Dokumen - Tips - Makalah Konversi Energi Pada PLTN
Dokumen - Tips - Makalah Konversi Energi Pada PLTN
DISUSUN OLEH :
NIM : 08.6.7008.1111
Puji syukur saya ucapkan atas kehadiratTuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan kepada dosen pembimbing konversi energy yaitu Bapak Mustangin dan teman-teman yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena sebab
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini menjadi bagus.
Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...
Penulis
Wahyu Pamudji
DAFTAR ISI
1. Abstrak
2. Pendahuluan
3. Permasalahan yang ditimbulkan
4. Energi Nuklir
5. Proses Kerja PLTN
6. Jenis-Jenis PLTN
7. Persyaratan Keselamatan
8. Permasalahan yang Timbul
9. Perawatan dan pemeliharaan
10. Penutup
a. Simpulan
b. Daftar pustaka
Abstrak
Pengertian pembangkit adalah suatu rangkaian alat atau mesin yang merubah energi
mekanikal untuk menghasilkan energi listrik, biasanya rangkaian alat itu terdiri dari Turbin
dan Generator Listrik. Fungsi dari Turbin adalah untuk memutar Rotor dari Generator Listrik,
sehingga dari putaran Rotor itu dihasilkanlah energi listrik. Listrik yang dihasilkan dinaikkan
dulu voltasenya menjadi 150 KV s/d 500 KV melalui Trafo Step Up. Penaikan tegangan ini
berfungsi untuk mengurangi kerugian akibat hambatan pada kawat penghantar sela proses
transmisi. Dengan tegangan yang ekstra tinggi maka arus yang mengalir pada kawat
penghantar menjadi kecil.Tegangan yang sudah dinaikkan kemudian ditransmisikan melalui
jaringan Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) ke Gardu Induk/GI, untuk diturunkan
voltasenya menjadi tegangan menengah 20 KV,kemudian tegangan menengah disalurkan
melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM),ke Trafo-trafo Distribusi.Di trafo-trafo
distribusi voltasenya diturunkan dari 20 KV menjadi 220 volt dari trafo-trafo distribusi
disalurkan melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) ke Pelanggan Listrik.
Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimulai
beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi nuklir
berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat
dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu
manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada
mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru
dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada
dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya. Listrik pertama yang
dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1951. Selanjutnya pada
tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan di Rusia. PLTN pertama di dunia yang
memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama kali pada bulan Oktober 1956 di Calder
Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas dua reaktor nuklir yang mampu
memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses pengoperasian PLTN tersebut telah
mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan model yang sama di berbagai tempat.
PLTN adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari
satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.dengan cara Di dalam inti atom tersimpan
tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan
melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakaran
kimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara.
Besar energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam
kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein : E = m C2, dengan m : massa bahan (kg)
dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energi nuklir berasal dari perubahan sebagian massa
inti dan keluar dalam bentuk panas.
Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai
tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi nuklir tak terkendali terjadi misal
pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir sengaja tidak dikendalikan agar
dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan bom memiliki daya rusak yang
maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan secara aman dan energi yang
dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka manusia berusaha untuk
membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir. Jadi reaktor nuklir
sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan.
Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda dengan reaksi berantai pada
ledakan bom nuklir. Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat
dilepaskan oleh reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh perhitungan sederhana. Ambil 1 g
(0,001 kg) bahan bakar nuklir 235U. Jumlah atom di dalam bahan bakar ini adalah :
Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energi sebesar
200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi
sebesar :
Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule (J), di mana 1 MeV = 1.6 x 10-13 J,
maka energi yang dilepaskan menjadi :
Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik, maka
energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 g 235U adalah :
Karena 1J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan elektronik seperti pesawat TV dengan daya (P)
100 W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1 g 235U selama :
Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan 7,78 tahun terus-menerus tanpa
dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut hanya dinyalakan selama 12 jam/hari,
maka energi listrik dari 1 g 235U bisa dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV
selama lebih dari 15 tahun.
Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai
kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar nuklir. Energi panas yang
dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo
kalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton)
batubara. Melihat besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri
manusia untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pendahuluan
Ada dua cara untuk menghasilkan listrik secara ekonomis dalam skala besar. Pertama
menggunakan tenaga air dan kedua menggunakan tenaga panas. Tenaga air memanfaatkan
energi gravitasi air terjun, sedangkan tenaga panas memanfaatkan energi yang terdapat pada
uap bertekanan tinggi. Kedua-duanya untuk memutar turbin dan generator listrik. Murahnya
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) karena ia tidak memerlukan bahan bakar. Bahan bakar
PLTA disuplai secara tidak langsung dari energi surya melalui siklus hidrologik. Jadi PLTA
satu-satunya pemanfaatan energi surya sebagai pembangkit listrik yang layak secara
ekonomi. Uap bertekanan tinggi pada pembangkit listrik tenaga uap dapat diperoleh dengan
cara membakar batu bara, minyak, gas, kayu, dan bahan-bahan lain yang dapat terbakar untuk
memanaskan air.
Pemanasan air ini juga dapat ditempuh dengan memanfaatkan energi yang
dikeluarkan melalui proses pembelahan inti atom uranium (proses fissi inti). Pembangkit
listrik yang terakhir ini dikenal dengan nama Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi di masa sekarang dan akan datang, sebagian besar
masyarakat sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan suplai energinya, terutama energi
listrik yang peningkatan kebutuhannya untuk kini saja gagal diantisipasi oleh PLN. Selain
listrik merupakan sumber penerangan, ia mempunyai peranan lain yaitu sebagai pendorong
perekonomian, sehingga ada suatu korelasi antara konsumsi energi listrik dan keadaan
perekonomian suatu masyarakat. Namun demikian, dari beberapa sumber energi yang ada
perlu ditentukan beberapa alternatif pilihan. Alternatif-alternatif tersebut sudah sering
ditawarkan oleh pemerintah dan telah banyak dibahas, dikaji dan dikomentari oleh para pakar
energi, pakar listrik maupun masyarakat umum.
3. Permasalahan
Latar belakang penulisa makalah ini adalah mengambil topik ini adalah rencana
pembangunan PLTN diIndonesia sebagai salah satu alternatif mengatasi krisis energi di
Indonesia. Pembangunan PLTN ini juga merupakan penerapan IPTEK dalam pembangunan
yang berkesinambungan diIndonesia. Krisis ini sudah cukup lama dirasakan masyarakat yaitu
seringnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) melakukan pemadaman listrik secara bergilir di
Sumatera, Jawa, Bali, dan daerahdaerah lainnya di Indonesia. Ini terjadi karena masih
kurangnya pasokan listrik yang dipasok pembangkit-pembangkit listrik yang sudah ada.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal
dimana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.
Reaktor nuklir adalah tempat di mana reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan.
Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
dimulai beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi
nuklir berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat
dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu
manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada
mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru
dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada
dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya.
Listrik pertama yang dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat, pada
tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan di Rusia.
PLTN pertama di dunia yang memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama kali pada
bulan Oktober 1956 di Calder Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas
dua reaktor nuklir yang mampu memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses
pengoperasian PLTN tersebut telah mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan model
yang sama di berbagai tempat. Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi
nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi
nuklir tak terkendali terjadi misal pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir
sengaja tidak dikendalikan agar dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan
bom memiliki daya rusak yang maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan
secara aman dan energi yang dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka
manusia berusaha untuk membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir.
Jadi reaktor nuklir sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat
dilangsungkan. Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda dengan reaksi
berantai pada ledakan bom nuklir.
4. Energi Nuklir
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga
nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini
sangat berbeda dengan pembakaran kimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti
pembakaran kayu, minyak, dan batu bara. Besar energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom
adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein :
E = mc2
, dengan m : massa bahan (kg) dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energi nuklir berasal
dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas.
Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat dilepaskan oleh
reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh perhitungan sederhana. Ambil 1 g (0,001 kg) bahan
bakar nuklir 235U (Uranium dengan isotop 235).
Jumlah atom di dalam bahan bakar ini adalah :
N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U.
Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energy sebesar
200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi
sebesar :
E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,2 x 1022 MeV
Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule (J), di mana 1 MeV = 1,6 x 10-13 J,
maka energi yang dilepaskan menjadi :
E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x 109 J
Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik,
maka energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 g 235U adalah :
E listrik = (30/100) x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J
Karena 1 J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan elektronik seperti pesawat TV dengan daya
(P) 100 W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1 g 235U selama :
t = Elistrik / P = 24,58 x 109 (J) / 100 (W) = 24,58 x 107 s
Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan 7,78 tahun terus-menerus tanpa
dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut hanya dinyalakan selama 12 jam/hari,
maka energi listrik dari 1 g 235U bisa dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV
selama lebih dari 15 tahun.
Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai
kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar nuklir. Energi panas yang
dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo
kalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton)
batubara. Melihat besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri
manusia untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.
Proses kerja PLTN sebenarnya hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik
konvensional seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang umumnya sudah dikenal
secara luas. Yang membedakan antara dua jenis pembangkit listrik itu adalah sumber panas
yang digunakan. PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir, sedang PLTU
mendapatkan suplai panas dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara atau minyak
bumi. Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya
hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedang kelebihan neutron
dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena
memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orde
ratusan hingga ribuan MW.
Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN
sbb :
a. Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar.
b. Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, bias pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe
reaktor nuklir yang digunakan.
c. Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan
energi gerak (kinetik).
d. Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator
sehingga dihasilkan arus listrik.
(1) Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau
me-moderate neutron sehingga mereka dapat menghasilkan reaksi fissi
selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi mempunyai energi yang
tinggi atau dalam keadaan cepat, dan harus diturunkan energinya atau
dilambatkan oleh moderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi
berantai. Contohnya : boiling water reactor (BWR) atau pressurized water
reactor (PWR)
6. Jenis-Jenis PLTN
Teknologi PLTN dirancang agar energi nuklir yang terlepas dari proses fisi dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam kehidupan sehari-hari. PLTN merupakan sebuah
sistem yang dalam operasinya menggunakan reaktor daya yang berperan sebagai tungku
penghasil panas. Dewasa ini ada berbagai jenis PLTN yang beroperasi. Perbedaan tersebut
ditandai dengan perbedaan tipe reaktor daya yang digunakannya. Masing-masing jenis
PLTN/tipe reaktor daya umumnya dikembangkan oleh negara-negara tertentu, sehingga
seringkali suatu jenis PLTN sangat menonjol dalam suatu negara, tetapi tidak dioperasikan
oleh negara lain. Perbedaan berbagai tipe reaktor daya itu bisa terletak pada penggunaan
bahan bakar, moderator, jenis pendinging serta perbedaan-perbedaan lainnya.
Perbedaan jenis reaktor daya yang dikembangkan antara satu negara dengan negara
lain juga dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknologi yang terkait dengan nuklir oleh
masing-masing negara. Pada awal pengembangan PLTN pada tahun 1950-an, pengayaan
uranium baru bisa dilakukan oleh Amerika Serikat dan Rusia, sehingga kedua negara tersebut
pada saat itu sudah mulai mengembangkan reaktor daya berbahan bakar uranium diperkaya.
Sementara itu di Kanada, Perancis dan Ingris pada saat itu dipusatkan pada program
pengembangan reaktor daya berbahan bakar uranium alam. Oleh sebab itu, PLTN yang
pertama kali beroperasi di ketiga negara tersebut menggunakan reaktor berbahan bakar
uranium alam. Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama Inggris dan Perancis juga
mengoperasikan PLTN berbahan bakar uranium diperkaya.
Sebagian besar reaktor daya yang beroperasi dewasa ini adalah jenis Reaktor Air
Ringan atau LWR (Light Water Reactor) yang mula-mula dikembangkan di AS dan Rusia.
Disebut Reaktor Air Ringan karena menggunakan H2O kemurnian tinggi sebagai bahan
moderator sekaligus pendingin reaktor. Reaktor ini terdiri atas Reaktor Air tekan atau PWR
(Pressurized Water Reactor) dan Reaktor Air Didih atau BWR (Boiling Water Reactor)
dengan jumlah yang dioperasikan masing-masing mencapai 52 % dan 21,5 % dari total
reaktor daya yang beroperasi. Sedang sisanya sebesar 26,5 % terdiri atas berbagai type
reaktor daya lainnya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut berbagai jenis PLTN yang dewasa
ini beroperasi diberbagai negara.
Pada tahun 1981, perusahaan Toshiba, General Electric dan Hitachi melakukan kerja
sama dengan perusahaan Tokyo Electric Power Co. Inc. untuk memulai suatu proyek
pengembangan patungan dalam rangka meningkatkan unjuk kerja sistem Reaktor Air Didih
dengan memperkenalkan Reaktor Air Didih Tingkat Lanjut atau A-BWR (Advanced Boiling
Water Reactor). Kapasitas A-BWR dirancang lebih besar untuk mempertinggi keuntungan
ekonomis. Di samping itu, beberapa komponen reaktor juga mengalami peningkatan, seperti
peningkatan dalam fraksi bakar, penyempurnaan sistem pompa sirkulasi pendingin,
mekanisme penggerak batang kendali dan lain-lain.
d. Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR)
HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan
air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas
pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi
termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan
kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum
terpecahkan hingga sekarang.
f. Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor,
SGHWR)
Keunikan dari reaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium
dengan pengayaan rendahatau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium.
Pada saat bahan bakar terbakar,penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit
sekali.
8. Persyaratan Keselamatan
Bertujuan untuk meminimalkan penyebaran zat radioaktif. Pendekatan dasar yang
digunakan adalah menentukan kriteria untuk dosis radiasi dan kemungkinan kecelakaan,
kemudian merancang, membangun, dan mengoperasikan PLTN sehingga memenuhi kriteria
keselamatan.
a. Gempa bumi, lebih besar dibandingkan dengan yang diperkirakan berdasar sejarah
geologi dari daerah tapak, menggoncangkan sistem dan struktur keselamatan,
b. Kedua sumber daya eksternal normal tidak tersedia untuk mengoperasikan system
keselamatan.
c. Pipa nuklir paling besar yang sangat membahayakan pecah,
d. Pecahnya pipa terjadi tiba-tiba dan pipa putus seketika.
e. Kegagalan tunggal terjadi dari sembarang komponen aktif sistem keselamatan yang
diperlukan untuk memproteksi PLTN.
1. ANONIM, Nuclear Power, the Environment and Man, International Atomic Energy
Agency, Vienna, Austria (1984).
2. ANONIM, Nuclear Energy in Japan, International Nuclear Corporation Center, Japan
(1984).
3. ANONIM, Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Atomos, Vol 1(2),
Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta (1986).
4. ANONIM, Peningkatan Peranan Energi Nuklir di 15 Negara, Buletin BATAN, Th.
XII (3), Badan Tenaga Atom Nasional (1991) Hal. 28-29
5. ANONIM, Energi Nuklir, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 3, Grolier International
Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 266-279.
6. BENNETT, L.L., et.al., Nuclear Power Performance and Safety, IAEA Bulletin, Vol.
29 (4), Vienna, Austria (1987) pp. 5-12.
7. COHEN, B. L., Concept of Nuclear Physics, Tata McGraw-Hill Publishing Company
Ltd., New Delhi (1982).
8. EICHHOLZ, G. G., Environmental Aspects of Nuclear Power, An Arbor Science
Publisher Inc., Mich 48106 (1977).
9. GLASSTONE, S. and JORDAN, W. H., Nuclear Power and Its Environment Effects,
American Nuclear Society, Illinois (1981).
10. KLUEH, RONALD, Future Nuclear Reactor - Safety First ?, New Scientist (April
1986) pp. 41-45.