I. Pengertian Esensi
adalah apanya sesuatu yang terlepas dari persoalan apakah sesuatu itu ada atau
tidak.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Esensi)
Sejak dulu hingga saat ini, matematika menjadi pelajaran yang wajib untuk
dikuasai oleh para pelajar. Bobot pelajaran ini pada kurikulum sekolah dasar
hingga sekolah menengan atas mendapat prioritas yang tinggi jika dibandingkan
dengan pelajaran lain. Ada banyak alasan yang mendasari ini, salah satunya
adalah karena matematika merupakan fondasi ilmu pengetahuan yang menjadi
alat untuk cabang ilmu pengetahuan yang lainnya seperti fisika, kimia, statistik
dan teknik.
Namun yang terjadi adalah pelajaran ini menjadi salah satu kesulitan terbesar
bagi dominan para murid. Dominan murid merasa frustasi dan stress dengan
materi dari pelajaran ini. Tes/ulangan matematika pun sangat menakutkan bagi
mereka. Singkat kata, dominan murid tidak menikmati belajar matematika. Bukan
hanya para murid yang merasa frustasi, para pengajar pun dibuat frustrasi dan
stress. Mereka harus mencari cara bagaimana mendongkrak nilai para murid di
pelajaran ini.
Conrad Wolfram (saudara laki-laki dari Stephen Wolfram, penemu dari program
pekerjaan para peserta didik kelak. Matematika menjadi alat yang wajib untuk
pekerjaan yang bersifat teknis.
Saya rasa tujuan ini yang sangatlah lemah ditekankan pada pendidikan
matematika di Indonesia. Murid sekolah menengah atas bisa mengerjakan soal
mengetahui toko mana yang menawarkan diskon paling besar yang disesuaikan
denga barang yang kita butuhkan.
di web sekolah mengenai hal ini, bahwa pelajaran matematika dan sains
merupakan olahraga pikiran yang melatih pikiran kita untuk berpikir logis.
Matematika itu apa ?
kita kenal.
2. Menterjemahkan persoalan nyata tersebut ke formulasi matematika.
persoalan nyata tersebut menjadi suatu persoalan matematika yang dapat dicari
solusinya.
Setelah diperoleh jawaban, kita harus memeriksa jawaban kita dengan dunia
nyata, apakah sesuai atau tidak. Jika sesuai maka formulasi kita benar dan jika
Padahal, matematika bukan hanya berhitung. Berhitung hanya satu per empat dari
proses keseluruhan matematika. Tapi sayangnya waktu belajar dan mengajar kita terlalu
Saya beri beberapa contoh yang konkrit mengenai kekeliruan ini yang sering saya temui:
1. Siswa SMP dan SMU dapat menghitung kemiringan/gradien (m) dari suatu fungsi y
dalam belajar dan mengajar sia-sia karena murid tahu mengenai proses berhitung tanpa
bisa mengerjakan persoalan sederhana di kehidupan sehari-hari.
Kita harus mengembalikan proses pembelajaran matematika pada inti ilmu matematika
itu, yakni memecahkan persoalan yang bersifat teknis, kualitatif dan intuitif.