Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN TUGAS KELOMPOK PEKAN 5

JATI DIRIKU SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK DAN ANTIKORUPSI

Disusun oleh:
Sarah Nurul Izzati (2106640442)
Kayla Cantika Zahrani (2106656384)
Arief Wahyu Wibowo (2106737690)
Jennifer Maydeline (2106737633)
Naurah Sabrina Putri Rasdi (2106719800)
Ariella Sassy Kirana Riefita (2106736321)

Dosen Pengajar:
Asmanedi, S.Sos., M.Si.
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS INDONESIA
2022
I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sebagai warga negara yang memegang teguh nilai pancasila, bisa dibilang kesehatan negara kita
cukup terganggu dengan masih merambahnya penyakit mendalam yang sudah sistematis
merenggut banyak nilai dari jati diri sebagian masyarakat berkebangsaan Indonesia. Korupsi di
negara ini dirasakan telah merambah dan dilakukan secara sistematis, sehingga menghambat
pembangunan serta memberikan stigma negatif bagi bangsa dan negara Indonesia di dalam ranah
internasional.Dalam modul Jati Diriku Sebagai WNI yang Setia pada Pancasila, sudah
dinyatakan bahwa setiap warga Indonesia perlu menyadari kedaulatan bangsanya sendiri
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Baik Negara maupun warga negara menyadari dan
melaksanakan hak dan kewajibannya untuk mengisi kemerdekaan bangsa. Hal ini tentunya
berlawan dengan pernyataan langsung dari modul itu.

Pembentukan karakter seorang warga negara tentunya dipengaruhi oleh kisaran nilai yang
mereka dapatkan dari sekitar; hal ini bisa diatasi dengan pembentukan gerakan antikorupsi.
Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola pikir, sikap, dan
perilaku antikorupsi ini bisa diwujudkan. Nilai konkret dari upaya antikorupsi itu beserta
kajiannya yang berputar pada hak dan kewajiban seorang warga negara penganut nilai pancasila
akan dibahas pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


Latar sudah memberikan gambaran isi makalah ini. Masalah yang akan dibahas serta dikaji lebih
dalam pada makalah ini mencakup:
1. Pengertian dan Penyebab Korupsi
2. Strategi pemberantasan korupsi
3. Dampak Korupsi
4. Kaitan Korupsi dengan Pancasila dan UUD 1945
5. Kaitan Korupsi dengan Etika dan Moral
6. Refleksi sebagai Mahasiswa Terhadap Korupsi

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan ditulisnya makalah ini mencakup:
1. Menjelaskan pengertian, bentuk-bentuk, dan penyebab terjadinya korupsi
2. Memaparkan strategi yang baik untuk memberantas korupsi
3. Menjabarkan dampak-dampak negatif dari diberlakukannya korupsi
4. Mengaitkan korupsi dengan Pancasila, UUD 1945, etika, dan moral

II. Pembahasan

2.1 Pengertian dan Bentuk Korupsi


Secara umum, pengertian korupsi adalah semua tindakan tidak jujur yang memanfaatkan jabatan
atau kuasa untuk mendapatkan keuntungan bagi pribadi atau orang lain. Di Indonesia, tindak
korupsi diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tidak
Pidana Korupsi. Berdasarkan undang-undang tersebut, korupsi adalah setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara dan perekonomian negara.

Menurut Alfian S. Siagian, S. S., M. Hum., kata kunci yang dapat diambil dalam memahami
pengertian korupsi adalah abuse. Korupsi merupakan penyalahgunaan wewenang untuk
kepentingan-kepentingan pribadi. Meskipun demikian, secara konteks, korupsi adalah sesuatu
yang secara moral environment dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang. Kesempatan
untuk menyalahgunakan wewenangnya demi memperkaya diri itu disebut sebagai tindakan
korupsi.

Pada dasarnya praktik korupsi dapat dibagi menjadi beberapa bentuk:


1. Penyuapan (Bribery)
Penyuapan adalah pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang diberikan atau diambil
dalam hubungan korupsi. Dengan demikian, dalam konteks penyuapan, korupsi adalah tindakan
membayar atau menerima suap.

2. Penggelapan/Pencurian (Embezzlement)
Penggelapan atau pencurian merupakan tindakan kejahatan menggelapkan atau mencuri uang
rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, pegawai sektor swasta, atau aparat birokrasi.

3. Penipuan (Fraud)
Penipuan dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi berwujud kebohongan, penipuan, dan
perilaku tidak jujur.

4. Pemerasan (Extortion)
Korupsi dalam bentuk pemerasan merupakan jenis korupsi yang melibatkan aparat dengan
melakukan pemaksaan untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa pelayanan yang
diberikan.

5. Favoritisme (Favortism)
Favoritisme dikenal juga dengan pilih kasih merupakan tindak penyalahgunaan kekuasaan yang
melibatkan tindak privatisasi sumber daya.

2.2 Penyebab Korupsi


Menurut Aclc.kpk.go.id, faktor penyebab korupsi kerap terjadi dapat diklasifikasikan menjadi
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari aspek perilaku individu dan aspek
sosial. Sedangkan faktor eksternal melingkup aspek sikap masyarakat terhadap korupsi, aspek
politis, aspek ekonomi, dan aspek organisasi.

2.2.1 Faktor Internal


Aspek perilaku individu melingkupi penyebab yang muncul dan tumbuh dari individu seseorang
yang melakukan tindak korupsi. Hal ini sering kali berkaitan dengan sifat tamak dan rakus
manusia, moral yang kurang kuat, hingga sifat konsumtif. Dapat disimpulkan bahwa beberapa
hal itu berkaitan erat dengan fungsi pengendalian atau kontrol diri yang kurang baik.

Di samping itu, aspek sosial juga turut andil memicu adanya tindak korupsi. dorongan perilaku
keluarga dan lingkungan sosial. Perilaku keluarga dan lingkungan yang mengelilingi individu,
apabila melanggar moral akan turut mempengaruhi individu tersebut. Lingkungan, dalam hal ini,
justru memberikan dorongan dan bukan hukuman dalam menjalankan aksi korupsi.

Kedua aspek ini terlihat saling berkaitan. Seseorang dengan pengendalian diri yang buruk namun
berada di lingkungan yang negatif akan menambah peluang untuk melakukan tindak korupsi.

2.2.2 Faktor Eksternal


Faktor eksternal dapat dijabarkan melalui beberapa aspek: sikap masyarakat terhadap korupsi,
politis, ekonomi, dan organisasi. Masyarakat menjadi lingkungan yang mengelilingi seorang
individu, dapat memberikan pengaruh dalam perilaku seseorang. Masyarakat berlaku nilai-nilai
yang kondusif melakukan korupsi akan cenderung untuk mendorong seseorang untuk melakukan
korupsi. Beberapa perilaku masyarakat yang kondusif terhadap korupsi adalah: masyarakat yang
kurang menyadari bahwa mereka akan menjadi korban dalam tindak korupsi, masyarakat kurang
responsif dan kurang inisiatif dalam melakukan aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi,
hingga masyarakat yang kurang mengerti bahwa sebuah tindak korupsi dapat dilakukan
pencegahannya.

Aspek ekonomi juga berperan sebagai pemicu dalam aski korupsi ini. Seseorang yang merasa
pendapatannya tidak atau kurang mencukupi kebutuhan maupun keinginannya, akan berusaha
mencari jalan pemasukan lain. Dalam memenuhinya, seseorang bisa saja melakukan apapun
bahkan sesuatu yang melanggar nilai dan norma, seperti korupsi.

Aspek politis dalam faktor penyebab korupsi seringkali dikaitkan dengan upaya seorang individu
dalam meraih dan mmepertahankan kekuasaannya yang ia lakukan melalui tindak korupsi. Demi
mempertahankan kekuasaan–bagi sebagian orang–membutuhkan sumber daya yang tidak sedikit,
sehingga korupsi marak terjadi di para petinggi kekuasaan.
Aspek organisasi pun menjadi salah satu penyebab yang turut mendorong terjadinya tindak
korupsi. Kultur organisasi yang kurang baik, sistem pengendalian manajemen yang kurang
efektif, hingga lemahnya sistem pengorganisasian menjadi bibit tumbuhnya korupsi di lingkup
organisasi.

2.3 Strategi Pemberantasan Korupsi


Menurut Setiadi (2018), sebagai upaya dalam memberantas korupsi terutama di Indonesia, telah
dan sedang dijalankan beberapa langkah, yaitu: mendesain ulang pelayanan publik terutama pada
bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan kegiatan pelayanan masyarakat sehari-hari;
memperkuat transparansi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan-kegiatan pemerintah yang
berkaitan dengan sumber daya manusia dan ekonomi demi meningkatkan akuntabilitas
pemerintah; meningkatkan pemberdayaan perangkat-perangkat pendukung dalam pencegahan
korupsi demi menjalankan prinsip “rule of law”, memperkuat budaya hukum serta melibatkan
masyarakat dalam melakukan proses pemberantasan korupsi; mengadakan ketentuan untuk
mengumumkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atas kasus korupsi
melalui media massa sekaligus sebagai sanksi moral kepada pelaku tindak pidana korupsi; dan
pengakuan hukum dalam pemberantasan korupsi yang dilakukan secara terpadu dan terintegrasi
dengan satu tujuan: memberantas korupsi.

Selain itu, secara regulatif, perbuatan tindak pidana korupsi telah diatur dalam UU No. 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No.
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2.4 Dampak Korupsi


Korupsi menimbulkan ketimpangan pendapatan dan berpengaruh terhadap peningkatan
kemiskinan yang ada di masyarakat. Tingkat kesehatan di negara dengan kasus korupsi yang
tinggi juga buruk karena kemiskinan yang merajalela, sehingga masyarakat tidak bisa
mendapatkan akses ke fasilitas kesehatan dengan baik.
Dalam bidang pendidikan, korupsi berdampak pada rendahnya angka pendidikan masyarakat
dan tingginya angka putus sekolah. Tingkat pendidikan Indonesia berada pada peringkat 108
dunia dengan skor 0,603. Adanya kemiskinan akibat korupsi tersebut juga berdampak pada
meningkatnya angka kriminalitas.

Di bidang kebudayaan, korupsi menyebabkan kemerosotan moral. Masyarakat akan melihat


semakin banyak korupsi yang akan terjadi sehingga menimbulkan sebuah pola pikir di mana
korupsi adalah hal yang lumrah. Biaya Kerugian Pemerintah Indonesia akibat korupsi mencapai
168 T yang juga memberikan dampak ke biaya sosial. Salah satu dampaknya adalah dengan
jumlah uang sebesar itu, dapat membiayai pembangunan 195.000 sekolah di seluruh Indonesia
dan dengan jumlah uang sebanyak itu dapat mendukung hingga 3,36 juta anak untuk dibiayai
sekolah hingga ke tingkat perguruan tinggi

2.5 Kaitan Korupsi dengan Pancasila dan UUD 1945


Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang digagas oleh pendiri bangsa yang diambil
dari nilai turun temurun masyarakat Indonesia. Selain menjadi ideologi, Pancasila juga
merupakan pedoman hidup bangsa yang menjadi pedoman hidup bermasyarakat bangsa.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat marak tindakan korupsi atau
penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan lain. Korupsi ini tentu berdampak besar pada
sektor ekonomi negara sehingga dapat menyebabkan negara semakin miskin. Sila-sila yang
terdapat dalam Pancasila sudah jelas bertentangan dengan korupsi yang sangat merugikan bangsa
ini.

Pada sila Ketuhanan, korupsi sama halnya dengan kita mengingkari Tuhan dan juga merugikan
orang lain yang mana adalah perbuatan dosa. Pada sila Kemanusiaan, orang yang melakukan
korupsi mengabaikan sikap saling mencintai, tenggang rasa, dan persamaan derajat serta tidak
adil karena mengambil hak rakyat. Pada sila Persatuan, Korupsi menghilangkan rasa percaya
masyarakat akan pemerintah dan lama kelamaan masyarakat akan memberontak dan saling
terpecah. Pada sila Kerakyatan, koruptor mengabaikan asas musyawarah yang selama ini
dijunjung tinggi bangsa Indonesia karena mementingkan kepentingan golongan/pribadi diatas
kepentingan bersama. Pada sila Keadilan, dengan adanya korupsi semakin banyak kepentingan
umum yang terganggu, semakin tidak meratanya pembangunan, dan juga semakin terlihat jelas
kesenjangan sosial. Dengan melihat hal tersebut dapat disimpulkan korupsi merusak nilai-nilai
Pancasila yang suci dan dapat juga membuat negara menjadi terpuruk. Nilai- nilai dalam
Pancasila ini sudah seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat
mengetahui dampak buruk korupsi sehingga tidak tergoda untuk melakukan korupsi.

UUD 1945 adalah konstitusi hukum tertinggi negara Indonesia, ini menjadi dasar hukum
berperilaku dalam kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia. UUD 1945 asli yang disahkan oleh
PPKI 18 Agustus 1945 tidak ada dalam pasalnya yang menyebut korupsi karena UUD 1945
disusun dalam suasana yang tidak ideal dan perumus hanya fokus pada hal-hal yang penting
sehingga pada saat itu diharapkan agar konstitusi ini dapat diperbaiki agar menjadi lebih
sempurna. Setelah amandemen tahun 1999-2002 barulah secara resmi menyebut kata korupsi
pada pasal 7A “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti
telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” dan pada pasal 7B ayat 1 “Usul pemberhentian
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis
Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada
Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus Dewan Perwakilan Rakyat
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden” serta pasal 7B ayat 5 “Apabila Mahkamah Konstitusi
memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum
berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau
Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.” Selain itu, terdapat UU No 20 Tahun
2001 sebagai perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 yang membahas tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa keberadaan UUD 1945 sangat
penting karena memiliki kaitan erat dengan antikorupsi, apabila generasi muda dapat memahami
UUD 1945 dengan benar maka hal itu dapat mencegah perilaku korupsi.

2.6 Kaitan Korupsi dengan Etika dan Moral


Menurut Merriam – Webster, Moral ini tentang atau sehubungan erat dengan apa yang benar dan
salah dalam perilaku manusia, dirasakan benar dan baik oleh banyak sekali orang cocok dengan
standar perilaku yang tepat pada kumpulan atau masyarakat tersebut. Sedangkan menurut Prof.
DR. Franz Magnis Suseno, Eitka adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan
arah dan pijakan dalam tindakan manusia.

Secara etimologis, kata korupsi (corruption) memiliki padanan kata Latin “corruptus” ataupun
“corrumpere” yang berarti merusak, menghancurkan, membusuk, dan hancur berkeping (Skeat
1888, 136; Klein 1971, 169). Makna ini bersesuaian dengan penjelasan Aristotle (2001) dalam
karyanya De Generatione et Corruptione bahwa korupsi (corruption), sebagai lawan dari
pembentukan/ pembangkitan (generation), mengacu pada sesuatu yang berhenti menjadi, yang
mengalami kemerosotan, atau yang binasa.

Keterkaitan antara keduanya adalah, Moral menjadi pemandu dan pengarah pikiran sikap dan
tingkah-laku yang dilakukan oleh individu yang berasal dari dalam dirinya sendiri. Nilai ini
merupakan pancaran atau aktualisasi jati diri manusia yang bersumber dari pola pikir, keimanan
yang dimiliki seseorang. Korupsi berkaitan dengan etika individu, yang berarti bahwa idealnya
seseorang yang mempunyai wewenang seharusnya menjalankan tugas sesuai dengan kewajiban
dan penuh tanggung jawab. Nilai dan norma tersebut harus dipatuhi oleh masyarakat setempat
karena merupakan sebuah kewajiban.

2.7 Refleksi sebagai Mahasiswa Terhadap Korupsi


Mahasiswa perlu mengenal siapa dirinya, mengetahui ciri-ciri korupsi, dan mengetahui semua
kemampuan miliknya untuk memberantas korupsi. Mahasiswa juga harus berperan aktif dalam
kontrol sosial terhadap penyimpangan sistem, nilai-nilai, dan norma di masyarakat. Kemudian,
mahasiswa bisa mengambil posisi dalam mempengaruhi kebijakan publik dari pemerintah
melalui diskusi, penyebaran informasi untuk membangun opini, jumpa pers, dan lainnya.

Di lingkungan kampus, mahasiswa juga bisa berperan aktif dalam pencegahan korupsi yang
dimulai dari awal masuk perkuliahan, masa proses perkuliahan, hingga tahap akhir perkuliahan.
Masa awal perkuliahan ini berkaitan dengan pendaftaran hingga penerimaan mahasiswa baru, di
mana mahasiswa diharapkan bisa berpartisipasi aktif dalam mengawasi kebijakan kampus dan
mengawasi pemerintah supaya tidak ada peraturan atau undang-undang yang bisa menjadi jalan
untuk melakukan korupsi. Masuk ke masa proses perkuliahan, diperlukan untuk menjunjung
moralitas supaya tidak melakukan cara-cara yang curang untuk meraih prestasi yang
setinggi-tingginya di antara mahasiswa. Terakhir, tahap akhir perkuliahan, dalam mendapatkan
gelar kesarjanaan, mahasiswa perlu menyadari bahwa kedudukannya gelarnya mempunyai
tanggung jawab moral, sehingga harus diraih dengan cara yang bersih.

3.1 Kesimpulan dan Saran


Korupsi adalah penyalahgunaan jabatan atau kedudukan untuk memperoleh keuntungan pribadi
atau orang lain yang dilakukan dengan cara tidak jujur. Penyebab suatu pihak melakukan korupsi
adalah berasal dari faktor internal maupun faktor eksternal. Cara dalam pemberantasan korupsi
bisa dilakukan melalui transparansi, pengawasan, dan pengetatan hukum yang berlaku. Selain
itu, Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
kemudian diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, secara hukum mengatur tindak pidana korupsi.
Daftar Pustaka

Setadi, Wicipto. (2018). KORUPSI DI INDONESIA (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya
Pemberantasan, Serta Regulasi). Jurnal LEGISLASI INDONESIA, 15(3), 249-262.
Diakses pada 20 Maret 2022, dari Universitas Pembangunan Nasional.
Pradiptyo, Rimawan. 2016. Modul Integritas Bisnis Dampak Sosial Korupsi. Jakarta:
Direktorat Pendidikan dan Pelayaan Masyarakat.
Pusat Edukasi Antikorupsi. Faktor Internal dan Faktor Eksternal Penyebab Korupsi. Diakses
pada 20 Maret 2022, dari
https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/pendidikan/infografis/faktor-internal-dan-fakt
or-eksternal-penyebab-korupsi
“Korupsi: Pengertian, Jenis, dan Cara Memberantasnya.” Detikcom, 9 November 2021,
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5803362/korupsi-pengertian-jenis-dan-cara-me
mberantasnya. Accessed 20 March 2022.
Gufroni. (2018). “Integritas Moral dan Korelasinya dengan Perilaku Korupsi”. Universitas
Muhammadiyah Tangerang. Diakses 20 Maret 2022, dari
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/9716/34.%20Gufroni.pdf?seque
nce=1.
Risbiyantoro, Mohamad. 2005. “Peranan Mahasiswa dalam Memerangi Korupsi”,
https://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/investigasi/files/Gambar/PDF/peranan_mahasiswa.pd
f, diakses pada 20 Maret 2022 pukul 17.45

Anda mungkin juga menyukai