Anda di halaman 1dari 10

Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

MODUL PRAKTIKUM
Mata Kuliah Biokimia Hasil Perikanan
Semester Gasal 2020

Disusun oleh :
Laras Rianingsih, S.Pi., M.Sc
Prof. Dr. Ir.Y.S Darmanto, M.Sc

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Universitas Diponegoro
Semarang
2020
Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

MODUL II: ORGANOLEPTIK

Kelompok : 15
Grup: ......................................
Tgl :22 September
2020 Tgl: .........................................

Nama: Elistia NIM: 26060119120016 Ttd:

Pengantar Teori Praktikum


Uji organoleptik atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera
manusia sebagai alat utama untuk mengukur kualitas bahan baku atau produk pangan.
Perubahan organoleptik adalah perubahan yang dapat dirasakan oleh indera manusia yaitu
kenampakan, odor, tekstur dan rasa. Perubahan organoleptik awal pada ikan selama
penyimpanan adalah kenampakan dan tekstur. Karakteristik rasa dari ikan umumnya terbentuk
pada hari-hari awal selama penyimpanan suhu dingin pada es. Pengujian organoleptik
mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat
memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan lainnya dari produk.
Pada keadaan mati, suplai oksigen ke jaringan otot terhenti dikarenakan tidak ada aliran
darah akibat pompaan jantung yang akan dilewatkan insang sehingga akan diperkaya oleh
oksigen. Karena tidak ada oksigen untuk proses respirasi, produksi energi dari nutrient yang
dicerna menjadi terbatas. Karena terjadi kekurangan energi, ikan tidak mampu lagi
mempertahankan kondisi seperti pada kondisi hidupnya dan mulai terjadi proses rigor mortis.
Perubahan drastis yang terjadi adalah pada permulaan rigor mortis. Pada fase rigor, otot
ikan akan menjadi kaku. Setelah fase rigor berakhir maka otot akan lemas lagi akan tetapi tidak
seelastis seperti saat sebelum memasuki fase rigor. Kecepatan untuk memasuki fase rigor
bervariasi dari spesies ke spesies dan dipengaruhi oleh suhu, cara penanganan, ukuran dan
kondisi fisik ikan. Berakhirnya rigor adalah proses yang belum sepenuhnya dipahami akan
tetapi sesudah itu selalu menghasilkan softening (relaksasi) dari jaringan otot dan mungkin
berhubungan dengan aktivasi satu atau lebih enzim otot, mencerna komponen tertentu dari
kejadian kompleks rigor mortis. Pelunakan otot saat berakhirnya rigor (dan biasanya terjadi
proses pembusukan) kebetulan dengan terjadinya perubahan autolisis. Setelah itu ikan mulai
diserang oleh mikroorganisme dan menyebabkan kerusakan ikan yang terlihat secara fisik
seperti penurunan elastisitas daging, perubahan warna dan bau.

Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui perubahan organoleptik selama penyimpanan hasil-hasil perikanan
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
2. Mengetahui dan mampu menilai secara organoleptik kualitas produk hasil-hasil perikanan

Kompetensi
Mahasiswa mengetahui proses biokimia selama penyimpanan produk hasil perikanan dan
akibatnya terhadap karakteristik organoleptik.
Metode Praktikum
a. Bahan
1. Ikan lele (Clarias sp.) segar dan mundur mutu
2. Ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) segar dan mundur mutu
3. Ikan kurisi (Nemipterus nematophorus) segar dan mundur mutu
4. Ikan tongkol (Euthynnus sp.) segar dan mundur mutu
5. Ikan patin (Pangasius sp.) segar dan mundur mutu

b. Alat
1. Alat tulis
2. Scoresheet organoleptik
3. Piring plastik
4. Kalkulator

c. Prosedur kerja
1. Siapkan sampel yang akan diuji organoleptiknya
2. Siapkan scoresheet organoleptik
3. Amati kondisi fisik dan isilah kolom pada scoresheet
4. Hitunglah nilai scoresheet pada masing-masing sampel dan beri alasan mengapa
demikian.

d. Perhitungan:
1
S2 
n
 ( Xi  X ) 2
Perhitungan selang kepercayaan:

S S
X− . 1 , 96<μ< X+ .1 , 96
√n √n
Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

Hasil Pengamatan
Perhitungan nilai organoleptik

Tabel 1. Hasil Pengamatan Organoleptik ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Segar

No. Pane Kenampakan Dagi Ba Tekst xi (xi- (xi-x)2


lis ng u ur x)
Mat Insan Lendi
a g r
1 I 7 7 8 7 7 7 7,1 0,16 0,0256
2. II 6 7 8 7 7 7 7 0,06 0,0036
3. III 6 7 7 6 8 7 6,8 -0,14 0,0196
4. IV 7 7 7 7 7 6 6,8 -0,14 0,0196
5. V 6 7 8 6 8 7 7 0,06 0,0036

x=6,9 Σ=0,72
4

Simpangan:
1
S2 = Σ (Xi− X) ²
n

1
= ( 0,072)
5
= 0,0144

S =√ 0,0144 = 0,12

Selang Kepercayaan =

s s
x̄− . 1,96 ≤ μ ≤ x̄+ . 1,96
√n √n
0,12 0,12
6,94− . 1,96≤ μ ≤ 6,94+ . 1,96
√5 √5

6,94−0.10 ≤ μ ≤ 6,94+ 0,10

6,84 ≤ μ ≤7,04

Kesimpulan :
Dari hasil uji organoleptik terhadap Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis) pada tingkat kepercayaan
95%, diperoleh nilai organoleptik 6,84 ≤ μ ≤7,04 maka, ikan tersebut masih layak digunakan
sebagai bahan baku.
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis) Mundur Mutu
Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

Simpangan:
1
S2 = Σ( Xi− X)²
n

1
= ( 0,349)
5
= 0,0698

S =√ 0,0698 = 0,26

Selang Kepercayaan =

s s
x̄− . 1,96 ≤ μ ≤ x̄+ . 1,96
√n √n
0,26 0,26
3,28− .1,96 ≤ μ ≤ 3,28+ .1,96
√5 √5
3,28−0.22≤ μ ≤3,28+ 0,22

3,06 ≤ μ ≤ 3,5

Kesimpulan :

Dari hasil uji organoleptik terhadap Ikan Tongkol ( Euthynnus affinis) pada tingkat kepercayaan
95%, diperoleh nilai organoleptik3,06 ≤ μ ≤ 3,5 maka, ikan tersebut tidak layak digunakan
sebagai bahan baku.

Pembahasan:
Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) adalah salah satu jenis ikan tuna yang merupakan ikan
pelagis kecil. Ikan tongkol (Euthynnus affinis) memiliki zat gizi di antaranya air 69,40%; lemak
1,50%; protein 25,00%; abu 2,25%; dan karbohidrat 0,03%. Morfologi dan Klasifikasi Ikan
Tongkol (Euthynnus affinis), ikan tongkol memiliki ciri-ciri morfologis yaitu mempunyai bentuk
badan fusiform dan memanjang. Kedua rahang ikan tongkol mempunyai satu seri gigi
berbentuk kerucut. Sisik hanya terdapat pada bagian korselet atau tidak memenuhi badan.
Bagian punggung berwarna kelam, sedangkan bagian sisi dan perut berwarna keperak-perakan.
Ikan ini bersifat epipelagis berenang membentuk schooling dan umumnya hidup pada kisaran
suhu 21,60 sampai 30,50. Ikan tongkol biasanya memakan udang, cumi, dan ikan teri. Ikan
tongkol mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas yaitu pada perairan pantai dan
oseanik. Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan tongkol yaitu suhu, salinitas,
kecepatan arus, oksigen terlarut dan ketersediaan makanan. Ikan tongkol umumnya
menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai pada kedalaman 40 meter
dengan kisaran optimum antara 20-28°C. Menurut Kuswanto el al. (2017), ikan tongkol akan
berdistribusi pada perairan yang suhunya hangat dan banyak mengandung fitoplankton karena
ikan tongkol memakan ikan-ikan kecil. Ikan tongkol dewasa hidup maksimal pada suhu 29°C.
Ikan tongkol sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan salinitas. Ikan tongkol pada
umumnya menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai pada kedalaman
40 meter.
Uji Organoleptik atau uji indera atau uji sensori sendiri merupakan cara pengujian
dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan
terhadap produk. Pengujian organoleptik dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran
mutu dan kerusakan lainnya dari produk. Syarat-syarat yang harus ada dalam uji organoleptik
adalah adanya contoh (sampel), adanya panelis, dan pernyataan respon yang jujur. Penilaian
indrawi ini ada enam tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan
klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan
kembali sifat indrawi produk tersebut. Cara pengujian organoleptik yaitu siapkan sampel dan
scoresheet organoleptik ikan segar, kemudian amati fisik sampel dan isi kolom pada scoresheet,
lalu hitung nilai scoresheet. Pengujian organoleptik merupakan cara menilai dengan panca
indera, hal ini untuk mengetahui perubahan maupun penyimpangan pada produk. Organoleptik
yaitu penilaian dan mengamati tekstur, warna, bentuk, aroma, rasa dari suatu makanan,
minuman, maupun obat-obatan. Menurut Mchazime dan Kapute (2018), panelis menganalisa
sampel menggunakan sensori yaitu rasa, warna, dan tekstur. Terdapat korelasi yang kuat antara
skor sensorik dan waktu penyimpanan di suhu lingkungan. Kandungan nutrisi yang tinggi pada
tampaknya sesuai dengan skor sensorik (organoleptik) maksimum pada periode waktu yang
sama yang menegaskan fakta bahwa nutrisi hilang selama pembusukan ikan segar.
Pengujian organoleptik menggunakan panca indera manusia dengan melihat tabel skor
dengan rentang nilai 1 sampai 9. Parameter uji organoleptik meliputi kenampakan, tekstur, bau,
insang, dan mata menurut SNI. Nilai organoleptik ikan segar 6,84 ≤ u ≤ 7,04, sedangkan nilai
organoleptik ikan mundur mutu 3,06 ≤ u≤ 3,5. Kriteria mutu ikan berdasarkan SNI terbagi
menjadi tiga macam yaitu segar, agak segar dan tidak segar. Ikan dengan kriteria segar memiliki
kisaran nilai organoleptik 7-9, sedangkan ikan dengan kisaran nilai 5-6 termasuk kriteria agak
segar. Ikan yang tidak segar adalah ikan dengan kisaran nilai organoleptik 1-3. Organoleptik
menggunakan skor 1 sebagai nilai terendah hingga skor 9 sebagai nilai tertinggi untuk masing-
masing atribut sensori. Kondisi ikan segar ditunjukkan dengan nilai 7-8. Nilai 5-6 merupakan
ambang batas antara kondisi ikan jelek. Dan ikan dikatakan busuk dan tidak layak untuk
dikonsumsi lagi yaitu pada nilai organoleptik 1-4. Persyaratan nilai mutu yang harus diperoleh
minimal 7 (tujuh), artinya bila produk perikanan yang diuji memperoleh lebih kecil dari 7 maka
produk tersebut dinyatakan tidak lulus standar. Menurut Nurqaderianie et al. (2016), ikan
masih memiliki kualitas yang baik dan memenuhi syarat yang ditetapkan SNI (2006) yaitu
standar ikan segar untuk uji organoleptik yaitu minimal 7. Makin tinggi nilai atau panelis yang
diberikan menunjukkan makin baik kondisi/kesegaran ikan.
Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

Nilai organoleptik pada daging, bau dan tekstur secara berurutan yaitu 6-7,7-8,6-7.
Sedangkan nilai organoleptik pada kenampakan mata, insang dan lendir ikan mundur mutu
yaitu 1-3, 3, dan 3-5. Nilai organoleptik daging, bau, dan teksturnya secara berurutan yaitu 3, 5-
6, dan 3. Secara keseluruhan uji organoleptik pada ikan segar menunjukkan jika ikan tersebut
layak dikonsumsi karena memiliki nilai rata-rata lebih dari 7. Nilai organoleptik 9 menunjukkan
ikan dalam kondisi sangat segar. Kondisi ikan segar ditunjukkan dengan nilai 7-8. Nilai 5-6
merupakan ambang batas antara kondisi ikan dan jelek. Ikan dinyatakan busuk dan tidak layak
dikonsumsi yaitu pada nilai organoleptik 1-4. Nilai keasaman (pH) daging ikan yang baik berkisar
antara 7- 7,5. Ikan yang sudah tidak segar pH dagingnya tinggi (basa) dibandingkan ikan yang
masih segar. Hal itu karena timbulnya senyawa-senyawa yang bersifat basa yang dapat
menurunkan pH daging ikan. Perubahan nilai dari ikan mundur mutu disebabkan karena
dibiarkan pada suhu ruang, sehingga terdapat perubahan kenampakan pada mata, insang dan
lendir begitu pun juga pada daging, bau dan tekstur. Menurut Gustini et al. (2014), umumnya
ikan yang disimpan pada suhu ruang dapat busuk dalam waktu 12-20 jam. Ikan yang disimpan
setelah 24 jam mengalami penurunan nilai organoleptik. Penurunan nilai organoleptik warna
pada ikan karena pigmen carotenoid pada kulit ikan mengalami oksidasi yang menyebabkan
warna tubuh menjadi lebih pudar. Pemudaran warna disebabkan oleh auto oksidasi ikatan
ganda yaitu oksidasi myoglobin yang berwarna merah terang menjadi metmyoglobin yang
berwarna coklat sehingga menyebabkan ikan tampak lebih kusam.
Faktor yang mempengaruhi penurunan mutu yaitu kerusakan fisik yang dialami produk
perikanan dapat disebabkan oleh perlakuan fisik, seperti terbanting, tergencet, atau terluka.
Pemanasan juga dapat menyebabkan komponen protein mengalami denaturasi, yaitu
berubahnya struktur fisik dan struktur tiga dimensi dari protein. Suhu pemanasan yang dapat
menyebabkan denaturasi protein adalah lebih besar dari 70 OC. Kerusakan Kimiawi Penurunan
kandungan senyawa kimia pada produk perikanan dapat terjadi selama proses pencucian dan
pemanasan. Autolisis adalah proses perombakan sendiri, yaitu proses perombakan jaringan
oleh enzim yang berasal dari produk perikanan tersebut. Proses autolisis terjadi pada saat
produk perikanan memasuki fase post rigor mortis. Ikan yang mengalami autolisis memiliki
tekstur tubuh yang tidak elastis, sehingga apabila daging tubuhnya ditekan dengan jari akan
membutuhkan waktu relatif lama untuk kembali keadaan semula. Bila proses autolisis sudah
berlangsung lebih lanjut, maka daging yang ditekan tidak pernah kembali ke posisi semula.
Lemak tidak jenuh mengalami proses oksidasi sehingga terbentuk senyawa peroksida.
Perlakuan yang diberikan, selama penanganan dan pengolahan dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan fisik. Perlakuan pemanasan yang diberikan dapat menyebabkan terjadinya dehidrasi,
yaitu menguapnya cairan dari produk perikanan. Menurut Ayu Kalista et al. (2018), penurunan
mutu ikan terjadi segera setelah ikan ditangkap atau mati. Kecepatan penurunan mutu
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jenis kelamin, jenis ikan, ukuran ikan, kondisi
lingkungan, perlakuan fisik, jumlah jasad renik, dan aktivitas enzim. Adapun 4 tahapan
kemunduran mutu ikan meliputi tahap pre rigor, rigor mortis, autolisis dan pertumbuhan
bakteri.
Kesimpulan dan saran

A. Kesimpulan
1. Perubahan organoleptik selama penyimpanan yaitu bola mata mulai cekung, kornea keruh,
pupil keabu-abuan, tidak mengkilap, warna insang abu-abu atau coklat keabu-abuan dengan
lendir putih susu bergumpal, lendir agak tebal, mulai berubah warna, sayatan daging kusam,
jaringan daging kurang kuat, baunya netral, tekstur lunak bekas jari terlihat dan sangat
lambat hilang. Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu dampak dari spesies, kandungan
lemak ikan, efek ukuran, jarak ke pelabuhan, tempat penangkapan ikan, cara penangkapan,
reaksi ikan menghadapi kematian, keadaan fisik sebelum mati dan keadaan cuaca.

2. Menilai produk perikanan secara organoleptik yaitu dengan cara melihat objek yang ada di
depan mata atau yang bisa dilihat, kemudian tuliskan berapa nilai ke scoresheet, nilainya sari
1-9 di mana jika angkanya semakin tinggi maka produk tersebut bisa dikonsumsi, kemudian
hitung nilai scoresheet yang didapat.
B. Saran

1. Sebaiknya perhitungan semuanya diteliti lagi supaya tidak ada kesalahan.

2. Sebaiknya pemberian nilai pada sampel sesuai dengan kondisi sampel.

3. Sebaiknya alat yang digunakan dibersihkan agar terhindar dari bakteri.

Nilai :……………………………………………….
Draft :……………………………………………….
Nama dan paraf asisten: ……………………..
…………………………………………………………
…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA

Gustini., S. Khotimah dan A. H. Yanti. 2014. Kualitas Ikan Kembung (Rastrelliger kanagurta)
Setelah Perendaman dalam Kitosan ditinjau dari Aspek Mikrobiologi dan
Organoleptik. Protobiont, 3(2): 100–105.

Kalista, A., A. Redjo dan U. Rosidah. 2018. Analisis Organoleptik (Scoring Test) Tingkat
Kesegaran Ikan Nila Selama Penyimpanan. FishtecH – Jurnal Teknologi Hasil
Perikanan, 7(1): 98-103.
Modul Praktikum Biokimia Hasil Perikanan

Kuswanto, T. D., M. L. Syamsuddin dan Sunarto. 2017. Hubungan Suhu Permukaan Laut dan
Klorofil-a terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tongkol Di Teluk Lampung. Jurnal
Perikanan dan Kelautan, 8(2): 90-102.

Mchazime, I dan Kapute, F. 2018. Sensory and nutrient quality of wild captured Oreochromis
shiranus (Boulenger, 1897) stored at ambient temperature. International Food
Research Journal, 25(1): 127– 132.

Nurqaderianie, S., Metusalach dan Fahrul. 2016. Tingkat Kesegaran Ikan Kembung Lelaki
(Rastrelliger kanagurta) yang Dijual Eceran Keliling Di Kota Makassar. Jurnal
IPTEKS PSP, 3(6): 528–543.

Anda mungkin juga menyukai