Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIA BAKSO IKAN PATIN

(Pangasius hypophthalmus) DARI PENANGANAN BAHAN BAKU


BERBEDA
Oleh :
Mhd Zaid Antoni 1), N. Ira Sari 2), Sumarto 2)
Email : mhdzaidantoni@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mutu organoleptik dan kimia
bakso ikan patin yang diolah dari penanganan bahan baku berbeda yaitu: daging
ikan segar, daging ikan hasil pendinginan dan daging ikan hasil pembekuan.
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan rancangan acak
lengkap (RAL) non faktorial. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah
organoleptik (rupa, aroma, rasa dan tekstur), nilai kimia (kadar air, protein dan
lemak) dan uji lipat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penanganan bahan baku
berbeda memberi pengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik (rupa, aroma,
rasa dan tekstur) dan nilai kimia (kadar air, protein, lemak dan abu) serta uji lipat.
Berdasarkan parameter yang diuji dapat disimpulkan bahwa perlakuan bahan baku
terbaik pada bakso ikan patin terdapat pada perlakuan IS (ikan segar) dengan
karakteristik rupa bentuk bulat beraturan, seragam, tidak berongga dan warna
putih krem (7,68), karakteristik aroma tidak amis, spesifik bakso ikan (7,76),
karakteristik rasa enak, rasa ikan masih terasa (7,88), karakteristik tekstur padat,
kompak dan kenyal (8,12) dan karakteristik uji lipat kriteria tidak pecah dilipat
setengah dan seperempat lingkaran (4,73). Dengan nilai kadar air 32,85%, kadar
protein 28,17%, kadar lemak 7,96% dan kadar abu 8,03%.

Kata kunci: ikan patin, pendinginan, pembekuan, bakso


1
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau
2
Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau
SENSORY EVALUATION AND CHEMICAL CHARACTERISTIC OF
CATFISH (Pangasius hypophthalmus) MEATBALL MADE OF
DIFFERENT HANDLED RAW MATERIAL
By:
Mhd Zaid Antoni , N. Ira Sari (2), Sumarto(2)
(1)

Email: mhdzaidantoni@gmail.com
ABSTRAK
This research was purposed to evaluate the sensory and chemical
characteristic of catfish (Pangasius hypophthalmus) meatball made of different
handled raw material, namely: fresh fish meat, refrigerated fish meat and frozen
fish meat. The research methodology used was experimental and composed as non
factorial completely randomized design (CRD). The parameters used were
sensory value (appearance, odor, taste and texture), proximate chemical
composition (moisture, protein and fat), and the value folding test. The result
showed that the different raw material handling was significantly affected to all
parameters. The best treatment was the using of fresh fish meat as the raw
material of catfish (Pangasius hypophthalmus) meatball. It was characteristically
appeared circle uniform, without hollow space, and cream white color (7,68),
disputrid, characteristically specific fish meatball odor (7,76), characteristically,
fish tasted (7,88), solid, compact and elastic texture, (8,12), and folding test
criteria was not broken when folded at half and quarter circle (4,73). The fish
meatball contained moisture 32, 85%, protein 28,17%, fat 7,96% and ash 8,03 %.
Keyword: catfish, refrigeration, freezing, fishball
1
Students Faculty of the Fisheries and Marine Science, University of Riau
2
Lecture Faculty of the Fisheries and Marine Science, University of Riau
PENDAHULUAN hanya tertunda, tidak dihentikan.
Bakso ikan patin biasanya Penyimpanan ikan segar dengan
diolah dari ikan segar tanpa menggunakan refrigerator memiliki
dilakukan proses pendinginan dan kemampuan yang terbatas untuk
pembekuan, karena produksi ikan menjaga kesegaran ikan, suhu yang
patin semakin meningkat sementara digunakan berkisar 0 0C sampai -5 0C
kapasitas pengolahan menjadi bakso dengan daya awet ikan 5-14 hari
ikan patin terbatas maka pendinginan (Suparmi et al., 2012).
dan pembekuan ikan ini sebelum Menurut Afrianto dan
dilakukan pengolahan menjadi bakso Liviawaty (1989), proses pembekuan
ikan perlu dipertimbangkan. merupakan proses terjadinya
Pendinginan dan pembekuan ikan pemindahan panas dari tubuh ikan
sebelum diolah menjadi bakso ikan yang bersuhu lebih tinggi ke
juga sangat penting untuk refrigrant yang bersuhu rendah.
ketersediaan bahan baku bakso ikan Dengan demikian kandungan air
patin, sebelum dilakukan proses dalam tubuh ikan akan berubah
pendinginan dan pembekuan terlebih menjadi kristal es. Kandungan air ini
dahulu ikan patin diolah menjadi terdapat di dalam sel jaringan dan
fillet ikan. ruang antar sel. Sebagian besar air di
Fillet merupakan produk olahan dalam tubuh ikan tersebut
ikan yang bebas dari duri, kulit dan mengandung air bebas (free water)
bahan lainnya yang tidak diinginkan. sebanyak 67% dan selebihnya
Produk ini dengan mudah dapat merupakan air tak bebas (bound
diolah untuk disajikan sebagai menu water) yaitu cairan tubuh yang secara
harian. Selain itu, nilai gizi yang kimiawi terikat kuat dengan
tinggi juga menjadikan fillet ikan substansi lain di dalam tubuh ikan,
patin makin disukai konsumen. Fillet seperti molekul protein, lemak dan
patin kini banyak dijumpai digerai karbohidrat. Cairan tubuh yang
beku diberbagai swalayan di pertama kali membeku adalah air
Indonesia (Suryaningrum et al., bebas, kemudian disusul dengan air
2013). tak bebas. Air tak bebas sukar sekali
Prinsip pendinginan adalah membeku karena titik bekunya
mendinginkan ikan secepat mungkin sangat rendah.
ke suhu serendah mungkin tetapi Ketersediaan bahan baku untuk
tidak sampai menjadi beku. pengolahan bakso ikan patin sangat
Umumnya pendinginan tidak dapat melimpah, sedangkan kapasitas
mencegah pembusukan secara total, produksi untuk pengolahan bakso
tetapi semakin dingin suhu ikan, ikan patin terbatas, sehingga perlu
semakin besar penurunan aktivitas dilakukan pendinginan dan
bakteri dan enzim. Dengan demikian pembekuan agar bahan baku tersebut
melalui pendinginan proses tidak mudah rusak. Selain itu
bakteriologi dan biokimia pada ikan pendinginan dan pembekuan bisa
memperpanjang masa simpan dan digunakan adalah Rancangan Acak
melindungi produk dari bakteri Lengkap (RAL) non faktorial yaitu
pembusuk, sehingga perlu dilakukan dengan 3 taraf perlakuan yaitu:
penelitian. Tujuan penelitian ini bahan baku ikan segar (IS), ikan
untuk mengetahui kajian mutu hasil pendinginan = (ID), ikan hasil
organoleptik dan kimia bakso ikan pembekuan = (IB), dengan 3 kali
patin yang diolah dari penanganan ulangan dan satuan percobaan pada
bahan baku berbeda yaitu ikan segar, penelitian adalah 9 unit.
ikan hasil pendinginan, dan ikan
hasil pembekuan. Fillet ikan patin
a) Ikan diperoleh langsung dari
BAHAN dan METODE kolam petani ikan dalam
Bahan yang digunakan dalam keadaan hidup
pembuatan bakso ikan patin adalah b) Lalu ikan dimatikan,
daging ikan patin, tepung tapioka, bersihkan dan buat fillet
dan bumbu-bumbu (bawang merah, dengan membelah bagian
bawang putih, garam, telur, gula, ujung ekor bagian bawah
putih, merica). Bahan-bahan yang hingga bagian kepala
digunakan untuk analisis proksimat sehingga daging terlepas dari
adalah asam sulfat pekat katalis tulang dan kepala.
aquades, indikator pp, natrium c) Fillet dibuang kulitnya
hidroksida, asam boraks. dengan cara menarik kulit
Alat yang digunakan dalam secara perlahan-lahan sambil
pembekuan ikan adalah Freezer dan menekan bagian daging di
alat-alat yang digunakan dalam bawah kulit.
pembuatan bakso ikan yang terdiri d) Mencuci fillet yang telah
dari talenan, blender, sendok, selesai dengan menggunakan
baskom, panci, kompor timbanagan, air sehingga tidak ada sisa-
pisau, serbet, mangkuk, saringan, sisa darah yang menempel.
kulkas, dan alat untuk analisis kimia e) Menimbang fillet seberat 500
yang terdiri dari timbangan digital, gram dan difacking didalam
cawan porselin, labu ukur, pipet plastik HDPE
tetes, erlenmeyer, gelas ukur, oven, f) Menyusun fillet yang telah
tanur, shoxlet, lemari asam, desikator dikemas ke dalam nampan
batang pengaduk, dan kertas label. dan dimasukkan kedalam
Penelitian ini menggunakan lemari pendingin dan
metode eksperimen yaitu melakukan pembekuan selama 3 hari.
pengolahan bakso ikan patin dengan Prosedur pembuatan bakso ikan
penanganan bahan baku berbeda patin
yaitu: daging ikan segar, daging ikan a) Bahan baku ikan patin segar
hasil pendinginan dan daging ikan di peroleh dari kolam petani.
pembekuan. Rancangan yang
b) Untuk bahan baku ikan segar rupa bakso ikan patin dari
buat fillet seberat 500 gram. penanganan bahan baku berbeda
c) Setelah 3 hari fillet ikan terdapat pada perlakuan IS (7,68)
dikeluarkan dari lemari dengan karakteristik bentuk bulat
pendinginan dan pembekuan beraturan, seragam, tidak berongga
dan ikan dibekukan dan warna putih krem. Hasil uji
dilelehkan. lanjut beda nyata jujur menunjukkan
d) Daging ikan dilumatkan bahwa IS berbeda dengan ID tetapi
dengan penggilingan daging tidak berbeda dengan IB.
secara terpisah sehingga Hal ini disebabkan karena
diperoleh tiga lumatan daging masing-masing bahan baku tersebut
ikan dari bahan baku ikan terlebih dahulu disimpan pada suhu
segar, ikan didinginkan, dan yang berbeda sehingga akan
ikan dibekukan. mempengaruhi nilai organoleptik
e) Lalu buat adonan, rupa pada bakso ikan patin. Sesuai
selanjutnya adonan dicetak dengan pendapat menurut Buckle et
dengan tangan membentuk al., (1987) menyatakan bahwa
bulatan-bulatan bola kehilangan mutu sebagai hasil
f) Lalu bulatan bola bakso fluktasi suhu penyimpanan adalah
direbus selama 10 menit komulatif selama masa simpan dari
sampai mengapung. produk. Menurut Liviawaty dan
Selanjutnya angkat lalu Afrianto (2010), perubahan warna
dinginkan dalam air. atau rupa selama penyimpanan beku
terjadi karena kekurangan oksigen,
HASIL DAN PEMBAHASAN freezer burn atau penyimpan terlalu
Nilai rupa lama.

Berdasarkan hasil uji mutu Nilai aroma


organoleptik terhadap rupa bakso Berdasarkan hasil uji mutu
ikan patin dari penanganan bahan organoleptik terhadap aroma bakso
baku berbeda pada setiap perlakuan ikan patin dari penanganan bahan
dapat dilihat pada Tabel 1. baku berbeda pada setiap perlakuan
Tabel 1. Nilai rata-rata rupa bakso ikan patin dari penanganan bahan baku
berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 7,6 7,3 7,6
2 7,7 7,2 7,5
3 7,7 7,4 7,6
b a
Rata-rata 7,68 7,32 7,56 b

Berdasarkan Tabel 1, dapat dapat dilihat pada Tabel 2.


dilihat bahwa perlakuan terbaik pada
Tabel 2. Nilai rata-rata aroma bakso ikan patin dari penanganan bahan baku
berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 7,8 7,3 7,4
2 7,7 7,2 7,4
3 7,8 7,3 7,5
b a
Rata-rata 7,76 7,28 7,41 a

Berdasarkan Tabel 2, bahwa semakin lama penyimpanan maka


perlakuan terbaik pada uji aroma nilau aroma semakin rendah
terdapat pada perlakuan IS (7,76) (Soekarto, 1990).
dengan karakteristik aroma tidak
amis, dan spesifik bakso ikan. Hasil Menurut Estiasi dan Ahmadi
uji lanjut beda nyata jujur (2009), selama dalam penyimpan
menunjukkan IS (7,76), berbeda beku reaksi kimia dan dan aktivitas
nyata terhadap perlakuan ID (7,28) mikroba tetap berjalan yang akan
dan IB (7,41). mengkibatkan perubahan bau dan
Bakso ikan patin dibuat dari rasa.
bahan baku ikan didinginkan dan
Nilai rasa
ikan dibekukan lebih rendah dari
Berdasarkan hasil uji
bakso ikan patin yang dibuat dari
organoleptik terhadap rasa bakso
bahan baku ikan segar, hal tersebut
ikan patin dari penanganan bahan
karena selama pendinginan dan
baku berbeda pada setiap perlakuan
pembekuan ikan mengalami oksidasi
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai rata-rata rasa bakso ikan patin dari penanganan bahan baku berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 8,0 7,2 7,6
2 7,8 7,1 7,4
3 7,9 7,0 7,5
c a
Rata-rata 7,88 7,08 7,48 b

lemak yang akan mempengaruhi Berdasarkan Tabel 3, dapat


aroma busuk pada produk pangan dilihat bahwa perlakuan terbaik
yang dibekukan dan didinginkan. terkait rasa bakso ikan patin dari
Perubahan nilai aroma penanganan bahan baku berbeda
disebabkan oleh perubahan sifat-sifat yang dihasilkan terdapat pada
pada bahan pangan yang pada perlakuan IS (7,88) dengan
umumnya mengarah pada penurunan karakteristik rasa enak, rasa ikan
mutu. Penyimpanan juga masih terasa. Hasil uji lanjut beda
mempengaruhi nilai aroma, dimana
nyata jujur menunjukkan bahwa Berdasarkan Tabel 4, dapat
setiap perlakuan berbeda nyata dilihat bahwa perlakuan terbaik pada
terhadap perlakuan lainnya. nilai tekstur bakso ikan patin dari
Rasa bakso ikan patin penanganan bahan baku berbeda
dipengaruhi oleh penanganan bahan terdapat pada perlakuan IS (8,12)
baku berbeda hal ini disebabkan dengan karakteristik tekstur padat,
pada proses pendinginan dan kompak ,dan kenyal. Hasil uji lanjut
pembekuan terjadi kerusakan pada beda nyata jujur menunjukkan bahwa
bahan yang didinginkan dan setiap perlakuan berbeda nyata
dibekukan sehingga dapat terhadap perlakuan lainnya.
mempengaruhi cita rasa bakso ikan
patin. Sesuai dengan pendapat Tekstur bakso ikan patin
menurut Buckle et al., (1987) rasa dipengaruhi oleh suhu. Semakin
bakso ikan patin dari penanganan rendah suhu maka nilai organoleptik
bahan baku berbeda dipengaruhi tekstur daging yang disimpan
oleh penanganan bahan baku semakin tinggi. Hal ini disebabkan
berbeda. Salah satu faktor penting karena pada suhu rendah banyak
adalah suhu mancapai 0 0C dan lebih mikroba yang terhambat
rendah dari -5 0C mampu pertumbuhannya sehingga bahan
menghambat pertumbuhan bakteri tetap awet. Sesuai menurut Purnomo
sehingga daging dapat menjadi awet. (1995), sebagian besar pengolahan
Selanjutnya menurut Estiasi dan bertujuan untuk memproduksi
Ahmadi (2009), pengaruh utama produk yang stabil mikrobiologis,
pembekuan terhadap kualitas bahan tetapi dapat mengakibatkan tekstur
atau produk pangan adalah kerusakan yang tidak dikehendaki, atau produk
sel yang diakibatkan oleh dengan tekstur yang dapat diterima
pertumbuhan kristal es, dari proses oleh konsumen. Selanjutnya menurut
pembekuan juga akan menyebabkan Estiasi dan Ahmadi (2009), tekstur
perubahan kecil pada pigmen, cita produk bahan pangan yang
rasa atau komponen-komponen dibekukan menjadi lunak dan
nutrisi penting. komponen-komponen sel mengalami
pelepasan dari sel-sel yang rusak.
Nilai tekstur
Tabel 4. Nilai rata-rata tekstur bakso ikan patin dari penanganan bahan baku
berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 8,1 7,2 7,8
2 8,0 7,3 7,8
3 8,2 7,4 7,7
Rata-rata 8,12 c 7,28 a 7,76 b
Nilai kadar air dalam daging semakin berkurang
karena dipergunakan oleh mikroba
Nilai rata-rata kadar air pada dalam melakukan aktivitasnya.
bakso ikan patin dari penanganan Menurut Gracey (1986),
bahan baku berbeda dapat dilihat menyatakan bahwa kecepatan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai rata-rata kadar air (%) bakso ikan patin dari penanganan bahan
baku berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 33,1 32,1 31,7
2 32,7 32,1 31,7
3 32,7 32,1 31,7
c a
Rata-rata 32,85 32,09 31,71 b
pembekuan menentukan ukuran
Berdasarkan pada Tabel 5,
kristal es yang terbentuk yang pada
dapat dilihat bahwa nilai kadar air
akhirnya akan mempengaruhi
tertinggi terdapat pada B0 (32,85%)
kualitas produk, pada pembekuan
dan yang terendah terdapat pada B2
cepat akan terbentuk kristal es yang
(31,71%). Berdasarkan hasil uji
lembut dan jika penurunan suhu
lanjut setiap perlakuan berbeda nyata
pembekuan sangat cepat akan
dengan perlakuan lainnya.
terbentuk kristal es ultra mikroskopik
Lingkungannya dan proses
(sangat lembut), Kristal yang
penurunan suhu akan mempengaruhi
terbentuk akan mempengaruhi
nilai kadar air. Sesuai pendapat
jumlah cairan yang keluar pada saat
Buckle et al., (1987), yang
daging dicairkan kembali (drip),
menyatakan kandungan air dalam
sehingga akan mempengaruhi jumlah
bahan pangan akan berubah-ubah
cairan dalam daging.
sesuai dengan lingkungannya.
Semakin rendah suhu pendinginan Nilai kadar protein
serta semakin lama penyimpanan
maka kadar air daging semakin Nilai rata-rata kadar protein
rendah, semakin lama daging pada bakso ikan patin dari
disimpan maka air yang terdapat penanganan bahan baku berbeda
dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata kadar protein (%) bakso ikan patin dari penanganan
bahan baku berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 28,1 21,6 25,3
2 28,2 21,6 25,2
3 28,2 21,6 25,2
Rata-rata 28,17 c 21,58 a 25,22 b
Berdasarkan Tabel 6, dapat daging yang besar, sehingga dapat
dilihat bahwa nilai rata-rata kadar mencegah keluarnya protein yang
protein bakso ikan patin dari larut dalam air pada daging ikan
penanganan bahan baku berbeda yang diawetkan.
yang paling rendah pada perlakuan Protein yang mengalami
ID (21,58), diikuti dengan IB (25,22) denaturasi akan kehilangan
dan nilai protein tertinggi terdapat kemampuan menahan cairan tubuh,
pada perlakuan IS (28,17). Hasil uji dengan demikian cairan tubuh ikan
lanjut beda nyata jujur menunjukkan akan menetes keluar dalam bentuk
setiap perlakuan berbeda nyata drip (Estiasi dan Ahmadi, 2009).
dengan perlakuan lainnya, karena
kandungan protein dari bahan bahan Nilai kadar lemak
baku berbeda mempengaruhi kadar Nilai rata-rata kadar lemak
dari protein bakso ikan patin. pada bakso ikan patin dari
Masing-masing nilai protein penanganan bahan baku berbeda
pada bakso ikan patin berbeda, hal dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai rata-rata kadar lemak (%) bakso ikan patin dari penanganan
bahan baku berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 8,0 2,1 3,2
2 8,0 2,1 3,2
3 7,9 2,1 3,2
Rata-rata 7,96 c 2,07 a 3,20 b

ini disebabkan pada ikan segar tidak Berdasarkan Tabel 7, dapat


dilakukan penanganan sedangkan dilihat bahwa nilai rata-rata kadar
pada ikan hasil pendinginan dan ikan lemak bakso ikan patin dari bahan
hasil pembekuan dilakukan baku berbeda yang paling tinggi pada
penanganan selama 3 hari hal ini perlakuan IS (7,96). Hasil uji lanjut
memungkinkan kehilangan nutrien beda nyata jujur menunjukkan setiap
dalam drip yang keluar pada saat perlakuan berbeda nyata dengan
thawing. Semakin rendah suhu perlakuan lainnya.
pendinginan maka kadar protein dari Kadar lemak bakso ikan patin
daging yang diawetkan akan semakin dipengaruhi oleh penanganan bahan
tinggi. Karena rendahnya suhu baku berbeda. Semakin rendah suhu
pendinginan akan mencegah pendinginan dan pembekuan maka
terjadinya degradasi (kerusakan) kadar lemak daging yang disimpan
protein. Rendahnya suhu semakin tinggi. Hal ini disebabkan
pendinginan juga dapat mencegah karena pada suhu rendah kecepatan
keluarnya protein dari daging, hal ini oksidasi lemak lebih rendah sehingga
didukung juga oleh daya ikat air pada kadar lemak pada daging ikan yang
disimpan pada suhu rendah akan perlakuan IS (8,03). Hasil uji lanjut
semakin tinggi. rata-rata kadar lemak yang diperoleh
Hal ini sesuai pendapat menunjukkan bahwa setiap
Ketaren (1987), untuk mengurangi perlakuan berbeda nyata terhadap
kerusakan bahan pangan berlemak perlakuan lainnya.
dan agar tahan lama, dapat dilakukan Kadar abu bakso ikan patin
dengan cara menyimpan lemak dipengaruhi oleh bahan baku dan
dalam ruang dingin dan beku. bahan tambahan yang digunakan
Semakin lama penyimpanan maka pada pengolahan bakso ikan patin,
kadar lemak daging semakin rendah. karena semakin rendah suhu yang
Hal ini disebabkan karena terjadinya digunakan maka nilai kadar abu akan
degradasi (kerusakan) lemak yang semakin tinggi dan juga Penurunan
terjadi secara perlahan-lahan saat kadar abu disebabkan pada saat
penyimpanan daging. Lemak pada pembekuan dan saat pencairan
ikan akan rusak akibat proses kembali kemungkinan di dalam drip
oksidasi akan menghasilkan bahan terkandung mineral.. Menurut
dengan rupa yang kurang menarik Nurcahyanti (2009), kadar abu
dan cita rasa yang tidak enak, serta dipengaruhi oleh komposisi kimia
kerusakan sebagian vitamin dan seperti kadar air, lemak, protein,
asam lemak esensial yang terdapat karbohidrat dan bahan lainnya.
dalam minyak. Selanjutnya menurut Lawrie (1979),
menyatakan di dalam drip
Nilai kadar abu terkandung beberapa mineral,
Nilai rata-rata kadar abu pada sedangkan jumlah drip dipengaruhi
bakso ikan patin dari penanganan oleh kecepatan pembekuan.
bahan baku berbeda dapat dilihat
pada Tabel 8. Nilai uji lipat

Tabel 8. Nilai rata-rata kadar abu (%) bakso ikan patin dari penanganan bahan
baku berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 8,0 3,0 6,5
2 8,0 3,1 6,5
3 8,0 3,1 6,5
c a
Rata-rata 8,03 3,05 6,50 b

Berdasarkan Tabel 8, dapat Berdasarkan hasil penilaian


dilihat bahwa nilai rata-rata kadar rata-rata uji lipat bakso ikan patin
abu lemak bakso ikan patin dengan dari penanganan bahan baku berbeda
bahan bahan baku yang berbeda yang pada setiap perlakuan dapat dilihat
paling rendah adalah ID (3,05) dan pada Tabel 9.
kadar abu yang paling tinggi pada
Tabel 9. Nilai rata-rata uji lipat bakso ikan patin dari penanganan bahan baku
berbeda.
Perlakuan
Ulangan IS ID IB
1 4,8 4,4 4,6
2 4,7 4,4 4,5
3 4,7 4,5 4,5
b a
Rata-rata 4,73 4,44 4,52 a

Berdasarkan Tabel 9. dapat KESIMPULAN


dilihat bahwa nilai rata-rata uji lipat Berdasarkan hasil penelitian
yang paling rendah adalah ID (4,44) yang dilakukan dapat disimpulkan
dan yang paling tinggi pada bahwa:
perlakuan IS (4,73). Hasil uji nyata 1. Penanganan bahan baku berbeda
pada proses pengolahan bakso
beda jujur menunjukkan setiap
ikan patin memberi pengaruh
perlakuan berbeda nyata dengan sangat nyata terhadap nilai
perlakuan lainnya. organoleptik (rupa, aroma, rasa,
Berdasarkan hasil analisis dan tekstur) dan nilai kimia (kadar
folding test (uji lipat) bakso ikan air, protein dan lemak, dan abu).
patin dari penanganan bahan baku 2. Berdasarkan parameter yang diuji
dapat disimpulkan bahwa
berbeda memiliki kriteria uji
perlakuan terbaik terdapat pada
lipat/folding test yang baik, dimana perlakuan IS (ikan segar) dengan
pada bakso tersebut mempunyai karakteristik rupa bentuk bulat
kelenturan dan kelipatan yang sangat beraturan, seragam, tidak
kompak. Nilai folding test bakso ikan berongga dan warna putih krem
patin dari penanganan bahan baku (7,68), karakteristik aroma tidak
berbeda sangat dipengaruhi oleh amis, spesifik bakso ikan (7,76),
karakteristik rasa enak, rasa ikan
kekenyalan tekstur bakso ikan patin
masih terasa (7,88), karakteristik
yang dihasilkan. Tekstur dipengaruhi tekstur padat, kompak dan kenyal
oleh kemampuan aktomyiosin yang (8,12) dan karakteristik uji lipat
terdapat dalam daging lumat kriteria tidak pecah dilipat
membentuk gel. Selain itu, faktor- setengah dan seperempat
faktor yang mempengaruhi lingkaran (4,73). Dengan nilai
pembentukan gel adalah bahan baku kadar air 32,85%, kadar protein
28,17%, kadar lemak 7,96% dan
ikan, suhu, kadar air, jenis dan
kadar abu 8,03%.
jumlah zat-zat penambah seperti
tepung, lada, gula dari proses SARAN
pembuatan bakso itu sendiri Penulis menyarankan agar
(Wiraswanti, 2008). dilakukan penelitian lanjutan untuk
megetahui masa simpan dari bakso
ikan patin dari penanganan bahan
baku berbeda.
DAFTAR PUSTAKA Purnomo, A. H. 1995. Aktivitas Air
Afrianto, E dan Liviawaty, E. 1989. dan Perannya Dalam
Pengawetan dan Pengolahan Pengawetan Makanan UI
Ikan. Kanisius. Yogyakarta. Press. Jakarta.

Buckle, KA, Edward RA, Fleet GH Soekarto S. 1990. Penilaian


dan Wootton M. 1987. Ilmu Organoleptik Untuk Industri
Pangan. Di dalam: Purnomo Pangan dan Hasil
H, Adiono, penerjemah. Pertanian.Jakarta: Bharata
Jakarta: Universitas Indonesia Karya Aksara.
Press.
Subagja, Y. 2009. Fortifikasi Ikan
Estiasih, T. dan Ahmadi. 2009. Patin Pada Snackek Strusi
Teknologi Pengolahan (skripsi). Fakultas Perikanan
Pangan. Bumi Aksara. Dan Ilmu Kelautan. Institute
Malang. Pertanian Bogor.
Gracey, J. F., 1986. Meat Hygiene. Suryaningrum, Suryanti, dan Ijah
Bailliere Tindall, ELBC Muljanahi. 2013. Buku
Eastbourne. East Sussex. Membuat Fillet Ikan Patin.
Gaspersz, V. 1991. Metode Sutaryo dan S Mulyani. 2004.
Perancangan Percobaan. Pengetahuan Bahan Olahan
Armico, Bandung. Hasil Ternak Dan Standar
Nasional Indonesia (SNI).
Ketaren, S. 2008. Pengantar Balai Pengembangan Sumber
Teknologi Minyak dan Daya Masyarakat Peternakan.
Lemak Pangan. Universitas Komplek-Taru Budaya
Indonesia (UI-Press), Jakarta, Ungaran, 24 Agustus 2004.
327 hlm.
Suparmi, Sumarto dan Syahrul.
Lawrie, R. A., 1979. Meat Science. 2012. Buku Ajar Dasar-Dasar
3rd ed. Pergamon Press. Teknologi Hasil Perikanan.
Oxford.

Liviawaty. E dan Afrianto, E. 2010.


Proses Penurunan dan Cara
Mempertahankan Kesegaran
Ikan. Widya padjajran.
Bandung.

Nurcahyanti, D. 2009. Pengaruh


Ratio Daging dan Filler
Tepung Tapioka Terhadap
Kualitas Fisik dan Sensoris
Nugget Kelinci. Skripsi.
Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai