PENDAHULUAN
Dalam desain arsitektur aspek yang biasanya sangat diperhatikan adalah estetika
bangunan. Golden ratio adalah salah satu aturan matematika yang memiliki dampak
signifikan pada desain dan hasil akhir Teori komposisi emas (golden section) yaitu
komposisi yang diyakini ideal dan jika diterapkan dalam seni rupa akan terlihat bagus.
komposisi emas (gold section) yaitu jenis komposisi yang menerapkan sisi-sisinya
memiliki perbandingan antara panjang dan lebar adalah 1 dibanding 1,6. Komposisi ini
telah diterapkan untuk menyusun karya-karya seni rupa klasik sejak zaman Renaisans
seperti pada lukisan, arsitektur dan ragam hias. Pada abad ke-20, komposisi emas ini
pun digunakan oleh Pict Mondrian untuk menyusun elemen bidang-bidang pada
lukisannya (Budiwiwarmamulja Dwi, 2004:53). Berdasar dari landasan teori ini peneliti
mempertanyakan apakah masyarakat Hindu di Bali menggunakan komposisi emas
sebagai landasan dalam memdesain arsitektur bangunan-bangunan di Bali.
1
Pepatraan adalah salah satu jenis ragam hias Bali yang biasanya terukir pada
bangunan-bangunan Bali ataupun karya seni Bali lainnya. Patra Punggel adalah salah
satu macam pepatraan Bali. Yang menarik dari Patra Punggel ini adalah dalam
pembuatannya tidak ada pedoman khusus mengenai ukuran yang digunakan dalam
pembuatannya hanya saja dipersyaratkan ukurannya harmonis dalam artian mampu
memberi kesan estetika. Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana pembuatan Patra
Punggel dengan bantuan golden rectangle (fibonanci ratio) yang seperti dijelaskan
sebelumnya diyakini merupakan rasio yang ideal diterapkan pada seni rupa.
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut.
Adapun manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut.
2
Melalui makalah ini dapat diperoleh informasi dan dapat menambah
wawasan mengenai hubungan Golden section dengan Asta Kosala Kosali
pada arsitektur bangunan di Bali.
Pembahasan makalah ini terbatas pada bangunan Bali yang diukur dengan satuan
tradisional tunggal berdasarkan Buku Asta Kosala-Kosali yang ditulis oleh I Made
Bidja pada tahun 2012.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
Golden Ratio atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan rasio emas merupakan
perbandingan menarik yang diyakini membawa unsur estetika sehingga banyak
diterapkan dalam arsitektur maupun bidang seni. Dalam ilmu matematika, dua nilai A
dan B berada dalam hubungan rasio emas ( ) , jika rasio antara jumlah kedua nilai itu
terhadap nilai yang lebih besar sama dengan rasio antara nilai besar terhadap nilai kecil.
Misalnya nilai yang lebih besar kita lambangkan dengan A , nilai yang lebih kecil kita
namakan B maka dapat kita tuliskan hubungannya sebagai berikut:
A B A
A B
dimana huruf Yunani phi ( ) melambangkan rasio emas. Dengan nlainya adalah:
A B B 1
1 1
A A
1
1
1 2
2 1 0
Dengan menggunakan rumus ABC dapat kita temukan akar-akar dari persamaan
kuadrat diatas. Berdasarkan persamaan kuadrat diatas kita dapat ketahui bahwa nilai
a=1, b=-1 dan c=-1. Setelah kita ketahui nilai a, b dan c kita substitusikan nilai-nilai ini
pada rumus ABC sehingga kita temukan akar-akarnya seperti berikut.
b b 2 4ac
1, 2
2a
4
1 (1) 2 4(1)( 1)
1, 2
2(1)
1 5
1, 2
2
Berdasarkan perhitungan diatas nilai yang memenuhi adalah nilai yang positif
A B A
karena bernilai positif yaitu 1,6180339887.... rasio ini dikenal dengan
A B
nama golden ratio atau rasio emas adalah 1:1,6.
Jika dilukiskan secara geometri rasio emas dapat digambarkan sebagai persegi
panjang emas atau golden rectangle yaitu seperti pada Gambar 2.1.
+1
Gambar 2.1
Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa rasio emas banyak diterapkan dalam
arsitektur, sebagai contoh dimana rasio emas digunakan adalah bangunan Parthenon
(Gambar 2.2 (a)), Piramida Mesir (Gambar 2.2 (b), Menara Eiffel (Gambar 2.2 (c) dan
Taj Mahal (Gambar 2.2 (d)).
5
(a) (b)
Sumber:http://countingbeauty.weebly.com/uploads/5/1/1/7/51178 Sumber:http://countingbeauty.weebly.com/uploads/5/1/1/7/51
685/parthenon-golden-ratio2_orig.jpg 178685/great-pyramid-01-25980725-std_orig.jpg
(c) (d)
Sumber:http://s-media-cache- Sumber:http://2.bp.blogspot.com/-
ak0.pinimg.com/originals/11/04/6e/11046e01e40035fb7280c158a 6jHMQZUgBml/VJq4SoUYUol/AAAAAAAAsY/Tr30EGA5qso/
6d5cce3.jpg s1600.jpg
Gambar 2.2
6
Sumber:https://tse3.mm.bing.net/th?id=OIP. Sumber:https://kitabhenokh.files.wordpress.c
NNOrgYhEC6wcY8TMocmiyADUEs&pid=1 om/2016/11/golden-ratio.jpg
5.1&P=0&w=300&h=300
Gambar 2.3
7
2.3 Arsitektur Bali Berdasarkan Asta Kosala Kosali-Asta Bumi
Asta Kosala Kosali merupakan pustaka suci Hindu yang dirumuskan pada masa
lampau oleh para Resi dan Bagawan Bali. Pustaka ini dijadikan sebagai patokan/
ketetapan dalam arsitektur Bali. Arsitektur adalah seni dalam merancang bangunan.
Menurut Asta Kosala Kosali ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
melaksanakan pembangunan seperti tata letak juga ukuran bangunan. Setiap bangunan
memiliki aturan yang berbeda. Adapun satuan-satuan pengukuran yang digunakan
menggunakan ukuran tubuh seseorang yang memiliki bangunan tersebut. Satuan-satuan
ukuran disebut dengan sikut baik tinggi maupun luas rumah selalu menggunakan
anatomi tubuh sang pemilik rumah baik itu ukuran jari, lengan dan kaki, seperti ;
telapak kaki (tapak), lengan (depa), jari (lengkat). Dari unsur tangan diperoleh skala
ukuran berbentuk: a lengkat, a cengkang, a celek, a useran, a lek, a kacing, a musti, a
sirang, a gemal, a guli tujuh, a nyari, a rai, a duang nyari, a tampak lima, a petang
nyari, a tebah, tampak lima. Dari unsur lengan diperoleh ukuran berbentuk: tengah
depa agung, tengah depa alit, a hasta. Dari unsur kaki diperoleh : a tampak dan
atampak ngandang.
Bangunan Bali dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu: bangunan rumah
tempat tinggal, bangunan tempat pemujaan (tempat suci/Pura), bangunan umum/
bangunan tempat musyawarah.
8
2.4.1 Rumah Tempat Tinggal
a. Sakapat, adalah tipe rumah tinggal yang terkecil bertiang empat. Luas sekitar 3
x 2,5 meter, dengan atap kostruksi kompiah atau limasan. Letak sakapat di sisi
timur pekarangan untuk sakapat yang berfungsi sebagai sumanggen.
b. Sakanam, rumah tempat tnggal bertiang enam dengan posisi tiang berjajar tiga-
tiga pada kedua posisi panjang. Luas sakanem sekitar 6 x 2 m. Konstruksi atap
adalah limasan. Letak sakenem adalah disisi timur (kangin) atau selatan (kelod)
pekarangan untuk sakanem yang berfungsi sebagai sumanggen. Bila
difungsikan sebagai dapur (paon) diletakkan disisi kelodkauh.
c. Sakutus, diklasifikasikan sebagai bangunan madya denga fungsi tunggal untuk
tempat tidur yang disebut juga dengan bale meten. Letak dibagian utara (kaja)
menghadap ke selatan (kelod) ke halaman (natah). Bentuk bangunannya
segiempat panjang dengan luas sekitar 5 x 2,5 m.
d. Astasari, bertiang delapan dengan luas sekitar 4 x 5 m.
e. Sakaroras, bertiang dua belas dengan luas sekitar 6 x 6 m, merupakan
bangunan utama untuk perumahan utama.
Untuk memuja kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa)
dan dewa-dewa sebagai manifestasi dari Tuhan dalam berbagai peranannya, dibangun
tempat-tempat pemujaan (tempat suci). Sesuai dengan fungsinya sebagai tempat
pemujaan dalam berbagai manifestasinya ada beberapa macam pura, yaitu: pura untuk
pemujaan keluarga, pura untuk pemujaan desa, pura untuk pemujaan profesi, pura
penunggu dan pura untuk umat dari seluruh wilayah. Pura untuk pemujaan rumah
biasanya dibangun dipekarangan rumah sebelah kajakangin (timur laut).
9
Salah satu tipe bangunan pelinggih adalah Tugu. Kira-kira berukuran 0,6 x 0,6 m
dan tingginya kurang lebih 2 m, fungsi Tugu adalah untuk pelinggih atau penstanakan
sarwa butha, kala, dengan atau roh-roh halus lainnya.
Kehidupan masyarakat hindu di Bali diatur dalam ikatan-ikatan mulai dari ikatan
keluarga, ikatan banjar serta ikatan desa yang terbentuk dalam desa pakraman maupun
desa dinas. Sebelum melkukan kegiatan fisik, mereka perlu melakukan perembugan
terlebih dahulu dengan mengambil tempat bangunan umum. Nama-nama bangunan
tempat musyawarah tersebut adalah: Bale Banjar, Bale Pemaksan, Bale Pemaksan,
Wantilan, dll.
Dalam pengerjaan bangunan di Bali (bangunan tradisional Bali), ada tiga jenis
ukuran (sikut) pokok, yaitu ukuran dalam mengerjakan pekarangan (sikut pekarangan),
ukuran dalam pengerjaan halaman (natah) untuk menentukan tata letak banunan-
bangunan (sikut natah), dan ukuran untuk mengerjakan konstruksi bangunan (sikut
bale).
10
Terdapat empat jenis ukuran yang digunakan antara lain yaitu:
11
agung, 2. Musuh makweh, 3. Wredi emas, 4. Wredi guna, 5. Danawan, 6.
Brahma stana, 7. Suka mageng, 8. Kapiutangan, 9. Karogan kala.
Kori, untuk pekarangan yang menghadap ke utara, ukur dari sudut barat laut
ke timur, lebar pekarangan dibagi 9, sebutan setiap bagian: 1. Tan panak, 2.
Kawikanan, 3. Nohan, 4. Kadalih, 5. Kabrahman, 6. Danawan, 7. Suka
mageng, 8. Kawisesan, 9. Kawigunan
Kori, untuk pekarangan yang menghadap ke Barat, ukur dari sudut barat
daya ke utara, panjang pekarangan dibagi 9, sebutan setiap bagian: 1. Baya
agung, 2. Musuh makuweh, 3. Wredi emas, 4. Wredi Guna, 5. Danawan, 6.
Brahma setana, 7. Kina bakten, 8. Piutangan, 9. Karogan kala
Pepatraan adalah jenis ragam hias Bali yang ide dasarnya banyak diambil dari
bentuk-bentuk keindahan flora. Ada beberapa jenis Patra Bali diantaranya adalah Patra
Punggel, Patra Cina dan Patra Samblung. Patra Punggel adalah patra yang ide dasarnya
diambil dari potongan tumbuh-tumbuhan menjalar terutamanya ujung paku yang masih
muda.
Ragam hias Patra Punggel umumnya terdiri dari beberapa bagian yaitu pusuh,
kuping guling, janggar siap, util, batun poh dan ampas nangka. Lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 2.7
12
Ampas Nangka
Pusuh
Batun Poh
Kuping Guling
Janggar Siap
Util
Dalam membuat sebuag Patra Punggel tidak terdapat patokan ukuran secara
khusus hanya dibuat sedemikian sehingga ukuran yang digunakan harmonis dalam
artian dapat memberi kesan estetika.
13
BAB III
PEMBAHASAN
Bangunan Bali dibagi menjadi tiga jenis yaitu bangunan tempat tinggal, bangunan
tempat pemujaan dan bangunan umum. Bangunan rumah tempat tinggal di Bali dapat
tibagi menjadi 5 yaitu:
1. Sakapat, adalah tipe rumah tinggal yang terkecil bertiang empat. Luas sekitar
2,5 x 3 meter sehingga perbandingannya lebar dan panjangnya adalah 1:1,2
bangunan ini tidak memenuhi rasio emas.
2. Sakanem, rumah tempat tnggal bertiang enam dengan posisi tiang berjajar tiga-
tiga pada kedua posisi panjang. Luas sakanem sekitar 2 x 6 m sehingga
perbandingannya lebar dan panjangnya 1:3 bangunan ini tidak memenuhi rasio
emas
3. Sakutus, bentuk bangunannya segiempat panjang dengan luas sekitar 2,5 x 5 m
sehingga perbandingannya lebar dan panjangnya 1:2 bangunan ini tidak
memenuhi rasio emas
4. Astasari, bertiang delapan dengan luas sekitar 4 x5 m sehingga perbandingannya
lebar dan panjangnya 1:1,25 bangunan ini tidak memenuhi rasio emas
5. Sakaroras, bertiang dua belas dengan luas sekitar 6 x 6 m, merupakan bangunan
utama untuk perumahan utama sehingga perbandingannya lebar dan panjangnya
1:1 bangunan ini tidak memenuhi rasio emas
14
Bangunan tempat pemujaan salah satunya adalah tugu. Tugu memiliki ukuran
pondasi dasar 0,6 x 0,6 m dan tingginya kurang lebih 2 m. Perbandingan ukuran
pondasi dasarnya adalah 1:1 sehingga pondasi dasar Tugu tidak memenuhi rasio emas
sedangkan perbandingan panjang sisi pondasi dasar dengan tinggi tugu adalah 1:3,33
berdasarkan perhitungan maka sisi pondasi dasar dan tinggi tugu tidak memenuhi
rasio emas.
Bali meyakini bahwa terdapat ukuran-ukuran pekarangan yang dipandang baik
(Hayu) untuk membangun rumah. Dalam mengecek ukuran pekarangan yang dianggap
baik ini tidak perlu melakukan konversi ke satuan cm karena ukuran pekarangan yang
baik ini dinyatakan hanya dengan satu satuan tradisional yaitu depa, sehingga walaupun
tidak lilakukan konversi satuan proporsi panang dan lebar akan tetap sama. Terdapat
empat jenis ukuran yang digunakan lebih jelasnya tertera pada tabel 3.2.
Ukuran Panjang
Rasio Keterangan
(Hayu) (depa)
Gajah 15 x 14 1 : 1.07 Tidak memenuhi rasio emas
11 x 10 1 : 1,1 Tidak memenuhi rasio emas
Dwaja 13 x 12 1 : 1,08 Tidak memenuhi rasio emas
9x8 1 : 1,12 Tidak memenuhi rasio emas
Wreksa 12 x 11 1 : 1,09 Tidak memenuhi rasio emas
8x7 1 : 1.14 Tidak memenuhi rasio emas
Singa 13 x 12 1 : 1,08 Tidak memenuhi rasio emas
9x8 1 : 1,12 Tidak memenuhi rasio emas
Pembahasan diatas berdasarkan apa yang tertulis pada buku yang dikarang oleh I
Made Bidja pada tahun 2012. Untuk lebih meyakinkan apakah bangunan suci di Bali
menggunakan rasio emas atau tidak, penulis mengambil 3 buah sampel secara acak
terhadap tempat suci yang terdapat di rumah masyarakat atau yang dalam bahasa Bali
disebut Merajan. Terdapat banyak candi pada Merajan namun pada makalah ini akan
mengkaji terbatas pada candi padmasana, gedong dan lebuh. Pembahasan sebagai
berikut.
a. Padmasana
15
b. Gedong
16
c. Lebuh
17
3.2 Patra Punggel Ditinjau Dengan Golden Rectangle (Fibonanci Ratio)
Dalam menggambar sebuah patra punggel ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan seperti yang tertera pada gambar dibawah ini.
Dalam membuat sebuah patra punggel seperti pada gambar 3.2 tidak terdapat
patokan ukuran secara khusus namun patra punggel dibuat dengan ukuran yang
harmonis. Ukuran yang harmonis adalah ukuran yang serasi sehingga patra punggel
yang dibuat indah.
18
Gambar 3.3 Desain Golden rectangle
Golden rectangle diatas dibuat dengan bantuan aplikasi geogebra namun biasanya
seorang seniman membuat gambar sebuah patra punggel diatas kertas gambar atau
kanvas, sehingga penulis akan menjelaskan bagaiman mengkonstruksi golden rectangle
secara manual. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Tentukan ukuran panjang dan lebar golden rectangle tentunya rasio antara
lebar dan panjang adalah 1:1,6. Untuk memilih ukuran panjang dan lebar ini
dapat dipilih dari barisan fibonanci yaitu dua suku berurutannya (mulai dari
suku ke-4).
2. Buatlah golden rectangle dengan panjang dan lebar yang diinginkan. Seperti
persegi empat panjang ABED berikut.
3. Buatlah sebuah persegi dengan panjang sisinya sama dengan lebar golden
rectangle pada golden rectangle yang telah dibuat sbelumnya. Persegi yang
dimaksud adalah persegi ACFD.
19
4. Buatlah persegi dengan panjang sisi yang sama dengan panjang ruas garis FE,
seperti pada gambar berikut. Akan diperoleh BI dan IE berturut-turut
merupakan dua suku berurutan pada baris fibonanci.
5. Buatlah ruas garis yang menghubungkan E dan C. Kemudian cari titik potong
antara ruas garis CE dan HI.
20
MI IE ME
CB BE CE
Karena BI dan IE berturut-turut merupakan dua suku berurutan pada baris
fibonanci maka BE akan menjadi suku setelah IE pada baris fibonanci. Karena
dua baris berurutan pada baris fibonanci memiliki rasio 1 : 1,6 maka IE : BE =
1 : 1,6 begitu pula ME : CE = 1 : 1,6 (terbukti).
6. Buatlah sebuah titik N pada ruas garis AD dengan rasio panjang ruas garis NA
dengan ruas garis DA adalah 1:1,6 atau pilih dua suku berurutan dari barisan
fibonanci.
7. Buatlah sebuah titik L pada ruas garis FH dengan ketentuan rasio yang
dibentuk oleh LH dengan FH adalah 1:1,6 atau pilih dua suku berurutan dari
barisan fibonanci.
8. Buatlah sebuah titik O pada ruas garis CB dengan ketentuan rasio yang
dibentuk oleh OB dengan CB adalah 1:1,6 atau pilih dua suku berurutan dari
barisan fibonanci.
21
9. Kita telah konstruksi golden rectangle yang dapat kita gunakan untuk
menggambar sebuah patra punggel.
10. Selanjtnya anda dapat menghapus garis-garis pada golden rectangle kita dapat
menggunakan titik-titik pada golden rectangle. Perhatikan catatan berikut:
Contoh:
1. Pada contoh ini penulis mengambil ukuran panjang dan lebar golden rectangle
8cm dan 5cm (diambil suku ke-6 dan ke-5 dari baris fibonanci).
2. ABED adalah persegi panjang dengan lebar 5cm dan panang 8cm
22
3. ACFD adalah sebuah persegi dengan panjang sisi 5cm. Perhatikan bahwa DF :
DE = 5 : 8 = 1 : 1,6 dimana 5 dan 8 berturut-turut adalah suku ke-6 dan ke-7
baris fibonanci
23
6. Dibuat titik N sehingga NA : DA = 3 : 5 dimana 3 dan 5 berturut-turut adalah
suku ke-5 dan ke-6 baris fibonanci.
24
9. Kita telah konstruksi golden rectangle yang dapat kita gunakan untuk
menggambar sebuah patra punggel.
10. Selanjtnya anda dapat menghapus garis-garis pada golden rectangle kita dapat
menggunakan titik-titik pada golden rectangle. Perhatikan catatan berikut:
E akan menjadi titik puncak dari pusuh
I akan menjadi titik puncak dari kuping guling
C akan menjadi util
M akan menjadi util yang dekat dengan batun poh
Bantun poh dibuat melalui titik L dan tidak melewati ruas garis DE.
Titik N adalah sebagai batas dalam menggambar sebuah daun kecil
pada patra
Titik O adalah titik yang dilewati oleh jangar siap
11. Langkah selanjutnya adalah menggambar patra punggel.
Pola 1
Pola 2
25
Patra Punggel
Lebih jelasnya jika gambar diatas ditempel pada geogebra akan terlihat sepert
gambar berikut.
Pola 1
Pola 2
26
Patra Punggel
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
4.1.1 Berdasarkan panduan arsitektur pada Buku Asta Kosala-Kosali yang ditulis
oleh I Made Bidja pada tahun 2012, Bali tidak menerapkan Rasio emas dalam
arsitekturnya.
4.1.2 Golden rectangle dapat diterapkan dalam menggambar sebuah patra punggel
dengan ukuran yang harmonis, yaitu dengan mengaplikasikan dua suku
berurutan dari baris fibonanci sebagai patokan dalam menemukan titik-titik
penting sebagai titik puncak dari pusuh, titik puncak dari kuping guling, titik
util,titik util yang dekat dengan batun poh, dan titik batas daun kecil pada
patra punggel.
27
4.2 Saran
Makalah ini terbatas pada beberapa ukuran bangunan yang dibuat dengan
satuan tradisional yang sejenis seperti satuan depa saja atau alengkat saja sehingga
untuk mengecek apakah diterapkannya rasio emas atau tidak dapat dilakukan
secara langsung tanpa konversi satuan tradisional ke satuan modern, bagi pembaca
dapat mengembangkan untuk bangunan-bangunan Bali yang memiliki patokan
ukuran tidak tunggal.
28
DAFTAR PUSTAKA
Bidja I Made. 2012. Asta Kosala-Kosali Asta Bumi. Denpasar: Pustaka Bali Post
Budiwiwarmamulja Dwi. 2004. Golden Section Pada Ragam Hias Tradisional Melayu.
Nadia I Ketut, Prastika I Nyoman. 2008. Arsitektur Tradisional Bali. Bali: Widya
Dharma
Nediari A., Hartanti Grace. 2014. Pendokumentasian Aplikasi Ragam Hias Budaya
Bali, Sebagai Upaya Konservasi Budaya Bangsa Khususnya Pada Perancangan
Interior.
Parwata I Wayan. 2011. Rumah Tinggal Tradisional Bali dari Aspek Budaya dan
Antropometri.