Anda di halaman 1dari 6

Ketika Cinta harus Memilih...

Judul Buku : Salah Pilih

Penulis : Nur ST. Iskandar

Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta

Cetakan :

1, 1928
16, 1992
17, 1993
18, 1995
19, 1997
20, 2000
21, 2000
22, 2000

Tebal : 232 halaman

Nur Sutan Iskandar ketika kecil bernama Muhammad Nur. Setelah beristri ia diberi
gelar Sutan Iskandar, sesuai dengan adat Minangkabau tempat asalnya. Pengarang ini lahir di
Sungaibatang, Maninjau, tanggal 3 November 1893 dan meninggal di Jakarta tanggal 28
November 1975 dalam usia 82 tahun. Setelah mendapat didikan pada sekolah Melayu dan
bahasa Belanda, ia diangkat menjadi guru. Sering pula ia menulis untuk surat-surat kabar di
Padang. Kemudian, ia pindah bekerja pada Balai Pustaka. Mula-mula sebagai korektor,
kemudian berturut-turut diangkat menjadi redaktur dan redaktur kepala. Tak kurang dari 82
judul buku diterbitkan atas namanya. Karyanya yang mula-mula diterbitkan berjudul Apa
Dayaku Karena Aku Perempuan (1922). Kemudian terbit pula buku-buku lainnya; Cinta
yang Membawa Maut (BP-1926), Salah Pilih (BP-1928), Hulubalang Raja (BP-1934),
Neraka Dunia (BP-1938). Cobaan (BP-1946, sekarang diganti judulnya jadi Turun ke Desa).
Selain itu ia juga menulis buku bacaan untuk pelajar seperti Ceritera Tiga Ekor Kucing,
Pengalaman Masa Kecil, Cinta Tanah Air, serta menterjemahkan karya Alexander Dumas:
Tiga Orang Panglima Perang, Dua Puluh Tahun Kemudian, Graf de Monte Cristo; karya
Sinkiewiz Iman dan Pengasihan, dan terakhir karya Tagore: Cinta dan Mata.

Di suatu daerah bernama sungai batang. Asnah tinggal bersama ibu Mariati, di sebuah
rumah gedang. Asnah merupakan anak yang cantik, dan juga baik hati sehingga tak heran
apabila ia disenangi oleh semua orang. Disana ia diperlakukan selayaknya anak kandungnya
sendiri oleh ibu Mariati. Meskipun Asnah adalah anak angkat ibu Mariati, namun ia sangat
sayang kepada Asnah. Begitu pula Asnah yang juga sangat menyayangi ibu Mariati. Asnah
sangat berbakti kepada ibu Mariati, ia senantiasa ada saat sembuh maupun saat sakit. Asnah
merupakan pelipur lara bagi ibu Mariati.

Selain Asnah, ibu Mariati mempunyai seorang anak yang bernama Asri. Asri adalah
seorang pemuda yang tampan, pintar dan juga ramah. Tak heran apabila semua warga juga
sangat menghormati dan menyukainya. Sama halnya dengan ibu Mariati, Asri juga sangat
menyayangi Asnah. Asnah selalu menjadi obat dikala ia sakit, dan hanya Asnahlah yang
sangat mengerti akan perasaan Asri.

Di rumah gedang tersebut juga tinggal Siti Maliah seorang pembantu yang sudah lama
berada dalam rumah itu dan telah dianggap sebagai saudara sendiri oleh ibu Mariati. Siti
Maliah pun juga sangat menyayangi Asnah karena sikap dan perilaku Asnah yang baik.

Sebenarnya sudah sejak lama Asnah memendam perasaannya terhadap Asri. Kini Asri
tengah berada di Jakarta untuk melanjutkan sekolahnya. Namun perasaan Asnah tidak pernah
berubah terhadap Asri. Ia tetap mencintai Asri dengan segenap jiwanya. Namun, Asnah sadar
bahwa perasaannya tersebut tidak pantas ia ungkapkan pada kakaknya tersebut. Meskipun
hanya sekedar adik angkat, namun adat menentang sebuah percintaan antara sesama suku.

Suatu hari Asri pulang ke rumahnya, keadaan ibu Mariati lama kelamaan membaik,
dan berangsur sembuh. Ibu Mariati sangat senang akan kedatangan Asri dan meminta kepada
anaknya tersebut untuk tidak kembali ke Jakarta dan mencari pekerjaan di daerahnya saja,
karena keadaan Ibu Mariati yang seringkali jatuh sakit karena usia yang tua. Dengan berat
hati akhirnya Asri menuruti kemauan ibunya untuk tinggal di rumah gedang tersebut. Asnah
tahu bahwa Asri sebenarnya sangat sedih karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Namun,
berkat sikap Asnah, akhirnya Asri pun dapat menerima semua itu karena nasihat-nasihat yang
diberikan oleh adiknya tersebut. Asnah mencoba memendam semua perasaannya saat
bertemu dengan Asri. Dia tak ingin Asri tahu akan perasaannya yang demikian itu.

Asnah sangat gembira saat mengetahui Asri akan tinggal di rumah tersebut. Namun,
ada satu hal yang membuat ia kecewa, yakni ibu Mariati menyuruh Asri untuk segera
menikah. Asri pun menuruti kembali apa yang ibunya inginkan. Ia pun mulai mencari gadis
yang tepat yang kelak akan menjadi istrinya. Lalu dipilih-pilihlah wanita di Negerinya yang
belum menikah. Akhirnya Asri menemukan seorang gadis yang dianggap cocok untuk
menjadi pendampingnya kelak. Gadis itu adalah Saniah. Keinginannya melamar Saniah
bukanlah tanpa alasan. Asri lebih dahulu tertarik kepada kakak Saniah, yaitu Rusiah. Rusiah
adalah seorang perempuan yang baik hatinya, dan lembut perangainya. Namun ketika Asri
bersekolah di Bukittinggi, ternyata Rusiah dikawinkan dengan seorang laki-laki bernama
Sutan Sinaro. Jadi Asri memutuskan untuk meminang Saniah karena dirasa bahwa Saniah
pun tak akan jauh beda dengan kakaknya, baik rupa ataupun baik hatinya.

Sampai suatu saat Asri bersama-sama ibunya memutuskan untuk bertamu ke rumah
keluarga Saniah. Keluarga itu adalah keluarga orang terpandang, keluarga seorang
bangsawan kaya dan terpelajar.

Tak berapa lama, Asri memutuskan memilih Saniah sebagai calon istrinya. Mereka
berdua melaksanakan acara pertunangan terlebih dahulu. Saat pertunangan, Saniah benar-
benar menampakkan perilakunya yang sangat baik, ia pun hormat terhadap seluruh keluarga
Asri. Perilaku demikian itu membuat Asri semakin yakin dengan pilihannya itu. Tak lama,
upacara perkawinan Asri dengan Saniah terlaksana.

Setelah menikah, mereka berdua pindah ke Rumah Gedang milik keluarga Asri. Dari
sana Asri tahu bahwa perilaku Saniah tidaklah sebaik yang dia perlihatkan saat sebelum
menikah. Saniah memandang rendah Asnah, hanya karena Asnah adalah anak angkat. Dia
merasa bahwa tidak pantas Asnah disejajarkan dengan dirinya yang berasal dari kaum
bangsawan. Ternyata, perilaku Saniah begitu angkuh, berbeda dengan yang dia perlihatkan
sebelum menikah dahulu. Saniah sering menyindir bahkan mencaci maki yang begitu
menyakitkan hati Asnah. Bahkan terhadap mertuanya pun, Saniah bersikap tidak sopan.
Namun Asnah adalah seorang gadis tegar dan sabar yang mempunyai hati yang baik, dia
tidak pernah membalas perlakuan buruk dari Kakak iparnya itu.
Semakin lama sifat buruk Saniah semakin menjadi. Dia kerap kali ia juga berkata-kata
kasar terhadap suaminya. Suatu hari Saniah pulang ke rumah orang tuanya saat itu Sidi Sutan,
pembantunya datang menjemput. Yang semula bermaksud menjemput Saniah dan Asri,
namun karena pertengkaran itu, jadilah Saniah pulang sendiri tanpa didampingi oleh
suaminya.

Rangkayo Saleah mendapat kabar bahwa anak laki-lakinya, Kaharuddin akan


menikah dengan seorang perempuan, anak seorang pebisnis batik di kota Padang. Ia pun
sangat marah. Karena menganggap gadis tersebut tidak sesuai dengan pilihannya. Sementara
Dt. Indomo ayah Kaharuddin, dan juga ayah Saniah, merasa tidak setuju dengan pendapat
istrinya itu. Ia menganggap bahwa kebahagian anaknya adalah yang utama. Tetapi suaminya
tersebut pun tidak berdaya akibat kesombongan Rangkayo Saleah.

Namun Rangkayo Saleah tetap teguh pada pendiriannya untuk tidak menyetujui
pernikahan Kaharuddin. Akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi ke Padang untuk tidak
memperbolehkan Kaharuddin menikah. Saniah yang berada di rumahnya setelah Sidi Sutan
menjemputnya dari rumah Gedang diajaknya untuk pergi ke kota Padang. Di tengah jalan,
kendaraan yang mereka tumpangi sempat berhenti. Lalu sejenak Saniah memandang negeri
yang ia tinggalkan. Tetapi entah mengapa, begitu banyak yang ia ingat saat ia melihat Rumah
Gedang yang nampak jelas terlihat dikejauhan. Tiba-tiba ia teringat akan suaminya, yang
begitu sayang terhadapnya, ia telah durhaka terhadap suaminya, teringat ia akan dosa-dosa
yang telah ia perbuat terhadap Asnah.

Setelah lama melihat, seakan-akan ia akan pergi jauh. Lalu dilanjutkannyalah


perjalanan mereka. Rangkayo Saleah menyuruh sang supir untuk mengebut agar cepat
sampai. Sang sopir pun begitu senang karena baginya inilah saatnya untuk memperlihatkan
keahliannya dalam mengendalikan mobil, walaupun jalanan berkelok tajam, juga tebingnya
yang begitu curam.

Namun yang terjadi, sang sopir kehilangan kendalinya, dan mobil yang
dikendalikannya itu jatuh terbalik dan masuk ke dalam sungai yang kering airnya. Rangkayo
Saleah meninggal di tempat kejadian, sementara Saniah yang masih bernafas segera
diselamatkan orang-orang dan dibawa ke rumah sakit. Namun, karena kecelakaan yang
dialaminya begitu parah, akhirnya Saniah pun meninggal dunia setelah sempat bertemu dan
meminta maaf kepada suaminya.

Begitu banyak lamaran datang kepada Asri setelah istrinya meninggal. Namun, dia
tak ingin salah pilih lagi. Ia memutuskan kalaupun ia hendak menikah lagi, ia hanya akan
menikah dengan orang yang sudah sangat dikenal oleh dirinya dan dapat menjadi kawan yang
selalu ada dalam susah, sedih, senang dan gembira, yaitu Asnah. Ia tak ingin salah pilih lagi
karena ia yakin bahwa Asnah lah satu-satunya perempuan terbaik bagi dirinya. Akhirnya ia
pun mendatangi rumah Asnah dan mengutarakan niatnya untuk menikah dengan Asnah
secara diam-diam. Karena mereka tahu bahwa pernikahan mereka pastilah di tentang oleh
masyarakat di daerah mereka yang tidak membenarkan adanya suatu pernikahan sesama
suku.

Adat tersebut mengatakan bahwa jika ada yang menikah dengan saudara sesuku maka
konsekuensinya mereka harus di usir dari daerah tersebut. Asri pun berpikir, daripada ia
harus mengikuti adat yang bertentangan dengan hati nuraninya serta harus kehilangan orang
yang dicintainya, ia pun memutuskan untuk membawa Asnah pergi meninggalkan
Minangkabau. Ia pun rela melepaskan pekerjaannya sebagai seorang Sutan Bendahara.
Mereka memutuskan untuk pergi ke Jawa.

Saat berada di Jawa, kehidupan mereka disana tidak begitu cukup. Mereka pun
banyak dijauhi oleh orang-orang sekampung mereka yang kebetulan sama-sama tinggal di
Jawa. Namun karena usaha keras dan kesabaran hati mereka, akhirnya Asri mendapatkan
pekerjaan yang layak dan yang terpenting, Asri mendapatkan kebahagian bersama Asnah.

Beberapa tahun kemudian Asri mendapat surat dari kampung halamannya untuk
pulang. Penduduk kampung telah kehilangan sosok cerdas seperti Asri yang dapat
memajukan kampung mereka. Akhirnya Asnah dan Asri pun pulang ke kampung halaman. Di
sana mereka disambut seperti seorang Raja. Asnah sangat bahagia karena dapat bertemu
dengan keluarganya dan tetangganya di rumah gedang tersebut begitu pula dengan Asri yang
siap membawa kemajuan untuk kampungnya.

Novel tersebut merupakan novel yang kontra adat yang menceritakan tentang kisah
Asri yang menentang suatu peraturan adat yakni dengan menikahi Asnah yang merupakan
adik angkatnya dan merupakan larangan bagi daerah tersebut jika menikah sesama suku.
Kisah yang disuguhkan tetap kisah percintaan atau roman. Yakni kisah antara Asri, Asnah,
dan juga Saniah. Sedangkan nilai yang dapat diambil dari novel tersebut adalah bahwasannya
sesama manusia hendaknya saling menghormati tidak perlu ada perbedaan derajat maupun
sebagainya. Serta jangan sampai kita salah memilih, karena tidak semua yang kita lihat secara
kasat mata merupakan suatu kebenaran. Di novel ini digambarkan adat istiadat suku Minang
yang ketat namun seorang yang berpendidikan seperti Asri mampu meluruskan adat tersebut,
jika ada yang tidak logis, maka tidak perlu dipakai lagi. Kebaikan keluarga ibu Mariati dan
Asnah patut dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari. Novel tersebut mengamanatkan
agar kita tidak serakah dan congkak.

Novel berjudul salah pilih karya Nur. ST. Iskandar adalah buku yang ke-2 diterbitkan.
Novel tersebut masih menggunakan gaya bahasa melayu dan juga terdapat beberapa pantun
dan peribahasa Melayu sehingga sulit dipahami untuk pembaca sekarang. Alur cerita ini
menggunakan alur maju sehingga pembaca mudah untuk mengerti. Novel ini mengandung
banyak unsur dan nilai, seperti unsur sosial, unsur agama, nilai budaya dan unsur sejarah
yang baik sehingga pembaca dapat memetik pesan-pesan moral yang terkandung dalam novel
ini, maka dari itu novel ini layak untuk dijadikan rujukan dan model bagi pembaca yang ingin
menganalisis karya sastra.

Anda mungkin juga menyukai