Anda di halaman 1dari 37

ARTIKEL K3 BAHAN KIMIA CAIRAN

ARTIKEL FAKTOR KIMIA DITEMPAT KERJA (CAIRAN)


SIANIDA
IRMA YULIANTI
NIM:1427040022
PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN (PTP A)
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Sianida adalah senyawa kimia
yang mengandung gugus siano C N, [1]
dengan atom karbon terikat-tiga ke atom nitrogen.

Pada sianida anorganik, seperti natrium sianida dan kalium sianida, gugus CN ada sebagai
ion sianida poliatomik yang bermuatan negatif (CN); senyawa ini, yang merupakan garam
dari asam sianida, adalah senyawa yang sangat beracun.[2] Ion sianida bersifat isoelektronik
dengan karbon monoksida dan nitrogen molekuler.[3][4]

Sianida organik umumnya disebut nitril; gugus CN terhubung melalui ikatan kovalen dengan
gugus bermuatan karbon, seperti metil (-CH3) pada metil sianida (asetonitril). Karena tidak
melepas ion sianida, maka nitril umumnya lebih tidak beracun, atau seperti pada polimer
tidak larut seperti serat akrilik, maka sama sekali tidak beracun kecuali jika dibakar.[5]

Asam sianida (HCN) adalah senyawa berbentuk cairan yang mudah menguap, biasa
digunakan dalam pembuatan asetonitril yang kemudian digunakan untuk produksi serat
akrilik, karet sintetis, dan plastik.[6] Sianida juga digunakan dalam berbagai proses kimia,
seperti fumigasi, pengerasan besi dan baja, elektroplating, dan pemurnian bijih. Di alam,
bahan - bahan yang mengandung sianida terdapat dalam beberapa biji buah, seperti lubang
ceri dan biji apel.

Sianida biasanya sangat cepat dan dapat mengakibatkan ditemukan tergabung dalam
bahan kimia kematian dalam jangka waktu beberapa lain membentuk suatu senyawa
sianida.Sianida ada yang berbahaya pada tubuh yang dapat membuat kita mati dalam waktu
sejenak dan mengandung toksin oleh karena itu sianida tidak bisa digunakan secara
sembarang hal dan hanya digunakan sejak tahun lalu pada perang dunia pertama.
Asam sianida banyak ditemukan pada setiap produk yang sering kita gunakan namun
dalam dosis rendah atau sedikit seperti pada rokok, asap bermotor, dan sayuran seperti
bayam,bambu,kacang,tepug tapioka dan singkong dan juga ditemukan pada sintetik pada
industri serti pembuatan garam. Dan militer NATO (North American Treaty Organization)
adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN). Oleh karena itu takaran sianida itu perlu
diketahui sehingga tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan sianida tetapi jika dosis
sianida tinggi dapat mengakibatkan efek negatif dan juga bisa menimbulkan pada kematian
Kadar sianida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan Sianida adalah racun yang
sangat efek seperti jari tangan dan kaki lemah, mematikan dan digunakan sejak ribuan susah
berjalan dan pandangan buram tahun yang lalu. Efek dari sianida ini Efek utama dari racun
sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara progresif. Gejala dan tanda
fisik yang ditemukan sangat tergantung dari Dosis sianida,Banyaknya paparan,Jenis
paparan,Tipe komponen dari sianida. Dari bebreapa efek sianida kita harus menyadari bahwa
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah,
penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem
metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan
kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas sianida sangat
berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam jangka waktu 15 detik
tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu sesorang akan kehilangan
kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam jangka waktu 5-8 menit
akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan
kematian. Dari efek tersebut sianida tergantung dari dosis yang kita pakai atau gunakan
karena sianida itu tidak selama berbahaya.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa di selamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah Hiperpnea sementara Nyeri kepala,Dispnea,
Kecemasan, Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, Berkeringat banyak, warna kulit
kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul .
Apabila kita keracunan sianida dengan dosis yang tinggi kita perlu terapi dengan
mengeliminasi sumber-sumber yang terus-menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan
terhadap korban keracunan sianida sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan
lamanya waktu paparan.

Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam ruangan
maka segera keluar dari ruangan.

Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam ruangan. Tutup
pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan sampai
bantuan datang.

Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh sianida.
Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat. Jauhkan ke tempat
aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.

Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air yang banyak.
Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida. Tindakan pertama adalah segera cari
udara segar. Jika berada di dekat balai pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen
murni. Berikan antidotum seperti sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah
keracunan yang lebih serius. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera
ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat kematian.

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung gugus siano C N, dengan atom karbon
terikat-tiga ke atom nitrogen.
Pada sianida anorganik, seperti natrium sianida dan kalium sianida, gugus CN ada sebagai
ion sianida poliatomik yang bermuatan negatif (CN); senyawa ini, yang merupakan garam
dari asam sianida, adalah senyawa yang sangat beracun.[2] Ion sianida bersifat isoelektronik
dengan karbon monoksida dan nitrogen molekuler.

Sianida organik umumnya disebut nitril; gugus CN terhubung melalui ikatan kovalen dengan
gugus bermuatan karbon, seperti metil (-CH3) pada metil sianida (asetonitril). Karena tidak
melepas ion sianida, maka nitril umumnya lebih tidak beracun, atau seperti pada polimer
tidak larut seperti serat akrilik, maka sama sekali tidak beracun kecuali jika dibakar.

Asam sianida (HCN) adalah senyawa berbentuk cairan yang mudah menguap, biasa
digunakan dalam pembuatan asetonitril yang kemudian digunakan untuk produksi serat
akrilik, karet sintetis, dan plastik. Sianida juga digunakan dalam berbagai proses kimia,
seperti fumigasi, pengerasan besi dan baja, elektroplating, dan pemurnian bijih. Di alam,
bahan bahan yang mengandung sianida terdapat dalam beberapa biji buah, seperti lubang
ceri dan biji apel.

Sangat mudah untuk mengasumsikan bahwa kata sianida selalu identik dengan racun yang
mematikan. Dalam pandangan Kimia, sianida menggambarkan ikatan rangkap tiga antara
atom karbon dan nitrogen.

Kombinasi karbon-nitrogen ini dapat dikombinasikan dengan logam atau unsur-unsur lain
untuk membentuk sejumlah senyawa atau garam, seperti potasium sianida, sodium sianida
atau hidrogen sianida. Hal ini juga ditemukan secara alami dalam gula, singkong, buah dan
daun tembakau.

Garam sianida yang berbeda digunakan untuk memproses film menghapus emas dari bijih,
dengan listrik atau logam bersih, dan membuat kertas atau plastik. Dalam bentuk gas,
hidrogen sianida digunakan untuk fumigasi gudang dan area kargo kapal. Senyawa dapat
disimpan dalam bentuk cair, bentuk padat atau gas. Terkenal pil bunuh diri yang digunakan
oleh mata-mata yang sering berasal dari asam prussic, bentuk padat senyawa ini.

Mungkin penggunaan paling berbahaya yang terjadi selama Perang Dunia II. Dibebankan
dengan tugas mengerikan membasmi kelompok besar tawanan Yahudi, direktur kamp Jerman
memerintahkan tabung hidrogen sianida, dijual di bawah nama merek Zyklon B. Korban
dikumpulkan ke ruang kedap udara, seolah-olah untuk mandi, dan gas akan dimasukkan
melalui sistem ventilasi. Ada juga klaim bahwa mantan presiden Irak Saddam Hussein
menggunakan gas ini untuk membunuh ribuan Kurdi selama pemberontakan di akhir 1980-
an.

Karena sianida, terutama hidrogen sianida, diproduksi secara alami, sangat sulit bagi manusia
untuk menghindari paparan sepenuhnya. Namun hal ini tidak dianggap karsinogenik
(penyebab kanker), dan gas menguap dengan cepat dari air tanah. Paparan jangka panjang
saat merokok, seperti dalam kebakaran hutan atau rokok, dianggap berbahaya, karena gas ini
adalah produk sampingan alami dari produksi asap. Produk sianida cair seperti insektisida
dan pembersih industri dapat menyebabkan ruam lokal dan lecet pada kulit yang terkena.

Gas hidrogen sianida menyebabkan kematian dan penyakit dengan mencegah penyerapan
oksigen secara normal oleh sel-sel darah. Saat ion memblokir oksigen dalam darah, jantung
dan otak mengalami kerusakan besar. Jika konsentrasi gas yang cukup berat, kematian akan
terjadi dalam beberapa menit setelah paparan. Korban keracunan sianida dapat dirawat di
rumah sakit jika memungkinkan harus diangkut dalam waktu yang cepat. Paparan tingkat
atau rendah bisa menyebabkan pusing, denyut jantung cepat, kelemahan secara keseluruhan
dan kesulitan bernapas. Evakuasi ke sumber udara segar biasanya merupakan respon yang
pertama, diikuti oleh dekontaminasi dan perawatan oksigen

Sianida (CN-) merupakan kelompok senyawa yang tersusun oleh atom karbon (C) dan
nitrogen (N). Kelompok senyawa ini ditemukan dalam bentuk gas Hidrogen sianida (HCN),
maupun dalam bentuk garamnya yakni potasium/kalium sianida (KCN) atau sodium/natrium
sianida (NaCN).

Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berwarna, atau dalam temperatur tertentu
berwarna biru pucat. Sedangkan dalam bentuk garam, racun ini mempunyai wujud sebagai
kristal putih yang larut air. Racun sianida juga bisa dikenali dari baunya yang khas, yakni bau
almond.

Di dalam tubuh, racun sianida menghambat kerja enzim cytochrome-x-oxidase. Enzim ini
berada dalam mitokondria, berfungsi mengikat oksigen untuk memenuhi kebutuhan
pernapasan sel-sel tubuh. Jika enzim tersebut tidak bekerja karena dihambat racun sianida,
sel-sel tubuh akan mengalami kematian.

Baca Juga: Orang Ini Menjelaskan Motif Jessica

Dalam beberapa kasus pembunuhan, racun sianida dipakai karena bisa memicu kematian
dalam hitungan menit. Jantung dan otak adalah 2 organ yang paling cepat mengalami
kematian dalam keracunan sianida, karena keduanya paling banyak membutuhkan oksigen
agar dapat berfungsi.

Keracunan sianida melalui saluran cerna kerap ditandai dengan perdarahan pada mukosa
(lapisan terluar) lambung. Darah berwarna pink atau cherry-red juga bisa mengindikasikan
keracunan sianida. Warna tersebut muncul karena oksigen tidak terserap oleh sel melainkan
menumpuk di darah.

Selain itu, beberapa jenis singkong memproduksi senyawa linamarin yang terdiri dari gugus
glukosa dan sianida. Kematian ternak kambing setelah diberi pakan kulit singkong biasanya
terjadi akibat keracunan sianida.

Baca Juga: Terungkap! Jessica Minta Dicium oleh Mirna di WhatsApp

Sementara itu, racun sianida dalam bentuk gas dihasilkan antara lain dari pembakaran plastik.
Bahkan, sudah bukan rahasia lagi bahwa salah satu dari ratusan jenis racun yang terkandung
dalam asap rokok, adalah racun sianida.

Perlu diketahui pula, bahwa racun sianida juga dikenal sebagai salah satu agen pencemaran
lingkungan yang bisa terakumulasi dalam rantai makanan. Kemampuannya untuk mengikat
logam sering dimanfaatkan oleh para penambang emas tradisional untuk menggantikan
merkuri.
I. Sifat Sifat Kimia dan Fisika Sianida

Sianida [:CC:] adalah senyawa kimia monovalen yang membentuk kelompok CN.
Kelompok ini, yang dikenal sebagai kelompok siano, terdiri dari atom karbon yang berikatan
rangkap tiga dengan atom nitrogen. Ikatan atom rangkap tiga memiliki kekuatan yang lebih
disbanding ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua.
Beberapa senyawa sianida anorganik, seperti natrium sianida dan potassium sianida,
merupakan kelompok senyawa yang memiliki ion sianida poliatomik bermuatan negatif (CN
); senyawa ini merupakan garam dari asam hidrosianat yang sangat beracun. Ion sianida
adalah isoelektrik dengan karbon monoksida dan molekul nitrogen.
Beberapa jenis sianida organik biasanya disebut nitril; pada senyawa jenis ini, gugus CN
berikatan kovalen dengan gugus karbon, seperti metil (CH3) di metil sianida (asetonitril).
Karena senyawa nitril tidak melepaskan ion sianida bebas, maka senyawa ini umumnya
kurang beracun, atau dalam kasus polimer tidak larut seperti serat akrilik, pada dasarnya tidak
beracun kecuali dibakar.

Asam hidrosianat yang umumnya dikenal sebagai hidrogen sianida atau HCN, adalah cairan
yang sangat volatile, digunakan untuk mempersiapkan akrilonitril, yang digunakan dalam
produksi serat akrilik, karet sintetis, dan plastik. Sianida digunakan juga di banyak proses
kimia, antara lain ; fumigasi, bahan untuk pengerasan besi dan baja, pelarut dalam proses
hydrometallurgy mineral logam, proses penyepuhan perhiasan logam mulia, dan sebagainya.
Larutan HCN sangat mudah mendidih dan menguap. Titik didih dan penguapan HCN berada
di kisaran suhu 260C, atau hanya sedikit di atas suhu kamar (250C). Penguapan
mengakibatkan resiko tercemarnya udara di sekitar larutan hidrogen sianida, yang dapat
menimbulkan efek keracunan terhadap mahluk hidup yang menghirup udara yang telah
tercemar sianida. Uap dari HCN memiliki bau khas menyengat yang keras dan mematikan.
Konsentrasi gas hidrogen sianida yang lebih dari 0,3 mg / liter udara dapat membunuh
manusia dalam kisaran waktu 10-60 menit. Konsentrasi hidrogen sianida dalam suatu larutan
yang lebih dari 3500 ppm (sekitar 3,5 g / liter) akan membunuh manusia di sekitar 1 menit
atau lebih. Penurunan suhu larutan sianida menggunakan alat atau zat pendingin dapat
mengurangi resiko tingginya penguapan sianida, yang sekaligus bisa menekan bau yang
ditimbulkan oleh larutan yang mengandung sianida.

Dalam kasus almarhum Mirna Salihin, jika memang kopi yang diminum mengandung
sianida, maka jenis sianida yang larut di dalam kopi adalah larutan alkali sianida yang
bercampur dengan larutan soda api, dan bukanlah larutan asam sianida. Keberadaan es batu
dalam cairan kopi akan sangat membantu menurunkan tingkat penguapan gas sianida (pada
pH dibawah 12 tingkat pembentukan HCN akan makin tinggi), dan dengan sendirinya
mengurangi bau khas asam sianida (HCN) di udara dan di cairan kopi yang di minum.
HCN dapat diperoleh dari buah-buahan yang memiliki biji dan rongga semacam ceri, aprikot,
apel, almond pahit, dan sebagainya. Umbi-umbian juga mengandung sianida dengan kadar
yang bervariasi. Hidrogen sianida juga ditemukan pada bunga-bunga pada tamanan kacang-
kacangan, misalnya pada bunga tanaman Lotus Australis. Sianida juga ditemukan pada
dedaunan, antara lain daun singkong. Hewan merayap sejenis kaki seribu (lipan) melepaskan
hidrogen sianida sebagai mekanisme pertahanan, seperti halnya serangga tertentu, seperti
beberapa ngengat. Hidrogen sianida juga ditemukan dalam tembakau asap kayu dan
dedaunan, dan asap dari pembakaran plastik yang mengandung nitrogen. 1,5 kg biji apel yang
dihancurkan bisa dihasilkan sekitar 1 gram HCN. Kandungan sianida bisa mencapai 1 gram
dalam setiap kilogram umbi dari ubi kayu racun.

Sianida yang terkandung dalam tumbuhan berasal dari gugus fungsional kelompok senyawa
cyanohydrins. Sianohidrin adalah suatu gugus fungsional kimia yang ditemukan dalam
senyawa organik. Cyanohydrins dapat dibentuk oleh reaksi sianohidrin, yang melibatkan
pemurnian keton atau aldehida dengan hidrogen sianida (HCN) dengan adanya kelebihan
alkali sianida (XCN) sebagai katalis.

RRC=O+HCNRRC(OH)CN

Dalam reaksi di atas, nukleofilik dari ion CN menyerang elektrofilik karbon karbonil di
keton, diikuti oleh protonasi yang dilakukan HCN, sehingga menghasilkan anion sianida.
Gugus fungsional cyanohydrins yang terdapat dalam tumbuhan juga terbagi menjadi
senyawa-senyawa mandelonitril, amygdalin, linamarin, dan lotaustralin.

Amygdalin / Laetrile

Amygdalin adalah glikosida sianogen yang berasal dari fenilalanin asam amino aromatik.
Amygdalin dan prunasin sangat umum ditemukan pada tanaman rosaceae, khususnya genus
Prunus, Poaceae (rumput), Fabaceae (kacang-kacangan), dan pada tanaman pangan lainnya,
termasuk biji rami dan ubi kayu.
Sejak awal 1950-an penelitian telah menemukan bahwa amygdalin / laetrile (laetrile = nama
lain dari amygdalin) bisa digunakan sebagai obat kanker alternatif, sering dengan
menggunakan nama Vitamin B17. Namun penggunaan yang berlebihan dapat menimbulkan
efek keracunan sianida.

Linamarin
Linamarin adalah glukosida cyanogenik yang ditemukan pada daun dan akar tanaman seperti
singkong, kacang lima, dan rami. Senyawa ini adalah glukosida aseton sianohidrin. Setelah
paparan enzim dan flora usus dalam usus manusia, alcohol dari linamarin dan lotaustralin
dapat terurai menjadi senyawa hydrogen sianida yang beracun. Munculnya sianida dari
linamarin biasanya berlangsung secara enzimatik dan terjadi ketika linamarin terkena enzim
linamarase, suatu enzim yang biasanya berada di dalam dinding sel tanaman singkong.
Oleh karena itu untuk mengkonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan beracun sejenis
linamarin maka makanan menggunakan tanaman yang mengandung jumlah yang signifikan
dari linamarin, perlu dilakukan persiapan pembuangan terlebih dahulu racun (detoksifikasi)
yang terdapat di dalam tumbuhan tersebut. Racun linamarin yang terdapat dalam ubi kayu
atau ubi kayu beracun bisa dikurangi dengan cara hidrolisis dan pemisahan cairan hasil
hidrolisis dari sari pati umbi yang akan diproses selanjutnya melalui perebusan, pengukusan,
atau penggorengan. Memasak merupakan salah satu cara mengurangi kadar racun dari ubi
kayu. Sebagian kecil dari jenis ubi kayu memiliki kandungan racun sianida yang tinggi,
namun sebagian besar jenis ubi kayu hanya mengandung sianida dalam jumlah yang kecil.
Menghindari mengkonsumsi ubi racun merupakan cara aman yang terbaik.

Lotaustralin
Lotaustralin juga merupakan glikosida sianogen, yang ditemukan dalam jumlah kecil di
Fabaceae Austral Trefoil (Lotus australis), singkong (Manihot esculenta), kacang lima
(Phaseolus lunatus), roseroot (Rhodiola rosea) dan semanggi putih (Trifolium repens).
Lotaustralin adalah glukosida metil etil keton sianohidrin dan secara struktural terkait dengan
linamarin. Baik linamarin maupun lotaustralin dapat dihidrolisis oleh enzim linamarase untuk
membentuk glukosa dan senyawa hidrogen sianida yang beracun.

II. Berbagai Fungsi dan Kegunaan Sianida

Sianida umumnya diperdagangkan dalam bentuk senyawa padat alkali sianida, yang bisa
ditemukan dalam senyawa NaCN (sodium sianida) dan KCN (potassium sianida). Sianida
digunakan dalam berbagai bidang, antara lain ; pembasmi hama pada pertanian, pelarut
logam dalam proses ekstraksi logam dari batuan mineralnya (misalnya ekstraksi emas
menggunakan sianida), penyepuhan perhiasan yang terbuat dari logam mulia, sebagai katalis
pada industri pembuatan polimer, cat air dan laundry blue (Prussian Blue), dan
sebagainya.Tidak semua senyawa sianida bersifat racun. Senyawa-senyawa yang bersifat
racun adalah senyawa-senyawa yang bisa mendissosiasi (melepaskan) ion sianida bebas dari
senyawanya.

Penggunaan Sianida Dalam Industri Penambangan Emas dan Perak

Sianida memiliki peran yang sangat penting dalam ekstraksi emas berukuran mikro dan nano
dari batuan asalnya. Umumnya jenis sianida yang digunakan dalam proses ekstraksi emas
adalah alkali sianida, yang bisa berupa senyawa NaCN atau KCN.

4 Au (s) + 8 NaCN (l) + O2 (g) + 2 H2O (aq) 4 Na[Au(CN)2] (l) + 4 NaOH (l)
(i)
Atau bisa ditulis dalam bentuk ion dalam persamaan reaksi berikut ini :

4 Au (s) + 8 Na+ + 8 CN + O2 + H2O 8 Na+ + 4 Au(CN)2 + 4 OH


..(ii)

Dari 2 persamaan reaksi (i) dan (ii), logam emas larut oleh ion sianida, membentuk anion
kompleks Au(CN)2. Larutan emas ini selanjutnya diadsorbsi menggunakan adsorbent karbon
aktif atau granular resin anion yang bisa dipisahkan dari lumpur melalui proses penyaringan
partikel kasar.

Disamping NaCN atau KCN, ion kompleks heksasianoferat III Fe(CN)63- juga bisa digunakan
sebagai oksidator dan pelarut emas dalam proses sianidasi.

Senyawa ferri sianida dan ferrosianida memiliki tingkat toksik yang relatif rendah dibanding
senyawa alkali sianida, disebabkan ikatan antara ion besi II dan besi III dan ion sianida yang
jauh lebih kuat. Namun penurunan pH yang terjadi akibat naiknya konsentrasi ion hidrogen
dalam larutan ferri atau ferro sianida dapat melepaskan senyawa hydrogen sianida yang
beracun dari larutannya.

Penggunaan Sianida Dalam Industri Pembuatan Pigmen Warna Prussian Blue


Prussian Blue atau zat kimia Biru Prusia merupakan pigmen biru tua dengan rumus kimia
yang ideal Fe7(CN)18. Namun untuk lebih memahami ikatan kimia dalam senyawa kompleks
nya, Prussian blue dapat juga ditulis dengan rumus kimia Fe4[Fe(CN)6]3xH2O. Nama lain
dari Prussian blue bisa juga disebut Berlin Blue atau biru berlin.

Prussian Blue dibuat dari reaksi kimia antara larutan alkali ferro-sianida dan larutan jenuh
besi III klorida. Kombinasi dari ion ferri yang berasal dari larutan jenuh besi III klorida dan
ion ferro sianida membentuk pigmen warna yang memiliki warna biru tua. Prussian Blue
bersifat non-toksik (tidak beracun) dan justru bisa digunakan sebagai obat. (Kontroversi
keterangan saksi ahli Prof. Beng Beng Ong pada Persidangan Jessica Kumala Wongso).

Prussian Blue digunakan secara luas dalam berbagai bidang. Pengguna terbesar dari pigmen
ini adalah industri cat dan tinta cair, pembiru pakaian putih saat dibilas (laundry blue atau
blau).
Prussian Blue juga digunakan sebagai obat bagi beberapa jenis keracunan logam berat,
misalnya keracunan yang disebabkan oleh logam thalium dan isotop radioaktif cesium. Untuk
pengobatan keracunan, Prussian Blue diberikan secara oral.

III. Cara Pembuatan Sianida

Sianida yang beredar di pasaran umumnya merupakan senyawa natrium sianida, potassium
sianida, calcium cyanamide, ferro sianida, ferri sianida, dan Biru Prusia (Prussian Blue).
Senyawa natrium dan kalium sianida memiliki sifat racun yang sangat kuat. Senyawa kalsium
sianida digunakan sebagai pupuk pertanian, dan memiliki tingkat racun yang relatif tinggi
jika masuk ke tubuh melalui oral. Senyawa kompleks Ferro dan ferri sianida bersifat low
toksik, karena memiliki ikatan kimia antara ion besi dan sianida yang sangat kuat. Adapun
Prussian Blue merupakan senyawa kimia sianida tidak beracun (non-toksik) dan aman
digunakan secara oral.
Pembuatan Hidrogen Sianida

Proses pembuatan asam sianida (HCN) yang paling sering dilakukan menggunakan metode
oksidasi Andrussow, yang diciptakan oleh Leonid Andrussow, dimana metana, amonia, dan
oksigen, yang menggunakan katalis platina, bereaksi pada suhu sekitar 1200 C.

2 CH4 + 2 NH3 + 3 O2 2 HCN + 6 H2O


.(iii)
Energi yang dibutuhkan untuk reaksi ini berasal dari panas yang timbul akibat reaksi oksidasi
parsial metana dan amonia.

Proses pembuatan HCN lainnya adalah proses Degussa (BMA proses) di mana tidak ada
oksigen ditambahkan dan energi harus ditransfer secara tidak langsung melalui dinding
reaktor.

CH4 + NH3 HCN + 3 H2


...(iv)

Asam hidrosianat (HCN) juga bisa diekstrak dari daun, bunga, atau umbi-umbian dari
tanaman beracun yang memiliki cyanohydrins, dengan cara hidrolisis yang diikuti proses
pengasaman dan penyulingan.

Pembuatan Sodium Sianida


Pada awal mulai diproduksinya sodium sianida, system produksi menggunakan proses
Castner-Kellner, yang merupakan reaksi kimia antara natrium amida dan karbon pada suhu
tinggi.
NaNH2 + C NaCN + H2 .(v)

Perkembangan teknologi membuat proses yang menggunakan metode Castner-Kellner


menjadi kuno, dan digantikan oleh proses yang lebih efisien. Saat ini sodium sianida
diproduksi melalui reaksi kimia substitusi antara hidrogen sianida dengan natrium hidroksida:

HCN + NaOH NaCN + H2O ..(vi)

Karena garam ini berasal dari asam lemah dan basa kuat, maka senyawa NaCN mudah
beralih ke HCN pada saat dilakukan hidrolisis. Meskipun pada pH yang tinggi dalam
larutannya, sebagian kecil dari sianida tetap terlepas dan membentuk gas hydrogen sianida
yang berbau seperti almond pahit (tidak semua orang bisa mencium bau khas ini). Sodium
sianida bereaksi cepat dengan asam kuat, melepaskan gas hidrogen sianida yang jumlahnya
sebanding dengan ion hydrogen yang ditambahkan. Gas HCN yang terlepas bersifat sangat
toksik dan dapat menyebabkan kematian.

Sodium sianida juga bisa dihasilkan dari senyawa kalsium sianamida (calcium cyanamide
Ca(CN)2) melalui 2 tahapan reaksi kimia sebagai berikut :

Ca(CN)2 + 2 HX (l) CaX + 2 HCN (l) (vii)


2 HCN (l) + NaOH (l) NaCN (l) + H2O (aq) (viii)
Alkali Sianida juga bisa diproduksi dari proses hidrolisis senyawa cyanohydrins yang
berasal dari tanam-tanaman, yang diikuti beberapa proses lainnya, dan diakhiri melalui
proses stabilisasi menggunakan larutan NaOH atau KOH.

IV. Ciri-Ciri Keracunan Sianida

Keracunan sianida terjadi ketika organisme hidup terkena senyawa yang menghasilkan ion
sianida (CN-) ketika dilarutkan dalam air. senyawa sianida yang beracun umum termasuk gas
hidrogen sianida dan sianida padatan kristal kalium, natrium sianida, dan calcium cyanamide.
Ion sianida menghentikan respirasi sel dengan menghambat enzim sitokrom c oksidase yang
berada di dalam mitokondria.

Keracunan sianida biasanya sulit dideteksi secara visual. Efek dari menelan sianida sangat
mirip dengan efek dari mati lemas, karena sianida menghentikan kemampuan sel-sel tubuh
dalam menggunakan oksigen, suatu zat yang sangat vital untuk kehidupan sel tubuh. Gejala-
gejala keracunan sianida sangat mirip dengan kekurangan oksigen yang dialami ketika hiking
atau mendaki di ketinggian.

Pada dosis yang lebih rendah, kehilangan kesadaran seseorang mungkin didahului oleh
kelemahan umum, pusing, sakit kepala, vertigo, kebingungan, dan kesulitan bernafas. Pada
tahap pertama dari ketidaksadaran, pernapasan seringkali cukup atau bahkan cepat, meskipun
keadaan korban berlangsung menuju koma, kadang disertai edema paru, dan pada akhirnya
menyerang jantung.

Biasanya, konsumsi akut akan memiliki dramatis, onset yang cepat, mempengaruhi jantung
dengan cepat dan dapat menghentikan detak jantung secara tiba-tiba. Keracunan sianida juga
dapat langsung mempengaruhi otak dan menyebabkan kejang atau koma. Jika sianida yang
dihirup menyebabkan koma dengan kejang, apnea, dan serangan jantung, kematian sudah
dalam hitungan detik. Sianida tidak langsung menyebabkan sianosis. Dosis fatal bagi
manusia bisa terjadi mulai dari 1,5 mg / kg berat badan. Berat tubuh sekitar 50 kg mungkin
bisa mengalami kematian jika menelan minimum 75 mg sianida.

Kulit orang yang terkena racun sianida sianida kadang-kadang bisa menjadi sangat merah
muda atau merah ceri, dan berubah menjadi gelap, yang disebabkan oksigen yang tertinggal
di dalam darah dan tidak masuk ke dalam sel. Penderita mungkin juga bernapas sangat cepat
dan memiliki detak jantung sangat cepat atau sangat lambat. Terkadang napas seorang yang
keracunan bisa berbau seperti almond pahit, meskipun ini mungkin sulit dideteksi. Apakah
Mirna Tewas Karena Racun Sianida?

V. Cara Menetralisir Racun Sianida

Sianida bisa dinetralisir menggunakan beberapa jenis senyawa kimia. Pencegahan


pencemaran sianida di perairan bisa dilakukan menggunakan beberapa jenis bahan kimia.
Demikian juga dengan keracunan sianida pada manusia, yang juga bisa disembuhkan
menggunakan beberapa jenis bahan kimia.
Penetralisiran Kontaminasi Sianida di Perairan Yang Tercemar

Perairan yang tercemar oleh sianida bisa dinetralkan menggunakan senyawa-senyawa kimia,
antara lain ; hydrogen peroksida H2O2, besi II sulfat atau besi II klorida, besi II hidroksida,
klorinasi pada pH tinggi, dan menggunakan cahaya ultraviolet dari matahari.

Hidrogen Peroksida
Efek racun dari sianida bisa dikurangi atau dinetralisir menggunakan larutan hydrogen
peroksida (H2O2). Proses ini umumnya dilakukan di industry penambangan emas, yang
menggunakan sianida sebagai pelarut bijih emas. Detoksifikasi menggunakan H2O2 juga
dilakukan pada industri pelapisan emas pada perhiasan emas, dan beberapa industry yang
menggunakan sianida sebagai salah satu bahan kimia dalam proses produksinya. Pada proses
detoksifikasi sianida menggunakan H2O2, sianida bereaksi dengan peroksida menghasilkan
senyawa baru NaOCN yang kurang beracun, dan air.

NaCN + H2O2 NaOCN + H2O .(ix)

Hidrogen peroksida tak bisa digunakan untuk mengobati pasien yang terpapar racun sianida,
karena memiliki karakter reaksi yang bisa membahayakan tubuh manusia.

Pengobatan Penderita Keracunan Sianida

Senyawa sianida tidak menimbulkan efek yang berarti terhadap kulit luar seseorang. Jika pun
terjadi iritasi atau gatal-gatal, hal itu lebih disebabkan oleh senyawa alkali hidroksida (NaOH
atau KOH) yang bercampur bersama alkali sianida. Kulit yang terkena alkali sianida (NaCN
atau KCN) akan terasa licin pada saat basah, yang lama-kelamaan berubah menjadi agak
lengket pada saat kulit yang terkena mendekati kering. Membersihkan bagian kulit yang
terpapar cairan sianida bisa dilakukan menggunakan air yang dikombinasi dengan sabun,
dilanjutkan pembilasan menggunakan air bersih dalam jumlah yang banyak, hingga bagian
kulit yang terkena sudah tak terasa licin dan lengket.
Racun sianida bisa masuk ke dalam tubuh bisa melaui mulut, hidung, dan suntikan ke dalam
darah. Sianida yang masuk bereaksi dengan cepat di dalam darah, dan dalam dosis yang
cukup sangat bisa menimbulkan efek kematian. Hingga kini telah ditemukan beberapa jenis
senyawa kimia yang mampu mengobati keracunan sianida. Senyawa-senyawa kimia tersebut
dijelaskan pada bagian berikut ini.

Nitrite
Pada proses netralisasi racun sianida menggunakan ion nitrit (NO2), nitrit mengoksidasi
sebagian dari senyawa besi dalam hemoglobin, mengubah ion besi II menjadi besi III, yang
mengakibatkan terkonversinya hemoglobin menjadi methemoglobin.
Methemoglobin yang terbentuk selanjutnya bereaksi dengan sianida, membentuk
cyanmethemoglobin. Reaksi ini simultan dengan terlepasnya sianida dari enzim sitokrom
oksidase. Pengobatan dengan nitrit tidak berbahaya karena methemoglobin tidak dapat
membawa oksigen, dan efek methemoglobinemia yang terbentuk bisa diobati menggunakan
biru metilen.

Hydroxocobalamin
Hydroxocobalamin (vitamin B12) bisa digunakan untuk pengobatan penderita keracunan
sianida. Cara kerja dari vitamin B12 adalah reaksi kimia substitusi yang terjadi antara ligand
hydroxo dari hydroxocobalamin dengan ion sianida, membentuk senyawa cyanocobalamin
yang tak beracun, yang juga masih merupakan jenis lain dari vitamin B12.

Thiosulfate
Sodium thiosulfate (Na2S2O3) atau calcium thiosulfate (CaS2O3) bisa digunakan sebagai obat
pada penderita keracunan sianida ringan. Thiosulfate bereaksi dengan sianida, membentuk
senyawa baru thiocyanate (SCN) yang relatif kurang beracun. Penggunaan thiosulfate pada
penderita akut kurang efektif, disebabkan lambatnya laju reaksi antara ion thiosulfate dan
sianida dalam darah. Agar thiosulfate bisa efektif digunakan untuk pengobatan penderita
yang terpapar sianida akut, maka dosis thiosulfate harus ditingkatkan, dan dikombinasikan
secara simultan dengan asupan ion nitrit.

4-Dimethylaminophenol
4-dimethylaminophenol (4-DMAP) bisa digunakan sebagai penangkal untuk racun sianida
dan hidrogen sulfida yang masuk ke dalam tubuh. Zat ini bekerja seperti nitrit dalam
pengobatan keracunan sianida, dimana hasil akhir adalah terbentuknya methemoglobin, yang
selanjutnya berikatan dengan sianida membentuk senyawa cyanmethemoglobin. 4-
dimethylaminophenol cocok digunakan untuk pertolongan darurat terhadap penderita
keracunan berat, karena kemampuan zat ini menghasilkan methemoglobin yang banyak
dalam waktu yang sangat singkat. Pengobatan menggunakan 4-dimethylaminophenol harus
ditindaklanjuti dengan pengobatan menggunakan kombinasi thiosulfate dan cobalamin.

Dicobalt Edetate (Dicobalt EDTA)


Ion kobalt juga dapat mengikat sianida. Saat ini telah diedarkan obat penangkal keracunan
sianida yang berbasis kobalt dengan nama dicobalt edetate atau dicobalt-EDTA, dijual
dengan nama dagang Kelocyanor. Dicobalt EDTA mengikat sianida dalam bentuk senyawa
kobalt sianida. Meskipun dicobalt EDTA bekerja lebih cepat dan kuat dalam menangkal
keracunan sianida, namun kesalahan diagnosa bisa menimbulkan efek yang serius, hal ini
disebabkan sifat kompleks kobalt yang juga beracun. Karena efek samping racun kobalt,
maka penggunaan senyawa ini hanya dianjurkan untuk pengobatan penderita yang
mengalami serangan sianida berat. Terhadap keracunan sianida skala sedang, penggunaan
nitrit dan thiosulfate jauh lebih disukai.

Glukosa
Glukosa cocok digunakan bersamaan dengan pemberian dicobalt EDTA, nitrit, atau obat-obat
penangkal keracunan sianida lainnya. Penggunaan glukosa yang bersamaan dengan dicobalt
EDTA akan mampu menurunkan resiko racun sampingan yang telah ada pada dicobalt EDTA
itu sendiri.

3-Mercaptopyruvate
3-mercaptopyruvate sulfurtransferase (3-MPST) mengkonversi sianida menjadi tiosianat
dalam jaringan tubuh yang jauh lebih luas dibanding enzim rhodanese. 3-MPST
menggunakan katabolit sistein 3-mercaptopyruvate (3-MP). Namun karena ketidakstabilan 3-
MP secara kimia, maka penggunaan 3-MPST dilakukan dalam bentuk senyawa sulfanegen
natrium (2, 5-dihidroksi-1,4-dithiane-2,5-asam dikarboksilat garam disodium), yang
terhidrolisi menjadi 2 molekul 3-MP setelah diberikan secara oral atau parenteral.

Therapy Oksigen
Terapi oksigen bukan merupakan obat sianida, namun hanya membantu fungsi hati dalam
melakukan metabolisme sianida pada dosis yang rendah. Perokok menghirup hidrogen
sianida yang terkandung dalam asapnya, namun dengan bantuan oksigen sianida mampu
dimetabolisme dengan cepat dalam hati, sehingga tak terjadi penumpukan sianida di dalam
hati. Pada penderita keracunan sianida yang berat, penggunaan obat harus diikuti oleh
penggunaan oksigen sebagai pembantu yang mempercepat proses penyembuhan.

Tingkat pengaruh racun sianida terhadap tubuh seseorang bergantung pada beberapa hal
berikut ini :
Berat tubuh seseorang yang terpapar racun. Dalam jumlah yang sama, pengaruh sianida
lebih cepat terjadi pada orang yang memiliki bobot tubuh yang ringan, dibanding orang yang
memiliki bobot tubuh yang lebih berat.
Kondisi kesehatan saat sebelum terpapar racun sianida. Kondisi kesehatan yang baik
membuat daya tahan tubuh yang juga jauh lebih baik. Pada kasus sianida yang masuk
melalui mulut, kondisi asam lambung juga sangat mempengaruhi kecepatan penyebaran
racun sianida di dalam tubuh. Senyawa alkali sianida yang masuk ke lambung akan bereaksi
spontan dengan asam lambung, membentuk gas HCN yang memiliki toksisitas lebih tinggi
dibanding senyawa-senyawa sianida lainnya.
Tubuh seseorang yang baru saja mengkonsumsi penawar sianida semacam thiosulfat,
vitamin B12, atau senyawa-senyawa kimia penawar sianida lainnya, memiliki ketahanan
yang jauh lebih baik terhadap resiko keracunan sianida.
KERACUNAN SIANIDA
OLEH: Harry wahyudhy Utama, S.Ked
BAB I
PENDAHULUAN
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Sianida telah digunakan sejak
ribuan tahun yang lalu. Sianida juga banyak digunakan pada saat perang dunia
pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian dalam
jangka waktu beberapa menit.1
Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal
sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Hidrogen sianida adalah cairan tidak
berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile dan
mudah terbakar. Hidrogen sianida dapat berdifusi baik dengan udara dan bahan
peledak.Hidrogen sianida sangat mudah bercampur dengan air sehingga sering
digunakan. Bentuk lain ialah sodium sianida dan potassium sianida yang berbentuk
serbuk dan berwarna putih.2,3
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap produk yang
biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh bakteri, jamur dan
ganggan. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan
seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat
ditemukan pada beberapa produk sintetik. Sianida banyak digunakan pada industri
terutama dalam pembuatan garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida.
Sianida yang digunakan oleh militer NATO (North American Treaty Organization)
adalah yang jenis cair yaitu asam hidrosianik (HCN).1,3
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari rasa
nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan
mengakibatkan kematian. Penatalaksaan dari korban keracunan ini harus cepat,
karena prognosis dari terapi yang diberikan juga sangat tergantung dari lamanya
kontak dengan zat toksik tersebut.2
Tabel 1. sifat kima, fisika, dan biologi dari sianida
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground,
Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Access on: Nov 29, 2006.
BAB II
ISI
II.1 SEJARAH DAN PENGGUNAAN SIANIDA
Walaupun beberapa substansi yang mengandung sianida telah digunakan sebagai
racun sejak berabad-abad yang lalu, sianida yang sesungguhnya belum dikenal sampai
tahun 1782. Pada saat itu sianida berhasil diidentifikasi oleh ahli kimia yang berasal
dari Swedia, Scheele, yang kemudian meninggal akibat keracunan sianida di dalam
laboratoriumnya.1
II.1.1 Penggunaan Militer
Pada zaman kejayaan kerajaan Romawi, sianida digunakan sebagai senjata. Sianida
sebagai komponen yang sangat mematikan digunakan untuk meracuni angota
keluarga kerajaan dan orang-orang yang dianggap dapat mengganggu keamanan.
Tidak itu saja, Napoleon III mengusulkan untuk menggunakan sianida pada bayonet
pasukannya Selama perang dunia pertama, Perancis menggunakan asam hidrosianik
yang berbentuk gas. Tetapi racun sianida yang berbentuk gas ini mempunyai efek
yang kurang mematikan dibandingkan dengan bentuk cairnya.1
Sementara itu, pihak Jerman sendiri pada waktu itu telah melengkapi pasukannya
dengan masker yang dapat menyaring gas tersebut. Karena kurang efektifnya
penggunaan gas ini, maka pada tahun 1916 Perancis mencoba jenis sianida gas
lainnya yang mempunyai berat molekul yang lebih berat dari udara, lebih mudah
terdispersi dan mempunyai efek kumulatif. Zat yang digunakan adalah Cyanogen
chlorida, yang dibentuk dari potassium sianida. Racun jenis ini sudah cukup efektif
pada konsentrasi yang rendah karena sudah bisa mengiritasi mata dan paru. Pada
konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan paralysis hebat pada sistem pernafasan
dan sistem saraf pusat.1
Dilain pihak, Austria ketika itu juga mengeluarkan gas beracun yang berasal dari
potassium sianida dan bromin. Zat ini kemudian disebut sianogen bromida yang
mempunyai efek iritasi yang sangat kuat pada konjungtiva mata dan pada mukosa
saluran pernafasan. Selama perang dunia ke II, Nazi Jerman menggunakan asam
hidrosianik yang disebut mereka Zyklon B untuk menghabisi ribuan rakyat sipil dan
tentara musuh.1,4
II.1.2 Penggunan Non Militer
Sianida lebih banyak digunakan untuk kepentingan ekonomi daripada kepentingan
militer. Kebanyakn hampir tiap hari kontak dengan sianida. Ratusan bahkan ribuan
ton sianida dibentuk oleh dunia ini tiap harinya. Sianida banyak digunakan untuk
bidang kimia, pembuatan plastik, penyaringan emas dan perak, metalurgi, anti jamur
dan racun tikus. Sementara itu, keracunan sianida paling banyak dilaporkan setelah
memakan singkong dan kacang. Singkong pada beberapa negara yang baru
berkembang masih menjadi makanan utama dan dianggap sebagai biang kerok
tingginya tropical ataxic neuropathy di negara ini.1,5
Pada saat ini, sianida digunakan oleh pemerintah, perusahaan maupun perorangan
untuk bermacam keperluan.
II.2 ASAL PAPARAN
II.2.1 Inhalasi
Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti
plastik akan melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif
dapat ditemukan sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok
aktif ditemukan sekitar 0.17 g/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat
mudah diabsorbsi oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik
sampai menit. Ambang batas minimal hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm,
tetapi angka ini belum dapat memastikan konsentrasi sianida yang berbahaya bagi
orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-saraf sensoris pernafasan juga
sangat terganggu. Berat jenis hidrogen sianida lebih ringan dari udara sehingga lebih
cepat terbang ke angkasa.1,3
Anak-anak yang terpapar hidrogen sianida dengan tingkat yang sama pada orang
dewasa akan terpapar hidrogen sianida yang jauh lebih tinggi.1,3
II.2.2 Mata
Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul
segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus
disebabkan kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit
dan meninggalkan luka bakar.3
II.2.3 Saluran pencernaan
Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke
dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk
muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran
pencernaan.3
II.3 PROSES BIOKIMIA
Walaupun sianida dapat mengikat dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang
mengakibatkan timbulnya kematian atau timbulnya histotoxic anoxia adalah karena
sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom oksidase sehingga akan
mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai akibatnya hanya
dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal. Sianida dapat di
buang melalui beberapa proses tertentu sebelum sianida berhasil masuk kedalam sel.
Proses yang paling berperan disini adalah pembentukan dari cyanomethemoglobin
(CNMetHb), sebagai hasil dari reaksi antara ion sianida (CN) dan MetHb.1,5
Selain itu juga, sianida dapat dibuang dengan adanya:1
Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini adalah asam
nitirit.
Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik seperti
hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam sel.
Terakhir kali, albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan sulfur
untuk mengikat sianida.
Gambar 1. Reaksi detoksifikasi sianida
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground,
Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Access on: Nov 29, 2006.
Sianida dapat dengan mudah menembus dinding sel. Oleh karena itu pihak militer
sering menggunakan racun sianida walaupun secara inhalasi, memakan atau menelan
garam sianida atau senyawa sianogenik lainnya. Karena sianida ini sebenarnya telah
ada di alam walaupun dalam dosis yang rendah, maka tidak heran jika kebanyakan
hewan mempunyai jalur biokimia intrinsik tersendiri untuk mendetoksifikasi ion
sianida ini. Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan
tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai
reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida.1,6
II.4 FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Seseorang dapat terkontaminasi melalui makanan, rokok dan sumber lainnya. Makan
dan minum dari makanan yang mengandung sianida dapat mengganggu kesehatan.
Setelah terpapar, sianida langsung masuk ke dalam pembuluh darah. Jika sianida yang
masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan diubah
menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida
akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam
tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida
menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12.1,3
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di
dalam darah. Pada percobaan terhadap gas HCN pada tikus didapatkan kadar sianida
tertinggi adalah pada paru yang diikuti oleh hati kemudian otak. Sebaliknya, bila
sianida masuk melalui sistem pencernaan maka kadar tertinggi adalah di hati. Sianida
juga mengakibatkan banyak efek pada sistem kardiovaskuler, termasuk peningkatan
resistensi vaskuler dan tekanan darah di dalam otak. Penelitian pada tikus
membuktikan bahwa garam sianida dapat mengakibatkan kematian atau juga
penyembuhan total. Selain itu, pada sianida dalam bentuk inhalasi baru menimbulkan
efek dalam jangka waktu delapan hari. Bila timbul squele sebagai akibat keracunan
sianida maka akan mengakibatkan perubahan pada otak dan hipoksia otak dan
kematian dapat timbul dalam jangka waktu satu tahun.1
II.5 TOKSISITAS
Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida adalah;1
Asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mgmin/m3
Sianogen klorida sekitar 11,000 mgmin/m3.
Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg,
Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg.
II.6 GEJALA KLINIS
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul secara
progresif. Gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung dari;1
Dosis sianida
Banyaknya paparan
Jenis paparan
Tipe komponen dari sianida
Gambar 2. Efek yang ditimbulkan oleh sianida pada beberapa organ tubuh
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground,
Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Access on: Nov 29, 2006.
Sianida dapat menimbulkan banyak gejala pada tubuh, termasuk pada tekanan darah,
penglihatan, paru, saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem
metabolisme. Biasanya penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena
iritasi dan kesulitan bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Gas
sianida sangat berbahaya apabila terpapar dalam konsentrasi tinggi. Hanya dalam
jangka waktu 15 detik tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu
sesorang akan kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea
yang dalam jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung
terhambat karena hipoksia dan berakhir dengan kematian.1,7
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidotum.
Tanda awal dari keracunan sianida adalah;1,7
Hiperpnea sementara,
Nyeri kepala,
Dispnea
Kecemasan
Perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah
Berkeringat banyak, warna kulit kemerahan, tubuh terasa lemah dan vertigo juga
dapat muncul.
Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan terhadap CNS adalah koma dan dilatasi
pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma penekanan pada pusat pernafasan, gagal
nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini tidak spesifik bagi mereka yang
keracunan sianida sehingga menyulitkan penyelidikan apabila penderita tidak
mempunyai riwayat terpapar sianida.1,7
Karena efek racun dari sianida adalah memblok pengambilan dan penggunaan dari
oksigen, maka akan didapatkan rendahnya kadar oksigen dalam jaringan. Pada
pemeriksaan funduskopi akan terlihat warna merah terang pada arteri dan vena retina
karena rendahnya penghantaran oksigen untuk jaringan. Peningkatan kadar oksigen
pada pembuluh darah vena akan mengakibatkan timbulnya warna kulit seperti
cherry-red, tetapi tanda ini tidak selalu ada.1
II.7 PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dari pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya penurunan tekanan partial
oksigen (PO2) dengan adanya asidosis laktat. Pemeriksaan darah dan urin sangat
penting pada mereka yang sering terpapar agen ini. Selain itu juga, pemeriksaan ini
akan menentukan pemberian jenis terapi. Konsentrasi sianida dalam darah sangat
berhubungan dengan gejala klinis yang akan ditimbulkannya.1
Karena sel darah merah banyak mengandung sianida di dalam darahnya, maka
pemeriksaan seluruh komposisi darah sangat diperlukan. Hal ini cukup sulit dilakukan
karena waktu paruh sianida yang pendek sehingga kandungan sianida dalam darah
dengan cepat dapat berkurang. Oleh sebab itu, faktor waktu dan kondisi tempat
penyimpanan sangat penting dalam menentukan hasil pemeriksaan.1,5
Tabel 2. Konsentrasi sianida dalam darah dan gejala yang ditimbulkannya.
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground,
Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Access on: Nov 29, 2006.
II.8 PENGKLASIFIKASIAN
Pengklasifikasian ini berdasarkan kemungkinan seseorang tersebut dapat terpapar;1,8
Diduga : bila seseorang tersebut sangat berpotensi mengalami kontak dengan bahan-
bahan kimia tertentu, tetapi tidak terdapat sumber atau paparan kimia yang nyata.
Mungkin : secara klinis sangat tinggi kemungkinannya untuk terkena zat kimia
(berdasar pada riwayat lama dan lokasi aktifitas orang tersebut).
Dipastikan : Bila ada riwayat terpapar dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan
laboratorium menunjukkan hasil yang positif atau melebihi nilai normal.
II.9 TERAPI
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-
menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida
sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.1,8
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam
ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber, maka sebaiknya tetap berada di dalam ruangan.
Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan, kipas maupun pemanas ruangan
sampai bantuan datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi oleh
sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat dan rapat.
Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air yang
banyak. Jangan gunakan pemutih untuk menghilangkan sianida.
Tindakan pertama adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum seperti
sodium nitrite dan sodium thiosulfat untuk mencegah keracunan yang lebih serius.
Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka harus segera ditatalaksana di rumah sakit
karena bila terlambat dapat berakibat kematian.3
Penggunaan oksigen hiperbarik untuk mereka yang keracunan sianida masih sering
dipakai. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan meningkatkan efek dari
antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme anaerobik dapat diterapi
dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan bila pendertia gelisah
dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam. Perbaikan perfusi jaringan
dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain itu juga, perfusi jaringan
dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberian
antidotum. Obat vasopressor seperti epinefrin bila timbul hipotensi yang tidak
memberi respon setelah diberikan terapi cairan. Berikan obat anti aritmia bila terjadi
gangguan pada detak jantung. Setelah itu berikan sodium bikarbonat untuk
mengoreksi asidosis yang timbul.1,8
Tabel 3. Beberapa jenis antidotum yang biasa dipakai oleh negara-negara
tertentu
Sumber: Baskin SI, Brewer TG. Cyanide Poisoning. Chapter. Pharmacology Division.
Army Medical Research Institute of Chemical Defense, Aberdeen Proving Ground,
Maryland. USA. Available from: www.bordeninstitute.army.mil/cwbw/Ch10.pdf.
Access on: Nov 29, 2006.
Cara kerja obat-obatan diatas adalah dengan menghambat pembentukan ikatan sianida
pada sitokrom oksidase dengan bantuan methemoglobin. Methemoglobin akan
mengikat sianida dan membuangnya dari dalam sel maupun cairan ekstra seluler.
Salah satu keterbatasan mengenai antidotum ini adalah hanya berdasar dari
eksperimen menggunakan hewan. Karena itu cukup sulit untuk menilai
keberhasilannya pada manusia. Selain itu juga, penelitian ini tidak dibuat bila sedang
berada dalam situasi yang besifat emergensi.1
Kesulitan dalam melakukan penelitian mengenai penggunaan antidotum ini
disebabkan karena:1
kecilnya jumlah korban keracunan
fakta bahwa kebanyakan koban keracunan harus mendapatkan terapi segera
Sulitnya untuk mendapatkan hasil analisis darah dan konsentrasi sianida dalam
jaringan
terbatasnya penelitian yang membandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
hewan.
II.10 PENATALAKSANAAN DI LOKASI BENCANA
Pada Zona Kontaminasi (Hot Zone)
Para penolong harus memakai pelindung karena hidrogen sianida adalah zat
berbahaya yang sangat mudah masuk ke dalam. Selain itu juga, tim penyelamat pada
kejadian dengan korban keracunan yang banyak harus sudah terlatih membawa
peralatan yang memadai. Peralatan itu antara lain;
Pelindung pernafasan: tekanan positif, dan membawa oksigen sendiri pada lokasi
dengan tingkat hidrogen sianida yang tidak dapat diperkirakan. Pelindung kulit:
Pakaian yang anti zat kimia yang melindungi kontak langsung hidrogen sianida
dengan kulit. Pada korban yang keracunan sianida, segera cek pernafasan dan
nadinya. Segera bawa korban ke tempat yang bebas racun sianida.1,3,4
Pada Zona Dekontaminasi
Periksa respirasi dan nadi ulang. Bila ternyata pernafasan sangat rendah atau tidak
ada, berikan nafas buatan. Segera berikan oksigen 100% dan antidotum spesifik bila
perlu. Selain itu, segera lepaskan pakaian yang terkontaminasi dan siram kulit dan air
dengan air selama 2-3 menit, setelah itu cuci dengan sabun.
Irigasi dan siram mata yang teriritasi dengan air bersih selama lima menit. Tetap
lakukan irigasi pada mata walaupun sedang dilakukan tindakan lain.
Pada kasus yang tertelan, jangan menyuruh atau membuat korban muntah. Jika
korban tidak sadar, berikan zat karbon misalnya arang sebanyak 60-90 gram. Jika
korban dalam keadaan sadar maak dapat diberikan antidotum dengan segera. Setelah
selesai dilakukan proses dekontaminasi racun maka segera pindahkan ke zona
pendukung.1,4,5
Pada Zona Pendukung
Periksa kembali respirasi dan nadi korban. Selain itu nilai juga tingkat kesadaran
korban. Segera nilai apakah antidotum yang diberikan berhasil menghilangkan gejala-
gejala yang timbul akibat keracunan. Tetap teruskan melakukan irigasi pada kulit dan
mata.1,3
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan. Hidrogen sianida adalah cairan
tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar. Bersifat volatile
dan mudah terbakar .
Sianida ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor, dan makanan seperti
bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan singkong. Selain itu juga dapat ditemukan
pada beberapa produk sintetik
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam; mulai dari
rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar
Korban dapat terpapar sianida secara inhalasi, kontak langsung melalui kulit dan
mata dan dengan menelan atau tertelan sianida.
Jumlah distribusi dari sianida berubah-ubah sesuai dengan kadar zat kimia lainnya di
dalam darah
Konsentrasi sianida dalam darah sangat berhubungan dengan gejala klinis yang akan
ditimbulkannya.
TRANSPORT DAN EFEK SIANIDA TERHADAP TUBUH
OLEH
AGUNG ABADAI K

Latar Belakang
Keracunan akut terjadi lebih dari sejuta kasus dalam setiap tahun, meskipun hanya
sedikit yang fatal. Keracunan tidak akan menjadi fatal jika korban mendapat
perawatan medis yang cepat dan perawatan suportif yang baik. Pengelolaan yang
tepat, baik dan hati-hati pada korban yang keracunan menjadi titik penting dalam
menangani korban.
Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak
(Utama, 2006). Kadar sianida yang tinggi dalam darah dapat menyebabkan efek yang
berbahaya, seperti jari tangan dan kaki lemah, susah berjalan, pandangan yang buram,
ketulian, dan gangguan pada kelenjar gondok.
Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas,
padat ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular, beberapa
ionik, dan ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan
kacang koro. Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga
kacangkacangan lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga
dapat berasal dari rokok, bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan
sumber lainnya, seperti pada sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung
karbon dan nitrogen misalnya plastik yang akan melepaskan sianida. Pada perokok
pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 g/ml dalam darahnya, sementara pada
perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/ml sianida dalam darahnya (Utama, 2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida
akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain
itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang
masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk
mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya dengan vitamin B12
(Utama, 2006).
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi
dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Masuknya sianida ke dalam
tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran
pernafasan, kulit dan mata. Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan
tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan
garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg.min/m3 dan sianogen
klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 (Utama, 2006).
Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul
dalam hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml
(pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat Gejala yang
paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah dan membran
mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala yang ditimbulkan oleh zat
kimia sianida ini bermacam-macam, mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah,
sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila
tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan
tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah
kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan
dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus.
Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal
jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama, 2006).
Melihat kasuskasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya sianida bagi
manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan sianida, untuk
itulah diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida, yang salah satunya
adalah dengan menggunakan antidotum (Meredith, 1993). Dari literatur yang didapat,
antidotum yang dapat digunakan pada keracunan sianida adalah natrium nitrit dan
juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa besar dosis efektifnya dan bagaimana
cara penggunaannya belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan latar belakang di atas
maka dipandang perlu untuk mengetahui dan mempelajari mekanisme transport
sianida dan efek sianida terhadap tubuh.

Secara ringkas klasifikasi keracunan dibedakan sebagai berikut (Purwandari, 2006) :

Menurut cara terjadinya

1. a. Self poisoning

Pada keadaan ini pasien makan obat dengan dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan
bahwa dosis ini tidak membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang hati-
hatian dalam penggunaan. Kasus ini bisa terjadi pada remaja yang ingin coba-coba
menggunakan obat, tanpa disadari bahwa tindakan ini dapat membahayakan dirinya.

1. b. Attempted poisoning

Dalam kasus ini, pasien memang ingin bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau
pasien sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.

1. c. Accidental poisoning

Kondisi ini jelas merupakan suatu kecelakaan tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali.
Kasus ini banyak terjadi pada anak di bawah 5 tahun, karena kebiasaannya memasukkan
segala benda ke dalam mulut.

1. d. Homicidal piosoning

Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni
seseorang.

Menurut waktu terjadinya keracunan

1. Keracunan kronis

Diagnosis keracunan ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan lama sesudah
pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah pemajanan berkali-kali dalam dosis yang
relatif kecil.

1. Keracunan akut

Keracunan jenis ini lebih mudah dipahami, karena biasanya terjadi secara mendadak setelah
makan atau terkena sesuatu. Selain itu keracunan jenis ini biasanya terjadi pada banyak orang
(misal keracunan makanan, dapat mengenai seluruh anggota keluarga atau bahkan seluruh
warga kampung). Pada keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan
sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan keracunan pada sakit
mendadak.

Menurut alat tubuh yang terkena


1. Keracunan digolongkan menurut organ tubuh yang terkena, misal racun pada SSP,
racun jantung, racun hati, racun ginjal dan sebagainya. Suatu organ cenderung
dipengaruhi oleh banyak obat, sebaliknya jarang terdapat obat yang mempengaruhi
/mengenai satu organ saja.

Senyawa Beracun Sianida

Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang
almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik
lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya,
beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile,
sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak (Olson,
2007). Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara
sengaja dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan
pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat
pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah kecil
mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan muntah serta
detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah
rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas
hingga korban meninggal (Utama, 2006).

Takaran atau dosis sianida (Olson 2007 & Meredith 1993) :

a) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg.min/m3, dan
untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.

b) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat berakibat
fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau kesehatan adalah 50
ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3
untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui kulit.

c) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat
berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.

Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh

Jalur masuk sianida atau bahan kimia umumnya ke dalam tubuh berbeda menurut situasi
paparan. Metode kontak dengan racun secara umum melalui cara berikut:

a. Melalui mulut karena tertelan (ingesti).


Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak
sengaja dan orang dewasa terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan
dan mulai mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk

kedalam pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang
masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah
(Henry, 1997).

b. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi).

Racun yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan
hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat
melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut, tenggorokan
dan hidung dan mungkin dapat tertelan. (Henry, 1997).

c. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray.

Orang yang bekerja dengan zatzat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia
tersemprot atau terciprat ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena
pestisida. Kulit merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa
racun dapat masuk melalui kulit (Henry, 1997).

Mekanisme dalam tubuh

Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga
mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung
dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.

Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin
menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang
digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida
mengakibatkan keracunan sianida (Gambar 1). Sianida bergabung dengan methemoglobin
membentuk sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan
dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase,


superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase
merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan
hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak
terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.

Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat
berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan
glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.
Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim
respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam
mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan
hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai
transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal
bebasnya.

Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan
dengan sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang
merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin (Olson,
2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi
aerob. Selama kondisi aerob, ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi
piruvat oleh laktat dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah
memproduksi energi kimia dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel
tubuh.

Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi
proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan
oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA
mitokondria.

Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid
adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam
trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron
dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan
reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat (Meredith, 1993).

Gejala-gejala Keracunan

Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu
pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang
masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang
dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa
kali (Henry, 1997).

Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan
membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi
setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual,
bingung, vertigo, dan hypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi,
bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-
tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari
keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan.
Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan
cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).

Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi,
kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan
lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi
hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith,
1993).

Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan
sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari
oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat
dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda
terang (Meredith, 1993).

Sifat Efek Racun

Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau
tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun
yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan
kembali ke kedudukan semula (2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal,
dan (3) ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan
eliminasi racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1)
kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun akan
menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan terjadinya
penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka
panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh
pemejanan racun dengan takaran besar dalam jangka pendek (Donatus, 1990).

Efek Sianida Bagi Tubuh Dan Pengobatan

Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida dapat mengikat
dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau
timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom
oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai
akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi
kematian yang disebabkan oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang yang bekerja
dalam laboratorium kimia yang memiliki akses dengan potassium atau sodium sianida. Dosis
minimum yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum
sianida.

Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada keadaaan
konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan darah yang
rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok. Tes darah
untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin ketika tingkat sianida
meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau penyimpanan dan waktu
pengumpulannya (Nita dkk, 2005)
Inhalasi

Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan
melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan
sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 g/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru,
gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan
konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-
saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.

Mata

Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul segera
setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan
kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan
luka bakar.

Saluran pencernaan

Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat mudah masuk ke dalam
saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban untuk muntah, karena
sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran pencernaan.

3.2 Antidotum Sianida

Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya, yaitu :
detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik,
pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung

Pembentukan methemoglobin

Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan pada
sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi pada sistem
sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan berikatan dengan ion besi
pada senyawa lain, seperti methemoglobin. Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala
keracunan sianida dapat teratasi. Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian
amil nitrit secara inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira
30% methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah 40%
senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih cepat
(Meredith, 1993).

Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan sianida.Nitrit
menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi nontoksik
sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi pada sianida
daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan methemoglobin daripada
sitokrom oksidase (Meredith, 1993).

Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan komponen
dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida bekerja dalam dua cara, yaitu :
nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat sianida bebas, dan cara yang
kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi.
Inhalasi dari satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5% (Olson,
2007).

b. Detoksifikasi sulfur

Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada keracunan sianida,
sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses
kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin
menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian
diekskresikan melalui ginjal (Meredith, 1993).

Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk yang
lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase. Tidak seperti
nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan secara empiris pada
keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot
yang lebih baik bila dikombinasikan dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).

Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat oleh
rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-merkaptopiruvat
sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi
penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan
penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan. Natrium
tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk
dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak
jelas (Meredith, 1993).

c. Kombinasi langsung

Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan sianida yang sering
digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan kombinasi dengan hidroksobalamin
(Meredith, 1993).

Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin (vitamin


B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian natrium
nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada keracunan sianida akut
selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi
dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993). Hidroksikobalamin
bekerja baik pada celah intravaskular maupun di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini
berlawanan dengan methemoglobin yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular.
Pemberian natrium tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk
mendetoksifikasi keracunan sianida (Meredith, 1993).

Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal sebesar 2.5
gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida. Hidroksikobalamin tidak
menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat
jarang.

Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida. Kobalt-
EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat.
Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA
adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher,
dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat menyebabkan
hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-
EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt
terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan sianida (Meredith, 1993).

Gejala dan Penanganan Keracunan Sianida


Januari 11, 2016 by Dokter Anak Indonesia in Topik Terkini.

Racun sianida digunakan manusia untuk tindakann kriminal pembunuhan atau untuk
bunuh diri. Kasus seorang wanita yang terbunuh setelah minum kopi atau kasus
pembunuhan terkenal dengan sianida adalah terbunuhnya Munir dalam pesawat.
Beberapa sebelumnya Munir sempat minum di tempat transit pesawat. Penggunaan
racun sianida untuk bunuh diri digunakan juga oleh tokoh kontroversial Nazi, Hitler
yang diduga minum kapsul sianida sebelum menembak kepalanya.

Sianida (CN) dikenal sebagai senyawa racun dan mengganggu kesehatan serta mengurangi
bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh.. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan
oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Kadar sianida yang tinggi
dalam darah dapat menyebabkan efek yang berbahaya, seperti jari tangan dan kaki lemah,
susah berjalan, pandangan yang buram, ketulian, dan gangguan pada kelenjar gondok.

Kelompok CN dapat ditemukan dalam banyak senyawa, bisa dalam bentuk gas, padat
ataupun cair, bisa dalam bentuk garam, senyawa kovalen, molekular, beberapa ionik, dan
ada juga yang berbentuk polimerik. Sianida terdapat pada ketela pohon dan kacang koro.
Sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry, ubi, dan keluarga kacangkacangan
lainnya seperti kacang almond. Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok,
bahan kimia yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa
pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen misalnya plastik yang
akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sianida sekitar 0.06 g/ml
dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar 0.17 g/ml sianida dalam
darahnya.
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil maka sianida akan
diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan melalui urin. Selain itu, sianida
akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh
dalam dosis yang besar, tubuh tidak akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat
maupun mengikatnya dengan vitamin B12

Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga
melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya
melewati saluran pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata.
Senyawa sianida yang dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung
tetapi dapat pula dalam bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500
5,000 mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3

Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi oleh paru. Gejala keracunan dapat timbul dalam
hitungan detik sampai menit. Jika gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85
mmol/L) dapat berakibat fatal dalam waktu yang singkat.

Racun sianida dalam kasus pembunuhan biasanya dioleskan pada pinggir gelas, dalam air
minum, botol minum atau disuntikkan ke dalam batu es. Yang perlu dicermati, kontaminasi
sianida tidak hanya terjadi saat zat tersebut masuk lewat mulut. Kebanyakan kasus keracunan
malah terjadi saat gas atau butiran serbuknya terhirup lewat udara. Serbuk sianida ini juga
berbahaya jika menempel pada kulit karena akan segera larut oleh keringat kemudian dapat
terserap masuk ke dalam tubuh melalui kulit.

Bahan kimia beracun didefinisikan sebagai bahan kimia yang dalam jumlah kecil
menimbulkan keracunan pada manusia atau mahluk hidup lainnya. Umumnya zat-zat toksik
masuk lewat pernapasan atau kulit, kemudian beredar ke seluruh tubuh atau ke organ-organ
tertentu. Bahan kimia tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu,
seperti paru-paru, hati, dan lain-lain. Untuk menentukan klasifikasi racun berdasarkan tingkat
daya racunnya ditentukan dengan besarnya LD50 (Lethal Dose 50). LD50 adalah besarnya
dosis racun yang diberikan kepada binatang percobaan yang mengakibatkan (50%) dari
binatang tersebut mati.

Takaran atau dosis sianida:

Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,5005,000 mg.min/m3, dan
untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3.
Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm) dapat
berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup atau
kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah kerja
adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi melalui
kulit.
Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium sianida dapat
berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui kulit.

Manifestasi Gejala

Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk tubuh, lewat
pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen
sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak. Paparan dalam jumlah
kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah, sakit kepala, mual dan
muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam jumlah besar menyebabkan
kejang, tekanan darah rendah, detak jantung melambat, kehilangan kesadaran,
gangguan paru serta gagal napas hingga korban meninggal.
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi pada lidah
dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur.
Gejala yang ditimbulkan oleh zat kimia sianida ini bermacam-macam, mulai dari rasa
nyeri pada kepala, mual muntah, sesak nafas, dada berdebar, selalu berkeringat
sampai korban tidak sadar dan apabila tidak segera ditangani dengan baik akan
mengakibatkan kematian, tetapi gejala dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup
HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung,
vertigo, danhypernoea, yang diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi,
bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus.
Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal
jantung, udem pada paru-paru dan kematian.
Tanda orang mengalami keracunan Sianida dapat kita ketahui dengan mencium
aromanya yang seperti bitter almond-nya. Namun tidak semua manusia bisa
mengetahui aroma dari racun ini. Kemungkinan hanya 20% manusia yang dapat
mengetahui aromanya.

Senyawa Beracun Sianida

Hidrogen sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta
mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering dijumpai di dalam kacang
almond (Nio, 1989). Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik
lainnya) dapat ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya,
beberapa diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal. Acetonitrile,
sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian pada anak-anak.
Keracunan hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja
dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan pembunuhan
ataupun bunuh diri.

Masuknya Senyawa Sianida ke Tubuh

1. Melalui mulut karena tertelan (ingesti). Sebagian keracunan terjadi melalui jalur ini
anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa terkadang
bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai mencapai lambung,
racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam pembuluh darah, semakin
lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang masuk ke pembuluh darah juga
semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin parah.
2. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi). Racun yang
berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan hidung
dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang dapat
melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan dimulut,
tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan.
3. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray. Orang yang bekerja dengan zatzat kimia
seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat ke kulit mereka
atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit merupakan barier yang
melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun dapat masuk melalui kulit.

Mekanisme Gangguan

Sianida bereaksi melalui hubungan dengan atom besi ferri dari sitokrom oksidase sehingga
mencegah pengambilan oksigen untuk pernafasan sel. Sianida tidak dapat disatukan langsung
dengan hemoglobin, tapi dapat disatukan oleh intermediary compound methemoglobin.
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka molekul hemoglobin
menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih dari 50% dapat berpotensi fatal.
Methemoglobinemia yang berlebih dapat dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang
digunakan pada methemoglobinemia, dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida
mengakibatkan keracunan sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk
sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan dengan
methemoglobin yang berwarna coklat.

Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat dehidrogenase,


superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan lain sebagainya. Oksidase
merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen yang ada dalam substrat dengan
hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak
terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan sitokrom lain.

Enzim dehidrogenase berperan sebagai pemindah ion Hidrogen dari substrat satu ke substrat
berikutnya dalam reaksi redoks couple. Contoh lainnyanya ialah penggunaan enzim
dehidrogenase dalam pemindahan electron di membrane dalam mitokondria, siklus Kreb, dan
glikolisis fase anaerob. Enzim ini tidak menggunakan Oksigen sebagai akseptor ion
Hidrogen.

Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom oksidase, metalloenzim
respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya dalam rantai transport elektron dalam
mitokondria, mengubah produk katabolisme glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan
katalis utama yang berperan pada penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan
hipoksida seluler dengan menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai
transport elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang,
oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk. Ion hidrogen
incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan acidemia (Meredith, 1993). Berikut skema
pengmabilan elektron, misalnya hidrogen (electron robbing) dan kerusakan oleh radikal
bebasnya.
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada, mekanismenya yaitu berikatan dengan
sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob. Sianida yang
tidak berikatan akan didetoksifikasi melalui metabolisme menjadi tiosianat yang merupakan
senyawa yang lebih nontoksik yang akan diekskresikan melalui urin. Hiperlaktamia terjadi
pada keracunan sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob,
ketika rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat
dehidrogenase mitokondria. Fungsi utama mitokondria adalah memproduksi energi kimia
dalam bentuk molekul ATP yang akan dipergunakan sel-sel tubuh.

Bila komponen kunci rantai respirasi dalam mitokondria hilang atau rusak maka akan terjadi
proses berkelanjutan yang tidak terkendali. Beberapa sindrom mitokondrial dapat disebabkan
oleh berbagai perubahan tingkat molekuler yang dapat berupa mutasi dan delesi dari DNA
mitokondria.

Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid
adenin dinukleotida (NAD) menjadi NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam
trikarboksilat dengan menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3dalam rantai transport elektron
dihambat oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH, menunjukkan
reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat.

Gejala-gejala Keracunan

Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek dari suatu
pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa banyak racun yang
masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa banyak racun dalam tubuh yang
dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa
kali.

Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi pada lidah dan
membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala dan tanda awal yang terjadi
setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida adalah kecemasan, sakit kepala, mual,
bingung, vertigo, danhypernoea, yang diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi,
bradikardi, dan sinus atau aritmea AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-
tiba dari efek toksik yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari
keracunan sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan
kebingungan. Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan
cepat setelah pemaparan yang berat.

Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma, dan terjadi konvulsi,
kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan
lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat. Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi
hipotensi, aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian.

Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang terjadi dalam keracunan
sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan adanya kandungan yang tinggi dari
oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi dalam keracunan berat, gagal jantung dapat
dicegah. Kadang-kadang sianosis dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda
terang.

Efek Sianida Bagi Tubuh


Sebenarnya asam sianida yang kadang disebut asam biru. Walaupun sianida dapat mengikat
dan menginaktifkan beberapa enzim, tetapi yang mengakibatkan timbulnya kematian atau
timbulnya histotoxic anoxia adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom
oksidase sehingga akan mengakibatkan terhentinya metabolisme sel secara aerobik. Sebagai
akibatnya hanya dalam waktu beberapa menit akan mengganggu transmisi neuronal, tetapi
kematian yang disebabkan oleh sianida jarang ditemukan pada orang-orang yang bekerja
dalam laboratorium kimia yang memiliki akses dengan potassium atau sodium sianida. Dosis
minimum yang dapat menyebabkan kematian berkisar 200 mg dari potasium atau sodum
sianida. Gas hidrogen sianida adalah berada dalam keadaan fatal secara berkala pada
keadaaan konsentrasi atmosfer 270 ppm. Sianida secara normal ditemukan dalam tekanan
darah yang rendah, yaitu 0,016 mg/L bagi yang tidak merokok dan 0,041 mg/L bagi perokok.
Tes darah untuk memeriksa kadar sianida harus dilakukan sesegera mungkin ketika tingkat
sianida meningkat atau menurun tergantung pada metode reserpasi dan atau penyimpanan
dan waktu pengumpulannya

Sisa pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik akan
melepaskan sianida. Rokok juga mengandung sianida, pada perokok pasif dapat ditemukan
sekitar 0.06g/mL sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 g/mL sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorbsi oleh paru,
gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Ambang batas minimal
hydrogen sianida di udara adalah 2-10 ppm, tetapi angka ini belum dapat memastikan
konsentrasi sianida yang berbahaya bagi orang disekitarnya. Selain itu, gangguan dari saraf-
saraf sensoris pernafasan juga sangat terganggu.

Dampak Gangguan Pada Organ Tubuh

1. Mata. Paparan hidrogen sianida dapat menimbulkan iritasi pada mata dan kulit. Muncul
segera setelah paparan atau paling lambat 30 sampai 60 menit. Kebanyakan kasus disebabkan
kecelakaan pada saat bekerja sehingga cairan sianida kontak dengan kulit dan meninggalkan
luka bakar.

2. Saluran pencernaan. Tertelan dari hidrogen sianida sangat fatal. Karena sianida sangat
mudah masuk ke dalam saluran pencernaan. Tidak perlu melakukan atau merangsang korban
untuk muntah, karena sianida sangat cepat berdifusi dengan jaringan dalam saluran
pencernaan.

Sifat Efek Racun

Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun, yakni terbalikkan atau
tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang terbalikkan yaitu :

bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor tertentu telah habis, maka
reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula
efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal
ketoksikan racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan
eliminasi racunnya.

Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu :

kerusakan yang terjadi sifatnya menetap


pemejanan berikutnya dengan racun akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama
sehingga memungkinkan terjadinya penumpukan efek toksik
pemejanan dengan takaran yang sangat kecil dalam jangka panjang akan
menimbulkan efek toksik yang seefektif dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan
racun dengan takaran besar dalam jangka pendek

Penanganan :

Panggil ambulans dan dokter segera


Ungsikan pasien ke udara bersih (kalau sianida yang terhirup berupa gas);
Jika denyut jantung nggak ada, lakukan cardiac massage atau menekan dada kuat2
dan berulang (kayak yg di film2);
Jangan memberikan napas pada korban dari mulut ke mulut atau hidung ke hidung.
Dikhawatirkan si penolong akan ikut terkena racunnya.
Jika sianida tertelan sedangkan korban masih sadar, usahakan korban muntah;
Baringkan pasien dan jaga suhu tubuhnya agar tetap hangat;
Lepas pakaian yang terkena sianida, cuci dengan sabun area yang terkontaminasi,
kemudian basuh dengan air berulang-ulang;
Bila tim kesehatan telah datang, langkah paling awal beri pasien masker oksigen
100%.
Beri antidotum. Antidotum yang dapat digunakan pada keracunan sianida adalah
natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa besar dosis efektifnya
dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui dengan pasti.

Antidotum Sianida

Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan mekanisme aksi utamanya, yaitu :
detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat yang lebih tidak toksik,
pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung

Pembentukan methemoglobin

Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di tempat ikatan


pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus dengan ion besi
pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup besar akan
berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin. Jika produksi
methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi.
Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara inhalasi
dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30%
methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah
40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara lebih
cepat
Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk keracunan
sianida.Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk substansi
nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai afinitas lebih tinggi
pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial menyebabkan
methemoglobin daripada sitokrom oksidase
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi merupakan
komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida bekerja dalam
dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian akan mengikat
sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan detoksifikasi sianida
endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari satu ampul amil nitrit
menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.
Detoksifikasi sulfur. Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang
ditimbulkan pada keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan
menggunakan natrium tiosulfat. Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar
rodanase dapat mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur
endogen biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal.
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida menjadi bentuk
yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase, yaitu rhodanase.
Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan dapat diberikan
secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan uji menunjukkan
kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan dengan
hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya menjadi tiosianat
oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti beta-merkaptopiruvat
sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini memerlukan sumber sulfan sulfur,
tetapi penyedia substansi ini tebatas. Keracunan sianida merupakan proses
mitokondrial dan penyaluran intravena sulfur hanya akan masuk ke mitokondria
secara perlahan. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik nontoksik tetapi
produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat menyebabkan
toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium tiosulfat 12.5 g i.v.
biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas

Kombinasi langsung. Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung
dengan sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan
kombinasi dengan hidroksobalamin.

Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari sianokobalamin


(vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai pencegahan pada pemberian
natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya untuk pengobatan pada keracunan
sianida akut selama lebih dari 40 tahun. Senyawa ini bereaksi langsung dengan
sianida dan tidak bereaksi dengan hemoglobin untuk membentuk methemoglobin
(Meredith, 1993). Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun
di dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin
yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium tiosulfat
meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi keracunan
sianida
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis minimal
sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal sianida.
Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa pasien
dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.
Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk mengikat sianida.
Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida dibandingkan dengan kombinasi
nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida menjadi kobaltisianida. Efek samping
dari dikobalt-EDTA adalah reaksi anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria,
angiodema pada wajah, leher, dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-
EDTA juga dapat menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika
tidak ada sianida saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat
menyebabkan kematian dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh
dari keracunan sianida

Anda mungkin juga menyukai