Anda di halaman 1dari 8

Nama : Ilma Rabbayani

NIM : 1710815120010

Vibrio Cholerae
Vibrio cholerae with its single polar flagellum. Electron Micrograph of Vibrio cholerae by
Leodotia Pope, Department of Microbiology, University of Texas at Austin.
(https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Vibrio_cholerae)

A. Klasifikasi
a) Berdasarkan morfologi
Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang bengkok
seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya
“kommabacillus”. Tapi bila biakan diperpanjang, kuman itu basa menjadi batang lurus
yang mirip dengan bakteri enteric gram negative. Kuman ini dapat bergerak sangat
aktif karena mempunyai satu buah flagella polar yang halus (monotrik). Kuman ini
tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung, halus dan bulat
yang keruh dan bergranul bila disinari.
b) Berdasarkan filogenik (garis keturunan)
Kongdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Vibrionales
Famili : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Spesies : V. cholerae
Nama binomial : Vibrio cholera
c) Berdasarkan produksi toksin
Toksin dari V. cholerae ditularkan melalui jalur oral. Bila vibrio berhasil lolos
dari pertahanan primer dalam mulut dan tertelan, bakteri ini akan cepat terbunuh dalam
asam lambung. Bila vibrio dapat selamat melalui asam lambung, maka ia akan
berkembang di usus halus, ini merupakan medium yang menguntungkan baginya.
Untuk hidup dan memperbanyak diri. Jumlahnya bisa mencapai 10 per ml cairan tinja.
Langkah awal dari pathogenesis terjadinya kolera yaitu menempelnya vibrio pada
mukosa usus halus. Penempelan ini dapat terjadi karena adanya membrane protein
terluar membrane dan adhesion flagella.
Vibrio cholerae merupakan bakteri non-invasif, pathogenesis yang mendasari
terjadinya penyakit ini disebabkan oleh enterotoxin yang dihasilkan V. cholerae yang
menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit yang massif yang disebabkan oleh kerja
toxin pada sel epitel usus halus, terutama pada jejunum. Enterotoxin adalah suatu
protein, yang tahan panas dan tak tahan asam, resisten terhadap tripsin tapi dirusak oleh
protease. Patologi penyakit ini dihubungkan dengan enterotoksin yang dihasilkan V.
cholerae.Toksin Cholera mempunyai sub unit A (bersifat toksin) dan sub unit B yang
berikatan dengan sel. Sub unit Bakan berikatan dengan reseptor GM1, yang terdapat
pada sel epitel usus halus. Sub unit A kemudian dapat masuk menembus membrane sel
epitel. Sub unit ini memiliki aktifitas Adenosine diphospate (ADP)
ribosyltransferasedan menyebabkan transfer ADP ribose dari nicotinamide-adenine
dinucleotide (NAD) ke sebuah guanosine triphospate (GTP) binding protein yang
mengatur aktifitas adenilat siklase. Hal ini menyebabkan peningkatan produksi cAMP,
yang menghambat absorbs NaCl dan merangsang ekskresi klorida, yang menyebabkan
hilangnya air, kalium dan bikarbonat. Enzim yang mengubah ATP menjadi cAMP
adalah enzim siklik adenilase.
Beberapa toxin yang berperan:
1. Zonula occludens toxin (Zot) meningkatkan permeabilitas mukosa usus halus
dengan mempengaruhi struktur tight junction interseluler.
2. Accessory cholera exotoxin (Ace) ditemukan pada tahun 1993 dan diketahui
meningkatkan transport ion trans membrane.

B. Dampak Vibrio Cholerae


Vibrio cholerae dapat menyebabkan sindrom mulai dari tanpa gejala kolera gravis . Di
daerah endemik, 75% kasus tidak menunjukkan gejala, 20% adalah ringan sampai sedang, dan
2-5% adalah bentuk parah seperti kolera gravis. Gejala termasuk onset tiba-tiba diare cair
(cairan abu-abu dan mendung), muntah sesekali dan kram perut Dehidrasi terjadi kemudian
dengan gejala dan tanda-tanda seperti haus, membran mukosa kering, turgor kulit menurun,
mata cekung, hipotensi, nadi radial lemah atau tidak ada, takikardia, takipnea, suara serak,
oliguria, kram, gagal ginjal, kejang, mengantuk, koma dan kematian Kematian karena
dehidrasi dapat terjadi dalam jam untuk hari pada anak-anak yang tidak diobati dan penyakit
berbahaya bagi wanita hamil dan janin mereka selama akhir kehamilan sebagai aborsi,
persalinan prematur dan kematian janin dapat terjadi.
Dalam kasus kolera gravis melibatkan dehidrasi berat, hingga 60% pasien bisa mati,
namun, kurang dari 1% kasus yang diobati dengan terapi rehidrasi yang fatal. Penyakit ini
biasanya berlangsung dari 4-6 hari (. Di seluruh dunia, penyakit diare, yang disebabkan oleh
kolera dan patogen lainnya, adalah penyebab utama kedua kematian bagi anak-anak di bawah
usia 5 dan setidaknya 120.000 kematian diperkirakan disebabkan oleh kolera setiap tahun
Pada tahun 2002, WHO dianggap bahwa rasio kematian kasus untuk kolera adalah sekitar
3,95%.

C. Deskripsi Keberadaan
V.cholerae ternyata dapat hidup di alam bebas dan memiliki reservoir alamiah.,
artinya V Cholerae dapat hidup dimana saja. Air sumur dan mata air dapat terkontaminasi
dengan V.cholerae sehingga dapat menjadi tempat hidup sekaligus transmisi dari kuman
tersebut. Juga air yang disimpan di tempat penyimpanan yang bermulut lebar seperti
tempayan, dapat terkontaminasi melalui tangan atau benda-benda lain yang digunakan untuk
mengambil air. Di samping kontaminasi air yang merupakan rute utama transmisi kolera,
makanan merupakan faktor penting penularan kolera, terutama makanan tidak dimasak atau
setengah matang. Di makanan, V.cholerae dapat hidup antara 2-14 hari dan ketahanan hidup
ini menjadi lebih baik bila makanan dimasak terlebih dahulu sebelum terjadi kontaminasi.
Di alam bebas, V.cholerae ditemukan hidup di lingkungan akuatik, baik di daerah
yang tidak ditemukan kolera maupun daerah yang endemik. Beberapa laporan baru-baru ini
menunjukan bahwa Vibrio patogen dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan air yang
tidak mengalir, bersuhu hangat dengan konsentrasi kegaraman (salinity) dan nutrien yang
tinggi. Vibrio patogen dapat tumbuh di air yang berkadar garam rendah, asalkan suhunya
hangat dan banyak terdapat sedimen yang mengandung nutrien organik. Keadaan hidup tetapi
tidak dapat dibiak (viable but nonculturable) ini merupakan suatu fenomena bakteri yang
mencerminkan fase tidur (dormancy), ketahanan hidup (survival) dan keberadaannya secara
persisiten di lingkungan. Pada manusia bakteri vibrio cholera hidup di saluran pencernaan,
sehingga bakteri vibrio cholera dapat menyebar melalui feses atau kotoran manusia.
D. Faktor Pembatas
V. cholerae dapat tumbuh pada suhu 10-43 oC, dengan suhu optimal 37 oC. V.
cholerae juga dapat bertahan hidup dalam lemari pendingin dan bertahan hidup dalam kondisi
lembab, rendah asam, makanan dingin selama 2 minggu atau lebih. V. cholerae juga dapat
bertahan untuk waktu yang lama pada suhu pembekuan. Rentang pH untuk pertumbuhan V.
cholerae adalah 5,0-9,6, dengan pH optimum pada 7,6. V. cholerae toleran terhadap pH
tinggi tetapi tidak asam dan tidak aktif pada nilai pH 4.5 pada suhu kamar. Pertumbuhan V.
cholerae akan meningkat dengan adanya konsentrasi garam yang rendah. Organisme ini
sensitif terhadap pengeringan dan bertahan hanya selama kurang dari 48 jam dalam makanan
kering.
V. cholerae merupakan organisme fakultatif anaerob (tumbuh dengan atau tanpa
oksigen). Namun pada kondisi aerobik, V. cholerae juga dapat tumbuh dengan baik.
Organisme ini tidak tahan terhadap desinfektan yang biasanya digunakan dalam lingkungan
pengolahan makanan. V. cholerae tidak tahan panas dan dapat mati pada suhu pasteurisasi
yaitu 60 oC selama 2,65 menit dan 71 oC selama 0,30 menit. Memasak pada suhu 70 oC
biasanya cukup untuk menginaktivasi V. cholerae.

E. Metode Perhitungan Jumlah Mikroba


Jumlah bakteri Vibrio Cholerae ditentukan jumlah bakteri awal yang sesungguhnya
menggunakan metode hitung koloni dengan medium Thio sulphate Citrate Bile Sucrose
(TCBS). Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan bakteri pada medium yang optimum
maka pengenceran 101 cfu/mL diambil 2 ml dan diinokulasikan ke dalam tabung medium
pengayaan yakni medium air pepton alkali (APW). Medium APW ini diinkubasi pada suhu
37°C dari jam pertama sampai jam ke delapan, tiap jamnya dari jam pertama sampai jam ke
delapan dilakukan pengukuran jumlah bakteri metode hitung koloni menggunakan medium
TCBS dan diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 37°C, kemudian dilakukan pengamatan
koloni yang tumbuh pada tiap cawan petri medium TCBS. ditentukan dan dihitung jumlah
koloni yang tumbuh. Hasil perhitungan jumlah bakteri tiap jamnya dari jam pertama sampai
jam ke delapan kemudian ditentukan waktu generasi. Data yang diperoleh untuk mengetahui
Jumlah bakteri V.cholerae O1 menggunakan rumus:
Jumlah Generasi = (log10 Jumlah sel akhir)-(log10 Jumlah sel awal)
0.301
Waktu Generasi = ( 60 Menit x Jam)/Jumlah Generasi
F. Cara Pencegahan dan Penanganan Penyakit Kolera
a) Cara Pencegahan Penyakit Kolera
Untuk menghindari terjadinya penyebaran penyakit sebaiknya fasilitas
kesehatan seperti Puskesmas untuk pengolahan limbah fasilitas mengacupada
Permenkes nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 kesehatantentang Persyaratan
Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, dikatakan bahwa untuk pencucian pakaian yang
terkontaminasi bahan yang infeksius sebaiknya menggunakan suhu air panas 70oC
dalam waktu 25 menit atau 95oC dalam waktu 10 menit serta menggunakan jenis
detergen dan desinfektan untuk proses pencucian yang ramah lingkungan agar limbah
cair mudah terurai oleh lingkungan. Lebih baik lagi jika saluran air yang digunakan
adalah saluran air tertutup dan dilakukan pre treatment sebelum dialirkan ke
pengolahan limbah.Hal ini penting dilakukan mengingat air memegang peranan
penting terhadap penyebaran kuman V.cholera.
Cara pencegahan dan memutuskan tali penularan penyakit kolera adalah
dengan prinsip sanitasi lingkungan, terutama kebersihan air dan pembuangan kotoran
(feaces) pada tempatnya yang memenuhi standar lingkungan. Lainnya ialah
meminum air yang sudah dimasak terlebih dahulu, cuci tangan dengan bersih
sebelum makan memakai sabun/antiseptik, cuci sayuran dangan air bersih terutama
sayuran yang dimakan mentah (lalapan), hindari memakan ikan dan kerang yang
dimasak setengah matang.

b) Cara Penanganan Penyakit Kolera


Bila dalam anggota keluarga ada yang terkena kolera, sebaiknya diisolasi dan
secepatnya mendapatkan pengobatan.Benda yang tercemar muntahan atau tinja
penderita harus di sterilisasi, searangga lalat (vektor) penular lainnya segera
diberantas.Pemberian vaksinasi kolera dapat melindungi orang yang kontak langsung
dengan penderita.
Penderita yang mengalami penyakit kolera harus segera mandapatkan
penanganan segera, yaitu dengan memberikan pengganti cairan tubuh yang hilang
sebagai langkah awal. Pemberian cairan dengan cara Infus/Drip adalah yang paling
tepat bagi penderita yang banyak kehilangan cairan baik melalui diare atau muntah.
Selanjutnya adalah pengobatan terhadap infeksi yang terjadi, yaitu dengan pemberian
antibiotik/antimikrobial seperti Tetrasiklin, Doxycycline atau golongan Vibramicyn.
Pengobatan antibiotik ini dalam waktu 48 jam dapat menghentikan diare yang
terjadi.Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit
kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari
hidung ke lambung (sonde).Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak
dapat diatasi, sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan
kurang adekuat meninggal dunia.
Diungkapkan dalam majalah dunia Time World, “A New Way to Fight
Cholera”, cara terbaru untuk membasmi kolera adalah dengan menjaga kebersihan
diri, lingkungan, serta masyarakat.Hal ini diungkapkan pula oleh WHO, dan langkah-
langkah jitu tersebut dirumuskan dalam 3SW (Sterilization, Sewage, Sources, and
Water purification).
1. Sterilisasi: Membuang dengan benar sisa defek fecal dan air yang dihasilkan oleh
pasien yang menderita kolera.
2. Sewage: Pemberian antimikroba (klorin, ozon) disaluran-saluran pembuangan air
guna mencegah penularan kolera.
3. Sources: Peringatan mengenai kemungkinanadanya kontaminasi di dekat sumber
air yang rentan serta langkah langkah mendekontaminasinya.
4. Water purification: Semua air yang digunakanuntuk minum, mencuci, dan
memasak, harus disterilisasi dengan cara merebus, memberi klorin, ataupun
pemberian ozon.

G. Karakteristik Vibrio Cholerae


Vibrio cholerae adalah, gram negatif non-spora membentuk, batang melengkung yang
oksidase positif . Hal ini sangat motil dan memiliki flagel kutub tunggal. Bakteri adalah 1 - 3
pM oleh 0,5-0,8 pM, adalah anaerob fakultatif dan merupakan bagian dari keluarga
Vibronaceae ).Serogrup O1 (klasik dan Tor El biotipe) dan O139 terutama bertanggung jawab
untuk wabah kolera . Serogrup patogen menghasilkan toksin kolera (CT), sedangkan strain
patogen non mungkin atau mungkin tidak memproduksi toksin Baru, V. cholerae strain
serougroup O75 memiliki gen toksin kolera diisolasi dari pasien dengan diare berat, dan
serogrup O141 telah dikaitkan dengan sporadis kolera seperti diare dan infeksi aliran darah di
Amerika Serikat Beberapa serotipe dapat berfungsi sebagai reservoir bagi toksin kolera fag
genom . Serotipe yang tidak menghasilkan toksin kolera masih dapat menyebabkan penyakit
pada manusia (yaitu enteritis).

H. Struktur Antigen
Semua Vibrio Cholerae mempunyai antigen flagel H yang sama. Antigen flagel H ini
bersifat tahan panas. Antibodi terhadap antigen flagel H tidak bersifat protektif. Pada uji
aglutinasi berbentuk awan. Antigen somatic O merupakan antigen yang penting dalam
pembagian grup secara serologi pada Vibrio choleraeI. Antigen somatic O ini terdiri dari
lipoplisakarida. Pada reaksi aglutinasi berbentuk seperti pasir. Antibodi terhadap antigen O
bersifat protektif. Vibrio cholera serogroup O1 memiliki 3 faktor antigen : A, B, dan C yang
membagi grup O1 menjadi serotype Ogawa, Inaba, dan Hikojima. Secara skematis klasifikasi
dari vibrio cholerae dapat dilihat di bawah ini:
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Sri. 2005. Vibrio Cholerae. USU Repository. Medan.

Anggaraditya, P.B. 2015. Menekan Laju Penyebaran Kolera di Asia dengan 3SW
(Sterilization, Sewage, Sources, and Water Purification).Jurnal Intisari Sains Media.
3(1): 83-87.
Anonim. 2012. Vibrio Cholerae. Diakses di (http://pelajaranilmu.blogspot.co.id
/2012/05/vibrio-cholerae.html) pada 12 April 2018.
Anonim. 2018. Vibrio Cholerae. Diakses di (https://microbewiki.kenyon.edu/index.php/
Vibrio_cholerae) pada 11 April 2018.
Holmgren J. 1973. Comparison of the Tissue Receptors for Vibrio cholerae and Escherichia
coli Enterotoxins by Means of Gangliosides and Natural Cholera Toxoid. American
Society for Microbiology. 8(6): 851-859.
Lawley, Richard; Laurie Curtis; & Judy Davis. 2008. The Food Safety Hazard Guidebook.
RSC Publishing. London.
Lesmana, Murad. 2002.Vibrio cholerae O1, viable but nonculturable. Jurnal Kedokter
Trisakti. 21(3): 111-117.
Lesmana, Murad. 2004. Perkembangan mutakhir infeksi kolera . Jurnal Kedokter Trisakti.
23(3): 101-109.
Madigan, M.T., dkk. 2008. Biology of Microorganisms 12th edition. Pearso. San Francisco.

Pelczar, Michael & E.C.S. Chan. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta.

Puspandari, Nelly. 2011. Investigasi Penyebab Kejadian Luar Biasa Kolera di Jember Terkait
Cemaran Sumber Air.Jurnal Komunikasi Kesehatan.2(1): 1-7.

Wati, Meliati, dkk. 2015. Waktu Regenerasi Bakteri Vibrio Cholerae pada Medium APW.
Jurnal Penelitian Kesehatan. 43(1): 35-40.

Anda mungkin juga menyukai