Anda di halaman 1dari 20

Refleksi Moral Dan Penilaian Etis Terhadap Kasus Gratifikasi Pajak

Oleh :
Mario Randi Banusu
Mohamad Rais
David J. Hadu
Hilaria R. Keban
Kevin Jojana
Yongky Gousario
Latar Belakang
Kasus gratifikasi yang menyita perhatian publik dan mengakibatkan kerugian Negara
salah satunya kasus Gratifikasi Angin Prayitno Aji, Angin bersama anak buahnya
dinyatakan terbukti menerima suap senilai Rp15 miliar dan Sin$4 juta atau sekitar
Rp42.169.984.851 dari para wajib pajak. Suap itu diberikan agar Angin dan
Dadan bersama-sama dengan Wawan Ridwan, Alfred Simanjuntak, Yulmanizar,
dan Febrian selaku Tim Pemeriksa Pajak merekayasa hasil penghitungan pada wajib
pajak. Wajib pajak dimaksud yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun
pajak 2016; PT Bank PAN Indonesia (Panin) Tbk. tahun pajak 2016; dan PT Jhonlin
Baratama untuk tahun pajak 2016 dan 2017.
Pengertian Pajak

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum


dan Tata Cara Perpajakan (KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang - undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Direktorat Jendral Pajak (DJP) Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.
Tujuan  Pajak

• Meningkatkan pendapatan negara


• Menjadi sumber pemasukan negara untuk dimasukkan dalam anggaran pemerintah
• Mengatur kebijakan berkaitan dengan moneter dan keuangan
• Mengendalikan laju inflasi dan deflasi yang bisa terjadi
• Mendorong kegiatan ekspor barang ke negara lain
• Menjalankan amanah dalam undang-undang
• Melakukan pemerataan pembangunan nasional
• Menarik investasi dari pihak luar dengan kebijakan perpajakan
• Menyumbang kontribusi bagi pembangunan jalan dan infrastruktur daerah
• Memberi subsidi dan bahan bakar bagi masyarakat
• Memperbaiki sarana transportasi umum untuk kepentingan public
• Melaksanakan kegiatan demokrasi seperti pemilihan umum
• Membiayai kelestarian lingkungan hidup dan alam
• Memenuhi kewajiban sebagai warga negara yang baik
GRATIFIKASI PAJAK

1. Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa
bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya,
baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri, yang dilakukan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik.
2. Gratifikasi pada dasarnya adalah “suap yang tertunda” atau sering juga disebut “suap terselubung”. Pegawai
negeri atau penyelenggara negara (Pn/PN) yang terbiasa menerima gratifikasi terlarang lama kelamaan dapat
terjerumus melakukan korupsi bentuk lain, seperti suap, pemerasan dan korupsi lainnya. Sehingga gratifikasi
dianggap sebagai akar korupsi.
3. Gratifikasi tersebut dilarang karena dapat mendorong Pn/PN bersikap tidak obyektif, tidak adil dan tidak
professional. Sehingga Pn/PN tidak dapat melaksankaan tugasnya dengan baik.
FAKTOR PENYEBAB GRATIFIKASI

1. Faktor Internal
a. Aspek Sosial
Aspek Sosial Keluarga dapat menjadi pendorong seseorang untuk berperilaku koruptif.Menurut kaum
bahviouris, lingkungan keluarga justru dapat menjadi pendorong seseorang bertindak korupsi, mengalahkan
sifat baik yang sebenarnya telah menjadi karakter pribadinya. Lingkungan justru memberi dorongan bukan
hukuman atas tindakan koruptif seseorang.
b. Aspek Perilaku Individu
Aspek perilaku individu seperti digambarkan diatas yang meliputi Gaya hidup yang konsumtif, Sifat
tamak/rakus dan Moral yang lemah.
2. Faktor Eksternal

 Aspek sikap masyarakat, pada umumnya selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh segelintir
oknum dalam organisasi.
 Aspek ekonomi, yaitu pendapatan tidak mencukupi kebutuhan, dimana dalam rentang kehidupan ada
kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi, adanya keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
 Aspek politis, yaitu politik uang (money politics) pada pemilihan umum adalah contoh tindak korupsi,
dimana seseorang atau golongan yang membeli suatu atau menyuap para pemilih/anggota partai agar
dapat memenangkan pemilu.
 Aspek organisasi, yaitu merupakan sistem yang dapat digunakan sebagai sumber atau cara untuk
melakukan korupsi termasuk gratifikasi
GRATIFIKASI MENURUT PANDANGAN AGAMA

Gratifikasi Menurut Agama Islam


Dalam pandangan Islam saling memberi hadiah pada hakikatnya adalah
dianjurkan sepanjang dalam konteks sosial, tradisi, kekeluargaan dan agama. Namun
demikian pemberian hadiah terkait dengan jabatan/pelaksanaan tugas secara tegas
dilarang sebagaimana disebutkan dalam hadits diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa
“Hadiah untuk pejabat (Penguasa) adalah kecurangan”. Dikatakan sebagai kecurangan
karena hadiah itu dapat mengilangkan pendenganran, menutup hati dan penglihatan
sebagaimana sabda Rasulullah saw yang disampaikan oleh Usamah Bin Malik. Uang
terimakasih yang diberikan saat pelaksanaan tugas juga merupakan suatu hal yang
dilarang : “...Sesungguhnya aku mengangkat seseorang dari kamu untuk suatu tugas yang
Allah kuasakan kepadaku, lalu orang itu datang mengatakan, ini hartamu dan ini hadiah
yang diberikan kepadaku. Mengapa dia tidak duduk saja dirumah bapak dan ibunya
sampai datang hadiah untuknya. Demi Allah janganlah seseorang dari kamu mengambil
sesuatu yang bukan haknya kecuali kelak bertemu dengan Allah dengan membawa harta
yang diambilnya itu...” (HR Bukhari, Muslim)
Gratifikasi Menurut Pandangan Kristiani

Gratifikasi dapat diartikan sebagai uang suap. Hal ini dapat dilihat pada
beberapa ayat dalam Alkitab. Dalam pandangan kristiani pemberian hadiah
kepada pelayan publik tidak selalu berarti suap, namun bukan tanpa pamrih.
Sebagaimana disebut dalam Amos 5:12 “Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu
yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu yang menjadikan
orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan
orang miskin di pintu gerbang.” Amsal 17:8 “Hadiah suapan adalah seperti
mestika di mata yang memberinya, ke mana juga ia memalingkan muka, ia
beruntung.” dan “Hadiah memberi keluasan kepada orang, membawa dia
menghadap orang-orang besar.” (Amsal 18:16).
ETIKA DAN MORAL

Pengertian Etika
 
Etika berasal dari kata Yunani ethos (‘semangat dan sikap hidup’) yang dalam bentuk jamaknya ta etha berarti
‘adat istiadat’ atau ‘kebiasaan’. Hal itu terkait dengan nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu komunitas (adat, agama,
negara, PBB, dll) yang berfungsi untuk menata tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan
yang diyakini kebaikannya bagi manusia dalam serba relasinya. Kebiasaan yang baik itu diwariskan dari generasi ke
generasi. Etika dalam pengertian awal ini sepatutnya terungkap dalam perilaku berpola yang terus menerus berulang
sebagai sebuah kebiasaan (‘habitus’) bagi derajat kebaikan manusia, sekedar sebagai manusia (simple human).
Menururt Aristoteles (384 – 322 s.M) “etika” berarti ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan (Asmawati & Sri Rahayu, 2011 hal 2). Etika adalah sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana berperilaku
jujur, benar dan adil. Etika merupakan cabang ilmu filsafat, mempelajari perilaku moral dan immoral, membuat
pertimbangan matang yang patut dilakukan oleh seseorang kepada orang lain atau kelompok tertentu.
Teori Etika
1. Teori Keutamaan
Dalam diskursus etika, teori keutamaan ini pada dasarnya kembali merevitalisasi etika warisan filsuf Yunani Kuno dan
filsuf Skolastik, yaitu Aristoteles dan Thomas Aquinas. Hidup yang baik adalah hidup menurut keutamaan, yang terdiri dari
keutamaan kebenaran-kejujuran-kebijaksanaan; keadilan - fairness - kewajaran; keberanian-keuletan– ketangguhan, dan
pengendalian diri. Orang yang mempunyai keutamaan kebenaran – kejujuran dan pengendalian diri; pasti tidak berbohong atau
menipu dalam transaksi bisnis, misalnya. Orang yang berlaku adil niscaya adalah orang yang memiliki ethos fairness dengan
kesediaan untuk memberikan apa yang menjadi hak yang lain secara wajar, dan dengan wajar pula dapat memberikan
kesempatan kepada semua pihak untuk mengembangkan diri. Dalam konteks Neothomisme, teori etika keutamaan ini adalah
kebajikan horizontal insani yang kiranya diimbangi dengan kebajikan vertikal. Kebajikan vertikal adalah adalah kebajikan
insani dalam dunia hubungan kehidupan beragama, yang terdiri kebajikan iman, harapan, dan kasih (1 Kor 13:13).
2. Teori Deontologi
Istilah deontologi ini berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban. Atas pertanyaan pertama “mengapa suatu
perbuatan ini adalah baik dan pertanyaan kedua mengapa perbuatan itu haruslah ditolak sebagai buruk”, teori deontologi
menjawab: “karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang”. Singkatnya yang menjadi
dasar penilaian suatu perbuatan itu bermoral atau tidak adalah sejauh mana perbuatan itu memenuhi kewajiban atau mentaati
perintah dan larangan. Dengan kata lain perbuatan yang dianggap baik adalah perbuatan-perbuatan yang melakukan kewajiban-
kewajiban. Untuk itu manusia harus tahu dan sadar apa yang kewajiban dan apa yang menjadi haknya. Setiap sumber ajaran
moral yang berasal dari agama-agama, biasanya mengenal sejumlah prinsip yang berisikan perintah dan larangan. Mutu
tertinggi dari kesadaran moral deontologis adalah jika kita mentaati imperatif kategoris yang menegaskan bahwa suatu
perbuatan adalah baik hanya kalau dilakukan karena kewajiban atau ada rasa keharusan bahwa ‘engkau harus begitu saja
melakukan sesuatu (Jerman: du sollst), tanpa motif lain selain perasaan wajib itu. Dengan demikian, suatu perbuatan yang baik
dari segi hukum belum tentu baik dari segi imperative kategoris ini. Misalnya bayar pajak.
PATOKAN NILAI PERBUATAN ETIS

Patokan Nilai Perbuatan Etis Salah satu penentu baik buruknya perbuatan adalah hati nurani. Hati nurani merupakan
kata hati yang paling dalam yang hanya dapat diketahui oleh diri seseorang. Orang lain tidak dapat mengetahui kata hati
seseorang yang sebenarnya kecuali Tuhan yang maha mengetahui. Perbuatan seseorang atau organisasi dikatakan baik bila
dilakukan sesuai dengan hati nurani. Perbuatan dikatakan buruk, jika hal tersebut dilakukan melawan suara hati nurani.
Karena menyimpang dari keyakinan terdalam, maka bertindak melawan hati nurani berarti merusak integritas pribadi. Hati
nurani sangat mengendalikan perilaku seseorang, melakukan sesuatu sesuai perintah hati nurani bukan berlawanan dengan
suara hati nurani. Hati nurani hanya dimiliki oleh manusia. Setiap orang mempunyai hati nurani, termasuk orang tidak
beragama. Bagi orang beragama, hati nurani mempunyai arti khusus. Bila seseorang memutuskan secara moral berdasarkan
suara hati nurani, maka keputusannya dipertanggung jawabkan kepada Tuhannya. Dengan demikian seseorang sadar secara
penuh bahwa keputusannya berada di jalan Tuhan atau sebaliknya

38
PENGERTIAN MORAL
Moralitas berasal dari kata Latin mos, yang dalam bentuk jamaknya ‘mores’ yang
artinya ‘adat istiadat’ dan ‘kebiasaan’. Jadi dalam pengertian harafiah, etika dan moralitas
itu sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai
manusia yang telah diinstitusionalisasikan dalam sebuah adat kebiasaan. Ia terwujud
dalam pola perilaku insani yang terulang dalam kurun waktu yang lama sebagai sebuah
kebiasaan hidup yang terwariskan para pendukungnya dalam sebuah komunitas. Namun
dari sisi kedalamannya, etika dan moralitas ada sedikit perbedaan penekanannya. Etika
dalam pengertian ini adalah filsafat moral atau ilmu yang mengkaji nilai dan norma
secara radikal, kritis, dan fruktual.

38
NILAI MORAL

Nilai Moral Menurut Bertens, nilai moral sebagai berikut:

1. Berkaitan dengan tanggung jawab.


Nilai moral berkaitan dengan pribadi manusia, namun lebih spesifik lagi berkaitan dengan pribadi manusia yang
bertanggung jawab. Nilai moral mengakibatkan seseorang bersalah atau tidak bersalah, karena dia bertanggung jawab.
2. Berkaitan dengan hati Nurani
Ciri khas nilai moral adalah hanya nilai inilah yang menimbulkan suara dari hati nurani, baik yang menuduh, karena
orang meremehkan atau menentang nilai – nilai moral atau memuji bila orang mewujudkan nilai – nilai moralnya.
3. Mewajibkan
Nilai moral mewajibkan secara absolut dan tak bisa ditawar-tawar.Sebagai contoh adalah bila seseorang memiliki nilai
estetis, makadia akan menghargai lukisan yang bermutu, sebaliknya orang lain boleh saja tidak menghargai lukisan
tersebut. Namun pada nilaimoral, orang harus mengakui dan harus merealisasikan. Kewajiban absolute melekat
pada nilai-nilai moral, karena nilainilai ini berlaku bagi manusia sebagai manusia.
4. Bersifat formal
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai moral membonceng pada nilai- nilai lain. Hal ini berarti dalam
merealisasikan
nilai-nilai moral seseorang mengikut sertakan nilai-nilai lain dalam suatu tingkah laku moral.
Gambaran Kasus
Kasus Gratifikasi Pajak Angin Prayitno Aji

Angin Prayitno Aji merupakan salah satu terpidana kasus suap pajak yang dipenjarakan selama 9 tahun
dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebsar 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Angin dituntut
berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 12 huruf a jo pasal 18 UU No 31 tah8un 1999 sebagaimana diubah dengan UU
No 20 tahun 2001 tentang pemberatasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 pasal 65 KUHP.
Selain Angin terdapat beberapa terpidana kasus pajak yang terlibat bersama-sama dengan Angin diantaranya
Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak sebagai Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan pada
Direktorat Jenderal Pajak, Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Dukungan Pemeriksaan pada DJP, Dadan Ramdani
dan kuasa wajib pajak Veronika Lindawati. Kemudian tiga tersangka lainnya yaitu, para konsultan pajak yakni Ryan
Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi, dan Agus Susetyo. Dalam kasus ini, Wawan selaku Supervisor Tim Pemeriksa
Pajak pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan DJP bersama dengan Alfred, diberikan arahan khusus dari Angin
Prayitno Aji dan Dadan Ramdani untuk memeriksa tiga wajib pajak
Tiga wajib pajak yang dimaksud yakni PT Gunung Madu Plantations (GMP) untuk tahun pajak 2016, PT Bank
PAN Indonesia (BPI) untuk tahun pajak 2016, dan PT Jhonlin Baratama (JB) untuk tahun pajak 2016 dan 2017. Dalam
proses pemeriksaan 3 wajib pajak tersebut, diduga ada kesepakatan pemberian sejumlah uang agar nilai penghitungan
pajak tidak sebagaimana mestinya dan tentunya memenuhi keinginan dari para wajib pajak
Atas hasil pemeriksaan pajak yang telah diatur dan dihitung sedemikian rupa,
Tersangka Wawan dan Alfred diduga telah menerima uang yang selanjutnya diteruskan
kepada Angin Prayitno Aji dan Dadan Ramdani, dengan rincian sebagai berikut:
1. Sekitar Januari-Februari 2018 dengan jumlah keseluruhan sebesar Rp 15
miliar diserahkan oleh Ryan Ahmad Ronas dan Aulia Imran Maghribi sebagai
perwakilan PT GMP.
2. Pertengahan tahun 2018 sebesar Rp 5.000.000.000 yang diserahkan oleh Veronika
Lindawati sebagai perwakilan PT BPI Tbk dari total komitmen sebesar Rp 25
Miliar.
3. Sekitar Juli-September 2019 sebesar total SGD 3 juta atau setara Rp 35.000.000.000
diserahkan oleh Agus Susetyo sebagai perwakilan PT JB

38
FAKTOR PENYEBAB KASUS GRATIFIKASI PAJAK ANGIN PRAYITNO dkk
1. PT Gunung Madu Plantations (GMP), PT Bank PAN Indonesia (BPI) dan PT Jhonlin Baratama (JB) meminta kepada
Pihak Angin Prayitno untuk mengurangi nominal pajak terhutang yang harus dibayarkan dengan rincian sebagai berikut:
a. PT Gunung Madu Plantations (GMP) meminta mengurangi pajak dari total pajak terhutang Rp 30.000.000.000
menjadi Rp 19.821.605.943
b. PT Bank PAN Indonesia (BPI) meminta mengurangi pajak dari total pajak terhutang Rp 926.263.000.000 menjadi
Rp 300.000.000.000
c. PT Jhonlin Baratama (JB) meminta mengurangi pembayaran pajak dari total pajak terhutang Rp 25.657.000.000
menjadi Rp 10.000.000.000
2. PT Gunung Madu Plantations (GMP), PT Bank PAN Indonesia (BPI) dan PT Jhonlin Baratama (JB) memberikan
suap kepada Wawan Ridwan dan Alfred Simanjuntak sebagai Tim Pemeriksa pada Direktorat Pemeriksaan dan
Penagihan pada Direktorat Jenderal Pajak dan Angin Prayitno Aji dengan rincian suap sebagai berikut :
a. PT Gunung Madu Plantations (GMP) memberikan suap senilai Rp 15.000.000.000
b. PT Bank PAN Indonesia (BPI) menjanjikan memberikan suap sebesar Rp 25.000.000.000 namun hanya
diberikan Rp 5.000.000
c. PT Jhonlin Baratama (JB) menjanjikan memberikan suap sebesar Rp 50.000.000.000 namun hanya diberikan Rp
35.000.000.000.
Refleksi Etis dari Segi Etika dan Moral

Berdasarkan gambaran kasus yang terjadi dalam hal gratifikasi pajak yang melibatkan Angin Prayitno Aji dan rekannya
maka dapat dilihat perbuatan ini melanggar teori :
1. Teori Deontologi, dimana menjadi dasar penilaian suatu perbuatan itu bermoral atau tidak adalah sejauh mana
perbuatan
itu memenuhi kewajiban atau mentaati perintah dan larangan. Dengan kata lain perbuatan yang dianggap baik
adalah perbuatan-perbuatan yang melakukan kewajiban-kewajiban. Untuk itu manusia harus tahu dan sadar apa yang
kewajiban dan apa yang menjadi haknya. Setiap sumber ajaran moral yang berasal dari agama-agama, biasanya
mengenal sejumlah prinsip yang berisikan perintah dan larangan
Dalam kasus ini sumber ajaran moral yang dilanggar berkaitan dengan :
1. Berdasarkan Ajaran Kristiani
Amos 5:12 “Sebab Aku tahu, bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu
yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang mengesampingkan orang miskin di
pintu gerbang. Sesuai dengan kasus yang terjadi dimana PT Gunung Madu Plantations (GMP), PT Bank
PAN
2. Berdasarkan Ajaran
Indonesia (BPI) danAgama IslamBaratama (JB) memberi suap kepada Angin Prayitno Aji dan rekan- rekan Nya.
PT Jhonlin
Dalam Alquran dijelaskan dalam QS Al Baqarah : 188 ; “dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang
lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim
supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal
kamu mengetahui”. Sesuai dengan kasus yang terjadi dimana PT Gunung Madu Plantations (GMP), PT Bank PAN
2. Teori Keutamaan
Dalam konteks deontologi, suatu perbuatan adalah baik jika sesuai dengan perintah dan larangan. Dalam
konteks hak, suatu perbuatan adalah baik jika sesuai dengan prinsip hak asasi manusia. Dengan demikian,
teori keutamaan tidak berfokus pada perbuatan manusia yang berbasis norma, tetapi berbasis pada manusia itu
sendiri sebagai pelaku moral.
Dalam perspektif teori keutamaan ini, tidak dipertanyakan apakah suatu perbuatan tertentu itu adil, jujur, murah
hati, dll; melainkan apakah orang itu bersikap adil, jujur, murah hati, dll. Berkaitan dengan kasus ini
bertentangan dengan norma sehingga perbuatan ini buruk. Dan kasus ini bertentangan dengan warisan filsuf
Yunani Kuno dan filsuf Skolastik, yaitu Aristoteles dan Thomas Aquinas. Dimana Hidup yang baik adalah hidup
menurut keutamaan, yang terdiri dari keutamaan kebenaran-kejujuran-kebijaksanaan; keadilan - fairness -
kewajaran; keberanian-keuletan– ketangguhan, dan pengendalian diri. Kasus ini melanggar semua filsuf yang telah
diwariskan tersebut dimana PT Gunung Madu Plantations (GMP), PT Bank PAN Indonesia (BPI) dan PT Jhonlin
Baratama (JB) memberi suap kepada Angin Prayitno Aji dan rekan-rekan Nya dengan melakukan tindakan suap
tersebut maka kedua pihak tersebut melanggar filsuf yang diterapkan yaitu kebenaran-kejujuran-kebijaksanaan;
keadilan - fairness - kewajaran; keberanian- keuletan– ketangguhan, dan pengendalian diri.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai