Anda di halaman 1dari 6

Kajian Awal Pembuatan Fish Glue dari Limbah Ikan Kakap Merah

Tony Handoko, Henky Muljana, Febriyanti, Budi H. Bisowarno


Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Katolik Parahyangan
Ciumbuleuit 94, Bandung 40141
Telp/Fax. (022)2032700; e-mail: febri_yang@yahoo.com

Abstrak

Indonesia terkenal akan kekayaan sumber perikanannya. Pengolahan ikan-ikan baik di


tempat pelelangan ikan maupun di rumah tangga memiliki banyak sisa yang terbuang, seperti
ekor, kulit, dan tulang ikan. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah ikan yang dilakukan adalah
dengan mengolah limbah perikanan menjadi bahan perekat atau lem, yang disebut dengan fish
glue. Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan yang banyak dikonsumsi masyarakat,
yaitu ikan kakap merah. Fish glue merupakan salah satu aplikasi penggunaan gelatin yang dapat
diperoleh dengan cara mengekstraksi kolagen dari bagian tulang, kulit, dan sirip ikan. Gelatin
didapatkan dengan menghidrolisis kolagen yang merupakan suatu protein sederhana.
Metode yang berhasil menghasilkan fish glue adalah perendaman selama 24 jam
menggunakan asam asetat 5% dan ekstraksi menggunakan air pada temperatur ruang selama 3
jam. Hasil ekstraksi difiltrasi, dan filtrat yang diperoleh merupakan fish glue berwarna putih
kecoklatan dengan viskositas 2000 cP, pH 4,51 , densitas 0,9698 g/mL serta dapat merekatkan
kayu dan kertas.

Kata kunci/Key words: fish glue, kolagen, gelatin, limbah ikan kakap merah.

1. Pendahuluan

Pengolahan ikan-ikan baik di tempat pelelangan ikan maupun di rumah tangga memiliki banyak
sisa yang terbuang, seperti ekor, kulit, dan kepala ikan. Pembuangan limbah ini merupakan masalah yang
muncul di sekitar kita, karena dapat menimbulkan gangguan, baik bau maupun pengaruh yang timbul dari
pembusukan proteinnya. Tumbuhnya jasad-jasad renik (misal: salmonella) dapat menimbulkan penyakit
yang mudah sekali tersebar oleh adanya lalat-lalat yang juga berkembang di sekitar buangan limbah
tersebut. Pada proses penyiapan ikan untuk fillets, sejumlah besar limbah ikan (seperti kepala, tulang,
daging yang terpotong, sirip, ekor, dan isi perut) dibuang. Salah satu alternatif pemanfaatan limbah ikan
yang akan dilakukan adalah dengan mengolah limbah perikanan menjadi bahan perekat atau lem (fish
glue).
Jenis ikan yang digunakan untuk membuat fish glue dalam penelitian ini adalah ikan kakap merah
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat sehari-hari. Ikan kakap merah hidup di daerah tropis maupun
subtropis, yang merupakan species yang sangat toleran terhadap lingkungan sehingga dapat hidup di
tambak bahkan di air tawar. Budidaya kakap sudah dapat dilakukan dengan berhasil, baik pembenihan
maupun pembesarannya. Dengan demikian, kebutuhan benih dapat dipenuhi tanpa ketergantungan pada
alam. Ikan kakap yang dikenal dengan nama dagang snapper, red snapper, maupun blood snapper
biasanya dimanfaatkan dagingnya saja untuk fillet, smoke fish, fish cake, fish sousage maupun sebagai
ikan kaleng, sedangkan limbahnya terbuang begitu saja.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode pengolahan limbah ikan yang tepat untuk
menghasilkan fish glue dengan perolehan dan kualitas semaksimal mungkin, melihat pengaruh pelarut,
temperatur, lama ekstraksi, perbandingan umpan dan pelarut terhadap perolehan dan kualitas fish glue,
serta menganalisis kualitas fish glue yang dihasilkan.
Pembuatan fish glue yang sudah dipasarkan adalah ikan laut dalam. Di Indonesia, telah dilakukan
penelitian untuk membuat fish glue dari ikan pari, ikan hiu, dan ekstraksi gelatin dari ikan tuna melalui
proses asam. Proses pembuatan fish glue secara umum meliputi pencucian, perendaman, ekstraksi, filtrasi,
dan evaporasi (pemekatan). Pengekstraksian gelatin dari kulit ikan tuna melalui proses perendaman,
sedangkan pembuatan fish glue dari ikan pari tidak melalui tahap perendaman. Fish glue terbaik yang
dibuat dari tulang ikan pari adalah lem yang dihasilkan dengan penambahan asam asetat 5% dan direbus
selama 4 jam. Pembuatan gelatin dari kulit tuna sebaiknya menggunakan asam asetat sebagai larutan
perendaman selama 24 jam dan pengekstraksian dengan air selama 3 jam dengan suhu ekstraksi 60oC.
2. Metodologi
Percobaan pada penelitian ini dilakukan sebanyak 11 tempuhan. Tempuhan 1 hingga tempuhan 4
merupakan percobaan untuk menentukan waktu kesetimbangan, sedangkan tempuhan 5 hingga tempuhan
11 merupakan percobaan untuk menentukan metode pembuatan fish glue yang tepat. Variasi yang
dilakukan adalah temperatur, pelarut perendaman, pelarut ekstraksi, lama ekstraksi, lama evaporasi, dan
temperatur evaporasi.
Tahapan-tahapan yang dilakukan pada pembuatan fish glue di penelitian ini meliputi lima tahap,
yaitu: pencucian, perendaman, ekstraksi, filtrasi, dan evaporasi. Tahap pencucian berguna untuk
menghilangkan sepihan daging, darah, dan kotoran lain agar fish glue yang dihasilkan tidak kotor dan
berfungsi untuk menurunkan kadar lemak karena lemak dapat menutupi permukaan (pori-pori) tulang
ekstraksi kolagen terhalang. Pencucian ini dilakukan menggunakan air dingin. Tahap perendaman
menggunakan larutan asam berfungsi untuk menghilangkan kalsium phosphat, karbonat, dan mineral-
mineral tulang lain agar tulang menjadi lunak. Selain itu, tahap perendaman juga berfungsi untuk
mempermudah terurainya struktur rantai molekul kolagen sehingga dapat larut ke dalam pelarut, dan
sebagai pengawet yang dapat memperpanjang umur simpan lem.
Tahap utama dalam pembuatan fish glue adalah tahap ekstraksi yang berfungsi untuk menarik
kolagen keluar dari limbah ikan sekaligus menghidrolisis kolagen menjadi gelatin. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut: C102H149O38N31 + H2O C102H151O39N31
(kolagen) (gelatin)
Setelah diekstraksi, gelatin yang terbentuk akan difiltrasi untuk memisahkan gelatin dan padatan, lalu
dievaporasi untuk memekatkan gelatin. Evaporasi dilakukan hingga total padatan 50%, ditandai dengan
larutan yang dihasilkan mengalir seperti susu kental. Namun, untuk tempuhan 1 hingga 10 setelah
dievaporasi selama 12 jam, gelatin yang dihasilkan masih sangat encer. Maka evaporasi hanya dilakukan
hingga sifat-sifat fisik gelatin (pH, densitas, viskositas) konstan.
Hasil pada tempuhan 1 hingga tempuhan 10 yang diperoleh dari penelitian ini hanya berupa gelatin,
sedangkan pada tempuhan 11 berupa fish glue. Gelatin tersusun dari dua substansi, yaitu gluten yang
memberikan sifat adhesif (daya rekat) pada gelatin dan chondrin yang memberikan sifat gel. Metode
percobaan pada penelitian dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Metode Percobaan

Pelarut Ekstraksi Evaporasi


Tempuhan F:S
Perendaman Pelarut T (C) Lama Lama T (C) Tekanan
1 1:1 asam asetat 5% (v/v) asam asetat 5% 40 *** ### 35 vakum
2 1:2 asam asetat 5% (v/v) asam asetat 5% 40 *** ### 35 vakum
3 1:3 asam asetat 5% (v/v) asam asetat 5% 40 *** ### 35 vakum
4 1:1 - asam asetat 5% 40 *** ### 70 vakum
5 1:1 asam asetat 5% (v/v) - - - ### 70 vakum
6 1:4 asam asetat pH 3 asam asetat pH 3 70 3 jam 24 jam 50 ruang
7 1:4 asam asetat 10% (v/v) asam asetat 10% 70 3 jam 24 jam 50 ruang
8 1:2 asam asetat 5% (v/v) air 90 3 jam 24 jam 50 ruang
9 1:3 asam asetat 5% (v/v) air 90 3 jam 24 jam 50 ruang
10 1:1 asam asetat 5% (v/v) air 25 3 jam 24 jam 50 ruang
11 1:1 asam asetat 5% (v/v) air 25 3 jam - - -

Keterangan:
*** hingga massa gelatin konstan
### hingga sifat fisik (densitas, viskositas, pH) gelatin konstan

Analisis yang dilakukan pada penelitian ini meliputi:


1. Analisis densitas
Analisis densitas fish glue menggunakan piknometer, diukur pada temperatur 20C.
Sebelumnya, piknometer dikalibrasi terlebih dahulu untuk mengetahui volume piknometer.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
massa air = massa ( piknometer + air ) massa piknometer kosong ..................(1)
massa air
volume piknometer = volume air = ......................(2)
densitas air pada Truang
massa gelatin = massa ( piknometer + gelatin ) massa piknometer kosong .........................(3)
massa gelatin
_ gelatin ( fish glue ) = ..........................................................................................(4)
volume piknometer
2. Analisis viskositas
Viskositas fish glue diukur menggunakan viskotester VT-04E. Viskotester VT-04E digunakan
untuk mengukur zat zat yang mempunyai kekentalan tinggi. Viskositasnya diukur pada temperatur
20C agar dapat dibandingkan dengan standar fish glue yang ada.
3. Analisis pH
Analisis pH fish glue diukur menggunakan pHmeter Mettler Toledo. Semakin kecil pH, lem
yang dihasilkan semakin tahan lama karena lem dengan kandungan asam tinggi hanya menyerap
sedikit air.
4. Analisis keteguhan rekat
Uji keteguhan rekat lem dilakukan dengan mengoleskan lem pada permukaan kertas, kayu,
dan kaca. Setelah dioleskan, material yang dilekatkan, dilepaskan kembali dan diamati apakah
mengalami kerusakan.
5. Analisis kadar protein
Analisis kadar protein dimaksudkan untuk mengetahui apakah di dalam larutan terkandung
gelatin dan seberapa banyak gelatin yang dihasilkan. Analisisnya menggunakan analisis kadar protein
karena kolagen termasuk protein sederhana (scleroproteins). Metode yang digunakan untuk
menganalisis kadar protein adalah metode Lowry.

3. Hasil dan Diskusi


Waktu kesetimbangan adalah waktu yang diperlukan hingga sejumlah maksimal kolagen
terhidrolisis menjadi gelatin pada tahap ekstraksi (pengadukan)waktu yang diperlukan untuk mengekstrak
sejumlah maksimal kolagen. Pada grafik, waktu kesetimbangan ditandai dengan garis lurus (massa gelatin
konstan). Pada tempuhan 1 hingga tempuhan 3 yang memvariasikan F:S, waktu kesetimbangan tidak
dapat ditentukan karena terdapat beberapa kali garis lurus. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa alasan,
yaitu:
1. Pengekstraksian yang dilakukan terlalu lama.
Pemanasan pada temperatur yang lebih tinggi dari 70C dan pemanasan yang lama akan
menghidrolisis gelatin dan menyebabkan daya gelling menghilang. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut[33]:
C102H151N31O39 + 2H2O C55H85N17O22 + C47H70N14O19
Gelatin semiglutin hemicollin
Temperatur ekstraksi pada tempuhan 1 hingga tempuhan 3 adalah 40C (lebih rendah daripada
70C), tetapi ekstraksinya memakan waktu yang lama. Sifat gelling berkurang karena gelatin yang
terbentuk akan terhidrolisis menjadi semiglutin dan hemicolin, terlihat dari larutan ekstraksi semakin
lama semakin encer.
2. Penentuan waktu kesetimbangan untuk tempuhan 1 hingga tempuhan 3 menggunakan pengukuran
massa merupakan cara yang kurang akurat.
Pengambilan sampel sebanyak 10 mL diukur menggunakan gelas ukur yang kurang teliti karena
pengambilan sampel melalui alat yang lebih teliti, seperti pipet volume dan pipet ukur tidak
memungkinkan. Gelatin yang terbentuk pada awal ekstraksi cukup viscous sehingga akan
menyumbat pipet.
3. Pengambilan sampel tidak homogen.
Pengambilan sampel dilakukan di titik-titik dalam reaktor yang tidak sama. Kehomogenan gelatin di
dalam reaktor untuk semua titik tidak sama.
4. Saat perendaman juga telah terjadi pengekstraksian, namun berjalan sangat lambat. Saat
perendaman, kolagen juga sekaligus terhidrolisis menjadi gelatin. Ini merupakan hal yang tidak
diinginkan karena mungkin saja waktu kesetimbangan telah tercapai saat perendaman.
Penentuan waktu kesetimbangan pada tempuhan 4 dilakukan dengan menghilangkan tahap
perendaman dan temperatur evaporasi dinaikkan menjadi 70C pada tekanan vakum untuk mempercepat
evaporasi. Waktu kesetimbangan untuk tempuhan 4 juga tidak dapat ditentukan karena mineral-mineral
tulang selain kolagen tidak dihilangkan melalui perendaman dengan asam asetat sehingga ikut dalam
proses ekstraksi. Massa sampel yang terukur bukan hanya massa gelatin, dan sulit untuk mencapai
keadaan setimbang.
Tahap pengadukan pada tempuhan 5 dihilangkan, namun hanya gelatin di sekitar tulang yang
dapat digunakan untuk mengelem. Hasil perekatan gelatin ini hanya bertahan selama tiga hari. Tempuhan
6 menggunakan prosedur yang sama dengan ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna. Pelarut yang digunakan
adalah asam asetat pH 3 yang lebih pekat dibandingkan asam asetat 5%. Gelatin yang dihasilkan sebagian
besar adalah chondrin yang tidak memiliki daya adhesif. Untuk tempuhan selanjutnya digunakan pelarut
asam asetat 10% yang lebih pekat daripada asam asetat 5% agar driving force lebih besar sehingga
kolagen yang terekstrak dapat lebih banyak. Ternyata, bukan hanya kolagen yang terekstrak, melainkan
juga lemak yang terdapat di dalam tulang, sehingga gelatin yang dihasilkan berminyak dan tidak memiliki
daya rekat.
Pada tempuhan-tempuhan selanjutnya digunakan pelarut perendaman asam asetat 5% dan air yang
lebih polar daripada asam asetat sebagai pelarut pengekstrak agar dapat melarutkan kolagen lebih banyak.
Pada tempuhan 8 dan 9 yang menggunakan temperatur evaporasi 90C terbentuk dua fasa, yaitu fasa cair
dan fasa padatan. Dari hasil analisis Lowry, fasa padatan memiliki kadar protein yang lebih tinggi
daripada fasa cair. Berarti, fasa padatan yang dihasilkan merupakan gelatin. Namun, fasa padatan untuk
kedua tempuhan ini tidak memiliki daya adhesif. Pengekstraksian pada tempuhan 10 dicoba pada
temperatur penyusutan kolagen ikan kakap merah, yaitu sekitar 25C. Ekstrak yang dihasilkan dapat
digunakan untuk mengelem, namun hasil evaporasinya rusak, ditandai dengan munculnya gumpalan-
gumpalan putih yang tidak memiliki daya adhesif. Penampakan ekstrak dan hasil evaporasi tempuhan 10
dapat diamati dari Gambar 1.

Gambar 1 Ekstrak (kiri) dan Hasil Evaporasi (kanan) Tempuhan 10


Tahap evaporasi pada tempuhan 11 dihilangkan. Gelatin yang didapatkan merupakan fish glue dan
memiliki total padatan 50%. Perbandingan sifat fisik fish glue percobaan dengan fish glue dapat dilihat
dari Tabel 2.
Tabel 2 Perbandingan Fish Glue Penelitian dengan Fish Glue Standar
Sifat Fisik Standar TEMPUHAN 11
Warna Jernih, kuning muda Putih kecoklatan
pH 4,6 - 5,4 4,51
Densitas (20C) 1,17 g/mL 0,9698 g/mL
Viskositas (20C) 6000 - 8000 cP 2000 cP
Variabel-variabel percobaan hampir tidak mempengaruhi densitas, terlihat dari grafik yang relatif
konstan. Hanya tempuhan 11 yang densitasnya berbeda dari tempuhan lain karena pemakaian alat ukur
yang berbeda. Tempuhan 11 diukur menggunakan gelas kimia, sedangkan tempuhan-tempuhan
sebelumnya menggunakan piknometer. Analisis densitas dapat dilihat dari Gambar 2.
A na lis is Dens ita s

1.2
densitas (g/mL)

1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
Standar 3 6 9
tempuhan

Gambar 2 Analisis Densitas


Analisis pH hanya tempuhan 6 yang menggunakan metode yang sama dengan ekstraksi gelatin
dari kulit ikan tuna yang memenuhi standar. Hasil analisis pH untuk semua tempuhan dapat dilihat dari
Gambar 3.
Ana l i s i s pH

5
4
3

pH
2
1
0
Standar 3 6 9
tempuhan

Gambar 3 Analisis pH
Viskositas () gelatin yang mendekati standar hanya pada tempuhan terakhir, sedangkan
tempuhan-tempuhan lain jauh sekali dari standar karena penggunaan temperatur yang tinggi sehingga
gelatin terurai menjadi semiglutin dan hemicollin yang encer. Analisis protein menggunakan metode
Lowry memperlihatkan bahwa kadar protein pada ekstrak jauh lebih tinggi daripada pelarut yang
digunakan untuk perendaman. Hal ini menunjukkan bahwa kolagen yang tertarik saat ekstraksi jauh lebih
banyak.

4. Kesimpulan

1. Fish glue tidak hanya dapat dibuat dari limbah ikan laut dalam. Limbah ikan kakap merah yang
merupakan ikan yang biasa dikonsumsi sehari-hari juga dapat dibuat menjadi fish glue.
2. Metode untuk menarik kolagen dari tulang, kulit, dan sirip ikan kakap merah adalah ekstraksi padat
cair (leaching) selama 3 jam.
3. Tahap-tahap yang digunakan untuk membuat fish glue dari limbah ikan kakap merah adalah
perendaman dengan asam asetat 5% (v/v) selama 24 jam pada temperatur ruang, pembilasan dengan
air, ekstraksi pada temperatur ruang menggunakan air, dan F:S = 1:1.
4. Ekstraksi pada temperatur lebih tinggi dari 25C dan lama menyebabkan gelatin kehilangan sifat
adhesifnya sehingga tidak dapat digunakan untuk mengelem.
5. Fish glue yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengelem kertas dengan baik (semua permukaan
perekatan rusak) dan kayu dengan cukup baik (merekat tetapi tidak merusak permukaan kayu).

NOTASI
densitas [kg/m3]
viskositas [Pa.s]

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, Chondrin. http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=chondrin
2. Anonymous. (1992), Citric Acid, McGraw-Hill Encyclopedia of Science and Technology 7th
Edition Volume 3, USA.
3. Anonymous. (November 2003), Citric Acid, http://en2.wikipedia.org/wiki/Citric_acid.
4. Anonymous, Collagen, http://www.wikipedia.org/wiki/Collagen. .
5. Anonymous, Fish Gelatin, http://www.norlandprod.com/techrpts/fishgelrpt.html
6. Anonymous. 63550 Fish Glue, http://www.kremerpigmente.de/intl.catalog/63550e.htm
7. Anonymous, Gelatin. http://www.lsbu.ac.uk/water/hygel.html.
8. Anonymous. Gelatin and Protein Digestion (Activity IV) ,
http://ep.llnl.gov/msds/TechPrep/Activity-IV.
9. Anonymous, Gluten. http://www.hyperdictionary.com/search.aspx?define=gluten.
10. Anonymous, Handbook of Separation Techniques for Chemical Engineers Third Edition, halaman
5-3.
11. Anonymous, Highgel. http://www.kggelatin.co.kr/m_product.htm.
12. Anonymous. (Januari 2001), Lem, http://www.indomedia.com/intisari/2001/jan/usas.htm
13. Anonymous. (2001), Physicochemical Properties of Gelatin, http://www.cda-gelatin.com/glutin-
e.htm.
14. Anonymous, Physical Properties of Liquids, http://www.trimen.pl/witek/ciecze/old_liquids.html.
15. Anonymous, Red Snapper Conservation Associationhttp://www.rsca.org/
16. Anonymous. (Agustus 2003), Safety (MSDS) Data For Acetic Acid,
http://physchem.ox.ac.uk/MSDS/AC/acetic_acid.html.
17. Anonymous, http://www.confex2.com/store/items/ift/jfs66-0213.htm.
18. Djajadiredja, R., dkk. (1990), Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Air Tawar, Direktorat
Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.
19. Edwards, Patrick W. (November 2001). What is Gluten (gliaden protein)?. Journal Of The Society
Of American Period Furniture Makers. http://www.juliemay.getdh.net/gluten.html
20. Fennema, O. R. (1996), Food Chemistry Third Edition, New York: Marcel Dekker, Inc.
21. Firth, Frank E. (editor), (1969), The Encyclopedia of Marine Resources, hal 229, van Nostrand
Reinhold Company, New York.
22. George T. Austin. (1984), Shreves Chemical Process Industries Fifth Edition, Singapore:
McGraw-Hill, Inc.
23. Husen Pelu, dkk. (1998), Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna Melalui Proses Asam, Jurnal
Penelitian Perikanan Indonesia Vol IV No.2, Departemen Pertanian Jakarta, hal 66-72.
24. Mohammad Saleh, dkk. (1998), Ekstraksi Lem Ikan dari Tulang Ikan Pari, Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia Vol I No.2, Departemen Pertanian Jakarta, hal 28-38.
25. Othmer Kirk. (1996), Encyclopedia of Chemical Technology, USA: John Wiley and Sons.
26. Pardjoko. (2001), Ikan Kakap Merah: Sumber Daya Hayati Laut Yang Diekspor,
http://rudyct.tripod.com/sem1_012/pardjoko.htm
27. Richardson, M.L. (editor), (1992), The Dictionary of Substances and Their Effects Volume 1 (A-B),
England: Royal Society of Chemistry.
28. Satas, D., Tracton, Arthur A. (2001), Coatings Technology Handbook 2nd Ed, Revised and
Expanded, New York: Marcel Dekker, Inc.
29. Singgih Wibowo & Heru Susanto. (1995), Sumber Daya & Pemanfaatan Hiu, Jakarta: PT Penebar
Swadaya, hal 144-148.

Anda mungkin juga menyukai