Anda di halaman 1dari 12

Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

MODUL II : KARAKTERISTIK HASIL PERIKANAN Kelompok : 6


DAN PRODUK PERIKANAN YANG MENGANDUNG
CEMARAN BAHAN KIMIA DAN UJI CEMARAN Tgl : 10 November
BAHAN KIMIA
2021
TOPIK II : UJI KADAR FORMALIN PADA HASIL
PERIKANAN DAN PRODUK OLAHAN HASIL PERIKANAN
SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF

Nama : Luthfia Rizka Amalia NIM: 26060120140070 Tanda tangan:

Pengantar Teori Praktikum

Pemakaian formaldehid pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh


manusia, dengan gejala sebagai berikut : sukar menelan, mual sakit perut yang akut disertai
muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran
darah. Formalin berekasi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran
pernapasan. Formalin pada dosis rendah dapat menyebabkan sakit perut akut disertai muntah-
muntah, timbulnya depresi susunan syraf, serta kegagalan peredaran darah. Pada dosis tinggi,
formalin dapat menyebabkan kejang-kejang, kencing darah, tidak bisa kencing serta muntah
darah, dan akhirnya menyebabkan kematian.
Berdasarkan beberapa penelitian disimpulkan bahwa formalin tergolong sebagai
karsinogen, yaitu senyawa yang dapat menyebabkan timbulnya kanker. Kesepakatan umum
dikalangan para ahli pangan bahwa semua bahan yang terbukti bersifat karsinogenik tidak
boleh digunakan dalam makanan maupun minuman. Pada beberapa ikan yang ditangkap
nelayan dan juga produk perikanan di temukan beberapa ikan dan produk perikanan yang
mengandung formalin dengan kadar yang berbeda.

Tujuan

Setelah menyelesaikan mata acara praktikum ini, mahasiswa mampu melakukan dengan benar:
a. teknik pengujian kadar formalin pada ikan dan produk perikanan secara kualitatif
b. teknik pengujian kadar formalin pada ikan dan produk perikanan secara kuantitatif

Kompetensi

Setelah menyelesaikan praktikum topik ini mahasiswa mampu melakukan teknik


pengujian kadar formalin pada ikan dan produk perikanan baik secara kualitatif maupun secara
kuanitatif.

Prosedur Kerja
a. Bahan
i. Ikan
o Ikan segar berformalin (100 g per 5 praktikan)
o Ikan kukus berformalin (100 g per 5 praktikan)
o Ikan sampling (100 g per 5 praktikan)

ii. Bahan kimia


o H2SO4 encer (200 mL per 5 praktikan)
o Reagen schiffs (berisi 0.2 g Fuchsin dan 120 mL aquadest yang dipanaskan
sampai larut, di tambah Na bisulfit 10 % sampai tidak berwarna) (25 mL per 5
praktikan)
o Pereaksi Nash (dibuat dari: 1 g Ammonium asetat (CH 3COONH4), 0,2 mL asam
asetat (CH3COOH) dan 0,3 mL asetil aseton (C 5H4O5) yang dilarutkan dalam
aquades pada labu takar sampai volume 100 mL) (50 mL per 5 praktikan).

b. Alat
 Beaker Glass 50 mL (1 buah per 5 praktikan)
 Tabung reaksi (3 buah per 5 praktikan)
 Kertas saring (5 potong per 5 praktikan)
 Erlenmeyer 250 mL (1 buah per 5 praktikan)
 Pipet tetes (3 buah per 5 praktikan)
 Pisau (5 buah per 5 praktikan)
 Spektrofotometer (1 buah per 5 praktikan)
 Cuvet (2 buah per 5 praktikan)
 Penangas & kaki tiga (1 buah per 5 praktikan)
 Homogenizer (1 buah per 5 praktikan)
 Lembar penilaian organoleptik (5 buah per 5 praktikan, @2 lembar)

c. Metode

i. Pemeriksaan kandungan formalin secara kualitatif


a. Siapkan hasil perikanan dan produk perikanan (sesuai dengan yang Anda sampling)
yang akan diuji kadar formalinnya.
b. Lakukan uji organoleptik dan uji deskrispi pada hasil perikanan dan produk perikanan
yang akan diuji kadar formalin. Uji oganoleptik dan uji deskripsi dilakukan dengan
menggunakan penilaian organoleptik ikan asin berdasarkan SNI yang berlaku.
c. Ambillah masing-masing sebanyak 50 g dari setiap jenis hasil perikanan dan produk
perikanan. Potonglah kecil-kecil / haluskan.
d. Potongan ikan dicampurkan dengan aquadest dengan perbandingan 1:3 kemudian
campuran tersebut homogenkan dengan menggunakan homogenizer sampai homogen
(± 2 menit)
e. Saringlah larutan yang sudah homogen dengan menggunakan kertas saring kemudian
masukkan ke dalam erlenmeyer untuk diendapkan.
f. Masukkanlah larutan sampel sebanyak 5 mL dan H 2SO4 encer sebanyak 2 mL dan
reagen shiffs sebayak 1 mL.
g. Lakukan pengulangan prosedur diatas untuk sampel ulangan (sebanyak 3x ulangan)
h. Lakukan uji yang sama terhadap blanko.
i. Tunggu selama 15 menit. Selama menunggu amati perubahan yang terjadi.
j. Setelah 15 menit. Amati pula perubahan yang terjadi apabila larutan berwarna ungu
violet maka sampel akan positif mengandung formalin. Apabila tidak ada perubahan
warna pada sampel maka sampel negatif mengandung formain. (Letakkan tabung
didepan kertas putih sehingga terlihat jelas perubahan yang terjadi).

ii. Pemeriksaan kandungan formalin secara kuantitatif

1. Standarisasi Formalin
Standarisasi merupakan analisa kuantitatif terhadap larutan baku formalin. Uji
kuantitatif larutan baku formalin yang digunakan dalam standardisasi ini adalah 0,05;
0,25; 0,5; 0,75; 1; 2; 3; dan 4 ppm. Hasil pembacaan spektrofotometer berupa
absorbansi. Dari hubungan larutan baku formalin dan absorbansi akan diperoleh
persamaan linier. Persamaan ini digunakan untuk menghitung residu formalin yang ada
pada sampel ikan.
2. Penetapan formalin dalam sampel ikan
a. Timbang sampel hasil perikanan dan produk perikanan yang Anda sampling masing-
masing sebanyak 10 g, lalu homogenkan dengan aquades sampai 100 mL pada
erlenmeyer 250 mL.
Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

b. Ambil sampel dari erlenmeyer dengan menggunakan pipet 2 mL sebanyak 2 mL lalu


masukkan ke dalam tabung reaksi. Tambahkan sampel dengan aquades sebanyak 2
mL. Kemudian panaskan dengan penangas sampai suhu konstant (37 oC) untuk
pembentukan warna. Lakukan hal yang sama pada larutan baku 0,05; 0,50; 0,75;
1; 2; 3; dan 4 ppm.
c. Setting spektrofotometer pada gelombang 415 nm.
d. Masukkan sampel Anda ke dalam kuvet sebanyak 2 mL.
e. Masukkan kuvet beserta sampel ke dalam spektrofotometer lalu amati nilai
absorbansi sampel yang Anda ukur. Lakukan sebanyak 2x ulangan.
f. Kadar formalin diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi hasil
spktrofotometer ke persamaan linier hubungan antara absorbansi larutan standard
formalin dengan kadar formalin.

3. Lembar Hasil pengamatan

Tabel 1. Jenis hasil perikanan yang digunakan

No Nama sampel Nama ilmiah Panjang Berat Lokasi Lokasi


sampel sampel (cm) sampel (g) sampling penangkapan/
budidaya
1. Ikan Bandeng Chanos 29 227 P.Damar -
chanos
2. Ikan Teri Stolephorus sp. 8 0,5 P.Damar -

3. Cumi-cumi Loligo sp. 12 14 P.Damar -


Gambar 1. Sampel Jenis Hasil Perikanan yang Digunakan

Ikan Bandeng (Chanos chanos) segar Ikan teri (Stolephorus sp.) Asin

Cumi-cumi (Loligo sp.) Asin


Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

Gambar 2. Hasil Pengujian Kualitatif Formalin dengan Metode Schiff

….……………………………….(Kontrol) ….……………………………
(Diberi formalin.......)

Hasil Uji Kualitatif Ikan Bandeng Hasil Uji Kualitatif Cumi-cumi


(Chanos chanos) Segar (Loligo sp.) Asin

Hasil Uji Kualitatif Ikan Teri


(Stolephorus) Asin
Tabel 2. Lembar penilaian organoleptik Cumi-cumi (Loligo sp.)
Spesifikasi
Panelis Xi
Kenampakan Bau Rasa Tekstur
I 7 7 7 7 7
II 9 5 7 9 7,5
III 9 3 5 9 6,5
IV 9 5 7 7 7
V 9 5 5 7 6,5
VI 9 3 5 9 6,5
X=6,83

Perhitungan

1
S 2= ∑ ( Xi− X )2
Simpangan : n
1
= x 0,8334
6
= 0,1389

S= √ S2
=√ 0,1389
= 0,37

S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
Selang Kepercayaan : √n √n

0,37 0,37
6,83 - . 1,96 < µ < 6,83 + . 1,96
√6 √6
6,83 – 0,29 < µ < 6,83 + 0,29
6,54 < µ < 7,12

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap Cumi-cumi (Loligo sp.) didapat selang kepercayaan
sebesar 6,54 < µ < 7,12 pada tingkat kepercayaan 95 %, maka ikan tersebut tidak layak
dikonsumsi.

Table 3. Hasil uji kadar formalin secara kualitatif


Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

Hasil
No Jenis Sampel Ulangan
(+) (-)
1 Cumi-cumi (kontrol) 1 
2 Cumi-cumi 1% 1 
3 Cumi-cumi 2% 1 
4 Cumi-cumi 3% 1 
5 Ikan Bandeng (Kontrol) 1 
6 Ikan Bandeng 1% 1 
7 Ikan Bandeng 2% 1 
8 Ikan Bandeng 3% 1 
9 Ikan Teri (kontrol) 1 
10 Ikan Teri 1% 1 
11 Ikan Teri 2% 1 
12 Ikan Teri 3% 1 

Pembahasan

Sampel yang digunakan dalam praktikum ini yaitu cumi-cumi. Spesies ini yang
bersifat fototaksis positif (tertarik pada cahaya), oleh karena itu sering ditangkap dengan
menggunakan cahaya. Cumi-cumi secara taksonomis termasuk kelas Chepalopoda.
Famili Loliginidae mempunyai beberapa genus yang sebagian besar jenisnya hidup di
perairan laut daerah tropik. Bagian yang dapat dimakan (edible portion) mencapai
hampir 100%, karena termasuk hewan lunak (Phyllum Mollusc) dengan cangkang yang
sangat tipis pada bagian punggung. Cumi-cumi merupakan salah satu sumber daya
hayati laut yang memiliki nilai ekonomis penting dan mengandung nilai gizi yang tinggi
dengan cita rasa yang khas. Menurut Stacy ( 2021), cumi ada di hampir semua habitat
laut termasuk daerah pelagis dan landas dari semua lautan dan berkontribusi pada
komersial, rekreasi, dan artisanal langsung dan perikanan tangkapan sampingan di
seluruh dunia. Dari 290 spesies cumi-cumi yang diketahui (Ordo Teuthida), 30–40
spesies cumi-cumi mendukung pengembangan perikanan komersial.
Uji kadar formalin dilakukan dengan menggunakan sampel cumi-cumi,
kemudian diuji menggunakan uji kualitatif dan uji kuantitatif. Kedua uji tersebut
dilakukan pada sampel cumi-cumi dengan konsentrasi formalin sebanyak 1%, 3%, dan
5%. Pengujian kualitatif pada cumi-cumi dengan konsentrasi 1% didapatkan hasil
positif, pada konsentrasi 3% didapatkan hasil positif, dan pada konstrasi 5% juga
mendapat hasil positif. Hasil uji kualitatif yang menandakan hasil positif tersebut
kemudian dilanjutkan dengan pengujian secara kuantitatif memakai spektrofotometer.
Uji kualitatif yang dilakukan berdasarkan pengujian menggunakan H 2SO4 dan reagen
schiff. Hasil positif pada H2SO4 dengan menggunakan reagen schiff ditandai dengan
perubahan warna yang terjadi pada tabung menjadi berwarna ungu, dimana semakin
ungu berarti kadar formalin semakin tinggi. Menurut Lubis (2016), formalin dengan
adanya asam kromatropat dalam asam sulfat (H2SO4) disertai pemanasan beberapa
menit akan terjadi pewarnaan menjadi ungu atau violet. Reaksi ini terjadi berdasarkan
kondensasi formalin dengan sistem aromatik dari asam kromatropat, membentuk
senyawa berwarna (3,4,5,6-dibenzoxanthylium). Warna ungu atau violet yang terbentuk
selanjutnya diukur dengan alat spektrofotometri.
Asam sulfat atau H2SO4 merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini
larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat mempunyai banyak kegunaan dan
merupakan salah satu produk utama industri kimia. Kegunaan utamanya termasuk
pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia, pemrosesan air limbah dan pengilangan
minyak. Fungsi asam sulfat (H2SO4) uji kadar formalin pada hasil perikanan yaitu
sebagai larutan untuk memecahkan aldehid pada sampel yang diuji kadar formalinnya.
Penambahan asam sulfat bertujuan mendestruksi strukur daging pada ikan dan
Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

memisahkan ekstrak yang mengandung bahan pengawet. Menurut Mario et al. (2016),
uji formalin semakin intensif warna yang tampak, dapat menggambarkan bahwa
formalin yang terkandung dalam sampel semakin banyak. Formalin juga bereaksi
dengan pereaksi schiff menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna merah
keunguan.
Melihat dampak bahaya formalin bagi kehidupan manusia, maka sekarang ini
berbagai macam uji untuk mendeteksi formalin banyak dikembangkan bahkan salah
satunya adalah dengan menggunakan bahan kimia berbahaya yaitu reagen schiff.
Reagen schiff merupakan larutan dari fuchsin asam di dalam air yang telah
didekolorisasi oleh gas belerang dioksida (SO2). Reagen Schiff merupakan pereaksi
yang selektif untuk mengidentifikasi kandungan formalin dalam sebuah bahan pangan.
Tingkat sensitifitasnya berada pada konsentrasi 0,01 ppm. Konsentrasi sensitifitas ini
lebih tinggi daripada reagen lain yang juga digunakan untuk mengidentifikasi
kandungan formalin dalam sebuah bahan pangan. Reagen seperti scryver dan nash
hanya memiliki tingkat sensitifitas pada konsentrasi 100 ppm. Komposisi reagen ini
adalah fuchsin, sodium metabisulfit, dan asam klorida (HCl). Reagen schiff digunakan
untuk menguji ada tidaknya kandungan aldehid. Reagen schiff yang tidak berwarna
direaksikan dengan senyawa kelompok aldehid, maka akan menghasilkan warna ungu.
Reagen schiff tidak dapat bereaksi dengan kelompok aldehid dalam bentuk hidrat dan
aldose, walaupun aldose mempunya radikal formil seperti formalin. Reagen schiff
digunakan untuk memisahkan gugus aldehid dengan formalin. Reagen Schiff sangat
sensitive dan spesifik (100%) untuk mendeteksi formalin dengan konsentrasi minimal
0,05%. Reagen schiff digunakan untuk mengikat formalin agar terlepas dari sampel.
Formalin juga bereaksi dengan reagen schiff menghasilkan senyawa kompleks yang
berwarna merah keunguan. Semakin tinggi intensitas warna yang tampak menunjukkan
semakin tinggi kandungan formalin. Menurut Khasanah dan Rusmalinah (2019), pada
uji formalin digunakan pereaksi Schiff. Secara umum prinsip pereaksi Schiff digunakan
untuk identifikasi aldehid dan keton dalam suatu senyawa sehingga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi formalin. Pereaksi ini terdiri dari zat warna fuchsin yang telah
dihilangkan warnanya menggunakan sulfur dioksida. Hasil positif ditunjukkan dengan
terbentuknya kembali kompleks warna merah keunguan karena adanya gugus aldehid
pada sampel yang mengandung formalin. Semakin tinggi intensitas warna yang tampak
menunjukkan semakin tinggi kandungan formalin.
Formalin atau formaldehida lebih dikenal sebagai bahan kimia yang digunakan
sebagai pengawet mayat. namun pada prakteknya, formalin pada saat ini juga sering
dimanfaatkan oleh para pedagang untuk pengawet daging ayam, ikan, tahu, mie dan
bahkan produk perikana. Formalin merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk
membasmi bakteri atau berfungsi sebagai disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan
kelompok desinfektan kuat, dapat membasmi berbagai jenis bakteri pembusuk,
penyakit, cendawan atau kapang, disamping itu juga dapat mengeraskan jaringan tubuh
setiap hari. Bahaya penggunaan formalin pada produk konsumsi atau pangan tentu
membahayakan kesehatan organ tubuh manusia apalagi jika dikonsumsi secara terus
menerus. Formalin yang tedapat pada produk pangan juga dapat menyebabkan efek
jangka pendek dan panjang tergantung dari besar paparan dalam tubuh. Efek yang dapat
terjadi yaitu iritasi pada saluran pernapasan, muntah-muntah, dara terbakar pada
tenggoroklan selain itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada hati, jantung, otak,
limpa, system syaraf dan ginjal. Menurut Astuti dan Tebai (2018), Formalin merupakan
bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh
tinggi, bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat didalam sel sehingga menekan
fungsi sel dan menyebabkan kematian sel yang menyebabkan keracunan pada tubuh.
Selain itu, kandungan formalin yang tinggi dalam tubuh juga menyebabkan iritasi
lambung, alergi, bersifat karsinogek menyebabkan kanker.

Simpulan dan Saran


A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan pada Praktikum ini adalah sebagai berikut:
Modul praktikum toksikologi hasil perikanan II

1. Pengujian kadar formalin pada produk hasil perikanan bisa dilakukan secara
kualitatif. Uji kualitatif yang dilakukan berdasarkan pengujian menggunakan H 2SO4
dan reagen schiff. Hasil positif pada H2SO4 dengan menggunakan reagen schiff
ditandai dengan perubahan warna yang terjadi pada tabung menjadi berwarna ungu,
dimana semakin ungu berarti kadar formalin semakin tinggi.
2. Uji formalin secara kuantitatif dilakukan dengan pengamatan menggunakan
spektrofotometer pada gelombang 415 nm. Kadar formalin diketahui dengan
memasukkan nilai absorbansi hasil spktrofotometer ke persamaan linier hubungan
antara absorbansi larutan standard formalin dengan kadar formalin
B. Saran
Saran yang dapat diberikan pada Praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Sebaiknya pengamatan kadar formalin dengan spektrofotometer dilakukan dengan
teliti agar hasil pengujian sesuai dengan yang diharapkan.
2. Sebaiknya uji kualitatif dilakukan dengan uji yang bervariasi, agar dapat
membandingkan hasil uji juga.
3. Sebaiknya konsentrasi formalin memiliki jarak yang agak banyak misalnya 1%
dengan 10% agar dapat terlihat efek formalin pada sampel hasil perikanan.

Daftar Pustaka

Astuti, I., & Tebai, P. (2018). Analisis formalin ikan teri (Stolephorus sp) asin di pasar
tradisional Kabupaten Gorntalo. Gorontalo Fisheries Journal, 1(1), 43-50.
Khasanah K., dan S. Rusmalina. 2019. Identifikasi Bahan Pengawet Formalin Dan
Borak Pada Beberapa Jenis Makanan Yang Beredar Di Pekalongan. Jurnal
PENA, 33(2): 28 – 33.

Lubis, N. 2016. Analisis Formalin pada Usus Ayam yang dijual di Pasar Kota Garut.
Jurnal Farmako Bahari, 7(2): 37-43.

Mario, H., Refwalu, J. A. Rorong, dan S. Sudewi. 2016. Analisis Kandungan Formalin
pada Berbagai Jenis Daging di Pasar Swalayan Kota Manado. Armacon
Jurnal Ilmiah Farmasi, 5(4) : 168-173.

Stacy, E. A. 2021. Measuring squid fishery governance efficacy: a social-ecological


system analysis. International Journal of the Commons, 12(2) : 21-57.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten:……………………..
…………………………………………………………
…………………………………………………………

Anda mungkin juga menyukai