Anda di halaman 1dari 5

ESENSI PENDIDIKAN MATEMATIKA

I. Pengertian Esensi

Esensi adalah apanya kenyataan, yaitu hakikatnya. Pengertian mengenai


esensi mengalami perubahan sesuai dengan konsep penggunaannya, sehingga

esensi ialah pada konsepnya sendiri. Menurut Thomas Aquinas, esensi

adalah apanya sesuatu yang terlepas dari persoalan apakah sesuatu itu ada atau
tidak.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Esensi)

II. Esensi Pendidikan Matematika

Sejak dulu hingga saat ini, matematika menjadi pelajaran yang wajib untuk
dikuasai oleh para pelajar. Bobot pelajaran ini pada kurikulum sekolah dasar

hingga sekolah menengan atas mendapat prioritas yang tinggi jika dibandingkan
dengan pelajaran lain. Ada banyak alasan yang mendasari ini, salah satunya
adalah karena matematika merupakan fondasi ilmu pengetahuan yang menjadi
alat untuk cabang ilmu pengetahuan yang lainnya seperti fisika, kimia, statistik

dan teknik.
Namun yang terjadi adalah pelajaran ini menjadi salah satu kesulitan terbesar

bagi dominan para murid. Dominan murid merasa frustasi dan stress dengan
materi dari pelajaran ini. Tes/ulangan matematika pun sangat menakutkan bagi

mereka. Singkat kata, dominan murid tidak menikmati belajar matematika. Bukan
hanya para murid yang merasa frustasi, para pengajar pun dibuat frustrasi dan
stress. Mereka harus mencari cara bagaimana mendongkrak nilai para murid di

pelajaran ini.
Conrad Wolfram (saudara laki-laki dari Stephen Wolfram, penemu dari program

matematika simbolik Mathematica serta CEO Wolfram Research) mengatakan


matematika sangatlah menarik di dunia nyata, kecuali di dunia pendidikan.

Mengapa kita harus belajar/mengajar matematika ?


Jawabannya bukan supaya kita pintar. Tapi menurut Conrad Wolfram, ada tiga

tujuan kita belajar/mengajar tiga tujuan itu adalah :

1. Untuk melakukan pekerjaan teknis.


Tujuan ini adalah tujuan yang paling populer, karena behubungan dengan

pekerjaan para peserta didik kelak. Matematika menjadi alat yang wajib untuk
pekerjaan yang bersifat teknis.

2. Untuk memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari yang sifatnya


kualitatif.

Saya rasa tujuan ini yang sangatlah lemah ditekankan pada pendidikan
matematika di Indonesia. Murid sekolah menengah atas bisa mengerjakan soal

mengenai peluang (probability) dengan baik tapi tidak bisa menggunakannya


untuk bermain monopoli dengan lebih cerdas . Yang saya maksud secara

kualitatif di sini adalah tentang intuisi menggunakan logika matematika untuk


memecahkan persoalan tanpa harus menghitung dengan teliti, misalnya

mengetahui toko mana yang menawarkan diskon paling besar yang disesuaikan
denga barang yang kita butuhkan.

3. Latihan untuk logika sederhana.


Saya sering berkata hal ini bagi para murid saya dan juga pernah menulis artikel

di web sekolah mengenai hal ini, bahwa pelajaran matematika dan sains
merupakan olahraga pikiran yang melatih pikiran kita untuk berpikir logis.
Matematika itu apa ?

Apa arti sebenarnya matematika itu? Menurut Conrad Wolfram, matematika


adalah suatu proses holistik yang melibatkan empat proses berikut :

1. Mengajukan pertanyaan yang benar tentang suatu persoalan yang nyata.


Formulasi matematika (dan juga bidang sains) lahir dari pertanyaan-pertanyaan

para ilmuan, mereka mempertanyakan dari persoalan sederhana hingga


persoalan yang kompleks hingga terlahir konsep ilmu pengetahuan alam yang

kita kenal.
2. Menterjemahkan persoalan nyata tersebut ke formulasi matematika.

Bahasa matematika adalah alat terbaik untuk memformulasikan pengamatan dan


pertanyaan kita mengenai suatu persoalan nyata. Kita harus bisa menerjemahkan

persoalan nyata tersebut menjadi suatu persoalan matematika yang dapat dicari
solusinya.

3. Menghitung / mencari solusi dari formulasi matematika.


Memecahkan persoalan matematika (menghitung) dari bahasa matematika yang

diperoleh dari proses yang kedua hingga diperoleh solusi (jawaban).


4. Memeriksa jawaban/solusi dengan pengamatan di persoalan nyata.

Setelah diperoleh jawaban, kita harus memeriksa jawaban kita dengan dunia
nyata, apakah sesuai atau tidak. Jika sesuai maka formulasi kita benar dan jika

tidak, kita harus kembali pada proses nomor 2.


Ini adalah matematika, namun sayangnya:
kita terdidik dan mendidik untuk mahir pada proses nomor 3

Padahal, matematika bukan hanya berhitung. Berhitung hanya satu per empat dari
proses keseluruhan matematika. Tapi sayangnya waktu belajar dan mengajar kita terlalu

banyak dihabiskan di proses ini. Oleh karena itulah,


matematika tidak sama dengan berhitung

Conrad Wolfram mengilustrasikan :

proses berhitung hanyalah mesin/kendaraan dalam matematika yang sebetulnya dapat


dikerjakan dengan lebih cepat dan lebih akurat oleh mesin penghitung (kalkulator dan
komputer).

Saya beri beberapa contoh yang konkrit mengenai kekeliruan ini yang sering saya temui:
1. Siswa SMP dan SMU dapat menghitung kemiringan/gradien (m) dari suatu fungsi y

= mx + c tanpa mengerti representasi grafis kemiringan tersebut, bahwa kemiringan


adalah rasio/perbandingan antara dy / dx atau (y2 y1) / (x2 x1).
2. Siswa SMU dapat mengerjakan persoalan turunan dy/dx = 0 dari suatu fungsi
kuadrat ax^2 + bx + c tanpa tahu bahwa pengerjaan itu adalah mencari titik
maksimum dan minimum suatu fungsi kuadrat. Bahkan mungkin mereka tidak tahu

bahwa pengerjaan itu menghasilkan formulasi titik x maksimum dan minimum = -b


/ 2a, yang sudah pernah mereka pelajari di bangku SMP.

So, what should we do ?


Ini adalah persoalan yang serius, kita tidak menghendaki kelelahan murid dan guru

dalam belajar dan mengajar sia-sia karena murid tahu mengenai proses berhitung tanpa
bisa mengerjakan persoalan sederhana di kehidupan sehari-hari.

Kita harus mengembalikan proses pembelajaran matematika pada inti ilmu matematika
itu, yakni memecahkan persoalan yang bersifat teknis, kualitatif dan intuitif.

Matematika seharusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan yang tidak hanya


berurusan dengan perkara menghitung. Saya ingin menutup posting ini dengan kata-

kata dari Dr. Howard G Hendricks


Pendidikan bukan hanya mengenai menjawab pertanyaan, tapi mempertanyakan
jawaban Howard G. Hendricks

Anda mungkin juga menyukai