Anda di halaman 1dari 26

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat-Nya sehingga


makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Komunitas khususnya materi Pola dan Proses komunikasi dalam keluarga
dengan bimbingan Ibu Ns. Almumtahanah, S. Kep. Kami harapkkan makalah ini
dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke
depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Pontianak, 5 April 2017


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ 1


PENDAHULUAN .................................................................................................. 3
A. Latar Belakang................................................................................................ 3
B. Tujuan ............................................................................................................. 4
BAB II ..................................................................................................................... 5
TINJAUAN TEORITIS .......................................................................................... 5
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI .................................................................... 5
B. UNSUR KOMUNIKASI ................................................................................ 5
C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI .............................................................. 6
D. PROSES KOMUNIKASI FUNGSIONAL .................................................... 8
E. PROSES KOMUKASI DISFUNGSIONAL ................................................ 11
F. POLA KOMUNIKASI FUNGSIONAL DALAM KELUARGA ................ 15
G. POLA KOMUNIKASI DISFUNGSIONAL DALAM KELUARGA ......... 16
H. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DENGAN GANGGUAN
KESEHATAN ................................................................................................... 18
BAB III .............................................................................................................. 23
PENUTUP ......................................................................................................... 23
A. Kesimpulan ................................................................................................... 23
B. Saran ............................................................................................................. 24
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 25
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi keluarga dinyatakan dalam bentuk konsep sebagai salah satu
dari empat dimensi struktur system keluarga, kekuasaan, pengambilan
keputusan dan struktur peran serta norma dan nilai keluarga. Dimensi tersebut
saling berhubungan dan saling bergantung secara erat. Karena keluarga
merupakan suatu sistem social, terdapat interaksi dan umpsn balik
bersinambungan antar lingkungan internal dan eksternal. Perubahan pada satu
bagian system keluarga pada umumnya diikuti dengan perubahan kompensasi
pada dimensi struktur internal. Walaupun dimensi ini tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan nyata, dimensi ini akan berhubungan secara individualdalam
bahasa yang bertujuan heuristic (mencari solusi).
Sturuktur keluarga akhirnya dievaluasi untuk mengetahui seberapa baik
keluarga mampu untuk memenuhi funsgi umum (pentingnya tujuan akhir bagi
anggota dan masyarakat). Struktur keluarga dan komunikasi terkait
memfasilitasi pencapaian fungsi keluarga. Komunikasi dalam keluarga dapat
dipandang sebagai isi pola dan diuraikan sebagai suatu komponen structural.
Secara bersamaan, komunikasi didalam keluarga dapat dianggap sebagai
interaksi yang beruntun sepanjang waktu dan dikaji sebagai proses. Pada
penerapan perspektif ini, perilaku dipandang sama dengan komunikasi. Dalam
menjaga perspektif yang dominan ini dalam literature keperawatan keluarga,
makalah ini menekankan suatu system perspektif berorientasi pada proses
dalam membahas komunikasi keluarga.

1
4

B. Tujuan
1. Tujuan umum untuk mengetahui tentang komunikasi keluarga
2. Tujuan khsusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian komunikasi
b. Untuk mengetahui tentang unsur komunikasi
c. Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi
d. Untuk mengetahui tentang proses komunikasi fungsional
e. Untuk mengetahui tentang proses komunikasi disfungsional
f. Untuk mengetahui tentang pola komunikasi fungsional dalam keluarga
g. Untuk mengetahui tentang pola komunikasi disfungsional dalam
keluarga
h. Untuk mengetahui tentang komunikassi dalam keluarga dengan
gangguan kesehatan
5

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. PENGERTIAN KOMUNIKASI
Komunikasi adalah proses pertukaran perasaan, keinginan, kebutuhan
dan pendapat (Mv Cubbin & Dhal, 1985). Galvin dan Brommel (1986),
mendefinisikan komunikasi keluarga sebagai suatu simbiosis, proses
transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya
setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, begitu pula setiap
keluarga mempunyai gaya dan pola komunikasi yang unik dan berbeda.
Komunikasi yang jelas dan fungsional antara keluarga merupakan alat yang
penting untuk mempertahankan lingkungan yang kondusif yang diperlukan
untuk mengenbangkan perasaan berharga dan harga diri serta
menginternalisasikannya. Sebaliknya, komunikasi yang tidak jelas diyakini
sebagai penyebab utama fungsi keluarga yang buruk ( Holman,1983;
Satir,1983; Satir, Bannem Gerber & Gomori, 1991). Masalah komunikasi yang
problematis dalam keluarga terjadi dimana-mana. Watzlawic dan rekan (1967),
peneliti komunikasi keluarga memperkirakan bahwa 85% dari semua pesan
yang dikirim dalam keluarga adalah salah paham.

B. UNSUR KOMUNIKASI
Pola dan proses komunikasi merupakan salah satu proses informasi
dalam keluarga yang konsisten dengan kerangka system secara umum.
Komunikasi memerlukan pengirim, saluran dan penerima pesan serta interaksi
antara pengirim dan penerima. Pengirim adalah orang yang mencoba untuk
memindahkan suatu pesan kepada orang lain. Penerima adalah sasaran dari
pengirim pesan . bentuk atau saluran adalah rute pesan. Komunikasi diteruskan
6

dari kognisi atau pikiran pengirim melalui ruang ke kognisi penerima.


Modalitas komunikasi yang dibahas secara luas di literatur mencakup
pembicaraan, tulisan, dan media seperti televisi atau internet. Modalitas
komunikasi yang ditulis dalam literature komunikasi interpersonal dan
komunikasi keluarga adalah bahasa yang digunakan. Akan tetapi, banyak
keluarga yang memiliki anggota keluarga yang tidak yang tidak dapat (memilih
atau tidak) sepenuhnya berpartisipasi secara penuh dalam modalitas komukasi
oral atau pendengaran ( mis, ibu yang dapat mendengar dengan anak
tunarungu, orAng tua dengan anak yang dapat mendengar, orang tua yang
mengalami gangguan pendengaran dengan cucunya.
Interaksi dalam arti yang lebih luas mengacu pada pengiriman dan penerimaan
pesan, termasuk respon yang ditimbulkan oleh pesan terhadap penerima dan
pengirim. Interksi bersifat dinamik, merupakan perubahan komunikasi secara
konstan diantara individu (Watzlawick, Beavin, & Jackson,1976). Pesan yang
diawali oleh pengirim selalu didistorsi baik oleh pengirim, maupun penerima.
salah satu penyebab utama distorsi adalah kecemasan diri individu yang
berinteraksi, semakin besar kemungkinan terjadi kesalahpahaman. Penyebab
yang biasa terjadi lainnya adalah perbedaan dalam kerangka acuan dari
individu yang berinteraksi, karena tidak ada persamaan seperti perbedaan usia,
latar belakang etnik atau jenis kelamin. Dalam interaksi sehari-hari anggota
keluarga biasanya mengasumsikan bahwa anggota keluarga yang lain
mempunyai kerangka acuan yang sama kerena hal ini tidak benar untuk banyak
kasus, sehingga kesalahpahaman terjadi.

C. PRINSIP-PRINSIP KOMUNIKASI
Watzlawick dan rekan (1967), dalam tulisan seminar mereka tentang
komunikasi keluarga, Pragmatis of Human Communication, menetapkan enam
prinsip komunikasi yang menjadi dasar untuk memehami proses komunikasi.
Prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah:
7

1. Prinsip pertama dan yang paling terpenting yaitu suatu pernyataan bahwa
tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, karena semua prilaku adalah
komunikasi. Pada setiap situasi ketika terdapat dua orang atau lebih,
individu mungkin atau tidak mungkin berkomunikasi secara verbal. Dalam
konteks ini, komunikasi nonverbal merupakan ekspresi tanpa bahasa seperti
membalikkan badan atau mengerutkan kening, tapi bukan merupakan
bahasa isyarat.
2. Prinsip kedua dari komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dua
tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah (instruksi). Isi yaitu apa yang
sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal) sedangkan instruksi adalah
menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,2000). Isi suatu pesan dapat
saja berupa pernyataan sederhana, tetapi mempunyai meta-pesan atau
instruksi bergantung pada variabel seperti emosi, dan alur bicara, gerakan
dan posisi tubuh serta nada suara.
3. Prinsip ketiga (Watzlawick et al.,1967) berhubungan dengan pemberian
tanda baca (pungtuasi) (Bateson, 1979) atau rangkaian komunikasi.
Komunikasi melibatkan transaksi, dan dalam pertukaran tiap respon berisi
komunikasi berikutnya, selain riwayat hubunbgan sebelumnya (Hartman &
Laird, 1983). Komunikasi melayani sebagai suatu organisasi yang
mempunyai tujuan dan proses penataan diri dlam keluarga.
4. Prinsip komunikasi yang keempat diuraikan oleh Watzlick dan rekannya
(1979) yaitu terdapat dua tipe komunikasi yaitu digital dan analogik.
Komunikasi digital adal;ah komunikasi verbal ( bahasa) yang pada dasarnya
menggunakan kata dengan pemahaman arti yang sama. Jenis komunikasi
yang kedua, analogik yaitu ide atau suatu hal yang dikomunikasikan,
dikirim secara nonverbal dan sikap yang representative (Hrtman & Laird,
1983). Komunikasi analogik dikenal sebagai bahasa tubuh, ekspresi tubuh,
ekspresi wajah, irama dan nada kata yang diucapkan (isyarat) berbagai
manifestasi nonverbal lainnya (non-bahasa)byang dapat dilakukan oleh
seseorang( watzlick et al, hal 62).
8

5. Prinsip komunikasi kelima diuraikan oleh kelompok yang sama dari


beberapa ahli teori komunikasi keluarga (Watzlick, Beavin, & Jackson,
1967) yang disebut prinsip redundasi (kemubaziran). Prinsip ini merupakan
dasar pengembangan penelitian keluarga yang menggunakan keterbatasan
pengamatan interaksi keluarga sehingga dapat memberikan penghayatan
yang valid kedalam pola umum komunikasi.
6. Prinsip komunikasi yang keenam diuraikan oleh Batson dan rekan (1963)
adalah semua interaksi komunikasi yang simetris atau komplementer. Pola
komunikasi simetris, prilaku pelaku bercermin pada prilaku pelaku interaksi
yang lainnya. Dalam komunikasi komplementer, prilaku seorang pelaku
interaksi melengkapi prilaku pelaku interaksi lainnya. Jika satu dari dua tipe
komunikasi tersebut digunakan secara konsisten dalam hubungan keluarga,
tipe komunikasi ini mencerminkan nilai dan peran serta pengaturan
kekuasaan keluarga.

D. PROSES KOMUNIKASI FUNGSIONAL


Menurut sebagian besar keluarga, komunikasi fungsional dipandang sebagia
landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick & Goldberg, 2000) dan
komunikasi fungsional didefinisikan sebagai pengiriman dan penerima pesan
baik isi maupun tingkat instruksi pesan yang lansung dan jelas (Sells,1973),
serta sebagi sasaran antara isi dan tingkat instruksi. Dengan kata lain
komunikasi fungsional dan sehat dalam suatu keluarga memerlukan pengirim
untuk mengirimkan maksud pesan melalui saluran yang reltif jelas dan
penerima pesan mempunyai pemahaman arti yang sama dengfan apa yang
dimaksud oleh pengirim (Sells). Proses komunikasi fungsional terdiri dari
beberapa unsur, antara lain :
1. Pengiriman Fungsional
Satir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi secara
fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas,
mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan
balik dan terbuka terhadap umpan balik.
9

a. Menyatakan kasus dengan tegas dan jelas


Salah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud seseorang
adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi dan
instruksi (satir,1975).
b. Intensitas dan keterbukaan.
Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam
mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan
kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan persepsi
internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional
menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan
mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan tersebut.
c. Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesan
Karakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional menurut
Satir adalah pernyataan klarifikaasi daan kualifikaasi. Pernyataan
tersebut memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan memastikan
persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang lain.
d. Meminta umpan balik
Unsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan balik,
yang memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan diterima
secara akurat, dan memungkinkan pengirim untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi maksud.
e. Terbuka terhadap umpan balik
Pengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan
kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa defensive, dan mencoba
untuk memahami. Agar mengerti pengirim harus mengetahui validitas
pandangan penerima. Jadi dengan meminta kritik yang lebih spesifik
atau pernyataan memastikan, pengirim menunjukkan penerimaannya
dan minatnya terhadap umpan balik.
10

2. Penerima Fungsional
Penerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud suatu
pesa secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik
mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat mengkaji
sikap dan maksud pengirim, serta perasaan yang diekspresikan dalam
metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional mencoba
untuk memahami pesan secara penuh sebelum mengevaluasi.ini berarti
bahwa terdapat analisis motivasi dan metakomunikasi, serta isi. Informasi
baru, diperiksa dengan informasi yang sudah ada, dan keputusan untuk
bertindak secara seksama dioertimbangkan. Mendengar secara efektif,
member umpan balik, dan memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang
memungkinkan penerima untuk memahami dan merespons pesan pengirim
sepenuhnya.
a. Mendengarkan
Kemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas
terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara
efektif berarti memfokuskan perhstisn penuh pada seseorang terhadap
apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang
aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan
lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan.
Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak
peduli sedangkan pendengar aktif dengan sikap mengomunikasikan
secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan merupakan
bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius, Gonso dan
Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi empati,
berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta
menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim.
b. Memberikan umpan balik
Karakteristik utam kedua dari penerima funbgsional adalah memberikan
umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim bagaimana
penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong pengirim untuk
11

menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui suatu proses
keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan antara pengalaman
pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian terkait dengan
komunikasi pengirim.

c. Member validasi
Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan pemahamannya
terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi tidak berarti
penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan pengirim, tetapi
menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga.

E. PROSES KOMUKASI DISFUNGSIONAL


1. Pengirim Disfungsional
Komunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau lebih
karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan kasus,
mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan keterbukaan
terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan dalam
kebingungan dan harus menebak apa yang menjadi pemikiran atau perasaan
pengirim pesan. Komunikasi pengirim disfungsional dapat bersifat aktif atau
defensif secara pasif serta sering menuntut untuk mendapatkan umpan balik
yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak sehat terdiri dari :
a. Membuat asumsi
Ketika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima rasakan
atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa memvalidasi
persepsinya. Pengirim disfungsional biasanya tidak menyadari asumsi
yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesaan
sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat
menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang
pendapat serta perasaan yant tidak dianggap.
b. Mengekspresika perasaan secara tidak jelas
12

Tipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah


pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi
perasaan pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali
tertutup. Komunikasi tidak jelas adalah sangat beralasan (Satir, 1991)
apabila kata-kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang
dirasakan. Pesan dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam
diri merupakan kasus lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas.
Pengirim merasa mudah tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak
mengungkapkan kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan
perasaannya ke orang atau benda lain.
c. Membuat respon yang menghakimi
Respon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang ditandai
dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan yang
menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi selalu
mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi
penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain
sebagai benar, atau salah, baik atau buruk, normal atau tidak
normal.
d. Ketidakmampuan untuk mendefinisika kebutuhan sendiri
Pengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk menekspresikan
kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi tidak mampu
mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi
kebutahan mereka.sering kali pengirim disfungsiopnal tidak sadar merasa
tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau
berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi.
d. Komunikasi yang tidak sesuai
Penampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi
yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau
lebih secara serentak dikiri (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan
dengan teka-teki tentang bagaimana harus merespon. Dalam kasus
ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal
13

dikirim secara secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada


ketidaksesuaian verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu
pesan secara verbal, namun melakukan metakomunikasi nonverbalyang
bertentangan dengan pesan verbal. Ini biasanya diketahuinsebagai pesan
campuran, misalnya saya tidak marah pada anda diucapakan dengan
keras, nada suara tinggi dengan tangan menggempal.
2. Penerima Disfungsional
Jika penerima disfungsional, terjadi komunikasi yang terputus karena pesan
tidak diterima sebagaimana dimaksud, karena kegagalan penerima untuk
mendengarkan, atau menggunakan diskualifikasi. Merespon secara ofensif,
gagal menggali pesan pengirim, gagal memvalidasipesan, merupakan
karakterstik disfungsional lainnya.
a. Gagal untuk mendengarkan
Dalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun
penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut.
Terdapat beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan,
berkisar dari tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki
kemampuan untuk mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena
distraksi, seperti bising, waktu yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau
hanya karena gangguan pendengaran.
b. Menggunakan diskualifikasi
Penerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk
mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting.
Diskualifikasi adalah respon tidak langsung yang memungkinkan
penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima
untuk tidak menyetujui pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya.
c. Menghina
Sikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi
secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi
secara defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan
14

mengambil posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan


konsisten dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif.
d. Gagal menggali pesan pengirim
Untuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima
fungsional mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima
disfungsional menggunkan respon tanpa menggali, seperti membuata
asumsi , memberikan saran yang prematur, atau memutuskan
komunikasi.
e. Gagal memvalidasi pesan
Validasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh
karena itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat
merespon secara netral atau mendistorsi dan menyalahtafsirkan pesan.
Mengasumsikan bukan mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu
contoh kurangnya validasi.

3. Pengirim dan Penerima Disfungsional


Dua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik
pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur
komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang
mencerminkan pembicaraan parallel yang menunjukan ketidakmampuan
untuk memfokuskan pada suatu isu.
Dalam pembicraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara konstan
menyatakan kembali isunya tanpa betul-beetul mendengarkan pandangan
orang lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang berinteraksi
disfungsional, mungkin tidak mampu untuk memfokuskan pada satu isu.
Tiap individu melantur dari satu isu ke isu lain bukannya menyelesaikan
satu masalah atau meminta suatu pengungkapan.
15

F. POLA KOMUNIKASI FUNGSIONAL DALAM KELUARGA


1. Berkomunikasi Secara Jelas dan Selaras
Pola sebagian keluarga yang sehat, terdapat keselarasan komunikasi
diantara anggota keluarga. Keselarasan merupakan bangunan kunci dalam
model komunikasi dan pertumbuhan menurut satir. Keselarasan adalah
suatu keadaan dan cara berkomunikasi dengan diri sendiri dan orang lain.
Ketika keluarga berkomunikasi dengan selaras terdapat konsistensi dengan
selaras terdapat konsistensi anatara tingkat isi dan instruksi kominikasi. Apa
yang sedang diucapkan, sama dengan isi pesan. Kata-kata yang diucapkan,
perasaan yang kita ekspresikan, dan prilaku yang kita tampilkan semuanya
konsisten. Komunikasi pada kelurga yang sehat merupakan suatu proses
yang sangat dinamis dan saling timbal balik. Pesan tidak hanya dikirim dan
diterima.
3. Komunikasi Emosional
Komunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi emosi dan persaan dari
persaan marah, terluka, sedih, cemburu hingga bahagia, kasih sayingdan
kemesraan (Wright & Leahey, 2000). Pada keluarga fungsional perasaan
anggota keluarga ddiekspresikan. Komunikasi afektif pesan verbal dan
nonverbal dari caring, sikapfisik sentuhan, belaian, menggandeng dan
memandang sangat penting, ekspresi fisik dari kaisih saying pada kehidupan
awal bayi dan anak-anak penting untuk perkembangan respon afektif yang
normal. Pola komunikasi afeksi verbal menjadi lebih nyata dalam
menyampaikan pesan afeksional, walaupun pola mungkin beragam dengan
warisan kebudayaan individu.
4. Area Komunikasi Yang Terbuka dan Keterbukaan diri
Keluarga dengan pola komunikasi fungsional menghargai keterbukaan,
saling menghargai perasaan, pikiran, kepedulian, spontanitas, autentik dan
keterbukaan diri. Selanjutnya keluarga ini mampu mendiskusikan bidang
kehidupan isu personal, social, dan kepedulian serta tidak takut pada
konflik. Area ini disebut komunikasi terbuka. Dengan rasa hormat terhadap
keterbukaan diri. Satir (1972) menegaskan bahwa anggota keluarga yant
16

terus terang dan jujur antar satu dengan yang lainnya adalah orang-orang
yang merasa yakin untuk mempertaruhkan interaksi yang berarti dan
cenderung untuk menghargai keterbukaan diri (mengungkapkan
keterbukaan pemikiran dan persaan akrab).
5. Hirarki Kekuasaan dan Peraturan Keluarga
System keluarga yang berlandaskan pada hirarki kekuasaan dan komunikai
mengandung komando atau perintah secara umum mengalir kebawah dalam
jaringan komunikasi keluarga. Interaksi fungsional dalam hirarki kekuasaan
terjadi apabila kekuasaan terdistribusi menurut kebutuhan perkembangan
anggota keluarga (Minuchin, 1974). Apabila kekuasaan diterpkan menurut
kemampuan dan sumber anggota keluarga serta sesuai dengan ketentuan
kebudayaan dari suatu hubungan kekuasaan keluarga.
6. Konflik dan Resolusi Konflik Keluarga
Konflik verbal merupakan bagian rutin dalam interaksi keluarga normal.
Literature konflik keluarga menunjukkan bahwa keluraga yang sehat tanpak
mampu mengatasi konflik dan memetik mamfaat yang positif, tetapi tidak
terlalu banyak konflik yang dapat mengganggu hubungan keluarga. Resolusi
konflik merupakan tugas interaksi yang vital dalam suatu keluarga
(Vuchinich,1987). Orang dewasa dalam kelurga perlu belajar untuk
mengalami konflik konstruktif. Walaupun orang dewasa menyelesaikan
konflik dengan berbagai cara , resolusi konflik yang fungsional terjadi
apabila konflik tersebut dibahas secara terbuka dan strategi diterpkan untuk
menyelesaikan konflik dan ketika orang tua secara tepat menggunakan
kewenangan mereka untuk mengakhiri konflik.

G. POLA KOMUNIKASI DISFUNGSIONAL DALAM KELUARGA


Komunikasi disfungsional didefinisikan sebagai transmisi tidak jelas atau tidak
langsung serta permintaan dari salah satu keluarga. Isi dan instruksi deari pesan
dan ketidaksesuaian antara tingkat isi dan instruksi dari pesan. Transmisi tidak
lansung dari suatu pesan berkenaan dari pesan yang dibelokkan dari saran yang
seharusnya kepada orang lain dalam keluarga. Transmisi langsung dari suatu
17

pesan berarti pesan mengenai sasaran yang sesuai. Tiga pola komunikasi yang
terkait terus menerus menyebabkan harga diri rendah adalah egasentris,
kebutuhan akan persetujuan secara total dan kurangnya empati.
1. Egosentris
Individu memfokuskan pada kebutuhan diri sendiri dan mengabaikan
kebutuhan orang lain, perasaan atau perspektif yang mencirikan
komunikasi egosentris. Dengan kata lain, anggota keluarga yang
egosentris mencari sesuatu dari orang lain untuk memenuhu kebutuhan
mereka. Apabila individu tersebut harus memberikan sesuatu, maka
mereka akan melakukan dengan keengganan, dan rasa
permusuhan,defensive atau sikap pengorbanan diri, jadi tawar-menawar
atau negosiasi secara efektif sulit dilakukan, karena seseorang yang
egosentris meyakini bahwa mereka tidak boleh kalah untuk sekecil apapun
yang mereka berikan.
2. Kebutuhan Mendapatkan Persetujuan Total
Nilai keluarga tentang mempertahankan persetujuan total dan menghindari
konflik berawal ketika seseorang dewasa atau menikah menetukan bahwa
mereka berada satu sama lain, walaupun perbedaan yang pasti mungkin
sulit untuk dijelaskan seperti yang diekspresikan dalam pendapat,
kebiasaan, kesukaan atauhrapan mungkin terlihat sebagai ancaman kerena
ia dapat mengarah pada ketidaksetujuan dan kesadaran bahwa mereka
merupakan dua individu yang terpisah
3. Kurang Empati
Keluarga yang egosentris tidak dapat menteloransi perbedaan dan tidak
akan mengenal akibat dari pemikiran, persaan dan perilaku mereka sendiri
terhadap anggota keluarga yang lain. Mereka sangat terbenam dalam
pemenuhan kebutuhan mereka sendiri saja bahwa mereka tidak mampu
untuk berempati. Dibalik ketidakpedulian ini, individu dapat menderia
akibat perasaan tidak berdaya. Tidak saja mereka tidak menghargai diri
mereka sendiri tapi mereka juga tidak menghargai oaring lain. Hal ini
menimbulakan suasana tegang, ketakutan atau menyalahkan. Kondisi ini
18

terlihat pada komunikasi yang lebih membingungkan, samar, tidak


langsung, terselubung dan defensif bukan memperlihatkan keterbukaan,
kejelasan dan kejujuran.
4. Area Komunikasi Yang Tertutup
Keluarga yang fungsional memiliki area komunikasi yang terbuka,
keluarga yang sedikit fungsional sering kali menunjukkan area komunikasi
yang semakin tertutup. Keluarga tidak mempunyai peraturan tidak tertulis
tentang subjek apa yang disetujui atau tidak disetujui untuk dibahas.
Peraturan tidak tertulis ini secara nyata terlihat ketika anggota keluarga
melanggar peraturan dengan membahas subjek yang tidak disetujui atau
mengungkapkan perasaan yang terlarang.

H. KOMUNIKASI DALAM KELUARGA DENGAN GANGGUAN


KESEHATAN
Istilah gangguan kesehatan berkenaan dengan setiap perubahan yang
mempengaruhi proses kehidupan klien (psikologis, fisiologis, social budaya,
perkembangan dan spiritual) (Carpeniyo, 2000). Gangguan dalam status
kesehatan sering kali mencakup penyakit kronis dan penyakit yang
mengancam kehidupan serta ketidakmampuan fisik dan mentak akut atau
kronik, namun dapat juga meliputi perubahan dalam area ksehatan lainnya.
Pola Temuan penelitian tentang adaptasi keluarga terhadap penyakit kronik
dan mengancam kehidupan secara konsisten menunjukkan bahwea factor
sentral dalam fungsi keluarga yang sehat adalah terdapatnya keterbukaan,
kejujuran, dan komunukiasi yang jelas dalam mengatasi pengalaman
kesehatan yang menimbulkan stres serta isu terkait lainnya
(Khan,1990;Spinetta & Deasy-Spineta, 1981). Jiak keluarga tidak membahas
isu penting yang dihadapi mereka, akan menyababkan jarak emosi dalam
hubungan keluarga, dan meningkatnya stress keluarga (Friedman, 1985;
Walsh,1998). Sters yang meningkat mempengaruhi hubungan keluarga dan
kesehatan keluarga serta anggotanya (Hoffer, 1989).
1. Area Pengkajian
19

Pernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola


komunikasi keluarga.
a. Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian hubungan
keluarga, sejauh mana pola komunikasi fungsional dan disfungsional
yang digunakan ?. diagram pola komunikasi sirkular yang terjadi
berulang. Selain membuat diagram pola komunikasi sirkular, prilaku
spesifik berikut ini harus dikaji:
1) Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan
perasaan interaksi?
2) Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi
dalam interaksi?
3) Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan
balik secara baik, atau mereka secara umumtidak mendorong
adanya umpan balik dan penggalian tentang suatu isu?
4) Sebera baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan
ketika berkomunikasi?
5) Apakah anggota mencari validasi satu sama lain?
6) Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang
bersifat menghakimi dalam interksi?
7) Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan?
8) Seberapa sering diskualifikasi digunakan?

b. Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan subsistem


keluarga?
1) Sebera sering pesan emosional disampaikan?
2) Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah emosi
negatif, positif, atau kedua emosi yang dikirimkan?
c. Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan
komunikasi dan rangkaian hubungan kekeluargaan?
1) Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-
anak) saling berkomunikasi?
20

2) Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat


perantara?
3) Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota?
d. Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila tidak,
siapa yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut?
e. Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi
keluarga?
f. Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk
dibahas?
g. Bagiman factor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga?
1) Konteks/situasi
2) Tahap siklus kehidupan kelurga
3) Latar belakakang etnik kelurga
4) Bagaimana gender dalam keluarga
5) Bentuk keluarga
6) Status sosioekonomi keluarga
7) Minibudaya unik keluarga

2. Diagnosa Keperawatan Keluarga


Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga
yang sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA)
belum mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga.
NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari
pendefisian karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses
berduka disfungsional salah satu diagnosis keperawatn yang terdapat
dalam daftar NANDA adalah hanbatan komunikasi verbal, yang
berfokus pada klien individu yang tidak mampu untuk berkomunikasi
secara verbal. Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa hambatan
komunikasi verbal tidak mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga
secara kebuyaan tidak relevan dengan diagnosis keperawatan.
3. Intervensi Keperawatan Keperawatan
21

Intervensi keperawatn keluarga dalam keluarga dalam area komunikasi


terutama melibatkan pendidikan kesehatan dan konseling, serta kolaborasi
sekunder, membuat kontrak, dan merujuk ke kelompok swa-bantu,
organisasi komunitas, dan klinik atau kantor terapi keluarga. Model peran
juga berperan tipe pemberian pendidikan kesehatan yang penting. Model
peran melalui observasi anggota keluarga mengenai tenaga kesehatan
keluarga dan bagaimana mereka berkomunikasi selam situasi interaksi
yang berbeda bahwa mereka belajar meniru perilaku komunikasi yang
sehat.
Konsling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan
dukungan keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi
diantara mereka sendiri. Perawat keluarga adalah sebagai fasilitator proses
kelompok dan sebagi narasumber. Wright dan Leahey (2000)
menklasifikan tentang tiga intervensi keluarga secara lansung (berfokus
pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi) membantu dalam
pengorganisasian srategi komunikasispesifik yang dapat diterapkan,
strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi
pendidikan kesehatan dan konsling.
a. Intervensi keperawatn keluarga dengan focus kognitif memberikan atau
ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah opendidikan yang
dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah
anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat
bergantung pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright
& Laehey (2000) menegaskan peran penting dari persepsi dan
keyakinan.
b. Intervensi dalam area afektif diarahkan pada perubahan ekspresi emosi
anggota keluarga baik dengan meningkatkan maupun menurunkan
tingkat komunikasi emosional dan modifikasi mutu komunikasi
emosional. Tujuan keperawatan spesifik didalam konteks kebudayaan
keluarga, membantu anggota keluarga mengekspresikan dan membagi
perasaan mereka satu sama lain sehingga:
22

1) Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan


lebih baik.
2) Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas
3) Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi.
c. Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku, perubahan
perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi realitas anggota
keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses sirkular,
rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota
keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan
membantu anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau
membangun realitas tentang suatu situasi.
Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk
mengubah komunikasi keluarga meliputi;
a. Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota
keluarga dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan
b. Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika
mereka mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras.
c. Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak
pertemuan terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi
yang baru, apakah ada masalah yang terjadi, serta jika mereka
mempunyai pertanyaan atau hal penting tentang perubahan tersebut.
23

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi keluarga dikonsepsulisasikan sebagai salah satu dari empat
dimensi struktur dan system keluarga beserta kekuasaan, peran dan
pengambilan keputusan, serta dimensi struktur nilai. Struktur keluarga dan
proses komunikasi terkait memfasilitasi pencapaian fungsi keluarga. Selain itu,
pola komunikasi dalam sisten keluarga mencerminkan peran dan hubungan
anggota keluarga. Komunikasi memerlukan pengirim, saluran dan penerima
pesan serta interaksi antara pengirim dan penerima. Pengirim adalah seorang
yang mencoba untuk memindahkan suatu pesan yang dikirimkan dan saliran
merupakan perjalanan atau rute pesan.
Enam prinsip komunikasi adalah:
(1) tidak mungkin untuk tidak berkomuniasi; semua perilaku adalah
komunikasi;
(2) komunikasi mempunyai dua tingkat yaitu komando dan informasi;
(3) komunikasi melibatkan proses transaksional dan tiap anggota keluarga
mempunyai pungtuasi peristiwa interaksi mereka sendiri;
(4) ada dua tipe komunikasi yaitu digital dan analogik;
(5) interaksi keluarga adalah redundansi yaitu interaksi keluarga dalam kisaran
perbatas dari urutan perilaku berulang-ulang;
(6) semua interaksi komunikasi simetris atau saling melengkapi.
Komunikasi fungsional didefinisikan sebagi pengiriman dan penerimaan
tingkat isi dan instruksi dari tiap pesan yang jelas dan langsung begitu pula
keselarsan antara tingkat isi dan instruksi. Komunikasi disfungsional adalah
pengiriman dan penerimaan isi dan instruksi pesan yang tidak jelas dan
tidak langsung atau tidak ada kesesuaian antara tingkat isi dan instruksi.
Karakteristik keluarga yang sehat adalah komunikasi yang jelas dan
kemampuan untuk saling mendengarkan. Komunikasi yang baik diperlukan
untuk membina dan memlihara hubungan penuh rasa cinta. Factor sentral
24

dalam fungsi keluarga yang sehat ketika seseorang mengalami perubahan


kesehatan adalah komunikasi yang terbuka, jujur. Jelas dalam mengatasi
pengalamankesehatan yang menimbulkan sters serta isu terkait. Pedoman
pengkajian komunikasi keluarga digambarkan sebagai pedoman untuk
diagnosis dan intervensi keperawatan untuk memfasilitasi pola komunikasi
sehat keluarga.

B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar bisa menggunakan makalah ini dan juga
menjadikannya sebagai pedoman dalam memberikan intervensi keperawatan
tentang komunikasi pada keluarga dengan gangguan masalah kesehatan dan
dalam memberikan pendidikan serta konslinguntuk merubah perilaku .
25

Daftar Pustaka

Anonim.12 Juli 2012.Sumber (Internet)http://imam-


14naruto.blogspot.com/2011/04/komunikasi-keluarga.html.Diakses tanggal : 3
Oktober 2012.

Ardjana, Agus M. (2003) Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal.


Yogyakarta: Kanisius.
Wikipedia. (2009) Communication Tersedia pada: http://www.en.wikipedia.org/
Wiki/communication. Diakses pada 14 November 2012.
26

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS


POLA DAN PROSES KOMUNIKASI KELUARGA

Dosen Pengampuh : Ns. Almumtahanah, S. Kep.

DI SUSUN OLEH :

1. Ahmad Syahid
2. Trisna Kurniawan

Sekolah Tinggi Ilmukeperawatan Muhammadiyah Pontianak


Tahun Ajaran 2016/2017

Anda mungkin juga menyukai