adalah lembaga yang
mempunyai kewajiban untuk membuat keputusan dalam kasus seperti penghianatan kepada
negara, suap, penyuapan dan tindak pidana lainnya yang dilakukan oleh DPR, Presiden ataupun
Wapres. Tetapi dalam kasus ini seorang yang justru menjabat sebagai ketua MK menjadi
tersangka suap. Suap yang justru harusnya Ia putuskan jika ada kasus suap terjadi di dalam
lingkungan DPR, Presiden/Warpres. Ini sama saja iya juga melakukan penghiantan terhadap
Negara dan dengan suap juga bisa terjadi penyuapan. Maka lengkaplah hal-hal diatas yang justru
harusnya Ia tegaskan, justru iya yang melanggar. Ini sangat mecemarkan Mahkamah Konstitusi
itu sendiri.
Memang di Negara Indonesia terbiasa dengan hukum yang tidak tegas. Sehingga orang-
orang yang melakukan kesalahan seperti halnya suap ini tidak akan pernah merasa jera
dikarenakan hukum yang tidak tegas, sehingga orang yang sama tidak takut melakukan lagi atau
orang baru tidak takut untuk mencoba tentu juga harus diimbangi dengan etika dari diri.
3. Saran
Dalam melakukan suatu pekerjaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam etika
berbisnis agar seseorang tidak menyeleweng dari etika, antara lain :
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab dan sosial
3. Mempertahankan jati diri
4. Menciptakan saingan yang sehat
5. Menerapkan konsep Pembangunan yang berkelanjutan
6. Menghindari sifat 5K (Katabelence, kongkalingkong, koneksi, kolusi dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antar golongan pengusaha
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main bersama
10. Memelihara kesepakatan
11. Menuangkan kedalam hukum positif.