Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH TAMADUN & TUNJUK AJAR MELAYU

BUDAYA KERJA MELAYU

Oleh :

HENDRA GUNAWAN

1201552010

Jurusan Teknik Informatika

Fakultas Teknik

Universitas Maritim Raja Ali Haji


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di
wariskan oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya
memiliki budaya kerja yang di sebut semangat kerja yang tinggi, semangat
yang mampu harkat dan martabat kaumnya untuk duduk sama rendah tegak
sama tinggi dengan masyarakat dan dengan bangsa lain. Sedangkan, budaya
kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan pedoman kerja melayu ,
di akui oleh banyak ahli, karena hal ini sangat ideal dengan budaya kerja yang
universal, terutama di dunia islam.dengan modal pedoman kerja melayu
tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri dan kampung halaman,
mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan menghadapi
persaingan.
Dalam ekonomi melayu, perinsip keadilan dan kebersamaanmerupakan hal
yang penting. Prinsip dan kebersamaan dan tolong menolong juga merupakan
dasar dalam ekonomi melayu. Di dalam makalah ini, penulis sedikit membahas
mengenai Etos Kerja Orang Melayu. Dengan begitu, kita akan mengetahui sedikit
banyak mengenai budaya kerja orang melayu.

B. Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
1. Apa itu etos kerja ?
2. Bagaimana etos dan etika kerja orang melayu ?
3. Bagaimana pandangan orang melayu terhadap kerja?
4. Apa saja mata pencaharian tradisional orang melayu ?
5. Dan bagaimana pandangan orang melayu terhadap harta ?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalh ini adalh untuk memenuhi tugas
matakuliah Isalm dan Tamadun Melayu. Selain dari pada itu juga untuk
mengetahui :
1. Etos kerja
2. Etos dan etika kerja orang melayu
3. Pandangan orang melayu terhadap kerja
4. Mata pencaharian tradisional orang melayu
5. Pandangan orang melayu terhadap harta
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian etos kerja


Dalam kamus wikipedia menyebutkan bahwa etos berasal dari bahasa
yunani, akar katanya adalah ethikos, yang berarti moral atau yang menunjukkan
karakter moral. Dalam yunani kuno dan moderen, etos punya arti keberadaan diri,
jiwa, dan pikiran yang yang membentuk seseorang. Konsep etos mulai dalam
kerangka teori weber ketika ia membahas sikap dan perilaku.
Secara umum, etos kerja berfungsi sebagai alat penggerak tetap perbuatan
dan kegiatan individu. Menurut A. Tabrani Rusyan, fungsi etos kerja adalah:
a. Pendorong timbulnya perbuatan.
b. Penggairah dalam aktivitas.
c. Penggerak, seperti mesin bagi mobil besar kecilnya motivasi akan menentukan
cepat lambatnya suatu perbuatan.
Ciri-ciri orang yang memiliki semangat kerja, atau etos yang tinggi, dapat
dilihat dari sikap dan tingkah lakunya, diantaranya:
1. Orientasi ke Masa depan
Artinya semua kegiatan harus di rencanakan dan di perhitungkan untuk
menciptakan masa depan yang maju, lebih sejahtera, dan lebih bahagia daripada
keadaan sekarang, lebih-lebih keadaan di masa lalu. Untuk itu hendaklah manusia
selalu menghitung dirinya untuk mempersiapkan hari esok.
2. Kerja keras dan teliti serta menghargai waktu
Kerja santai, tanpa rencana, malas, pemborosan tenaga, dan waktu adalah
bertentangan dengan nilai Islam, Islam mengajarkan agar setiap detik dari waktu
harus di isi dengan 3 (tiga) hal yaitu, untuk meningkatkan keimanan, beramal
sholeh (membangun) dan membina komunikasi sosial, firman Allah: Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (Q.S. Al-
Ashr: 1-3)
3. Bertanggung jawab
Semua masalah diperbuat dan dipikirkan, harus dihadapi dengan tanggung
jawab, baik kebahagiaan maupun kegagalan, tidak berwatak mencari perlindungan
ke atas, dan melemparkan kesalahan di bawah. Allah berfirman:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri
dan jika kamu berbuat jahat maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri, dan apabila
datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang
lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid,
sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk
membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai.(Q.S. Al-Isra: 7)
4. Hemat dan sederhana
Seseorang yang memiliki etos kerja yang tinggi, laksana seorang pelari
marathon lintas alam yang harus berlari jauh maka akan tampak dari cara
hidupnya yang sangat efesien dalam mengelola setiap hasil yang diperolehnya.
Dia menjauhkan sikap boros, karena boros adalah sikapnya setan.
5. Adanya iklim kompetisi atau bersaing secara jujur dan sehat. Setiap
orang atau kelompok pasti ingin maju dan berkembang namun kemajuan itu harus
di capai secara wajar tanpa merugikan orang lain. Seperti Firman Allah : Dan bagi
tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. Al-Baqarah: 148)
Sebagai orang yang ingin menjadi winner dalam setiap pertandingan
exercise atau latihan untuk menjaga seluruh kondisinya, menghitung asset atau
kemampuan diri karena dia lebih baik mengetahui dan mengakui kelemahan
sebagai persiapan untuk bangkit. Dari pada ia bertarung tanpa mengetahui potensi
diri. Karena hal itu sama dengan orang yang bertindak nekat. Terukir sebuah
motto dalam dirinya: The best fortune that can come to a man, is that he corrects
his defects and makes up his failings (Keberuntungan yang baik akan datang
kepada seseorang ketika dia dapat mengoreksi kekurangannya dan bangkit dari
kegagalannya.
Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:
a. Usia
Menurut hasil penelitian Buchholzs dan Goodings, pekerja yang berusia
di bawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi daripada pekerja yang berusia
diatas 30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).
b. Jenis kelamin
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000),
wanita memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.
c. Latar belakang pendidikan
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja
tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah
dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.
Etos kerja tidak dapat dipisahkan dengan kualitas sumber daya manusia.
Peningkatan sumber daya manusia akan membuat seseorang mempunyai etos
kerja keras. Meningkatnya kualitas penduduk dapat tercapai apabila ada
pendidikan yang merata dan bermutu, disertai dengan peningkatan dan perluasan
pendidikan, keahlian dan keterampilan, sehingga semakin meningkat pula
aktivitas dan produktivitas masyarakat sebagai pelaku ekonomi (Bertens, 1994).
d. Lama bekerja
Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa
pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi
daripada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin
tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk
pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk
persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya (Walton, dalam
Kossen 1986).
e. Motivasi intrinsik individu
Anoraga (2009) mengatakan bahwa individu memiliki etos kerja yang
tinggi adalah individu yang bermotivasi tinggi. Etos kerja merupakan suatu
pandangan dan sikap, yang tentunya didasari oleh nilai-nilai yang diyakini
seseorang. Keyakinan ini menjadi suatu motivasi kerja, yang mempengaruhi juga
etos kerja seseorang.
Menurut Herzberg (dalam Siagian, 1995), motivasi yang sesungguhnya
bukan bersumber dari luar diri, tetapi yang tertanam (terinternalisasi) dalam diri
sendiri, yang sering disebut dengan motivasi intrinsik. Ia membagi faktor
pendorong manusia untuk melakukan kerja ke dalam dua faktor yaitu faktor
hygiene dan faktor motivator. Faktor hygiene merupakan faktor dalam kerja yang
hanya akan berpengaruh bila ia tidak ada, yang akan menyebabkan ketidakpuasan.
Ketidakhadiran faktor ini dapat mencegah timbulnya motivasi, tetapi ia tidak
menyebabkan munculnya motivasi. Faktor ini disebut juga faktor ekstrinsik, yang
termasuk diantaranya yaitu gaji, status, keamanan kerja, kondisi kerja,
kebijaksanaan organisasi, hubungan dengan rekan kerja, dan supervisi. Ketika
sebuah organisasi menargetkan kinerja yang lebih tinggi, tentunya organisasi
tersebut perlu memastikan terlebih dahulu bahwa faktor hygiene tidak menjadi
penghalang dalam upaya menghadirkan motivasi ekstrinsik.
Faktor yang kedua adalah faktor motivator sesungguhnya, yang mana
ketiadaannya bukan berarti ketidakpuasan, tetapi kehadirannya menimbulkan rasa
puas sebagai manusia. Faktor ini disebut juga faktor intrinsik dalam pekerjaan
yang meliputi pencapaian sukses (achievement), pengakuan (recognition),
kemungkinan untuk meningkat dalam karier (advancement), tanggungjawab
(responsibility), kemungkinan berkembang (growth possibilities), dan pekerjaan
itu sendiri (the work itself). Hal-hal ini sangat diperlukan dalam meningkatkan
performa kerja dan menggerakkan pegawai hingga mencapai performa yang
tertinggi.
Jadi, etos kerja orang melayu adalah etika atau moral kerja di dalam
budaya orang melayu.

B. Etos dan etika kerja dalam budaya melayu


Dalam kehidupan orang melayu, etika atau budaya kerja mereka telah di
wariskan oleh orang tuanya secara turun menurun. Masyarakat melayu dulunya
memiliki budaya kerja yang di sebut semangat kerja yang tinggi, semangat
yang mampu mengangkat harkat dan martabat kaumnya untuk duduk sama
rendah tegak sama tinggi dengan masyarakat dan dengan bangsa lain.
Sedangkan, budaya kerja masyarakat melayu yang lazim di sebut dengan
pedoman kerja melayu , di akui oleh banyak ahli. Karena hal ini sangat ideal
dengan budaya kerja yang universal, terutama di dunia islam.Dengan modal
pedoman kerja melayu tersebut masyarakat melayu mampu membangun negri
dan kampung halaman.Mereka juga mampu mensejahterakan kehidupan
masyarakat dan menghadapi persaingan.
Orang- orang tua melayu dulu mengatakan berat tulang ringan lah perut
maksutnya orang yang malas kerja hidupnya akan melarat. sebaliknya,
ringan tulang berat lah perut maksudnya adalah barang siapa yang bekerja
keras, hidupnya pasti akan tenang dan berkecukupan. Di dalam untaian ungkapan
masyarakat melayu di katakan :
Kalau hendak menjadi orang
Rajin rajin membanting tulang
Manfaatkan umur sebelum petang
Pahit dan getir usah di pantang

Kalau hendak menjadi manusia


Ringankan tulang habiskan daya
Kerja yang berat usah di kira
Pahit dan manis supaya di rasa

Kalau tak ingin mendapat malu


Ingatlah pesan ayah dan ibu
Bekerja jangan tunggu menunggu
Manfaatkan hidup sebelum layu

Ungkapan di atas, dahulunya di sebarluaskan di tengah-tengah masyarakat


di jabarkan, di uraikan, dan di hayati secara keseluruhan oleh anggota masyarakat.
Penyebarluasan ungkapan tersebut melalui beberapa cara seperti dalam cerita,
nasihat, upacara adat, nyanyian rakyat, dll. Hal ini di lakukan agar dapat
menumbuhkan semangat kerja yang tinggi, sehingga setiap anggota masyarakat
mampu mencari dan memanfaatkan peluang yang ada bahkan mampu pula
menciptakan usaha-usaha baru yang sesuai dengan kemampuan dan keahlian
mereka masing masing.
Dalam adat melayu, banyak menyerap nilai nilai agama islam , terdapat
suatuungkapan yang mengatakan adat bersendikan syara, syarak besendikan
kitabullah. Menurut ungkapan ini orang yang tidak bekerja , apalagi sengaja
tidak mau bekerja, dianggap melalaikan kewajiban, melupakan tanggung jawab,
menafikkan ajaran agama dan tuntunan adat istiadatserta mengabaikan tunjuk ajar
yang banyak memberikan petuah tentang budaya kerja.sikap malas dan sikap lalai
dianggap sikap tercela oleh masyarakat melayu, yang di sebut tak ingat hidup
akan mati, tak ingat hutang yang di sandang, tak ingat beban yang dipikul . Oleh
karena itu dalam masyarakat melayu, orang yang pemalas di rendahkan oleh
masyarakatnya. Itulah sebabnya orang orang tua dahulu mengatakan :
Kalau malu di rendahkan orang
Bantinglah tulang pagi dan petang
Bekerja jangan lang kepalang
Gunakan akal mencari peluang

Di dalam bekerja jangan berlengah


Manfaatkan peluang mana yang ada
Kuatkan hati lapangkan dada

Kalau tak mau hidup melarat


Carilah kerja cepat cepat
Jangan di kira ringan dan berat
Asal sesuai dengan syariat

Di samping itu, budaya melayu juga mengajarkan etika kerja. Adapun


konsep etika kerja dalam budaya melayu dapat di lihat dari pribahasa berikut ini :
1. Biar lambat asal selamat
Orang-orang tua melayu, menekankan pada anak anaknya supaya berhati hati
dalam bekerja dan mengambil keputusan.
2. Tidak lari gunung di kejar
Orang melayu di sarankan tidak tergopoh gopoh dan selalu bersabar dalam
bekerja, sebab dengan tergopoh gopoh hasilnya tidak baik.
3. Awal di buat, akhir di ingat
Pekerjaan yang di kerjakan secara tergesa gesa selalu menimbulkan kesulitan
dan tidak lengkap, tidak terurus. Oleh sebab itu, masyarakat melayu jika
hendak membuat suatu aktivitas selalu di fikirkan semasak
masaknyasehingga hasilnya maksimal
4. Alang-alang berdawat, biarlah hitam
Jangan asal asalan dalam bekerja
5. Kerja beragak-agak tidak menjadi, kerja berangsur angsur tidak bertahan
6. Sifat padi, semakin berisi semakin merunduk
7. Baru berlatih hendak berjalan, langsung bersembam
8. Selera bagai taji, tulang bagai kanji, menanti nasi tersaji di mulut
9. Bekerja jangan lah berulah dan degil
10.Hemat dan cermat merupakan amalan terpuji bagi orang melayu

C. Pandangan Orang Melayu Terhadap Kerja


Orang melayu yang mendasarkan budayanya dengan teras islam selalu
memandang bahwa bekerja merupakan ibadah, kewajiban dan tanggung
jawab.bekerja sebagai ibadah merupakan hasil pemahaman orang melayu tehadap
al-quran dan hadits nabi muhammad saw. Di dalam al-quran mengatakan
apabila kamu telah selesai melaksanakan solat, bertebarlah kamu di muka bumi (
untuk mencari rezeki dan rahmat allah ). Pada ayat lain juga di katakan maka
apabila telah selesai ( dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh sungguh
(urusan) yang lain ( QS. Alam nasyrah : 7).
Masalah budaya kerja sering kali muncul ketika kita membuat
perbandingan, misalnya di antara suku-suku yang ada di indonesia, antara kaum
pribumui dan non pribumi. Suku minang dan suku bugis di kenal sebagai suku
suku pedagang. Dari profesi yang mereka tekuni inilah orang melihat bahwa
kedua suku ini memiliki etos kerja yang tinggi. Kedua suku ini di kenal sebagai
perantau di berbagai daerah, sementara itu, bebrapa suku lainnya di indonesia di
kenal mempunyai etos kerja yang rendah, sebut saja suku melayu yang di kenal
atau sering di beri label stereotip pemalas
Pandangan serupa juga di terapkan dalam menilai antara pribumi dan non
pribumi. Orang orang cina sering kali dinilai mempunyai etos kerja yang tinggi
bila di bandingkan dengan penduduk pribumi.
Di kalangan masyarakat melayu sendiri muncul pengakuan bahwa orang
melayu belum mempunyai budaya kerja yang tinggi . pada tahun 1970, mahathir
bin muhammad mengemukakannya dalam the malay dilemma yang menyoroti
perihal orang melayu. Mahatir menilai orang melayu di manjakan oleh lingkungan
geografisnya, yang tidak mendorong orang melayu untuk bersaing, sehingga
mereka menjadi lemah dan tidak mampu bekerja keras ( luthfi dalam hitami, 2005
: 112)
Pandangan yang menilai orang melayu tidak mempunyai semangat kerja
dan terkesan malas tidak lah di setujui oleh semua pihak. S.H. alatas (1988)
mengkritik dengan keras tentang pendapat itu. Alatas mengatakan bahwa
pendapat yang di kemukakan oleh orang orang tersebut, di sebabkan oleh
kurangnya wawasan mereka tentang ilmu ilmu sosial dan ketidak tahuan mereka
dengan sejarah melayu. Alatas menolak anggapan tentang kemalasan orang
melayu, karena kemalasan adalah konsep yang relatif, yang lebih di cirikan tidak
adanya unsur penting dari padanya unsur penting. Kemalasan di cirikan oleh sikap
mengelak terhadap keadaan yang seharusnya memerlukan usaha dan kerja keras

D. Mata pencaharian orang melayu


Mata pencarian masyarakat orang melayu beraneka ragam, mulai dari
usaha yang bergantung kepada alam sampai pada usaha yang mengandalkan jasa.
Kekayaan yang di miliki oleh bumi melayu merupakan anugrah allah, dan
membuat masyarakatnya hidup dalam serba cukup. Secara geografis, mata
pencaharian tradisional masyarakat bisa di bagi dalam dua kelompok, yaitu,
masyarakat yang hidup di daerah daratan yang berhutan lebat, bersungai sungai
dan berawa rawa dan masyarakat yang hidup di daerah pesisir yang berlaut
luas.maka usaha tradisionalpun di sesuaikan dengan keadaan kedua daerah
tersebut.
Pada dasarnya, dahulu kedua jenis daerah ini sistem mata pencahariannya
adalah dengan cara mengumpulkan bahan bahan makanan yang di sediakan
alam.akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya masyarakatnya tidak bisa lagi
menggantungkan kehidupannya hanya pada pemberian alam saja. Perkembangan
ini lambat laun menimbulkan pula pembagian kerja secara alamiah. mereka yang
hidup di pesisir akhirnya terdiri dari masyarakat taniu adan masyarakat nelayan.
Dan mereka yang hidup di daerah pedalaman yang berhutan, bersungai dan
berawa-rawa, dalam perkembangan kemudian lebih mengutamakan bercocok
tanam dengan sistem ladang.
Paling kurang, ada delapan mata pencaharian tradisional masyarakat
melayu. Kedelapan pencaharian ini di sebut juga tapak lapan, maksudnya dari
situlah kehidupan berpijak atau bertumpu ( hamidy, 1999 : 212). Adapun tapak
delapan tersebut adalah :
a. Berkebun , seperti membuat kebun getah dan kebun kelapa
b. Beladang, yakni menanam padi, jagung dan sayur-sayuran
c. Beniro, yaitu mengambil air enau lalu menjadikannya manisan atau gula enau
d. Beternak, seperti memelihara ayam, itik, kambing, sapi dan kerbau.
e. Bertukang, membuat rumah, sampan, tongkang dan peralatan lainnya
f. Berniaga atau menjadi saudagar
g. Nelayan, yaitu mengambil hasil laut atau di sungai
h. Mendulang ( mengambil emas disepanjang sungai ) serta mengambil hasil
hutan berupa rotan, damar jelutung, dan lain lain sebagainya.

E. Pandangan orang melayu terhadap harta


Pandangan orang melayu terhadap harta benda pada umumnya sangat
terpengaruh oleh ajaran islam, sehingga term-term yang di gunakan untuk mencari
harta tersebut banyak mengandung simbol simbol islam. Mengenai harta benda,
dalam pandangan orang melayu yang utama ialah berkahnya dan bukan
jumlahnya. Harta yang bisa mendatangkan berkah adalah harta yang di peroleh
dengan cara yang halal. Pandangan seperti ini tentu saja di pengaruhi oleh ajaran
islam.
Karena itulah mereka cenderung mencari harta benda untuk sekedar untuk
di pakai, kalau sudah berlebih lebihan mereka khawatir menjadi siksa. Dari
pandangan seperti inilah, membuat orang melayutidak melakukan penumpukan
harta atau mencari harta dengan jalan yang tidak benar.
Sebenarnya islam juga mengajarkan orang untuk jadi kaya, tentu saja
dengan cara-cara yang benar, agar bisa membantu orang lain, baik dalam bentuk
sedekah, infak, zakat dan ibadah lainnya.
Dari sisi lain, orang Melayu memandang kerja bukan semata-mata untuk
kepentingan hidup didunia, tetapi juga untuk keselamatan hidup diakhirat. Oleh
karenannya, kerja haruslah mampu membawa peningkatan taraf hidup dan
kesejahteraan duniawi, selain itu juga dapat menjadi bekal hidup di akhirat. Untuk
itu pekerjaan haruslah yang halal, dilakukan secara ikhlas. Dalam ungkapan orang
melayu dikatakan:
Apabila kena menurut sunnah
Manfaatnya sampai ke dalam tanah
Apa bila kena menurut syariat
Berkah melimpah dunia akhirat
Apabila kerja niatnya ikhlas
Dunia akhirat Allah membalas

F. Kaitan Kerja Dengan Status Sosial


Bagi masyarakat Melayu Pekerjaan dapat mengangkat status social
seseorang. Seseorang yang memiliki pekerjaan akan di hormati oleh
masyrakatnya, dan di jadikan tauladan. Sebaliknya, apabila orang yang malas
bekerja, atau bekerja asal jadi, tentu akan dilecehkan. Apabila didalam masyarakat
Melayu ada tukang yang kerjannya asal jadi, disebut juga tukang pak Sendul.
Didalam unkapan di katakan.

Kalau kerja tukang pak sendul


Yang gelegar menjadi bendul

Kalau tukang tidak senonoh


Belum di tunngu rumahpun roboh

Kalau tukang tidak semenggah


Paginya tegak petangnya rebah

Orang yang bekerja dengan keahliannya, bekerja dengan cermat dan


pengetahuan yang memadai, maka akan mendapatkan kedudukan yang terhormat
dalam masyarakat Melayu.Apapun bentuk keahlian dan bidang kerjanya mereka
dijadikan tempat bertanya dan tempat petuah amanah.Orang tua-tua dulu
mengatakan.

Kalau kerja hendak semenggah


Carilah orang yang amanah

Ungkapan-ungkapan diatas menunjukan,bahwa masyarakat Melayu


menghormati ilmu pengetahuan dan keahlian seseorang dalam bekerja. Namun,
bila ada seseorang yang memiliki keahlian dan ilmu pengetahuan tinggi, tetapi
malas bekerja dan tidak mau mengamalkan ilmunya, di anggap terbuang oleh
masyarakatnya, bahkan cenderung dilecehkan.Dalam Ungkapan Melayu di
katakan.

Apa tanda orang yang malang


Ilmu di dada terbuang-buang
Apa tanda orang merugi
Ilmu dituntut tak ada arti
Apa tanda orang yang cacat
Ilmu ada tidak bermanfaat

Ungkapan tersebut secara tegas menggambarkan bahwa pekerjaan menjadi


salah satu tolak ukur untuk mengangkat harkat dan martabat seseorang dalam
kehidupan bermasyarakat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seperti yang telah kita bahas bersama-sama tadi, maka dapat ditarik
kesimpulan, bahwa gambaran tentang Budaya kerja masyarakat Melayu,
serbagian besar masih terdapat dalam masyarakat Melayu, baik yang tinggal
dikota maupun dikampung-kampung. Nilai luhur budaya Melayu ini tentulah akan
member manfaat apabila disimak, di cerna, dan dihayati dengan baik dan benar.
Mudah-mudahan dengan apa yang telah kami paparkan, kita semua dapat
mengenal dan mengetahui bahwa masyarakat Melayu memiliki budaya kerjanya
sendiri. Secara teoritis dan filosofis, orang Melayu memiliki budaya kerja yang
hampir sempurna, walaupun banyak anggapan bahwa orang Melayu serba
ketinggalan, perajuk dan sebagainya.

B. Kritik dan saran

Dalam makalah ini tentunya akan ada kekurangan-kekurangan


argumentasi atau mugkin terdapat kekeliruan dalam penulisan atau susunan kata-
kata, oleh karena itu kritik dan saran kami butuhkan guna perbaikan berikutnya.
Untuk memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam, kami sarankan juga untuk
membaca referensi-referensi lain yang terkait dengan pengaruh kebudayaan
terhadap jiwa keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA

Muqorobah, Asna. Post : 19 Mei 2013. Tamadun. http://blo-


miftahul.blogspot.co.id/2013/05/ tamadun.html. Akses : 10 April 2017.
Susanti, Debi. Post : 3 Mei 2014. Etos Kerja Orang Melayu.
http://debisusanti14.blogspot.co.id/2014/05/islam-tamadun-melayu.html. Akses :
10 April 22017.
Panji. Post : 21 Juni 2015. Etos dan Budaya Kerja Orang Melayu.
http://ijhadwalataksaloke.blogspot.co.id/2015/06/etos-dan-budaya-kerja-orang-
melayu.html. Akses : 10 April 2017.

Anda mungkin juga menyukai