Anda di halaman 1dari 7

MACAM MACAM DAN PENGERTIAN PENATAAN

SANGGUL TRADISIONAL DI INDONESIA

Nama : Sinta Nur Rachmawati Putri


Kelas : XI Tata Kecantikan Rambut
No absen : 27
1) Sanggul Ciwidey (Jawa Barat)
Sanggul Ciwidy mulai dikenal di daerah Jawa Barat pada tahun 1947. Sanggul itu
diperkenalkan oleh Kanjeng H. Wiranatakusumah. Sebelum sanggul Ciwidy dikenal di
daerah Jawa Barat, pada zaman Pangeran Sumedang telah dikenal nama sanggul Pasundan
atau sanggul Kesundaan atau disebut juga sanggul Kebesaran, kemudian sanggul itu berubah
menjadi nama sanggul Ciwidy

2) Ukel konde (Jawa Tengah (Solo))


Sanggul tradisional ukel konde ini sudah umum dipakai oleh para gadis dan orang dewasa.
Pada zaman dahulu bentuk sanggul ini kecil dan tempatnya agak di atas kepala. Rambut
kaum wanita pada zaman dahulu selalu panjang dan pada waktu mereka akan pergi mandi
atau berpergian rambutnya selalut dikonde. Letaknya disebelah atas atau bagian puncak
kepala dan bentuknya kecil bulat menonjol.
Pada zaman Pakubuwono X, hampir semua segi kebudayaan mencapai titik kesempurnaan,
termasuk seni tata riasrambut. Oleh Karena itu bentuk sanggul tradisional inipun semakin di
sempurnakan sehingga bentuknya ada yang besar, bulat telur (lonjong) atau gepeng (pipih).
Letaknya tidak lagi di bagian atas kepala, tetapi agak kebawah dan di lengkapi dengan
sunggar pada kanan dan kiri kepala di atas telinga, supaya kelihatan lebih luwes
3) Sanggul cepol {DKI Jakarta (Betawi)}
Sanggul cepol adalah sanggul Betawi yang paling populer. Istilah cepol dalam bahasa Betawi
berarti tinju. Konde cepol bentuknya sebesar tinju, padat dan letaknya agak tinggi

4) Sanggul Ukel Tekuk (Yogyakarta)


Ukel ekuk pada jaman dahulunya dipakai sebagai sanggul oleh keluarga kerajaan misalnya:
putri remaja, putri dewasa yang sudah menikah, para ingsang pengasuh. Cara
menggunakannya sesuai dengan umur dan keperluan perbedaan terlihat dari kelengkapan
perhiasan dan pakaian yang dikenakan.

5) Sanggul madura (Madura)


bentuknya seperti sanggul cepol betawi, perbedaanya ada ujung rambut yang di biarkan terurai
pada bagian sanggul
6) Sanggul Pusung Tagel (Bali)
Pusung tagel, yaitu sanggul wanita yang sudah bersuami

7) Sanggul Sempol Gampang Kemang {Aceh (Gayo)}


Sempol gampang kemang dipakai oleh pengantin wanita di Kabupaten Aceh Tengah sesudah
ia menerima akad nikah 1 sampai 10 hari. Dalam hubungan itu, berikut ini akan diuraikan
salah satu jenis Sanggul tersebut di atas, yaitu sempol gampang kemang

8) Sanggul Siput Ekor Kera (Riau)


Siput dalam bahasa Riau berarti sanggul. Ekor Kera (dibaca : Kre) artinya Ekor Kera. Siput
Ekor Kera adalah sanggul yang dipakai untuk upacara adat dan kesempatan harian. Sejarah
Siput ekor Kera masih banyak digali untuk mendapatkan makna yang sesungguhnya atau
bukti yang otentik. Menurut pendapat para orang tua atau sesepuh yang masih hidup di
Riau, sanggul ini adalah warisan turun temurun dari zaman dahulu hingga saat ini.
9) Sanggul malang (Palembang)
Gelung ini mencerminkan pengaruh budaya sriwijaya, tiongkok, india gelung ini berasal dari
kebudayaan jawa (majapahit) gelung ini dipakai oleh permaisuri di lingkungan istana / pada
saat pengatin perempuan di sandingkan dengan pengantin pria dan di beri nama gelar,
letaknya horizontal / malang, pada bagian atas kepala / tinggi di puncak kepala

10) Sanggul Timpus (Batak)


Bentuk sanggul wanita batak pada mulanya, yaitu berbentuk bulat menonjol dan di letakan
sedikit di atas tengkuk atau seedikit melewati pusar rambut. Sanggul anak gadis biasanya
terdiri atas dua bulatan konde yang terletak di belakang telinga. Akan tetapi, karena
keadaan dan situasi tiap subsuku, masyarakat batak memiliki jenis yang khas, di samping
sanggul bulat yang umum. Berikut ini akan di perkenalkan sanggul-sanggul batak , baik nama
maupun cara penataannya. Dalam salah satu pribahasa Batak disebutkan bahwa soripada
na bisuk di ina boi mangaromoti busanana, yang artinya kira-kira tuan putri yang bijaksana
adalah ibu yang dapat betanggung jawab terhadap keluarganya. Ungkapan ini
mendorong wanita batak agar bertindak aktif, dinamis, cepat, tepan dan bijaksana. Oleh
karena itu penampilannya dalam berhiaspun harus di sesuaikan agar praktis, demikian pula
dalam menata rambut.
11) Sanggul Dendeng (Kalimantan)
Bentuk sanggul dendeng banyak dipengaruhi suku dayak islam yang pada masa lalu
merupakan sanggul sehari-hari para wanita yang umumnya berambut panjang, dan
dikenakan oleh mereka yang berdarah bangsawan saja, tetapi pada masa sekarang sanggul
dendeng hanya dikenakan oleh pengantin pada hari perkimpoiannya. Dendeng berarti
terpampang, yang dibentuk dengan cara melipat. keadaan rambut yang panjang dan lebat
dapat membuat sanggul melintang an panjang melewati batas tepi kiri dan kanan atas
kepala. untuk mengharumkan sanggul digunakan daun pandan yang wangi yang dibelah-
belah memanjang dililitkan bersama rambut pada saat pembentukan sanggul. Dari bentuk
dan letaknya, sanggul dendeng dapat dipengaruhi oleh gelung malang dari palembang.

12) Sanggul Pinkan (Sulawesi Utara)


Menjelang akhir abad ke-17, yaitu tahun 1690, di Tanah Wengko, salah satu tempat di
Minahasa, ada seorang gadis keturunan Walian Ambowailan (Ambalean), yang bernama
Pingkan Mogoghunoi. Gadis itu mempunyai rambut yang sangat panjang hingga mencapai
lantai. Rambut gadis itu selalu dikepang (dicako). Pada saat-saat tertentu, rambutnya
dikonde atau dialdimbukun (bahasa Tombulu) atau diulukan (bahasa Tontemboan). Jadi,
kreasi kondi ini berasal dari seorang gadis yang bernama Pingkan, yang kemudian pada abad
ke-19 ini makin disempurnakan. Konde seorang gadis atau ibu-ibu muda berbeda dengan
konde kaum ibu yng sudah lanjut usia (setengah umur). Dalam kehidupan sehari-hari,
rambut mereka hanya dikepang dua atau dikepang satu (cako) dan pada bawah
kepangannya dilepas. Untuk keperluan pesta, upacara resmi, pernikahan, rambut yang
biasanya dikepang itu dikonde.
13) Sanggul Simpolong Tattong (Bugis)
Simpolong berarti sanggul, sedangkan Tattong berarti berdiri, jadi secara keseluruhan memiliki makna
sanggul yang berdiri. Sanggul asal Bugis, Sulawesi Selatan, ini diibaratkan sebagai tanduk kerbau. Bagi
masyarakat Sulawesi Selatan, tanduk kerbau menunjukan tingginya status sosial. Dengan kata lain ini
menunjukan para wanita Bugis memiliki kedudukan yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai