Anda di halaman 1dari 20

Download Makalah dalam Bentuk Doc

MAKALAH
KEBEBASAN EKONOMI DALAM ISLAM

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


pada Mata Kuliah Filsafat Ekonomi Islam
Dosen Pengampu : Agus Fakhrina, M.S.I

Oleh :

Mohamad Aji Aflakhudin 2013112004


Hadi Widodo 2013113154
M. Khoirurofiq 2013113041
Maemunah 2013113 180
Nur Hikmah 2013113240
Khurul Aina 2013113207

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


JURUSAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
PEKALONGAN
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan kemampuan , sehingga makalah yang berjudul
Kebebasan Ekonomi dalam Islam ini dapat di selesaikan. Shalawat dan salam
semoga senantiasa di limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabatnya,
para keluarganya, dan sekalian umatnya hingga akhir zaman.
Makalah ini merupakan materi yang di sajikan sebagai bahan rujukan
dalam membuat makalah. Makalah ini di harapkan dapat menambah pengetahuan
mahasiswa. Dengan kemampuan yang sangat terbatas, penulis sudah berusaha dan
mencoba mengekplorasi, menyintesiskan dan mengorganisasikan dari beberapa
buku. Namun demikian, apabila dalam makalah ini di jumpai kekurangan dan
kesalahan baik dalam pengetikan maupun isinya, maka penulis dengan senang
hati menerima kritik konstruktif dari pembaca.
Akhirnya, semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat adanya. Amin
ya robbal alamin.

Pekalongan, 09 Oktober 2014


Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Agama dengan ekonomi mempunyai hubungan satu dengan lainnya. Cakupan
agama adalah perilaku manusia dalam semua tahap dan aspeknya. Hal ini
termasuk dalam ekonomi. Telah disebutkan dalam Al-Quran dan juga hadis nabi,
hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Ini menegaskan bahwa konsep dasar
ekonomi telah dijelaskan dalam islam. Dalam islam pula telah diberi kebebasan
dalam melakukan kegiatan ekonomi asal sesuai dengan Al-Quran dan Hadis.
Sejak permulaan islam di Makkah, bahkan sebelum terbentuknya masyarakat
muslim di Madinah, ayat Al-Quran sudah menampilkan pandangan islam
mengenai hubungan antara agama dan keimanan terhadap adanya Allah dan Hari
Kiamat, disatu pihak, dan perilaku ekonomi dam system ekonomi, di pihak lain.
Semua manusia sesenggguhnya memiliki kebebasan dalam menentukan berbagai
pilihan demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka boleh mencari, menggali,
mendapatkan bahkan mengembangkan.
Dengan kebebasan, manusia bisa berkreasi dan melakukan sesuatu yang
produktif, sehingga manusia dapat menjalankan kehidupannya secara
berkelanjutan. Ajaran Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk
melakukan semua itu, tanpa kecuali apakah mereka memiliki kekurangan, baik
fisik maupun ekonomi. Islam memberikan keleluasaan kepada manusia untuk
mendapatkan haknya, terutama lima hak dasar hidupnya, yakni Al-Dien, Al-Aql,
An-Nasl, An-Nafs dan Al-Maal. Dengan terpenuhinya lima hak dasar ini, manusia
telah mendapatkan kebebasan dalam menjalani kehidupannya.

Islam dengan wahyu Allah jelas memberikan keluasan pada manusia untuk
senantiasa berusaha demi pemenuhan kebutuhan hidupnya tersebut. QS al-
Jumuah ayat 10 menyatakan dengan jelas keluasan itu. Disinilah ajaran Islam
melakukan perannya, membimbing manusia (dengan wahyu) untuk melaksanakan
kebebasan yang dikehendaki-Nya, bahkan melakukan pembebasan pada
manusia lainnya atas dasar bahwa semua manusia berhak mendapatkan kebebasan
hidup tadi. Implikasi logis dari konsep kebebasan berekonomi menurut Islam ini
adalah melahirkan unsur kreatifitas dalam diri manusia, sehingga manusia bisa
produktif. Dengan produktif manusia bisa mendapatkan apa yang ia inginkan
untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Secara umum makna kebebasan
dalam ekonomi, dapat melahirkan dua pengertian yang luas, yakni; kreatif dan
kompetitif. Dengan kreatifitas, seseorang bisa mengeluarkan ide-ide, bisa
mengekplorasi dan mengekspresikan potensi yang ada dalam diri dan ekonominya
untuk menghasilkan sesuatu. Sedangkan dengan kemampuan kompetisi,
seseorang boleh berjuang mempertahankan, memperluas dan menambah lebih
banyak apa yang diinginkannya. Dalam ekonomi Islam, makna kebebasan adalah
memperjuangkan apa yang menjadi haknya dan menunaikan apa yang menjadi
kewajibannya sesuai perintah syara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut perlu kiranya merumuskan
masalah sebagai pijakan untuk terfokusnya kajian makalah ini. Adapun
rumusan makalahnya sebagai berikut:
1. Apa pengertian kebebasan ekonomi ?
2. Bagaimana Tanggung jawab dan kebebasan ?
3. Bagaimana Sejarah Kebebasan Ekonomi di Kalangan Umat
Muslim?
4. Bagaimana Kerjasama dalam Islam ?
C. Tujuan
1. Menjelaskan pengertian kebebasan ekonomi
2. Menjelaskan Bagaimana Tanggung jawab dan kebebasan
3. Menjelaskan Bagaimana Sejarah Kebebasan Ekonomi di Kalangan
Umat Muslim
4. Menjelaskan Bagaimana Kerjasama dalam Islam
5. Untuk melengkapi tugas mata kuliah Filsafat ekonomi islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kebebasan Ekonomi dalam Islam


Sebelum kita membahas kebebasan ekonomi dalam islam, terlebih dulu kita
harus mengerti arti kebebasan, ekonomi, dan ekonomi islam itu sendiri.
Kebebasan berasal dari kata dasar bebas yang memiliki beberapa pengertian
seperti lepas sama sekali, lepas dari tuntutan, tidak dikenakan hukuman, tidak
terikat atau terbatas oleh aturan-aturan dan merdeka.
Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang berkaitan
dengan upaya manusia secara perseorangan, kelompok dalam memenuhi
kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada sumber yang terbatas.
Ekonomi Islam adalah sekumpulan dasar-dasar umum eonomic yang disimpulkan
dari Al-Quran dan As-Sunah dan merupakan bangunan perekonomian yang
didirikan atas dasar tersebut sesuai dengan lingkungan dan masanya.
Dalam Al-Quran dan Hadis telah dijelaskan prinsip-prinsip tentang kegiatan
perekonomian yang sesuai untuk setiap saat dan tempat ataupun yang harus
mengikuti perkembangan yang ada. Hal terpenting dalam ekonomi islam adalah
hubungannya dengan agama islam, baik sebagai akidah maupun syariat.
Berdasarkan keterangan tersebut, tidak selayaknya kita mempelajari ekonomi
islam terlepas dari kaidah dan syariat islam karena system ekonomi islam
merupakan bagian dari syariat dan erat hubungannya dengan akidah sebagai dasar.
Hubungan ekonomi islam dengan akidah misalnya dalam pandangan islam kepada
seluruh alam yang dititahkan untuk patuh dan mengabdi kepada manusia, dan
tampak pula dalam masalah halal dan haram. Hubungan ekonomi islam dengan
akidah dan syariat itulah yang menyebabkan kegiatan ekonomi dalam islam
berbeda dengan kegiatan ekonomi menurut sistem-sistem hasil penemuan
manusia, menyebabkan memiliki sifat pengabdian dan cita-cita yang luhur, dan
menyebabkan memiliki pengawasan atas pelaksanaan kegiatan ini dengan
pengawasan sebenarnya. Kebebasan ini didasarkan atas ajaran-ajaran fundamental
Islam, sebagaimana tertuang berikut ini.
a. Tanggung Jawab dan Kebebasan
Prinsip tanggung jawab individu begitu mendasar dalam ajaran-ajaran Islam
sehingga ia ditekankan dalam banyak ayat Al-Qur'an dan dalam banyak Hadits
Nabi. Prinsip tanggung jawab individu ini disebut dalam banyak konteks dan
peristiwa dalam sumber-sumber Islam.

1. Setiap orang akan diadili sendiri-sendiri di Hari Kiamat kelak, dan


bahkan ini pun akan dialami oleh para nabi dan keluarga-keluarga yang
paling mereka cintai sekalipun. Tidak ada satu cara pun bagi seseorang
untuk melenyapkan perbuatan-perbuatan jahatnya kecuali dengan
memohon ampunan Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik (amal salih).

2. Sama sekali tidak ada konsep Dosa Warisan, (dan karena itu) tidak ada
seorang pun bertanggung jawab atas kesalahan-kesalahan orang lain,
dan tidak pembaptisan dan juga tidak ada bangsa pilihan (Tuhan).

3. Setiap individu mempunyai hubungan langsung dengan Allah. Tidak


ada perantara sama sekali. Nabi SAW sendiri hanyalah seorang utusan
(Rasul) atau kendaraan untuk melewatkan petunjuk Allah yang
diwahyukan untuk kepentingan umat manusia. Ampunan harus diminta
secara langsung dari Allah.Tidak ada seorang pun memiliki otoritas
sekecil apa pun untuk memberikan keputusannya atas nama-Nya. Justru
bertentangan dengan semangat ajaran Islam bila (orang)
mengemukakan "pengakuan dosa" kepada seseorang penjabat agama.

4. Setiap individu mempunyai hak penuh untuk berkonsultasi dengan


sumber-sumber Islam (Al-Qur'an dan Sunnah) untuk kepentingannya
sendiri. Dia harus menggunakan hak ini, karena ia merupakan landasan
untuk melaksanakan tanggung jawabnya kepada Allah. Belajar adalah
proses rasional, dan ia tidak dapat diperoleh melalui praktek- praktek
spiritual atau meditasi. Mengajarkan agama adalah prosedur ilmiah
yang tidak berisi harapan agar dia (si pengajar) mendapatkan hak
istimewa atau kekuasaan terhadap orang yang diajarnya.

5. Islam telah sempurna dengan berakhirnya wahyu yang disampaikan


kepada Nabi Muhammad SAW hingga saat wafatnya. Tidak ada
seorang pun dibenarkan menambah, mengurangi atau mengubahnya,
walau hanya satu pernyataan saja. Setiap pemahaman deduktif dari,
penafsiran atau penerapan suatu teks Al-Qur'an atau Sunnah hanyalah
sekedar pemahaman perorangan yang boleh jadi berbeda-beda, dan
tidak ada seorang pun diantara mereka berhak memaksakan berlakunya
pemahamannya itu kepada orang lain. Tanggung jawab Muslim yang
sempurna ini tentu saja didasarkan atas cakupan kebebasan yang luas,
yang dimulai dari kebebasan untuk memilih keyakinan dan berakhir
dengan keputusan yang paling tegas yang perlu diambilnya. Karena
kebebasan itu merupakan kembaran dari tanggung jawab, maka bila
yang disebut belakangan itu semakin ditekankan berarti pada saat yang
sama yang disebut pertama pun mesti mendapatkan tekanan lebih besar.
Kegiatan ekonomi menurut islam bukanlah menciptakan persaingan
yang tidak sehat, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri sendiri
dengan usaha mengumpulkan semua harta kekayaan dunia dan
mencegahnya dari orang lain. Seperti yang terjadi dalam lingkungan
sistem ekonomi penemuan manusia. Akan tetapi cita-citanya adalah
merealisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan keuntungan umum
bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan hak khalifah dan
mematuhi perintah Allah SWT. Konsep ekonomi menurut islam
mengambil suatu kaidah terbaik antara dua pandangan yang
ekstrim(kapitalis dan komunis)dan mencoba untuk membentuk
keseimbangan di antara keduanya. Yang pasti berdasarkan Al-Quran
dan Hadis. Al-Quran dan Sunnah adalah sumber asasi bagi sistem
keuangan islam. Islamisasi keuangan public menjadikan Al-Quran
sebagai sumber pertama, sedangkan perkataan atau perbuatan yang
keluar dari Rosul dianggap sebagai sumber kedua bagi keuangan public
islam, entah itu perkataan atau perbuatan yang muncul dari dirinya
sendiri atau dari sebagian sahabatnya dan ditetapkan Nabi melalui cara
diam, atau tidak mengingkarinya. Selama keuangan publik islam
muncul dari dua sumber mendasar itu yaitu Al-Quran dan Sunnah,
maka seharusnya ia bergerak dalam kerangka ajaran dari kedua sumber
ini, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah dan Rosul-Nya, untuk itu
sumber pendapatan publiknya harus baik, dialokasikan secara benar,
dan dikumpulkan dengan adil.

b. Kerja sama ( corporation )

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan


lebih banyak dalam bentuk kerja sama daripada dalam bentuk kompetisi
(persaingan). Memang, kerja sama adalah tema umum dalam organisasi sosial
islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja
demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan
bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridha
Allah SWT.

Ajaran-ajaran Islam pada umumnya dan terutama ayat-ayat Al-Quran


berulang-ulang menekankan nilai kerja sama dan kerja kolektif. Kerja sama
dengan tujuan beramal saleh adalah perintah Allah yang dinyatakan dalam Al-
Quran. Baik dalam masalah-masalah spritual, urusan-urusan ekonomik atau
kegiatan sosial, Nabi SAW menekankan kerja sama di antara umat muslim
sebagai landasan masyarakat Islam dan merupakan inti penampilannya. Beliau
bersabda :
Kamu melihat orang-orang mukmin, dalam kaitannya dengan rasa cinta timbal-
balik di antara mereka, rasa syukur dan keinginan-keinginannya, merupakan satu
tubuh, sehingga bila salah satu bagian dalam keadaan sakit, seluruh tubuh akan
jatuh sakit merasakan payah dan demam. Ibaratnya jika bagian tubuh sakit maka
bagian lain juga merasakan sakit.1

Kadang-kadang kerja sama memerlukan pendistribusian kembali


penghasilan dan kekayaan. Nabi mendorong tindakan redistribusi dengan sebutan
al-ashariyin. Sehubungan dengan ini, Nabi SAW bersabda yang artinya : ketika
al-ashasyirin mengalami kekurangan makanan dalam peperangan, mereka
mengumpulkan semua yang mereka punyai di suatu tempat dan membagi rata
antar mereka sendiri. Mereka adalah golonganku dan saya adalah mereka.
Untuk memperkuat orientasi sosial di kalangan muslim maka Islam
memeperkenalkan konsep atas kewajiban bersama, dimana tanggung jawab
individu dapat dilakukan oleh individu yang lain. Ini disebut dengan fardhu
kifayah. Konsep ini menekankan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan
dorongan individu untuk berusaha memenuhi kebutuhannya.2

B. Ekonomi Menurut Islam


Kegiatan ekonomi menurut islam bukanlah menciptakan persaingan yang
tidak sehat, monopoli, ataupun sikap mementingkan diri sendiri dengan usaha
mengumpulkan semua harta kekayaan dunia dan mencegahnya dari orang lain.
Seperti yang terjadi dalam lingkungan sistem ekonomi penemuan manusia. Akan
tetapi cita-citanya adalah merealisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan
keuntungan umum bagi seluruh masyarakat disertai niat melaksanakan hak
khalifah dan mematuhi perintah Allah SWT. Konsep ekonomi menurut islam
mengambil suatu kaidah terbaik antara dua pandangan yang ekstrim (kapitalis dan
komunis) dan mencoba untuk membentuk keseimbangan di antara keduanya.
Yang pasti berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Al-Quran dan Sunnah adalah
sumber asasi bagi sistem keuangan islam. Islamisasi keuangan public menjadikan
Al-Quran sebagai sumber pertama, sedangkan perkataan atau perbuatan yang

1
Monzer Kahf, Ph. D., Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1995), hlm.51-58.
2
Drs. Muhammad, M.ag., Ekonomi Mikro: dalam Prespektif Islam (Yogyakarta: BPFE-
YOGYAKARTA, 2004), hlm.377.
keluar dari Rosul dianggap sebagai sumber kedua bagi keuangan public islam,
entah itu perkataan atau perbuatan yang muncul dari dirinya sendiri atau dari
sebagian sahabatnya dan ditetapkan Nabi melalui cara diam, atau tidak
mengingkarinya. Selama keuangan publik islam muncul dari dua sumber
mendasar itu yaitu Al-Quran dan Sunnah, maka seharusnya ia bergerak dalam
kerangka ajaran dari kedua sumber ini, menghalalkan apa yang dihalalkan Allah
dan Rosul-Nya, untuk itu sumber pendapatan publiknya harus baik, dialokasikan
secara benar, dan dikumpulkan dengan adil. Dasar-dasar ekonomi islam:
1. Bertujuan untuk mencapai masyarakat yang sejahtera baik di dunia dan
di akhirat, tercapainya pemuasan optimal berbagai kebutuhan baik
jasmani maupun rohani secara seimbang, baik perorangan maupun
masyarakat. Dan untuk itu alat pemuas dicapai secara optimal dengan
pengorbanan tanpa pemborosan dan kelestarian alam tetap terjaga.
2. Hak milik perorangan diakui sebagai usaha dan kerja secara halal dan
dipergunakan untuk hal-hal yang halal pula.
3. Dilarang menimbun harta benda dan menjadikannya terlantar.
4. Dalam harta benda itu terdapat hak untuk orang miskin yang selalu
meminta, oleh karena itu harus dinafkahkan, sehingga dicapai
pembagian rizki.
5. Pada batas tertentu,hak milik relative tersebut dikenakan zakat.
6. Perniagaan diperkenankan akan tetapi riba dilarang.
7. Tiada perbedaan suku dan keturunan dalam bekerjasama dan yang
menjadi ukuran perbedaan adalah prestasi kerja.

C. Sejarah Kebebasan Ekonomi di Kalangan Umat Muslim


Sepanjang sejarah umat Muslim, kebebasan ekonomi sudah dijamin dengan
berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya. Nabi saw.tidak
bersedia menetapkan harga-harga walaupun pada saat harga itu melambung
tinggi. Ketidaksediaan itu didasarkan atas prinsip tawar-menawar secara suka rela
dalam perdagangan yang tidak memungkinkan pemaksaan cara-cara tertentu agar
penjual menjual barang-barang mereka dengan harga lebih rendah daripada harga
pasar selama perubahan-perubahan itu disebabkan oleh faktor-faktor nyata dalam
permintaan dan penawaran yang tidak dibarengi dengan dorongan-dorongan
monopolik maupun monopsonik. Lebih dari itu, Nabi berusaha sungguh-sungguh
untuk memperkecil kesenjangan informasi di pasar ketika beliau menolak gagasan
untuk menerima para produsen pertanian sebelum mereka sampai di pasar dan
mengetahui benar apa yang ada di sana. Beliau sangat tegas dalam mengatasi
masalah penipuan dan monopoli, sehingga beliau menyamakan keduanya dengan
dosa-dosa paling besar dan kekafiran.
Menurut Ibnu Taimiyah, individu-individu sepenuhnya berhak menyimpan
harta milik mereka, dan tidak ada seorang pun berhak mengambil semua atau
sebagian daripadanya tanpa persetujuan mereka secara bebas,
kecuali dalam hal-hal tertentu di mana mereka diwajibkan melepas hak-
hak tersebut.3
D. Kebebasan Ekonomi Meenurut Islam, Tujuan dan Batas-batasnya
Islam mengakui kebebasan ekonomi, tidak mengingkari atau
mengesampingkannya seperti yang dilakukan oleh ekonomi sosialis, namun tidak
melepaskannya tanpa kendali seperti yang dilakukan ekonomi kapitalis. Sikap
islam sejak semula adalah adil dan lurus. Pada saat islam mengakui kebebasan
ekonomi, ia menentukan ikatan-ikatan, dengan tujuan merealisasikan dua hal:
1. Agar kegiatan ekonomi berdasarkan hukum menurut pandangan Islam.
2. Terjaminnya hak negara dalam ikut campur, baik untuk mengawasi
kegiatan ekonomi terhadap individu-individu maupun untuk mengatur
atau melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak
mampu ditangani oleh individu-individu atau tidak mampu
mengeksploitasinya dengan baik.
Kegiatan Ekonomi harus berdasarkan Syariat Kemerdekaan individu
dalam melaksanakan kegiatan ekonomi terikat oleh kewajiban
menempatkan kegiatan ini diatas hukum menurut pandangan Islam.
Setiap kegiatan ekonomi itu ada hukumnya menurut Islam, kecuali
3
Monzer Kahf, Ph. D., Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 1995), hlm.51-58.
yang telah oleh nash sebagai haram. Demikian itu sesuai dengan kaidah
ushul fiqh muamalah, Segala sesuatu pada asalnya adalah boleh. Seperti
yang dijelaskan dalam firman Allah SWT yang artinya : Dialah Allah,
yang menjadikan segala yang ada di bumi untukmu. Ketentuan-
ketentuan tentang haramnya kegiatan ekonomi lebih sedikit jika
dibandingkan dengan kegiatan ekonomi yang dibolehkan yang
merupakan hukum aslinya kegiatan ekonomi. Orang yang
memperhatikan kegiatan ekonomi yang diharamkan Islam, akan
berkesimpulan bahwa macam-macam yang diharamkan itu benar-benar
menyimpang dari jalan fitrah yang sehat.
Macam-macam kegiatan ekonomi yang diharamkan ini adakalanya
terdiri atas sogokan atau penyalahgunaan pengaruh dan kekuasaan atau
penipuan terhadap sesama manusia atau merampas harta mereka secara
batal atau menghukumi sendiri dalam soal kebutuhan-kebutuhan pokok
hidup mereka maupun menggunakan kesempatan dari kondisi mereka
yang sangat fakir dan membutuhkan. Dalam hal ini Allah berfirman:








29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287];
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain,
sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan
suatu kesatuan.
Dengan mengharamkan cara-cara tersebut di atas dalam kegiatan ekonomi,
Islam mempunyai tiga macam tujuan, yaitu:
1. Mengapa hubungan-hubungan ekonomi manusia agar berdiri di atas
landasan gotong royong saling cinta dan kasih, kejujuran dan keadilan,
sebagai ganti dari saling membenci, perselisihan, penganiayaan,
penipuan dengan segala akibatnya.
2. Menumbuhkan landasan tersebut di atas sebagai ganti dari penggunaan
cara-cara eksploitasi yang menyebabkan manusia memperoleh harta
tanpa jerih payah.
3. Menutup lubang-lubang yang akan menyebabkan terpusatnya kekayaan
pada tangan beberapa individu saja. Cara-cara usaha yang dibolehkan
syariat pada umumnya akan menbawa pada keuntungan yang seimbang
dan logis. Adapun keuntungan-keuntungan yang mencolok dan
kekayaan yang terlampau besar pada umumnya berasal dari cara-cara
usaha yang berdasarkan syariat. Di balik pengharamannya Islam
menerapkan cara-cara semacam ini untuk merealisasikan persesuaian
antara kesempatan-kesempatan dan cara penyelesaian atas faktor-faktor
terpenting, yakni hal yang sering menyebabkan hilangnya
keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.
E. Sejarah Kebebasan Ekonomi di Kalangan Umat Muslim
Sepanjang sejarah umat Muslim, kebebasan ekonomi sudah dijamin
dengan berbagai tradisi masyarakat dan dengan sistem hukumnya. Nabi SAW
tidak bersedia menetapkan harga-harga walaupun pada saat harga-harga itu
membumbung tinggi. Ketidaksediaannya itu didasarkan atas prinsip tawar-
menawar secara sukarela dalam perdagangan yang tidak memungkinkan
pemaksaan cara-cara tertentu agar penjual menjual barang-barang mereka dengan
harga lebih rendah daripada harga pasar selama perubahan-perubahan harga itu
disebabkan oleh faktor-faktor nyata dalam permintaan dan penawaran yang tidak
dibarengi dengan dorongan-dorongan monopolik maupun monopsonik. Lebih dari
itu, Nabi SAW berusaha sungguh-sungguh untuk memperkecil kesenjangan
informasi di pasar ketika beliau menolak gagasan untuk menerima para produsen
pertanian sebelum mereka sampai di pasar dan mengetahui benar apa yang ada di
sana. Beliau sangat tegas dalam mengatasi masalah penipuan dan monopoli
(dalam perdagangan), sehingga beliau menyamakan kedua dengan dosa-dosa
paling besar dan kekafiran.
Setelah Nabi SAW dan selama berabad-abad dalam sejarah Islam, umat
Muslim mempertahankan prinsip kebebasan yang senantiasa dilaksanakan ini.
Konsep pengendalian perilaku moral di pasar itu dilaksanakan oleh Nabi sendiri.
Selama beberapa abad pertama Hijriyyah, sejumlah pakar menulis buku-buku
tentang peranan dan kewajiban-kewajiban pengendali pasar, atau al-Muhtasib itu.
Tema yang terkandung dalam semua tulisan ini adalah pelestarian kebebasan di
pasar dan penghapusan unsur-unsur monopolistik. Prinsip kebebasan tersebut
dipertahankan oleh banyak qd (hakim) Muslim yang bahkan sampai mengancam
sistem hukum itu sendiri dengan mencabut hak untuk ikut campur dalam kasus
monopoli. Hal ini benar-benar telah mendorong Ibnu Taimiyyah menulis
bukunya, Al-Hisbah fi al-lslm, untuk menunjukkan bahwa kebebasan ekonomik
individual harus dibatasi dalam hal-hal serupa itu, bahkan termasuk pembatasan-
pembatasan itu adalah penentuan harga barang-barang dan jasa.
Dengan latar belakang ini, dalam rangka mengemukakan definisi
kebebasan ekonomi yang dimaksudnya, Ibnu Taimiyyah secara meyakinkan dapat
memberikan pernyataan tegas bahwa individu-individu sepenuhnya berhak
menyimpan harta milik mereka, dan tidak ada seorang pun berhak mengambil
semua atau sebagian daripadanya tanpa persetujuan mereka secara bebas, kecuali
dalam hal-hal tertentu di mana mereka diwajibkan melepaskan hak-hak tersebut.
Mauln Abul A'l Maudd menyatakan bahwa dalam pandangan Islam,
individulah yang penting dan bukan komunitas, masyarakat atau bangsa. Dia
berpendapat bahwa individu tidak dimaksudkan untuk melayani masyarakat,
melainkan masyarakatlah yang benar-benar harus melayani individu. Tidak ada
satu komunitas atau bangsa pun bertanggung jawab di depan Allah sebagai
kelompok; setiap anggota masyarakat bertanggung jawab di depan-Nya secara
individual. Alasan yang bebas dan tertinggi dari adanya sistem sosial adalah
kesejahteraan dan kebahagiaan individu, bukan kesejahteraan dan kebahagiaan
masyarakat. Dari sinilah ukuran yang benar dari suatu sistem sosial yang baik
adalah batas yang membantu para anggota masyarakat untuk mengembangkan
kepribadian mereka dan meningkatkan kemampuan personal mereka.
Berdasarkan hal itulah Islam tidak menyetujui ada organisasi sosial dan
rencana kesejahteraan sosial apa pun bila ia menekan individu-individu dan
mengikat mereka begitu kuat dengan otoritas sosial, sehingga kepribadian mereka
yang bebas akan hilang dan sebagian besar diantara mereka menjadi sekedar
mesin atau alat yang berada di tangan orang-orang lain yang berjumlah kecil.
Dalam bukunya, The Economic Enterprise in Islam, M.N. Siddq
menyatakan bahwa Islam memberikan kepercayaan sangat besar kepada
mekanisme pasar. Beberapa implikasi dari doktrin kebebasan ekonomi dalam
Islam tersebut, dalam kaitannya dengan pasar, dapat dibaca dalam pikiran-pikiran
Ibnu Taimiyyah sebagai berikut:

1. orang-orang bebas masuk dan meninggalkan pasar.

2. Tingkat informasi yang cukup mengenai kekuatan-kekuatan pasar dan


barang-barang dagangan (komoditas) adalah perlu. Ibnu Taimiyyah
meneliti beberapa kontrak (perjanjian) di mana salah satu pihak yang
terlibat tidak bertindak sesuai dengan persyaratan ini, sementara dia
memberikan kepada pihak lainnya kesempatan untuk meninjau kembali
kontrak itu. Dia juga menganggapnya sebagai tanggung jawab pemerintah
(al-Muhtasib) untuk memperbaiki situasi tersebut.

3. Unsur-unsur monopolistik harus dilenyapkan dari pasar. Ibnu Taimiyyah


tidak membolehkan berbagai koalisi profesional, baik yang terdiri dari
kelompok-kelompok penjual maupun pembeli. Dia membolehkan al-
Muhtasib untuk ikut campur tangan dan menentukan harga barang-barang
sejenis kapan saja unsur-unsur monopolistik menampilkan diri di pasar.

4. Dalam batas kebebasan ini, dia mengakui berbagai peningkatan


permintaan dan penawaran yang disebabkan oleh harga-harga tersebut. Dia
menyetujui penaikan harga-harga yang disebabkan olehnya, karena
"memaksa orang untuk menjual barang dengan harga yang ditentukan
sama dengan pemaksaan tanpa hak," dan meskipun si penjual seharusnya
tidak dipaksa untuk kehilangan laba tetapi pada saat yang sama dia
seharusnya tidak diperbolehkan merugikan orang lain.

5. Setiap penyimpangan dari pelaksanaan kebebasan ekonomi yang jujur,


seperti sumpah palsu, penimbangan yang tidak tepat, dan niat buruk
dikecam oleh para penulis Muslim, demikian juga memproduksi dan
memperdagangkan barang-barang dagangan (komoditas) yang tercela
karena tidak baik dari alasan-alasan kesehatan ataupun moral sesuai
dengan norma-norma Qur'n, seperti minuman-minuman beralkohol,
minuman-minuman keras, pelacuran dan perjudian.4

4
Muhammad, Qutb Ibrahim. Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi, Keuangan dan
Sistem Administrasi.(Jakarta: Gaung Persada Perss. 2007).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kebebasan Ekonomi dalam Islam diperbolehkan asal sesuai dengan Al-
Quran dam Hadis. Islam tidak melarang persaingan dalam perdagangan, tapi
persaingan itu harus sehat, tidak seperti ekonomi sosialis yang mengatur semua
perekonomian di tangan Negara sehingga persaingan tidak ada. Namun, tidak pula
mempersilakan persaingan sebebas-bebasnya atau dapat dikatakan tanpa campur
tangan pemerintah seperti ekonomi kapitalis. Karena ada hal yang tidak bisa
diatur oleh individu, melainkan harus di atur oleh pemerintah. Cita-cita dari
Ekonomi Islam adalah merealisasikan kekayaan, kesejahteraan hidup, dan
keuntungan umum bagi seluruh manusia. Dalam kebebasan ekonomi dalam Islam,
ditentukan ikatan-ikatan dengan tujuan merealisasikan dua hal:
1. Agar kegiatan ekonomi berdasarkan hukum menurut pandangan Islam.
2. Terjaminnya hak negara dalam ikut campur,baik untuk mengawasi
kegiatan ekonomi terhadap individu-individu maupun untuk mengatur atau
melaksanakan beberapa macam kegiatan ekonomi yang tidak mampu
ditangani oleh individu-individu atau tidak mampu mengeksploitasinya
dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Kahff, Monzer. 1995. Ekonomi Islam: Telaah Analitik terhadap Fungsi Sistem
Ekonomi Islam. Cetakan Pertama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad. 2004. Ekonomi Mikro: dalam Prespektif Islam. Cetakan Pertama.


Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Qutb Ibrahim, Muhammad. 2007. Bagaimana Rasulullah Mengelola Ekonomi,


Keuangan dan Sistem Administrasi. Jakarta: Gaung Persada Perss.

Download Makalah dalam Bentuk Doc

Anda mungkin juga menyukai