Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KONVERSI ENERGI PADA PLTN

DISUSUN OLEH :

NAMA : Wahyu Pamudji

NIM : 08.6.7008.1111

JURUSAN : Teknik Elektro

SEKOLAH TINGGI TEKNIK WIWOROTOMO


PURWOKERTO
2009
Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan atas kehadiratTuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan kepada dosen pembimbing konversi energy yaitu Bapak Mustangin dan teman-teman yang
telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena sebab
itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini menjadi bagus.
Dan semoga sengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.
Amin...

Penulis

Wahyu Pamudji
DAFTAR ISI

1. Abstrak
2. Pendahuluan
3. Permasalahan yang ditimbulkan
4. Energi Nuklir
5. Proses Kerja PLTN
6. Jenis-Jenis PLTN
7. Persyaratan Keselamatan
8. Permasalahan yang Timbul
9. Perawatan dan pemeliharaan
10. Penutup
a. Simpulan
b. Daftar pustaka
Abstrak

Pengertian pembangkit adalah suatu rangkaian alat atau mesin yang merubah energi
mekanikal untuk menghasilkan energi listrik, biasanya rangkaian alat itu terdiri dari Turbin
dan Generator Listrik. Fungsi dari Turbin adalah untuk memutar Rotor dari Generator Listrik,
sehingga dari putaran Rotor itu dihasilkanlah energi listrik. Listrik yang dihasilkan dinaikkan
dulu voltasenya menjadi 150 KV s/d 500 KV melalui Trafo Step Up. Penaikan tegangan ini
berfungsi untuk mengurangi kerugian akibat hambatan pada kawat penghantar sela proses
transmisi. Dengan tegangan yang ekstra tinggi maka arus yang mengalir pada kawat
penghantar menjadi kecil.Tegangan yang sudah dinaikkan kemudian ditransmisikan melalui
jaringan Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) ke Gardu Induk/GI, untuk diturunkan
voltasenya menjadi tegangan menengah 20 KV,kemudian tegangan menengah disalurkan
melalui Jaringan Tegangan Menengah (JTM),ke Trafo-trafo Distribusi.Di trafo-trafo
distribusi voltasenya diturunkan dari 20 KV menjadi 220 volt dari trafo-trafo distribusi
disalurkan melalui Jaringan Tegangan Rendah (JTR) ke Pelanggan Listrik.

Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) dimulai
beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi nuklir
berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat
dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu
manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada
mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru
dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada
dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya. Listrik pertama yang
dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat, pada tahun 1951. Selanjutnya pada
tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan di Rusia. PLTN pertama di dunia yang
memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama kali pada bulan Oktober 1956 di Calder
Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas dua reaktor nuklir yang mampu
memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses pengoperasian PLTN tersebut telah
mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan model yang sama di berbagai tempat.

PLTN adalah stasiun pembangkit listrik thermal di mana panas yang dihasilkan diperoleh dari
satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.dengan cara Di dalam inti atom tersimpan
tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga nuklir itu hanya dapat dikeluarkan
melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini sangat berbeda dengan pembakaran
kimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti pembakaran kayu, minyak dan batubara.
Besar energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom adalah seperti dirumuskan dalam
kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein : E = m C2, dengan m : massa bahan (kg)
dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energi nuklir berasal dari perubahan sebagian massa
inti dan keluar dalam bentuk panas.
Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai
tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi nuklir tak terkendali terjadi misal
pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir sengaja tidak dikendalikan agar
dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan bom memiliki daya rusak yang
maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan secara aman dan energi yang
dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka manusia berusaha untuk
membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir. Jadi reaktor nuklir
sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan.
Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda dengan reaksi berantai pada
ledakan bom nuklir. Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat
dilepaskan oleh reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh perhitungan sederhana. Ambil 1 g
(0,001 kg) bahan bakar nuklir 235U. Jumlah atom di dalam bahan bakar ini adalah :

N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U.

Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energi sebesar
200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi
sebesar :

E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,2 x 1022 MeV

Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule (J), di mana 1 MeV = 1.6 x 10-13 J,
maka energi yang dilepaskan menjadi :

E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x 109 J

Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik, maka
energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 g 235U adalah :

Elistrik = (30/100) x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J

Karena 1J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan elektronik seperti pesawat TV dengan daya (P)
100 W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1 g 235U selama :

t = Elistrik / P = 24,58 x 109 (J) / 100 (W) = 24,58 x 107 s

Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan 7,78 tahun terus-menerus tanpa
dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut hanya dinyalakan selama 12 jam/hari,
maka energi listrik dari 1 g 235U bisa dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV
selama lebih dari 15 tahun.

Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai
kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar nuklir. Energi panas yang
dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo
kalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton)
batubara. Melihat besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri
manusia untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pendahuluan
Ada dua cara untuk menghasilkan listrik secara ekonomis dalam skala besar. Pertama
menggunakan tenaga air dan kedua menggunakan tenaga panas. Tenaga air memanfaatkan
energi gravitasi air terjun, sedangkan tenaga panas memanfaatkan energi yang terdapat pada
uap bertekanan tinggi. Kedua-duanya untuk memutar turbin dan generator listrik. Murahnya
pembangkit listrik tenaga air (PLTA) karena ia tidak memerlukan bahan bakar. Bahan bakar
PLTA disuplai secara tidak langsung dari energi surya melalui siklus hidrologik. Jadi PLTA
satu-satunya pemanfaatan energi surya sebagai pembangkit listrik yang layak secara
ekonomi. Uap bertekanan tinggi pada pembangkit listrik tenaga uap dapat diperoleh dengan
cara membakar batu bara, minyak, gas, kayu, dan bahan-bahan lain yang dapat terbakar untuk
memanaskan air.
Pemanasan air ini juga dapat ditempuh dengan memanfaatkan energi yang
dikeluarkan melalui proses pembelahan inti atom uranium (proses fissi inti). Pembangkit
listrik yang terakhir ini dikenal dengan nama Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).
Dalam sudut pandang kebutuhan energi di masa sekarang dan akan datang, sebagian besar
masyarakat sepakat bahwa Indonesia harus meningkatkan suplai energinya, terutama energi
listrik yang peningkatan kebutuhannya untuk kini saja gagal diantisipasi oleh PLN. Selain
listrik merupakan sumber penerangan, ia mempunyai peranan lain yaitu sebagai pendorong
perekonomian, sehingga ada suatu korelasi antara konsumsi energi listrik dan keadaan
perekonomian suatu masyarakat. Namun demikian, dari beberapa sumber energi yang ada
perlu ditentukan beberapa alternatif pilihan. Alternatif-alternatif tersebut sudah sering
ditawarkan oleh pemerintah dan telah banyak dibahas, dikaji dan dikomentari oleh para pakar
energi, pakar listrik maupun masyarakat umum.

3. Permasalahan
Latar belakang penulisa makalah ini adalah mengambil topik ini adalah rencana
pembangunan PLTN diIndonesia sebagai salah satu alternatif mengatasi krisis energi di
Indonesia. Pembangunan PLTN ini juga merupakan penerapan IPTEK dalam pembangunan
yang berkesinambungan diIndonesia. Krisis ini sudah cukup lama dirasakan masyarakat yaitu
seringnya PLN (Perusahaan Listrik Negara) melakukan pemadaman listrik secara bergilir di
Sumatera, Jawa, Bali, dan daerahdaerah lainnya di Indonesia. Ini terjadi karena masih
kurangnya pasokan listrik yang dipasok pembangkit-pembangkit listrik yang sudah ada.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah stasiun pembangkit listrik thermal
dimana panas yang dihasilkan diperoleh dari satu atau lebih reaktor nuklir pembangkit listrik.
Reaktor nuklir adalah tempat di mana reaksi nuklir berantai terkendali dapat dilangsungkan.
Sejarah pemanfaatan energi nuklir melalui Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
dimulai beberapa saat setelah tim yang dipimpin Enrico Fermi berhasil memperoleh reaksi
nuklir berantai terkendali yang pertama pada tahun 1942. Reaktor nuklirnya sendiri sangat
dirahasiakan dan dibangun di bawah stadion olah raga Universitas Chicago. Mulai saat itu
manusia berusaha mengembangkan pemanfaatan sumber tenaga baru tersebut. Namun pada
mulanya, pengembangan pemanfaatan energi nuklir masih sangat terbatas, yaitu baru
dilakukan di Amerika Serikat dan Jerman. Tidak lama kemudian, Inggris, Perancis, Kanada
dan Rusia juga mulai menjalankan program energi nuklirnya.
Listrik pertama yang dihasilkan dari PLTN terjadi di Idaho, Amerika Serikat, pada
tahun 1951. Selanjutnya pada tahun 1954 PLTN skala kecil juga mulai dioperasikan di Rusia.
PLTN pertama di dunia yang memenuhi syarat komersial dioperasikan pertama kali pada
bulan Oktober 1956 di Calder Hall, Cumberland. Sistim PLTN di Calder Hall ini terdiri atas
dua reaktor nuklir yang mampu memproduksi sekitar 80 juta Watt tenaga listrik. Sukses
pengoperasian PLTN tersebut telah mengilhami munculnya beberapa PLTN dengan model
yang sama di berbagai tempat. Dilihat dari proses berlangsungnya, ada dua jenis reaksi
nuklir, yaitu reaksi nuklir berantai tak terkendali dan reaksi nuklir berantai terkendali. Reaksi
nuklir tak terkendali terjadi misal pada ledakan bom nuklir. Dalam peristiwa ini reaksi nuklir
sengaja tidak dikendalikan agar dihasilkan panas yang luar biasa besarnya sehingga ledakan
bom memiliki daya rusak yang maksimal. Agar reaksi nuklir yang terjadi dapat dikendalikan
secara aman dan energi yang dibebaskan dari reaksi nuklir tersebut dapat dimanfaatkan, maka
manusia berusaha untuk membuat suatu sarana reaksi yang dikenal sebagai reaktor nuklir.
Jadi reaktor nuklir sebetulnya hanyalah tempat dimana reaksi nuklir berantai terkendali dapat
dilangsungkan. Reaksi berantai di dalam reaktor nuklir ini tentu sangat berbeda dengan reaksi
berantai pada ledakan bom nuklir.

4. Energi Nuklir
Di dalam inti atom tersimpan tenaga inti (nuklir) yang luar biasa besarnya. Tenaga
nuklir itu hanya dapat dikeluarkan melalui proses pembakaran bahan bakar nuklir. Proses ini
sangat berbeda dengan pembakaran kimia biasa yang umumnya sudah dikenal, seperti
pembakaran kayu, minyak, dan batu bara. Besar energi yang tersimpan (E) di dalam inti atom
adalah seperti dirumuskan dalam kesetaraan massa dan energi oleh Albert Einstein :
E = mc2
, dengan m : massa bahan (kg) dan C = kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Energi nuklir berasal
dari perubahan sebagian massa inti dan keluar dalam bentuk panas.
Untuk mendapatkan gambaran tentang besarnya energi yang dapat dilepaskan oleh
reaksi nuklir, berikut ini diberikan contoh perhitungan sederhana. Ambil 1 g (0,001 kg) bahan
bakar nuklir 235U (Uranium dengan isotop 235).
Jumlah atom di dalam bahan bakar ini adalah :
N = (1/235) x 6,02 x 1023 = 25,6 x 1020 atom 235U.
Karena setiap proses fisi bahan bakar nuklir 235U disertai dengan pelepasan energy sebesar
200 MeV, maka 1 g 235U yang melakukan reaksi fisi sempurna dapat melepaskan energi
sebesar :
E = 25,6 x 1020 (atom) x 200 (MeV/atom) = 51,2 x 1022 MeV
Jika energi tersebut dinyatakan dengan satuan Joule (J), di mana 1 MeV = 1,6 x 10-13 J,
maka energi yang dilepaskan menjadi :
E = 51,2 x 1022 (MeV) x 1,6 x 10-13 (J/MeV) = 81,92 x 109 J
Dengan menganggap hanya 30 % dari energi itu dapat diubah menjadi energi listrik,
maka energi listrik yang dapat diperoleh dari 1 g 235U adalah :
E listrik = (30/100) x 81,92 x 109 J = 24,58 x 109 J
Karena 1 J = 1 W.s ( E = P.t), maka peralatan elektronik seperti pesawat TV dengan daya
(P) 100 W dapat dipenuhi kebutuhan listriknya oleh 1 g 235U selama :
t = Elistrik / P = 24,58 x 109 (J) / 100 (W) = 24,58 x 107 s
Angka 24,58 x 107 sekon (detik) sama lamanya dengan 7,78 tahun terus-menerus tanpa
dimatikan. Jika diasumsikan pesawat TV tersebut hanya dinyalakan selama 12 jam/hari,
maka energi listrik dari 1 g 235U bisa dipakai untuk mensuplai kebutuhan listrik pesawat TV
selama lebih dari 15 tahun.

Contoh perhitungan di atas dapat memberikan gambaran yang cukup jelas mengenai
kandungan energi yang tersimpan di dalam bahan bakar nuklir. Energi panas yang
dikeluarkan dari pembelahan satu kg bahan bakar nuklir 235U adalah sebesar 17 milyar kilo
kalori, atau setara dengan energi yang dihasilkan dari pembakaran 2,4 juta kg (2.400 ton)
batubara. Melihat besarnya kandungan energi tersebut, maka timbul keinginan dalam diri
manusia untuk memanfaatkan energi nuklir sebagai pembangkit listrik dalam rangka
memenuhi kebutuhan energi dalam kehidupan sehari-hari.

5. Proses Kerja PLTN

Proses kerja PLTN sebenarnya hampir sama dengan proses kerja pembangkit listrik
konvensional seperti pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), yang umumnya sudah dikenal
secara luas. Yang membedakan antara dua jenis pembangkit listrik itu adalah sumber panas
yang digunakan. PLTN mendapatkan suplai panas dari reaksi nuklir, sedang PLTU
mendapatkan suplai panas dari pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara atau minyak
bumi. Reaktor daya dirancang untuk memproduksi energi listrik melalui PLTN. Reaktor daya
hanya memanfaatkan energi panas yang timbul dari reaksi fisi, sedang kelebihan neutron
dalam teras reaktor akan dibuang atau diserap menggunakan batang kendali. Karena
memanfaatkan panas hasil fisi, maka reaktor daya dirancang berdaya thermal tinggi dari orde
ratusan hingga ribuan MW.
Proses pemanfaatan panas hasil fisi untuk menghasilkan energi listrik di dalam PLTN
sbb :
a. Bahan bakar nuklir melakukan reaksi fisi sehingga dilepaskan energi dalam
bentuk panas yang sangat besar.
b. Panas hasil reaksi nuklir tersebut dimanfaatkan untuk menguapkan air
pendingin, bias pendingin primer maupun sekunder bergantung pada tipe
reaktor nuklir yang digunakan.
c. Uap air yang dihasilkan dipakai untuk memutar turbin sehingga dihasilkan
energi gerak (kinetik).
d. Energi kinetik dari turbin ini selanjutnya dipakai untuk memutar generator
sehingga dihasilkan arus listrik.
(1) Reaktor thermal menggunakan moderator neutron untuk melambatkan atau
me-moderate neutron sehingga mereka dapat menghasilkan reaksi fissi
selanjutnya. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fissi mempunyai energi yang
tinggi atau dalam keadaan cepat, dan harus diturunkan energinya atau
dilambatkan oleh moderator sehingga dapat menjamin kelangsungan reaksi
berantai. Contohnya : boiling water reactor (BWR) atau pressurized water
reactor (PWR)

(2) Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan


moderator neutron. Karena reaktor cepat menggunkan jenis bahan bakar yang
berbeda dengan reaktor thermal, neutron yang dihasilkan di reaktor cepat tidak
perlu dilambatkan guna menjamin reaksi fissi tetap berlangsung. Boleh
dikatakan, bahwa reaktor thermal menggunakan neutron thermal dan reaktor
cepat menggunakan neutron cepat dalam proses reaksi fissi masing-masing

6. Jenis-Jenis PLTN
Teknologi PLTN dirancang agar energi nuklir yang terlepas dari proses fisi dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi dalam kehidupan sehari-hari. PLTN merupakan sebuah
sistem yang dalam operasinya menggunakan reaktor daya yang berperan sebagai tungku
penghasil panas. Dewasa ini ada berbagai jenis PLTN yang beroperasi. Perbedaan tersebut
ditandai dengan perbedaan tipe reaktor daya yang digunakannya. Masing-masing jenis
PLTN/tipe reaktor daya umumnya dikembangkan oleh negara-negara tertentu, sehingga
seringkali suatu jenis PLTN sangat menonjol dalam suatu negara, tetapi tidak dioperasikan
oleh negara lain. Perbedaan berbagai tipe reaktor daya itu bisa terletak pada penggunaan
bahan bakar, moderator, jenis pendinging serta perbedaan-perbedaan lainnya.

Perbedaan jenis reaktor daya yang dikembangkan antara satu negara dengan negara
lain juga dipengaruhi oleh tingkat penguasaan teknologi yang terkait dengan nuklir oleh
masing-masing negara. Pada awal pengembangan PLTN pada tahun 1950-an, pengayaan
uranium baru bisa dilakukan oleh Amerika Serikat dan Rusia, sehingga kedua negara tersebut
pada saat itu sudah mulai mengembangkan reaktor daya berbahan bakar uranium diperkaya.
Sementara itu di Kanada, Perancis dan Ingris pada saat itu dipusatkan pada program
pengembangan reaktor daya berbahan bakar uranium alam. Oleh sebab itu, PLTN yang
pertama kali beroperasi di ketiga negara tersebut menggunakan reaktor berbahan bakar
uranium alam. Namun dalam perkembangan berikutnya, terutama Inggris dan Perancis juga
mengoperasikan PLTN berbahan bakar uranium diperkaya.

Sebagian besar reaktor daya yang beroperasi dewasa ini adalah jenis Reaktor Air
Ringan atau LWR (Light Water Reactor) yang mula-mula dikembangkan di AS dan Rusia.
Disebut Reaktor Air Ringan karena menggunakan H2O kemurnian tinggi sebagai bahan
moderator sekaligus pendingin reaktor. Reaktor ini terdiri atas Reaktor Air tekan atau PWR
(Pressurized Water Reactor) dan Reaktor Air Didih atau BWR (Boiling Water Reactor)
dengan jumlah yang dioperasikan masing-masing mencapai 52 % dan 21,5 % dari total
reaktor daya yang beroperasi. Sedang sisanya sebesar 26,5 % terdiri atas berbagai type
reaktor daya lainnya. Berikut ini akan dibahas lebih lanjut berbagai jenis PLTN yang dewasa
ini beroperasi diberbagai negara.

a. Reaktor Air Didih

Kontruksi dari bejana tekan BWR


reaktor air didih adalah uap dibangkitkan langsung dalam bejana reaktor dan kemudian
disalurkan ke turbin pembangkit listrik. Pendingin dalam bejana reaktorberada pada
temperatur sekitar 285C dan tekanan jenuhnya sekitar 70 atm. Reaktor ini tidak memiliki
perangkat pembangkit uap tersendiri, karena uap dibangkitkan di bejana reaktor. Karena itu
pada bagian atas bejana reaktor terpasang perangkat pemisah dan pengering uap, akibatnya
konstruksi bejana reaktor menjadi lebih rumit. Pada reaktor air didih, panas hasil fisi dipakai
secara langsung untuk menguapkan air pendingin dan uap yang terbentuk langsung dipakai
untuk memutar turbin. Turbin tekanan tinggi menerima uap pada suhu sekitar 290 C dan
tekanan sebesar 7,2 MPa. Sebagian uap diteruskan lagi ke turbin tekanan rendah. Dengan
sistim ini dapat diperoleh efisiensi thermal sebesar 34 %. Efisiensi thermal ini menunjukkan
prosentase panas hasil fisi yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik. Setelah melalui
turbin, uap tersebut akan mengalami proses pendinginan sehingga berubah menjadi air yang
langsung dialirkan ke teras reaktor untuk diuapkan lagi dan seterusnya. Dalam reaktor ini
digunakan bahan bakar 235U dengan tingkat pengayaannya 3-4 % dalam bentuk UO2.

Pada tahun 1981, perusahaan Toshiba, General Electric dan Hitachi melakukan kerja
sama dengan perusahaan Tokyo Electric Power Co. Inc. untuk memulai suatu proyek
pengembangan patungan dalam rangka meningkatkan unjuk kerja sistem Reaktor Air Didih
dengan memperkenalkan Reaktor Air Didih Tingkat Lanjut atau A-BWR (Advanced Boiling
Water Reactor). Kapasitas A-BWR dirancang lebih besar untuk mempertinggi keuntungan
ekonomis. Di samping itu, beberapa komponen reaktor juga mengalami peningkatan, seperti
peningkatan dalam fraksi bakar, penyempurnaan sistem pompa sirkulasi pendingin,
mekanisme penggerak batang kendali dan lain-lain.

b. Reaktor Air Tekan

Konstruksi bejana tekan PWR


Reaktor Air Tekan juga menggunakan H2O sebagai pendingin sekaligus moderator.
Bedanya dengan Reaktor Air Didih adalah penggunaan dua macam pendingin, yaitu
pendingin primer dan sekunder. Panas yang dihasilkan dari reaksi fisi dipakai untuk
memanaskan air pendingin primer. Dalam reaktor ini dilengkapi dengan alat pengontrol
tekanan (pessurizer) yang dipakai untuk mempertahankan tekanan sistim pendingin primer.
Sistem pressure terdiri atas sebuah tangki yang dilengkapi dengan pemanas listrik dan
penyemprot air. Jika tekanan dalam teras reaktor berkurang, pemanas listrik akan
memanaskan air yang terdapat di dalam tangki pressure sehingga terbentuklah uap tambahan
yang akan menaikkan tekanan dalam sistim pendingin primer. Sebaliknya apabila tekanan
dalam sistim pendingin primer bertambah, maka sistem penyemprot air akan mengembunkan
sebagian uap sehingga tekanan uap berkurang dan sistem pendingin primer akan kembali ke
keadaan semula. Tekanan pada sistem pendingin primer dipertahankan pada posisi 150 Atm
untuk mencegah agar air pendingin primer tidak mendidih pada suhu sekitar 300 C. Pada
tekanan udara normal, air akan mendidih dan menguap pada suhu 100 C.
Dalam proses kerjanya, air pendingin primer dialirkan ke sistem pembangkit uap
sehingga terjadi pertukaran panas antara sistem pendingin primer dan sistem pendingin
sekunder. Dalam hal ini antara kedua pendingin tersebut hanya terjadi pertukaran panas tanpa
terjadi kontak atau percampuran, karena antara kedua pendingin itu dipisahkan oleh sistim
pipa. Terjadinya pertukaran panas menyebabkan air pendingin sekunder menguap. Tekanan
pada sistem pendingin sekunder dipertahankan pada tekanan udara normal sehingga air dapat
menguap pada suhu 100 C. Uap yang terbentuk di dalam sistem pembangkit uap ini
selanjutnya dialirkan untuk memutar turbin.
Dari uraian di atas tergambar bahwa sistem kerja PLTN dengan Reaktor Air Tekan
lebih rumit dibandingkan dengan sistem Reaktor Air Didih. Namun jika dilihat pada sistem
keselamatannya, Reaktor Air Tekan lebih aman dibandingkan dengan Reaktor Air Didih.
Pada Reaktor Air Tekan perputaran sistem pendingin primernya betul-betul tertutup,
sehingga apabila terjadi kebocoran bahan radioaktif di dalam teras reaktor tidak akan
menyebabkan kontaminasi pada turbin. Sedang pada Reaktor Air Didih, kebocoran bahan
radioaktif yang terlarut dalam air pendingin primer dapat menyebabkan terjadinya
kontaminasi pada turbin. Reaktor Air Tekan juga mempunyai keandalan operasi dan
keselamatan yang sangat baik. Salah satu faktor penunjangnya adalah karena reaktor ini
mempunyai koefisien reaktivitas negatif. Apabila terjadi kenaikan suhu dalam teras reaktor
secara mendadak, maka daya reaktor akan segera turun dengan sendirinya. Namun karena
menggunakan dua sistem pendingin, maka efisiensi thermalnya sedikit lebih rendah
dibandingkan dengan Reaktor Air Didih.

c. Reaktor Air Berat atau HWR (Heavy Water Reactor)


Reaktor Air Berat merupakan jenis reaktor yang menggunakan D2O (air berat)
sebagai moderator sekaligus pendingin. Reaktor ini menggunakan bahan bakar uranium alam
sehingga harus digunakan air berat yang penampang lintang serapannya terhadap neutron
sangat kecil. PLTN dengan Reaktor Air berat yang paling terkenal adalah CANDU (Canadian
Deuterium Uranium) yang pertama kali dikembangkan oleh Canada. Seperti halnya Reaktor
Air tekan, Reaktor CANDU juga mempunyai sistem pendingin primer dan sekunder,
pembangkit uap dan pengontrol tekanan untuk mempertahankan tekanan tinggi pada sistem
pendingin primer. D2O dalam reaktor CANDU hanya dimanfaatkan sebagai sistim pendingin
primer, sedang sistim pendingin sekundernya menggunakan H2O.
Dalam pengoperasian reaktor CANDU, kemurnian D2O harus dijaga pada tingkat 95-
99,8 %. Air berat merupakan bahan yang harganya sangat mahal dan secara fisik maupun
kimia tidak dapat dibedakan secara langsung dengan H2O. Oleh sebab itu, perlu adanya
usaha penanggulangan kebocoran D2O baik dalam bentuk uap maupun cairan. Aliran
ventilasi dari ruangan dilakukan secara tertutup dan selalu dipantau tingkat kebasahannya,
sehingga kemungkinan adanya kebocoran D2O dapat diketahui secara dini.

d. Reaktor Air Berat Pendingin Gas (Heavy Water Gas Cooled Reactor, HWGCR)
HWGCR atau sering dibalik GCHWR adalah suatu tipe reaktor nuklir yang menggunakan
air berat sebagai bahan moderatornya, sehingga pemanfaatan neutronnya optimal. Gas
pendingin dinaikkan temperaturnya sampai pada tingkat yang cukup tinggi sehingga efisiensi
termal reaktor ini dapat ditingkatkan. Tetapi oleh karena persoalan pengembangan bahan
kelongsong yang tahan terhadap temperatur tinggi dan paparan radiasi lama belum
terpecahkan hingga sekarang.

e. Reaktor Magnox atau MR (Magnox Reactor)


Reaktor Magnox menggunakan bahan bakar dalam bentuk logam uranium atau
paduannya yang dimasukkan ke dalam kelongsong paduan magnesium (Mg). Reaktor ini
dikembangkan dan banyak dioperasikan oleh Inggris. Termasuk dalam reaktor jenis ini
adalah reaktor penelitian pertama di dunia yang dibangun oleh tim pimpinan Enrico Fermi di
Chicago, Amerika Serikat. Reaktor Magnox menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit
sebagai moderator, dan uranium alam sebagai bahan bakar. Panas hasil fisi diambil dengan
mengalirkan gas CO2 melalui elemen bakar menuju ke sistim pembangkit uap. Dari
pertukaran panas ini akan dihasilkan uap air yang selanjutnya dapat dipakai untuk memutar
turbin.
Hasil dari usaha dalam penyempurnaan unjuk kerja Reaktor Magnox adalah
diperkenalkannya Reaktor Maju Berpendingin Gas atau AGR (Advanced Gas-cooled
Reactor). Dalam reaktor ini juga menggunakan CO2 sebagai pendingin, grafit sebagai
moderator, namun bahan bakarnya berupa uranium sedikit diperkaya yang dibungkus dengan
kelongsong dari baja tahan karat. Pengayaan bahan bakar ini dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi thermal dan fraksi bakar bahan bakarnya

f. Reaktor Air Berat Pembangkit Uap (Steam Generated Heavy Water Reactor,
SGHWR)
Keunikan dari reaktor ATR ini adalah, bahan bakar dapat terbuat dari uranium
dengan pengayaan rendahatau uranium alam yang diperkaya dengan plutonium.
Pada saat bahan bakar terbakar,penyusutan plutonium di bahan bakar sedikit
sekali.

g. Reaktor Pendingin Gas (Gas Cooled Reactor, GCR)


Grafit sebagai bahan moderator sudah digunakan oleh ilmuwan Enrico Fermi
sejak reaktornuklir pertama Chicago Pile No.1 (CP 1). Grafit terkenal murah dan
dapat diperoleh dalamjumlah besar.
Plutonium (Pu-239) yang digunakan pada bom atom yang dijatuhkan pada saat
Perang Dunia II dibuat di reaktor grafit. Setelah perang dunia berakhir reaktor
GCR adalah salah satu tipe reaktor yang didesain-ulang di Inggris maupun
Perancis.
Reaktor ini menggunakan bahan bakar logam uranium alam, moderator grafit
pendingin gas karbondioksida. Bahan kelongsong terbuat dari paduan magnesium
(Magnox), oleh karena itu reaktor ini disebut sebagai reaktor Magnox.
Reaktor Magnox mempunyai pembangkitan daya listrik cukup besar dan efisiensi
ekonomi yang baik.

h. Reaktor Temperatur Tinggi atau HTR (High Temperature Reactor)


Reaktor Temperatur Tinggi adalah jenis reaktor yang menggunakan pendingin gas
helium (He) dan moderator grafit. Reaktor ini mampu menghasilkan panas hingga 750 C
dengan efisiensi thermalnya sekitar 40 %. Panas yang dibangkitkan dalam teras reaktor
dipindahkan menggunakan pendingin He (sistim primer) ke pembangkit uap. Dalam
pembangkit uap ini panas akan diserap oleh sistim uap air umpan (sistim sekunder) dan uap
yang dihasilkannya dialirkan ke turbin. Dalam reaktor ini juga ada sistim pemisah antara
sistim pendingin primer yang radioaktif dan sistim pendingin sekunder yang tidak radioaktif.
Elemen bahan bakar yang digunakan dalam Reaktor Temperatur Tinggi berbentuk
bola, tiap elemen mengandung 192 gram carbon, 0,96 gram 235U dan 10,2 gram 232Th yang
dapat dibiakkan menjadi bahan bakar baru 233U. Proses fisi dalam teras reaktor mampu
memanaskan gas He hingga mencapai suhu 750 _C. Setelah terjadi pertukaran panas dengan
sistem sekunder, suhu gas He akan turun menjadi 250 C. Gas He selanjutnya dipompakan
lagi ke teras reaktor untuk mengambil panas fisi, demikian seterusnya. Dalam operasi normal,
reaktor ini membutuhkan bahan bakar bola berdiameter 60 mm sebanyak 675.000 butir
yang diletakkan di dalam teras reaktor. Rata-rata setiap butir bahan bakar tinggal di dalam
teras selama enam bulan pada operasi beban penuh

7. Permasalahan yang Timbul


Seiring dengan rencana pemerintah mendirikan PLTN di Indonesia, timbul pro dan
kontra dalam masyarakat mengenai hal ini. Yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa dari
pihak yang tidak setuju sebagian besar tinjauan yang ditampilkan adalah dari sisi sosio-
kultural, politik, ekonomi, dan lingkungan dengan sedikit porsi tinjauan teknis, sedangakan
dari pihak yang setuju sebagaian besar tinjauan dari sisi teknis dan implementasi
pembangunannya semata dan dianggap kurang mengakomodasi pertimbangan-pertimbangan
sosial, kultural, ekonomi dan politis. Oleh karena itu ada kesenjangan informasi yang perlu
dipertemukan antara yang dilantunkan oleh pihak yang setuju dan tidak setuju. Sedikitnya
porsi teknis yang dilantunkan oleh pihak yang tidak setuju adalah wajar karena latar belakang
pengetahuan mereka tentang PLTN sebenarnya sangat minim. Oleh karena itu merupakan
tantangan bagi pihak yang setuju untuk menyajikan yang benar dan objektif ditinjau dari sisi
sosio-kultural, politik, ekonomi dan lingkungan dengan porsi yang lebih besar sehingga dapat
mengimbangi lantunan teknisnya.
Secara garis besar, masyarakat yang kurang senang akan kehadiran PLTN dapat
digolongkan menjadi tiga kelompok, pertama adalah kelompok masyarakat awam, bagi
mereka nuklir menimbulkan rasa takut, karena kurang paham terhadap sifat-sifat atau
karakter nuklir itu.Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa budayawan, politikus,
tokoh keagamaan dan beberapa anggota masyarakat umum lainnya. Kedua adalah masyarakat
yang sedikit pahamnya tentang nuklir. Mereka menyangsikan kemampuan orang Indonesia
dalam mengoperasikan PLTN dengan aman, termasuk pengambilan limbah radioaktif yang
timbul dari pengoperasian PLTN itu. Termasuk dalam kelompok ini adalah beberapa LSM
dan kalangan akademis. Ketiga adalah kelompok masyarakat yang cukup paham tentang
nuklir tetapi mereka menolak kehadiran PLTN. Karena mereka melihat PLTN dari kacamata
berbeda sehingga keluar argumen-argumen yang berbeda pula. Termasuk dalam kelompok
ini adalah beberapa pejabat dan mantan pejabat pemerintah yang pernah berhubungan dengan
masalah keenergian, kelistrikan dan penukliran.

8. Persyaratan Keselamatan
Bertujuan untuk meminimalkan penyebaran zat radioaktif. Pendekatan dasar yang
digunakan adalah menentukan kriteria untuk dosis radiasi dan kemungkinan kecelakaan,
kemudian merancang, membangun, dan mengoperasikan PLTN sehingga memenuhi kriteria
keselamatan.

Prinsip Pertahanan Berlapis

Ketenaganukliran menyangkut kehidupan dan keselamatan orang banyak, oleh karena


itu nuklir di Indonesia dikuasai oleh negara. Semua kegiatan untuk memproduksi listrik
dengan tenaga nuklir diatur oleh Pemerintah. Badan Pengawas adalah badan yang bertugas
melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir. Badan
Pengawas bertanggungjawab untuk menyelenggarakan peraturan, perijinan, dan inspeksi.
IAEA menetapkan program dan standar jaminan mutu untuk diterapkan pada pembangunan
PLTN. Kriteria jaminan mutu sebagai salah satu persyaratan keselamatan keselamatan harus
dipenuhi oleh perancang PLTN. Program jaminan mutu harus disiapkan sesuai ketentuan
yang diberikan IAEA untuk diterapkan pada tahap rancangan, pabrikasi, konstruksi maupun
testing system PLTN. Standar mutu disesuaikan dengan tingkat pentingnya sistem atau
peralatan bagi keselamatan PLTN. Standar mutu yang paling ketat dikenakan kepada
peralatan keselamatan dengan prioritas tinggi. Sistem keselamatan reaktor berfungsi untuk
memonitor dan memproteksi, mematikan reaktor dan menyediakan pendinginan darurat
terhadap reaktor.Model pengungkung reaktor yang dikembangkan di Amerika Serikat dengan
skala 1/6 yang telah dapat menahan tekanan sebesar 3 kali lipat atas rancangan tanpa terjadi
kerusakan selama testing tahun 1967 di Laboratorium Nasional Sandia.Suatu kecelakaan
terparah PLTN mengasumsikan bahwa satu kombinasi yang sangat tidak mungkin dari
berbagai kejadian/kerusakan dapat terjadi. Bagaimanapun juga sederetan sistem proteksi yang
direkayasa serta penghalang pelindung struktur harus digunakan untuk menjamin
keselamatan PLTN. Sebagai contoh, suatu kerusakan pipa basis rancangan hipotesis
hanya terjadi jika kejadian berikut berlaku sekaligus,yakni:

a. Gempa bumi, lebih besar dibandingkan dengan yang diperkirakan berdasar sejarah
geologi dari daerah tapak, menggoncangkan sistem dan struktur keselamatan,
b. Kedua sumber daya eksternal normal tidak tersedia untuk mengoperasikan system
keselamatan.
c. Pipa nuklir paling besar yang sangat membahayakan pecah,
d. Pecahnya pipa terjadi tiba-tiba dan pipa putus seketika.
e. Kegagalan tunggal terjadi dari sembarang komponen aktif sistem keselamatan yang
diperlukan untuk memproteksi PLTN.

9. Perawatan dan pemeliharaan


Jasa yang disediakan oleh perusahaan asing boleh digunakan oleh PIN pada saat
mulai mengoperasikan PLTN I. Karena tidak dimungkinkan mendelegasikan tanggung jawab
dan kesulitan yang diakibatkan oleh jarak dan bahasa asing, kepercayaan pada organisasi
asing untuk memberikan jasa harus minimum. Hal ini mengingat bahwa pada saat
PIN(pengusaha instalasi nuklir) menggunakan jasa, apakah dari perusahaan asing atau swasta
dalam negeri, PIN harus mengendalikan kegiatan karena PIN akhirnya bertanggung jawab
untuk seluruh kegiatan pada tapak. Oleh karena itu PIN harus menempatkan personil yang
berkompeten pada level senior yang akan mengatur dan mengawasi tiap pekerjaan yang
dikontrakkan. Personil pada posisi level senior di PTLN, berkenaan dengan jumlah dan
kualitas adalah sangat penting. PIN yang memulai PLTN yang kedua dan seterusnya dapat
mengambil personil yang berpengalaman dari PLTN yang awal/terdahulu untuk mengisi
posisi penting pada PLTN baru, akan tetapi tidak ada personil berpengalaman yang tersedia
pada PLTN I. Sebagai akibatnya PIN harus mengambil tindakan khusus seperti perekrutan
awal untuk menyediakan pelatihan yang tepat dan lengkap untuk personil. Skala waktu
perekrutan ditentukan oleh kebutuhan untuk personil dari operasi langsung dan perawatan
untuk berpartisipasi pada komisioning PLTN sebagai bagian penting dari pelatihan. Personil
tersebut hendaknya berada pada tapak kira-kira 2 tahun sebelum PLTN startup, dengan
dilengkapi pelatihan eksternal. Hal ini berarti bahwa pelatihan operator ruang kendali harus
mulai kira-kira 3 tahun sebelum operator tersebut berada pada tapak atau 5 tahun sebelum
PLTN startup.[1] Pengawas lokasi dan pengawasan operasi, perawatan dan area teknis harus
diatur pada awal konstruksi tapak. Hal ini memberikan pengawas lokasi (station
superintendent) kesempatan untuk mengawasi seleksi dan perekrutan personil operasi PLTN
dan pelatihannya, dan untuk mengembangkan aturan dan prosedur yang penting untuk
perbaikan organisasi tapak dalam semua aspek
10. Penutup
a. Simpulan
Bahwa pada PLTN membutuhkan biaya yang cukup besar untuk
pembangunnannya,dikarenakan terjadinya kebocoran bahan radioaktif dari uranium
235.Untuk mencukupi kebutuhan listrik suatu negara berpenduduk besar dengan daratan yang
terbatas seperti Indonesia diperlukan suatu sumber energi yang ramah lingkungan dan
berintensitas tinggi seperti PLTN. Semua negara dengan penduduk besar di dunia telah
menggunakannya. Bahan bakar nuklir merupakan anugerah Tuhan kepada manusia yang bila
tidak dimanfaatkan maka akan terbuang percuma, karena ia akan meluruh dengan sendirinya.
Tanpa eksplorasi baru, cadangan uranium dunia saat ini saja sudah cukup untuk kebutuhan
energi hingga 100 tahun lagi. Dengan pengolahan dan pembiakan, bahan bakar nuklir bahkan
akan mampu mencukupi kebutuhan energi hingga 3600 tahun ke depan. Indonesia memiliki
bahan bakar nuklir uranium yang bila perlu dapat segera dimanfaatkan.
Sebagai penandatangan NPT (Traktat Non-proliferasi Nuklir) dan semua kerangka hukum
internasional yang dibutuhkan dalam pemanfaatan nuklir untuk maksud damai, tidak ada
alasan untuk menghalangi kita memanfaatkan energi nuklir. Indonesia, Norwegia dan
Australia dikenal sebagai tiga negara pertama yang menanda-tangani CSA (Comprehensive
Safeguard Agreement). Karena itu Indonesia telah menerima banyak bantuan teknis dari
IAEA, termasuk dalam menyiapkan PLTN.
Dengan terkurasnya sumber daya energi fosil kita di tengah tuntutan kehidupan yang
lebih layak dan lingkungan hidup yang lebih bersih, kita tak punya banyak pilihan. PLTN
perlu segera dimanfaatkan dan peran sumber energi terbarukan (air, surya, angin, biofuel)
harus lebih ditingkatkan. Penggunaan PLTN dan sumber energi terbarukan secara optimal
merupakan solusi bijak, cerdas, dan tepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber
energi tertentu saja. Tenaga nuklir dapat menjamin keberlangsungan penyediaan energi,
peningkatan taraf hidup dan pembangunan berkelanjutan sambil tetap menjaga kelestarian
lingkungan.
b. Daftar Pustaka

1. ANONIM, Nuclear Power, the Environment and Man, International Atomic Energy
Agency, Vienna, Austria (1984).
2. ANONIM, Nuclear Energy in Japan, International Nuclear Corporation Center, Japan
(1984).
3. ANONIM, Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN), Atomos, Vol 1(2),
Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta (1986).
4. ANONIM, Peningkatan Peranan Energi Nuklir di 15 Negara, Buletin BATAN, Th.
XII (3), Badan Tenaga Atom Nasional (1991) Hal. 28-29
5. ANONIM, Energi Nuklir, Ilmu Pengetahuan Populer, Vol. 3, Grolier International
Inc./P.T. Widyadara (1997) hal. 266-279.
6. BENNETT, L.L., et.al., Nuclear Power Performance and Safety, IAEA Bulletin, Vol.
29 (4), Vienna, Austria (1987) pp. 5-12.
7. COHEN, B. L., Concept of Nuclear Physics, Tata McGraw-Hill Publishing Company
Ltd., New Delhi (1982).
8. EICHHOLZ, G. G., Environmental Aspects of Nuclear Power, An Arbor Science
Publisher Inc., Mich 48106 (1977).
9. GLASSTONE, S. and JORDAN, W. H., Nuclear Power and Its Environment Effects,
American Nuclear Society, Illinois (1981).
10. KLUEH, RONALD, Future Nuclear Reactor - Safety First ?, New Scientist (April
1986) pp. 41-45.

Anda mungkin juga menyukai