Anda di halaman 1dari 9

Morfologi

Helicobacter pylori adalah suatu kuman pleomorfik yang dapat berbentuk spiral atau

batang bengkok. Pada keadaan substrat yang kurang baik, kuman ini bebrbentuk kokus yang

merupakan suatu pertahanan diri. Kuman ini bersifat gram negatif dengan ukuran panjang

2,5-5 , lebar 0,5-1 dan mempunyai 4-6 flagela yang berselaput (sheated) pada satu

kutubnya (unipolar). Secara ultra struktur flagela ini tampak berselubung tipis dan

menggelembung pada ujungnya. Fungsi flagela ini belum diketahui dengan pasti, tetapi

diduga sebagai proteksi dan mempermudah perlekatan pada epitel disamping untuk

memperbesar diameternya sehingga lebih efektif dalam fungsi pergerakan bakteri.

Infeksi Helicobacter pylori mempunyai ciri khas yang ditandai adanya keradangan

epitel lambung, dimana berat ringannya ditentukan oleh strain Helicobacter pylori yang

menyebabkan infeksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, strain Helicobacter pylori dibagi

menjadi 2 tipe yaitu :

1. Tipe I strain yang memproduksi VaCa (Vaculating sitotoxice) dan CagA sitotoksin

(Cytotoxine gen). Helicobacter pylori tipe ini in vivo berhubungan dengan terjadinya

inflamasi mukosa oleh sel PMN dan peningkatan sekresi interleukin-8 oleh sel epitel,

yang selanjutnya berhubungan dengan kerusakan mukosa gastroduodenum yang

berat, termaksud terjadinya ulkus.

2. Tipe II strain ini tidak memproduksi VaCa dan CagA, tidak menimbulkan kerusakan

yang berat pada mukosa gastroduodenal yang sering asimptomatis.

Sifat pertumbuhan

Kuman ini peka terhadap pH rendah, tetapi berkat motilitasnya yang tinggi kuman ini

dapat menghindar dari suasana asam dengan menembus lapisan mukus dan hidup di

permukaan epitel mukosa lambung dibawah mukus, dimana pH disini hampir netral.
Helicobacter pylori menunjukan populasi yang stabil pada permukaan mukosa lambung

sehingga keberadaannya diduga tidak ada kaitannya dengan kebiasaan diit penderita tersebut.

Bakteri inibersifat glukolitik, yaitu tidak bergantung pada jenis nutrisi dalam lumen lambung

dan tidak dapat memakai gula sebagai sumber tenaga.

Habitat

Helicobacter pylori mempunyai habitat pada lapisan mukus lambung yang menutupi

mukosa lambung dan dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung. Bersifat tissue

and host spesific, yaitu hanya dapat melekat pada permukaan epitel mukosa lambung

manusia atau binatang menyusui tingkat tinggi, dan bersifat non invasif.

Kolonisasi kuman Helicobacter pylori dapat terjadi pada jaringan lambung

metaplastik gaster, diesofagus atau bagian lain dari traktus digestivus, walaupun yang paling

disenangi mukosa antrum. Kuman ini menembus mukus lambung dan berkembangbiak dekat

ujung sel epitel permukaan dan daerah perbatasan antar sel. Sebagaian kuman melekat pada

permukaan plasma dan epitel, sebagian lain menyusup antara sel-sel epitel dan kadang-

kadang dapat mencapai lamina propia.

Sifat biokimia

Helicobacter pylori memproduksi beberapa enzim seperti urease, katalase, oksidase,

-glutamil transferase, alkalin fosfatase, DNA-ase, hipurikase, amino-peptidase, esterase,

fosfolipase A dan C, protease, lipase, dan fosfoamidase. Enzim ini dapat memecah urea

menjadi amonia dan karbondioksida. Enzim ini berfungsi untuk mempertahankan hidup

bakteri dari asam lambung dan juga sebagai sumber nitrogen yang penting buat bakteri.

Faktor virulensi
Faktor yang menentukan virulensi kuman Helicobacter pylori adalah adanya flagella

dan enzim seperti urease, protease, dan fosfolipase. Flagella berperan dalam hal pergerakan

aktif bakteri menembus lapisan mukus yang melapisi mukosa lambung. Sedangkan protease

dan fosfolipase berturut-turut berperan dalam menghancurkan gliko-protein dan fosfolipid

yang terdapat pada lapisan mukus.

Angka kejadian

Infeksi Helicobacter pylori sebagian besar terjadi pada masa anak-anak, kemudian

infeksi berjalan lambat dan asimptomatik sampai akhirnya menimbulkan penyakit

gastroduodenal misalnya ulkus peptikum, dispepsia non ulkus, keganasan lambung dsb.

Cara penularan

Pada keadaan alamiah reservoir kuman Helicobacter pylori adalah lambung penderita

infeksi Helicobacter pylori. Sampai sekarang cara penularan infeksi Helicobacter pylori yang

pasti belum dapat dipastikan. Satu-satunya jalan infeksi adalah melalui mulut, tetapi

bagaimana infeksi dari lambung seorang penderita masuk kedalam mulut dan kemudian ke

lambung orang lain masih belum jelas. Teori yang dianut untuk memindahkan infeksi dari

orang lain adalah kontak fekal-oral atau oral-oral. Ada yang melaporkan adanya resiko

penularan melalui endoskopi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi epidemiologi infeksi Helicobacter pylori

Disamping faktor genetik yang mempengaruhi kepekaan terhadap infeksi, beberapa

faktor yang juga mempengaruhi infeksi Helicobacter pylori adalah:

a. Faktor sosial ekonomi


Makin rendah tingkat sosial ekonomi makin tinggi prevalensi infeksi Helicobacter

pylori

b. Faktor umur

Distribusi umur penderita infeksi Helicobacter pylori sangat luas, yaitu dari bayi

sampai orang usia lanjut. Terdapat kecendurangan prevalensi penyakit ini makin

tinggi dengan meningaktnya usia.

c. Faktor lingkungan

Pada individu dengan komunitas tertutup dan tinggal dalam populasi yang banyak

(overcrowded), akan meyebabkan kontak antar individu sangat erat, sehingga

prevalensi infeksi Helicobacter pylori akan meningkat. selain itu juga ada yang

menyebutkan anak yang mendapat infeksi dari ibunya dan lingkungan pekerjaan.

d. Faktor etnis/suku bangsa

Kekerapan infeksi Helicobacter pylori tertinggi pada suku bangsa balige (batak).

Prevalensi infeksi Helicobacter pylori lebih sering pada orang kulit hitam

dibandingkan dengan kulit putih.

Patofisiologi terjadinya kelainan gastro-duodenum

Mukosa gaster sebenarnya sangat terlindungi dari infeksi bakteri. Tetapi kuman

Helicobacter pylori sangat pandai melakukan adaptasi terhadap hal ini, dengan cara masuk

kedalam lapisan mukus, kemudian melakukan perlekatan dengan sel epitel, evasi respon

imun dan akhirnya terjadi kolonisasi dan transmisi persisten.

Setelah masuk gaster, bakteri ini harus melawan aktivitas asam untuk masuk ke

lapisan mukus. Yaitu dengan motilitas bakteri dan menghasilkan enzim urease yang sangat

kuat. Enzim urease tersebut akan mengubah urea dalam mukus lambung menjadi amoniak,

sehingga tubuh kuman Helicobacter pylori selalu diliputi awan amoniak yang dapat
melindungi kuman dari asam lambung yang kuat sehingga Helicobacter pylori dapat bertahan

pada suasana asam.

Setelah berhasil menembus asam lambung, kemudian dengan flagellanya kuman

masuk kedalam habitatnya dalam mukus lambung, bertahan hidup dan mengalami

multiplikasi. Kuman ini mengadakan kontak dengan epitel mukosa melalui bagian kuman

yang disebut adheren pedestal, dan diduga kontak ini melalui suatu zat yang disebut adhesin.

Melalui zat ini kuman Helicobacter pylori dapat berikatan dengan suatu jenis gliserolipid

yang terdapat dalam epitel lambung.

Setelah melekat, sebagian besar strain Helicobacter pylori dapat memproduksi

Vacuolating cytotoxin (VacA) yaitu suatu eksotoksin. Tokin ini masuk kedalam memban sel

epitel dan menyebabkan keluarnya bikarbonat dan anion organik yang diperlukan untuk

nutrisi bakteri. Selain itu VacA ini juga mempunyai target pada membran mitokondria yang

menyebabkan apoptosis.

Setelah melekat pada sel epitel, cagA ini terfosforilasi dan menyebabkan terjadinya

respon selular dan produksi sitokin oleh sel epitel gaster.

Selain urease kuman ini juga mengeluarkan enzim lain misalnya katalase, oksidase,

alkali fosfatase, -glutamil transpeptidase, lipase, protease dan mucinase. Enzim protease

dan fosfolipase diduga merusak glikoprotein dan fosfolipid yang menutup mukosa lambung.
Katalase melindungi kuman dari radikal reaktif yang dikeluarkan oleh neutrofil. Disamping

enzim, beberapa strain Helicobacter pylori juga menghasilkan beberapa macam toksin,

misalnya sitotoksin yang dapat menimbulkan vakuolisasi pada kultur sel mamalia yang

disebut vacuolating toxine dan sitotoksin gen dengan berat molekul 120 kDa, dimana toksin

tersebut berperan dalam timbulnya keradangan dan reaksi imun lokal. Kedua toksin tersebut

mempunyai kemampuan menarik sel PMN ke tempat kolonisasi, meningkatkan permeabilitas

mikrokapiler, agregasi platelet dan degranulasi sel mast.

Helicobacter pylori menyebabkan continuous gastric inflamation pada setiap individu

yang terinfeksi. Respon inflamasi ini terdiri dari rekrutmen netrofil yang kemudian diikuti

oleh sel limfosit B dan T, sel plasma, makrofag, kemudian terjadi rusaknya sel epitel. Sel

epitel gaster yang terinfeksi oleh Helicobacter pylori terdapat peningkatan sitokin interleukin-

1, interleukin-2, interleukin-6, interleukin-8 dan tumor necrosis factor. Interleukin-8

merupakan kemokin yang poten untuk aktivasi neutrofil. Infeksi Helicobacter pylori dapat

menyebabkan pula terjadinya respon humoral sistemik mukosa. Produksi antibodi ini tidak

mengakibatkan eradikasi bakteri tetapi menyebabkan kerusakan jaringan. Sebagian penderita

dengan Helicobacter pylori mempunyai autoantibodi terhadap H+/K+-ATP-ase sehingga

menyebabkan atrofi corpus gaster. Pada saat terjadi inflamasi ini apabila respon Th yang

lebih dominan akan mnyebabkan peningkatan produksi interleukin-18, dan ditambah dengan

apoptosis akan mengakibatkan infeksi persisten Helicobacter pylori.


Pada infeksi Helicobacter pylori, gastritis yang terjadi merupakan suatu respon

keradangan terhadap kuman Helicobacter pylori beserta produk-produknya oleh karena

kuman ini pada dasarnya tidak invasif. Setelah terjadi keradangan pada mukosa lambung, ion

H+ akan mudah masuk dan memperberat kerusakan mukosa dan akhirnya dapat terjadi ulkus.

Berbeda dengan kuman patogen lain, infeksi Helicobacter pylori berjalan sangat lambat tetapi

dapat bertahan bertahun-tahun sampai beberapa dasawarsa bahkan selama hidup penderita.

Hampir semua penderita yang tertular Helicobacter pylori menderita gastritis kronis

superfisialis aktif pada antrum dan fundus. Pada sebagian penderita proses inflamasi tadi

berlanjut hingga terjadi kelainan struktur dan fungsi kelenjar epitel yang disebut gastritis

atropik. Gastritis kronik superfisialis dapat berlanjut menjadi gastritis atrophi ringan dan

berakhir dengan terjadi gastritis atropik yang berat, yang akhirnya dapat terjadi proses

keganasan. Proses perkembangan ini memakan waktu beberapa dekade.

Adanya infeksi H.Pylori dapat menimbulkan gangguan fungsi sekresi mukosa,

misalnya hipergastrinemia. Hiperasiditas dalam duodenum dianggap merupakan salah satu

penyebab adanya metaplasia gastrik dalam duodenum. Pulau-pulau sel mukosa lambung
dalam doudenum kemudian menimbulkan duodenitis dan akhirnya dapat terjadi ulkus.

Terjadinya hipergastrenemia diakibatkan oleh penekanan produksi somatostatin dari sel D

mukosa lambung yang rusak akibat infeksi H.Pylori. seperti diketahui somatostatin berfungsi

dalam menekan produksi gastrin. Karena produksi somatostatin rendah maka produksi gastrin

tidak ada yang menekan, akibatnya terjadilah hipergastrenemia dan pengeluaran asam

lambung berlebih.

Hanya strain H.Pylori yang mengeluarkan vacuolating cytotoxine dan mengekspresikan

protein120 KdA yang akan merangsang peningkatan IL-8. IL-8 merupakan aktifator dan

chemotaktik agent yang kuat untuk neutrofil, yang kan meyebabkan kerusakan mukosa.

Perjalanan penyakit H.Pylori selengkapnya dapat dilihat pada skema dibwah ini.

Gambaran klinis

Gambaran klinis infeksi H.Pylori sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, dispepsia ringan,

dispepsia berat, sampai gambaran klinis yang timbul karena gejala ulkus. Sebagian besar

penderita yang terkena infeksi H. Pylori secara klinis tidak menunjukan keluhan ataupun

gejala, hanya sebagian kecil saja prosesnya berlanjut dan berakhir dengan tukak peptik atau

karsinoma lambung. Dari beberapa data yang dilaporkan menunjukkan bahwa infeksi H.

Pylori pada anak sebagian besar asimptomatis atau memperlihatkan gejala saluran cerna yang
tidak spesifik. Sudah sejak lama diketahui bahwa anak-anakpun tidak jarang mengalami

keluhan dispepsia, misalnya nyeri epigastrium, kembung, mual dan bahkan kadang-kadang

hematemesis dan melena.

Gastritis sering memperlihatkan keluhan sakit perut berulang pada anak dianalogikan dengan

dipepsia non-ulkus pada orang dewasa.

Karena endoskopi relatif jarang dilakukan pada anak-anak, kecuali ada keluhan yang berat

dan berulang, maka diagnosis pasti infeksi H. Pylori pada anak jarang ditegakan. Belakangan

ini banyak dilakukan penelitian baik endoskopi maupun serologi, dan ternyata cukup banyak

anak-anak yang menderita H.Pylori. Dari beberapa penelitian, keluhan yang paling sering

didapatkan adalah nyeri perut berulang, nyeri epigastrium (38,78%), nyeri tekan epigastrium

(80%), nyeri preumbilikal dan muntah-muntah hebat. Keluhan lain adalah nyeri setelah

makan, nyeri malam hari, nafas berbau dan sebagainya.

(Suraatmaja, Sudaryat. Gastroenterologi Anak Kapita Selekta ed pertama. Jakarta : Sagung

seto. 2005)

Anda mungkin juga menyukai