Anda di halaman 1dari 100

BAB I

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

I. PENDAHULUAN
Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal didunia karena eklampsia
(Duley, 1994). Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar 1:100
sampai 1:1700 (Crowther, 1985), karena itu kejadian ini harus dihindarkan.
Dalam suatu studi multisenter, multinasioal untuk membandingkan
berbagai cara pengobatan, telah dibuktikan bahwa magnesium sulfat
merupakan obat yang paling efektif untuk mengtasi kejang pada eklampsia
dibandingkan dengan obat lain misalnya diazepam. Untuk itu
direkomendasikan menjadi obat terpilih pada pengobatan eklampsia (The
Eklampsia Collaborative Trial Group, 1995, Lucas, Levano And
Cunningham, 1995).
Dalam Cochrane Eclampsia Review, Dudley dan Handerson - Smart
(1995), Attallah (1997) menyatakan bahwa magnesium sulfat dapat digunakan
dengan mudah dinegara berkembang , karena obat ini tidak mahal dan tidak
memerlukan teknologi tinggi dalam penerapannya. Magnesium sulfat
hendaknya digunakan sebagai standar pembanding bagi obat lain untuk
mengtasi kejang pada eklampsia.
Dapat disimpulkan bahwa penelitian mutakhir sangat mendukung
penggunaan magnesium sulfat untuk mengedalikan kejang eklampsia dan
harus direkomendasikan sebagai obat terpilih.

II. PRINSIP DASAR


1. Wanita hamil atau baru melahirkan mengeluh nyeri kepala hebat atau
penglihatan kabur
2. Wanita hamil atau baru melahirkan menderita kejang atau kehilangan
kesadaran/koma

III. PENANGANAN UMUM


1. Segera rawat
2. Lakukan penilaian klinik terhadap keadaan umum, sambil mencari riwayat
penyakit sekarang dan terdahulu dari pasien atau keluarganya
3. Jika pasien tidak bernafas:
a. Bebaskan jalan nafas
b. Berikan O2 dengan sungkup
c. Lakukan intubasi jika diperlukan

1
4. Jika pasien kehilanga kesadaran / koma:
a. Bebaskan jalan nafas
b. Baringkan pada satu sisi
c. Ukur suhu
d. Periksa apakah ada kaku kuduk
5. Jika pasien syok 4 lihat penangan syok
6. Jika terdapat perdarahan lihat penangan perdarahan

IV. GEJALA DAN TANDA


1. Tekan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer
dan tidak tergantung pada keadaan emosianal pasien.
2. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik > 90 mmHg pada
2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
a. Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
b. Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali
sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan / atau dalam 48
jam post partum.
c. Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20
minggu.

V. KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

2
VI. HIPERTENSI KARENA KEHAMILAN
1. Lebih sering terjadi pada primi gravida. Keadaan patologis telah terjadi
sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti
dengan sindroma inflamasi.
2. Resiko meningkat pada:
a. Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
b. Hidramnion
c. Diabetes melitus
d. Isoimunisasi rhesus
e. Faktor herediter
f. Autoimunitas:SLE
3. Hipertensi karena kehamilan:
a. Hipertensi tanpa protein uria atau edema
b. Preeklampsia ringan
c. Proeklampsia berat
d. Eklampsia
4. Hipertensi dalam keharnilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan
tanpa gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih
buruk dengan terdapatnya protein uria. Edema tidak lagi menjadi suatu
tanda yang sahih untuk preeklampsia.
5. Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala
berikut:
a. Tekanan ctarah diastolik > 110 mmHg
b. Protein uria > 2 +
c. Oligouria < 400 ml / 24 jam
d. Edema paru : nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
e. Nyeri daerah epigastrium / kuadran atas kanan perut
f. Gangguan penglihatan: skotoma / penglihatan yang berkabut
g. Nyeri kepala hebat yang tidak berkurand dengan pemberian
analgetika biasa
h. Hiperrefleksia
i. Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
j. Koagulasi: koagulasi intravaskuler diseminata, sindrome HEELP
k. Pertumbuhan janin terhambat
l. Otak: edema serebri
m. Jantung: gagal jantung
6. Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang
a. Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi

3
b. Kejang bersifat tonik - klonik menyerupai kejang pada epilepsi gran
mall
c. Koma terjadi setelah kejang dan berlangsung lama (beberapa jam)

VII. HIPERTENSI KRONIK


1. Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu.
2. Superimpossed preeklampsia adalah hipertensi kronik dan preeklampsia.

VIII. DIAGNOSA BANDING


1. Hipertensi kronik
Jika tekanan darah sebelum kehamilan 20 minggu tidak diketahui, akan
sulit untuk membedakan antara preeklampsia dan hiprtensi kronik, dalam
hal demikian, tangani sebagai hipertensi karena kehamilan.
2. Proteinuria
Sekret vagina atau cairan amnion dapat mengkontaminasi urin,
sehingga terdapat proteinuria.
Kateterisasi tidak dianjurkan karena dapat mengakbatkan infeksi.
Infeksi kandung kemih, anemia berat, payah jantung dan partus lama
juga dapat menyebabkon proteinuria.
Darah dalam urin, kontaminasi darah vagina dapat menghasilkan
proteinuria positif palsu.
3. Kejang dan koma
Eklampsia harus didiagnosa banding dengan epilepsi, malaria serebral,
trauma kepala, penyakit serebrovaskuler, intoksikasi (alkohol, obat,
racun), kelainan metabolisme (asidosis), meningitis, enselabtis,
enselalopati, intoksikasi air, histeria dan lain-lain.

IX. KOMPLIKASI
1. Iskemia uteroplasenter
a. Pertumbuhan janin terhambat
b. Kematian janin
c. Persalinan prematur
d. Solusio plasenta
2. Spasme arteriolar
a. Perdarahan serebral
b. Gagal jantung, ginjal dan hati
c. Ablasio retina
d. Thromboemboli

4
e. Gangguan pembekuan darah
f. Buta kortikal
3. Kejang dan koma
a. Trauma karena kejang
b. Aspirasi cairan, darah, muntahan dengan akibat gangguan pernafasan
4. Penanganan tidak tepat
a. Edema paru
b. Infeksi saluran kernih
c. Kelebihan cairan
d. Komplikasi anestesi atau tindakan obstetrik

X. PENCEGAHAN
1. Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah
hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin.
2. Manfaat aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena
kehamilan belum sepenuhnya terbukti.
3. Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-cepat.
Kasus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi peneratlgan yang jelas
bilamana kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan,
keluarga (suami, orang tua, mertua dll.) harus dilibatkan sejak awal.
4. Pemasukan cairan terlalu banyak mengakibatkan edema paru.

5
6
XI. PENGELOLAAN
A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA
Jika kehamitan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan :
1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin
setiap minggu.
2. Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklamsia.
3. Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan,

B. PREEKLAMPSIA RINGAN
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan, lakukan
penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan :
1. Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan
2. kondisi janin.
3. Lebih banyak istirahat.
4. Diet biasa.
5. Tidak perlu pemberian obat.
6. Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit :
a. Diet biasa
b. Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1
kali sehari
c. Tidak memerlukan pengobatan
d. Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru,
dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
e. Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat
dipulangkan :
1) Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia
berat
2) Periksa ulang 2 kali seminggu
3) Jika tekanan diastolik naik lagi -> rawat kembali
f. Jika tidak terdapat tanda perbaikan --) tetap dirawat
g. Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan
h. Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklammpsia berat
Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan
1. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU
dalam 500 ml Ringer Laktat/Dekstrose 5% IV 10 tetes/menit atau
dengan prostaglandin.

7
2. Jika serviks belum matang, berikan prostagtandin, misoprostol
atau kateter Foley, atau lakukan terminasi dengan bedah Caesar.

C. PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
1. Pengelolaan kejang:
Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap
lendir, masker oksigen, oksigen)
Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
Aspirasi mutut dan tenggorokan
Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi tengkelungkup untuk
mengurangi risiko aspirasi
Berikan 02 4-6liten/menit
2. Pengelolaan Umum
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi
sampai tekanan diastolik antara 90-100 mmHg.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih.
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload.
Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan perneriksaan
proteinuria.
Infus cairan dipertahankan 1.5 -2 Iiter/24 jam.
Jangan tinggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan
janin.
Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap I
jam.
Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya
krepitasi merupakan tanda adanya edema paru. Jika ada edema
paru, hentikan pemberian cairan dan berikan diuretik (mis.
Furosemide 40 mg IV)
Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan
tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopat.
3. Anti konvulsan

8
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain
adalah Diasepan, dengan risiko terjadinya depresi neonatal.

9
4. Anti hipertensi
a. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat
diulang sampai 8 kali/24 jam.
b. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
c. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit,
berikan lagi Labetolol 20 mg oral.
5. Persalinan
a. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam,
sedangkan pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul.
b. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam
(pada eklampsia), lakukan bedah Caesar.
c. Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa :
a. Tidak terdapat koagulopali. (koagulopati merupakan kontra
indikasi anestesi spinal).
b. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk
eklampsia dan spinal untuk PEB. Dilakukan anestesi lokal, bila
risiko anestesi terlalu tinggi.
c. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan
Oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau
dengan cara pemberian prostaglandin/ misoprostol.
6. Perawatan post partum
a. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang
terakhir.
b. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg.
c. Lakukan pemantauan jumlah urin.
7. Rujukan
a. Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika :
1) Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
2) Terdapat sindroma HELLP
3) Koma berlanjut lebih dan 24 jam setelah kejang

D. HIPERTENSI KRONIK
1. Jika pasien sebelum hamil sudah mendaparkan pengobatan dengan obat
anti hipertensi dan terpantau dengan baik, lanjutkan pengobatan tersebut.
2. Jika tekanan darah diastolik > 1l0 mmHg atau tekanan sistolik > 160
mmHg, berikan anti hipentensi.
3. Jika terdapat proteinuria, pikirkan superimposed preeklompsia.

10
4. Istirahat
5. Lakukan pemantauan pertumbuhan dan kondisi janin
6. Jika tidak terdapat komplikasi, tunggu persalinan sampai aterm
7. Jika terdapat preeklampsia, pertumbuhan janin terhambat atau gawat
janin, lakukan :
a. Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-5 IU dalam
500 ml Dekstrose melalui infus 10 tetes/menit atau dengan
proslaglandin.
b. Jika serviks belum marang, berikan prostaglandin, misoprostol atau
kateter Foley
8. Observasi komplikasi seperti solusio plasenta atau superimposed
preeklampsia.

E. RINGKASAN
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan
hipertensi dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan
perifer dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien.
Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolik > 90 mmHg
pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih
Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam :
1. Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah
kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam post
partum.
2. Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu.
Pembatasan kalori, cairan dan diet rendah garam tidak dapat mencegah
hipertensi karena kehamilan, bahkan dapat membahayakan janin. Manfaat
aspirin, kalsium dan lain-lain dalam mencegah hipertensi karena kehamilan
belum sepenuhnya terbukti.
Yang lebih perlu adalah deteksi dini dan penanganan cepat-cepat. Kasus
harus ditindak lanjuti secara berkala dan diberi penerangan yang jelas
bilamana harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan,
keluarga (suami, orang tua, mertua dIl) harus dilibatkan sejak awal.
Pemasukan cairan terlalu hanyak mengakibatkan edema paru.
Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan
mengatasi kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah
Diasepam, dengan risiko tetjadinya depresi neonatal.

11
BAB II
TINDAKAN OBSTFTRI PADA PERTOLONGAN PERSALINAN

I. EKSTRAKSI VAKUM
Penggunaan vakum ckslraklor (kadang-kadang disebut ventous,
ekstraktor atau alat Malmstrom) untuk mempercepat persalinan makin
populer dalam beberapa tahun terakhir, walaupun cara ini telah diketahui
sejak lama. Beberapa negara lebih memilih vakum ekstraktor dibandingkan
dengan forseps dengan keyakinan pada penggunaan vakum ekstraktor
kejadian morbiditas pada bayi baru lahir terutama luka remuk (crush injury)
pada kepala janin lebih sedikit (Anata, 1991). Beberapa studi mutakhir
menunjukkan bahwa vakum ekstraktor memiliki lebih banyak keuntungan
dibandingkan persalinan dengan forseps, lebih-lebih karena ekstraksi vakum
dapat dilakukan sebelum pembukaan serviks lengkap. Namun keberhasilan
metode ini juga sangat tergantung pada pelaksanaan yang benar dan
kompetensi operator.
Dalam suatu studi mutakhir yang membandingkan hasil antara
ekstraks: lorseps dan vakum, diketahui bahwa Iebih banyak ibu bersakn di
kelornpok vakum yang dapat melahirkan per vaginam dibandingkan di
kelompok forseps. Mereka juga menemukan lebih sedikit ibu bersalin dengan
kerusakan sfinkfer ani atau pelebaran luka bagian atas vagina di kelompok
vakum yang secara stalistik bermakna bila dibandingkan dengan kelompok
forseps (Johnson, Rice dkk, 1994).
Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi antara kelompok forseps
dibandingkan dengan kelompok vakum (Achanna dan Monga, 1994,
William, Knuppel dkk., 1991, Sharma, Narida dan Gulati, 1989),
Kesimpulannya adalah vakum ekstraktor sama amannya dibandingkan
dengan forseps.
Perlu diinformasikan kepada ibu, suaminya dan anggota keluarga
lainnya bahwa bayi akan memiliki pembengkakan besar di kepalanya yang
khas bentuknya (harus dibedakan dengan suatu cephad hematoma karena
trauma), karena bendungan cairan oleh pengisapan. Pembengkakan ini akan
hilang dalam 24 jam, walaupun bisa lebih lama. Pemantauan secara ketat
perlu dilakukan untuk mengetahui secara dini adanya kegagalan penyusuLan
dan segera memjuk ke dokter ahli anak atau dokter.

12
Sesuai dengan Peraturan Menkes RI no. 572 tahun 1994, Bidan
diperkerankan untuk melakukan ekstraksi vakum pada saat pembukaan
lengkap dan kepala berada didasar panggul.

Vakum ekstraktor sama amannya dengan forseps bila digunakan


oleh operator yang terlatih dan kompeten.
Persalinan menggunakan vakum ekstraktor tidak meningkatkan
morbiditas/mortalitas bayi baru lahir maupun ibu.

Ekstraksi vakum mempunyai keunggulan dalani menolong distosia


pada oksiput posterior dan melintang (transverse arrest). Tarikan pada kulit
kepala bayi, dilakukan dengan membuat cengkeraman yang dihasilkan dari
aplikasi tekanan negatif. Mangkok Logam atau silastik akan memegang kulit
kepala sebagai akibat tekanan negatif, menjadi kaput aetifisial. Mangkok
dihubungkan dengan tuas penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan)
melalui seutas rantai. Ada 3 gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu
tekanan intrauterin (oleb kontraksi), tekanan ekspresi eksternal (tenaga
mengedan) dan gaya tarik (ekstraktor vakum).

II. INDIKASI
Kala II lama dengan presentasi belakang kepala/verteks (pemantauan
Partograf). Biasanya kepala tidak lahir karena adanya lilitan tali pusat, inertia
uteri dan malposisi.

III. KONTRA INDIKASI


1. Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong)
2. Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)

IV. SYARAT KHUSUS


1. Pembukaan serviks lengkap
2. Presentasi kepala
3. Cukup bulan (aterm)
4. Tidak ada kesempitan panggul
5. Anak hidup
6. Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis
7. Kontraksi baik
8. Ketuban sudah pecah

13
9. Alat berfungsi baik
Kegagalan ekstraksi vakum
a. Kepala tidak tunin setelah 3 kali penarikan atau tidak lahir setelah 25
menit
b. Tekanan vakum bocor - alat tak berfungsi
Penyebab kepala tidak turun ialah: CPD, lilitan tali pusat yang erat. Ekstraksi
vakun dihentikan biln kepala tidak turun atau terjadi bradikardia berat (gawat
janin); lakukan seksio sesaria segera (bila perlu dengan anestesi lokal) dan
sementara bayi belum dilahirkan dilakukan resusitasi intra uterin dengan
tokolisis.

14
V. DISTOSIA BAHU
Makrosomia pada kehamilan cukup bulan adalah suatu keadaan yang
berhubungan dengan peningkatan morbiditas maternal dan neonatal,
termasuk peningkatan kemungkinan persalinan dengan bedah Caesar dan
distosia bahu. Makrosomia ditentukan dengan adanya kehamilan dengan
berat bayi > 4,000 gram (Delpara, 1991). Dalam persalinan per vaginam,
distosia bahu dicurigai pada taksiran besar, waktu persalinan yang
memanjang dan pertolongan persalinan dengan ekstraksi vakum.
Penelitian observasional pada saat ini menyaraitkan untuk tidak melakukan
induksi persalinan pada persalinan dengan kecurigaan makrosomia, berkaitan
dengan risiko morbiditas pada ibu dan neonatal (Friesen 1995; Weeks 1995).
Bukti iImiah pada saat ini menunjukkan bahwa apabila diperlukan
pertolongan pada persalinan per vaginam, ekstraksi vakum menjadi pilihan
yang pertama, terutama oleh karena secara. bermakna tindakan ini memiliki
risiko perlukaan pada ibu yang terendah (Chalmers dkk. 1989).

15
VI. PENGERTIAN
Setelah kelahiran kepala akan terjadi putaran paksi biar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang.
Bahwa pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah
ospubis. Dorongan pada saat ibu mengedan akan menyebabkan bahu depan
(anterior) berada dibawah pubis. Bila bahu gagal untuk mengadakan putaran
menyesuaikan dengan sumbu miring panggul, dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
dengin simfisis.
Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul,
kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul (mis. pada makrosomia)
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara,
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan menyebabkan bahu tidak
melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil
melipat masuk ke dalam panggul.

Distosia bahu adalah kegawat daruratan obstetrik. Kegagalan untuk


melahirkan bahu secara spontan menempatkan ibu dan bayi berisiko untuk
terjadinya trauma. Insidens distosia balm secara keseluruhan berkisar antara
0.3-1%, sedangkan pada berat badan bayi diatas 4,000 g insidens meningkat
menjadi 5-7% dan pada berat badan bayi lebih dari 4,500 g insidensnya
menjadi antara 8-10%.
1. Faktor Risiko
a. Makrosomia (> 4000 g)
1) Taksiran berat janin pada kehamilan ini
2) Riwayat persalinan dengan bayi makrosomia
3) Riwayat keluarga dengan Makrosomia
b. Diabetes gestasional
c. Multiparitas
d. Persalinan lewat bulan
2. Tanda
Tanda yang harus diwaspadai terhadap adanya kemungkinan distosia
bahu :
a. Kala II persalinan yang memanjang

16
b. Kepala bayi melekat pada perineum (recoil of head on perineum -
Turtles sign)
3. Prognosis
a. Distosia bahu dapat menyebabkan terjadinya kompresi pada tali
pusat dan mengakibatkan :
1) Penurunan pH arterial pH 0.04 setiap menit
2) Penurunan pH arterial 0.28 setelah tujuh menit
3) pH arterial dibawah 7.0 akan menyebabkan tindakan resusitasi
menjadi sulit
b. Komplikasi karena distosia bahu
1) Kerusakan pleksus brachialis karena rudapaksa dalam persalinan
(10%)
Keadaan ini pada umumnya akan mengalami perbaikan pada
tahun pertama, tetapi beberapa diantaranya menjadi kelainan
menetap.
2) Erb-Duchenne Palsy
Kerusakan terjadi pada nervus servikal setinggi tulang belakang
servikal V dan VI
3) Paralisis Klumpke's
Parafisis yang terjadi pada nervus kolumna vertebralis setinggi
tulang belakang servikal VIII dan thorakal I
4) Patah tulang
a) Fraktur Klavikula
b) Fraktur Humerus
5) Asfiksia janin
6) Kematian bayi

VII. MASALAH
Kepala bayi telah lahir letapi bahu terhambat dan tidak dapat dilahirkan.

VIII. PENGELOLAAM UMUM


Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada setiap
persalinan, terutama sebaqai antisipasi terhadap taksiran berat janin yang
besar dan persalinan pada ibu dengan Diabetes Mellitus.
Harus selalu ditipayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia.
Dianjurkan agar proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.

17
IX. INDIKASI
Diktosia babu

X. SYARAT
1. Kondisi vital ibu cukup memadai, sehingga dapat bekerja sama untuk
menyelesaikan persalinan
2. Masih memiliki kemampuan untuk mengedan
3. Jalan lahir dan pintu bawah panggul memadai untuk akomodasi tubuh
bayi
4. Bayi masih hidup atau diharapkan dapat betahan hidup
5. Bukan monstrum atau kelainan kongenital yang menghalangi keluarnya
bayi

18
Tangan penolong menyusuri lengan belakang dan menarik tangan keluar. Bahu
depan dapat lahir biasa (D), namun bila ternyata sukar, bayi diputar (E), sehingga
bahu depan lahir di belakang (F).

XI. RINGKASAN
Distosia bahu terutama disebabkan oleh detormitas panggul,
kegagalan bahu Uuituk melipat kedalam panggul (mis. pada makrosomia)
disebabkan oleh fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada multipara,
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat akan menyeLabkan bahu tidak
melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah

19
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelum bahu berhasil
melipat masuk ke dalam panggul.
Selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya distosia bahu pada
setiap persalinan, terutama sebagai antisipasi terhadap taksiran berat janin
yang besar dan persalinan pada ibu derjgan Diabetes mellitus. Harus selalu
diupayakan untuk melakukan deteksi dini bayi makrosomia. Dianjurkan agar
proaktif melakukan seksio sesarea bila terdapat makrosomia.
Tidak ada perbedaan mortalitas maupun morbiditas ibu dan bayi
antara kelompok forseps dibandingkan deiigan kelompok vakum.
Syarat khusus Lmtuk tindakan ekstraksi vakum adalah :
1. Pembukaan serviks lengkap,
2. Presentasi kepala,
3. Cukup bulan (aterm),
4. Tidak ada kesempitan panggul,
5. Anak hidup,
6. Penurunan kepala stasion 0 atau tidak lebih dari 2/5 diatas simfisis,
7. Kontraksi baik,
8. Ketuban sudah pecah,
9. Alat berfungsi baik.

20
BAB 3
PERDARAHAN POST PARTUM

BATASAN
Perdarahan post partum adalah perdarahan melebihi 500 ml yang terjadi
setelah bayi lahir. Dalam persalinan sukar untuk menentukan jumlah darah secara
akurat karena tercampur dengan air ketuban dan serapan pada pakaian atau kain alas.
Oleh karena itu- bila terdapat perdarahan lebih banyak dari normal, sudah dianjurkan
untuk melakukan pengobatan sebagai perdaraha postpartum.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu mengidentifikasi dan
menatalaksana perdarahan post partum.

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk:
Mengidentifikasi tanda dan gejala serta mendiagnosis perdarahan post partum
Menatalaksana perdarahan post partum sesuai prosedur baku
Melakukan kompresi bimanual uterus
Melakukan kompresi aorta abdominal
Melakukan pemeriksaan laserasi jalan lahir / robekan serviks
Melakukan penjahitan robekan serviks
Melakukan penglepasan plasenta secara manual

MASALAH
Perdarahan post partum dini yaitu perdaraha setelah bayi lahir dalam 24 jam pertama
persalinan dan perdarahan post partum lanjut yaitu perdarahan setelah 24 jam
petsalinan. Perdarahan post partum dapat disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan
lahir, retensio plasenta, sisa plasenta dan kelainan pembekuan darah.

PENGELOLAAN UMUM
Selalu siapkan tindakan gawat d4rurat
Tata laksana persalinan kala III secara aktif
Minta pertolongan pada petugas lain untuk membantu bila memungkinkan
Lakukan penilaian cepat keadaan umum ibu meliputi kesadaran, nadi tekanan
darah, pernapasan dan suhu
Jika terdapat syok lakukan segera penanganan
Periksa kandung kemih, bila perlu kosongkan

21
Cari penyebab perdarahan dan lakukan pemeriksaan untuk menentukan
penyebab perdarahan

22
PENGELOLAAN KHUSUS
ATONIA UTERI

Atonia uteri terjadi bila mimmetrium tidak berkontraksi. Uterus menjadi lunak dan
pembuluh darah pada daerah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar. Atonia
merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari
semua perdaran postpartum disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan
perdarahan postpartum disebabkan atonia ~iteri, harus dimulai dengan mengenal ibu
yang memiliki kondisi yang beresiko terjadi terjadi atonia uteri. Kondisi im
mencakup :

23
1. Hal-hal yang menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal seperti
pada :
Polihidramnion
Kehamilan kembar
Makrosomi
2. Persalinan lama
3. Persalinan terlalu cepat
4. Persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin
5. Infeksi intrapartum
6. Paritas tinggi

Jika seorang wanita memiliki salah satu dari kondisi-kondisi yang beresiko ini, maka
penting bagi penolong persalinan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya
atonia uteri postpartum. Meskipun demikian, 20 % atonia uteri postpartum dapat
terjadi pada ibu tanpa faktor-faktor resiko ini. Adalah penting bagi semua penolong
persalinan untuk mempersiapkan diri dalam melakukan penatalaksanaan awal
terhadap masalah yang mungkin terjadi selama proses persalinan.
Langkah berikut dalam mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga
secara aktif, yaitu :
1. Menyuntikan oksitosin
Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
Menyuntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskular pada bagian luar paha
kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan
bahwa ujung jarum tidak mengenai pembuluh darah
2. Peregaiiga.n tali pusat terkendali
Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 em dari vulva atau
mengguiung tali pusat
Meletakkan tangan kiri diatas siphisi menahan bagian bawah uterus,
sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunankan klem atau
kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva
Saat uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan
sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah dorso-kranial
3. Mengeluarkan plasenta
Jika dengan penegangan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran
sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat kearah bawah kemudian
ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva

24
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak + 5-10 cm dari vulva
Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15
menit suntikkan ulang 10 IU oksitosin i.m
Periksa kandung kemih, lakukan katerisasi bila perlu
Tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4. Setelah plasenta tumpak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-
hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban
5. Masase uterus
Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan
menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari
tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
6. Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan
Kelengkapan plasenta dan ketuban
Kontraksi uterus
Perlukaan jalan lahir

25
26
27
28
Kompresi Bimanual Internal
Letakkan satu tangan anda pada dinding perut, dan usahakan untuk menahan bagian
belakang uterus sejauh mungkin. Letakkan tangan yang lain pada korpus depan dari
dalam vagina, kemudian tekan kedua tangan untuk mengkompresi pembuluh darah
di dinding uterus. Amati jumlah darah yang keluar yang ditampung dalam pan. Jika
perdarahan berkurang teruskan kompresi pertahankan hingga uterus berkontraksi
atau hingga pasien sampai ke tempat rujukan. Jika tidak berhasil, cobalah
mengajarkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksternal sambil
penolong melakukan tahapan selanju`nya untuk penatalAsnaan atonia uteri.
Kompresi bimanual Eksternal
Letakkan satu tangan pada dinding perut, dan usahan sedapat mungkin meraba
bagian belakang uterus Letakkan tangan yang lainnya dalam keadaan terkapal pada
bagian korpus uteri, kemudian rapatkan kedua tangan untuk menahan pembuluh
darah di dinding uterus dengan jalan menjepit uterus diantarakedua tangan tersebut.

PERLUKAAN JALAN LAHIR


Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi
rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan
lahir. Perlukaan jalan terdiri dari :
a. Robekan Perineum
b. Hematoma Vulva
c. Robekan dir.ding vagina
d. Ruptura uteri
Robekan Perineum
Dibagi atas 4 tingkat
Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina denagn atau tanpa
mengenai kulit perineum
Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei
transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Tingkat IV : robekan sampai mucosa rectum
Kolporeksis adalah keadaan dimana terjadi robekan vagina bagian atas,
sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina.
Robekan ini memanjang atau melingkar.
Robekan serviks dapat terjadi di satu tempat atau lebih. Pada kasus partus
presipitatus, persalinan sungsang, plasenta manual terlebih lagi persalinan
operatif pervaginam harus dilakukan pemeriksaan dengan spekulum keadaan
jalan lahir termasuk serviks.

29
Pengelolaan
a. Episiotomi, robekan perineum, dan robekan vulva
Ketiga perlukaan tersebut harus dijahit
1. Robekan perineum tingkat 1
Penjahitan robekan parenerium tingkat ldapat dilakukan dengan memakai
catgut yang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara jahitan angka delapan
(figure of eigh ) .
2. Robekan perineum tingkat 2
Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan perenium tingkat latau tingkat
11, jika dijumpai pinggir robekan yang tidak rata berigi .maka pinggir yang
berigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu,kemudian digunting Setelah
pinggiran robekan rata baru dilakukan penjahitan luka robekan Mula-mula
otot -otot dijahit dengan calgut kemudian selaput lendir vagina dijahit
dengan catgut secara terputus-putus atau delujur penjahitan mukosa vagina
dimulai dari puncak robekan Sampai kulit perenium dijahit dengan benang
catgut secara jelujur.
3. Robekan perineum tingkat 3
Pada robekan tingkat 111 mula dinding depan return yang robek dijaha,
kemudian fasia parirektal dan fasial septum rektovaginal dijahit dengan
catgut kromik sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani
yang terpisah akibat robekan dijepit dengan klem /pean, lurus kemudian
dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi. Selanjutnya
robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat
2.
4. Robekan perineum tingkat 4
Pada robekan perineum tingkat 4 karena tingkat kesulitan untuk melakukan
perbaikan cukup tingggi dan resiko terjadinya gangguan berupa gejala sisa
dapat menimbulkan keluhan sepanjang kehidupannya, maka dianjurkan
apabila memungkinkan untuk melakukan rujukan dengan rencana tindakan
perbaikan di RS kabupaten atau kota.
b. Hematoma vulva
1. Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada
hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif,cukup dilakukan
kompres.
2. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok,
perlu segara dialkukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan
disepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan
dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan,

30
perdarahan dihentikan denagn mengikat atau menjahit sumber paerdarahan
tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat
dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan
ujung kasa tersebut.
c. Robekan dinding vagina
1. Robekan dinding vagina harus dijahit
2. Kasus kolporeksis dan fistula visikovagina harus dirujuk ke rumah sakit.
d. Robekan serviks
Robekan serviks paling sering terjadi pada jam 3 dan 9. Bibir depan dan bibir
belakang serviks dijepit dengan klem Fenster. Kemudian serviks ditarik sedikit
untuk menentuikan letak robekan dan ujung robekan. Selanjutnya robekan
dijahit dengan catgut cromic dimulai dari ujung robekan untuk menghentikan
perdarahan.

RETENSIO PLASENTA
Retensio plasenta ialah plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah
janin lahir. Plasebta yang belum lahir dan masih melekat didinding rahim oleh
karena kontraksi rahim kurang kuat untuk melepaskan plasenta disebut pasenta
adesiva.
Plasenta yang belum lahir dan masih melekat diddinng rahim oleh karena villi
corialisnya nienembus desidua sampai miometrium disebut plasenta akreta. Plasenta
yang sudah dilepas dari dinding rahim tetapi belum lahir karena terhalang oleh
lingkaran kontriksi dibagian baewah rahim disebut plasenta inkarserata. Pendarahan
hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari dinding
rahim.
Banyak atau sedikitnya pendarahan tergantung luasnya plasenta yang telah lepas
dan dapat timbul pendarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat
dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit
maka kita dapat melakukan plasenta manual.
Prosedur Plasenta Manual sebagai berikut :
Sebaiknya pelepasan plasenta secara maual dilakukan dalam narkosis, karena
relaksasi otot memudahkan pelaksanaannya terutama bial retensi telah lama.
Sebaiknya juga dipasang infus NaCI 0,9 % sebelum tindakan dilakukan
setelah disinfektan tangan dan vulva termasuk daerah seputarnya, labia
dibeberkan dengan tangan kiri sehingga sedangkan tangan kanan dimasukkan
secara obstetrik kedalam vagina.
Sekarang tangan kiri menahan fundus untuk menjegah kolporeksis. Tangan
kanan dengan posisi obstetrik menuju ke ostium uteridan terus kelokasi

31
plasenta; tangan dalam ini menyusuri tali pusat agar tidak terjadi salh jalan
(falseraute)
Supaya tali pusat mudah diraba,dapat diregangkan oleh pembantu (asisten).
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan tersbut dipindahkan
kepinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk
menentuikan pelepasan yang tepat. Kemudian dengan sisi tangan kanan
sebelah kelingking (Ulner), plasenta dilepas pada bidang antara bagian
plasenta yang sudah terlepas dGn diding rahim dengan gerakan yang sejajar
dengan dinding rahim. Setelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang
dan dengan perlahanlahan ditarik keluar.
Kesulitan yang mungkin dijumpai pada waktu pelepasan plasenta scara
manual ialah adanya lingkaran konstriksi yang hanya dapat dilalui denag
dilatasi oleh tangan secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang dalam.
Lokasi plasenta pada dinding depan rahim jug sedikit lebih sukar dilepas
daripada lokasi didinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat
dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta, dalam hal ini
tindakan dihentikan.
Setelah plasenta dilahirkan dan diperiksa bahwa plasenta lengkap,
segera dilakukan kompresi bimanual uterus dan disuntikk;tn ergometrin 0.2
mg IM atau IV sampai kontraksi uterus baik. Pada kasus retensio plasenta,
resiko atonia uteri tinggi oleh karena itu harus segera dilakukan tindakan
pencegahan perdarahan post partum. Apabila kontraksi rahim tetap buruk,
dilanjutkan dengan tindakan sesuai piosedur tindakan pada atonia uteri.
Plasenta akreta ditangani dengan histerktomi oleh karena itu harus dirujuk
kerumah sakit.

SISA PLASENTA
Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarahan post partum dini atau perdarahan post partum lambat
(biasanya terjadi 6-10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan post pratum dini
akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama
denagn sub involusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atu berlangsung terus
dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan
syok.
Penilaian Klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah palsenta lahir. Apabila
kelahiran plasenta dilalaikan oleh orang lain keraguan akan sisa palsenta, maka

32
untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan,
kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari
rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat
sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Pengelolaan
1. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam
kondisi tertentu apabila memungkinkan sisa plasenta dapat dikeluarkan secara
manual. Kuretase harus dialkuan di RS dengan hati-hati karena didnding rahim
relatif tipis dibandingkan dengan kuretage pada abortus.
2. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau peroral.
3. Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

33
BAB 4
INFEKSI NIFAS

PRINSIP DASAR
Infeksi pada dan melahzi traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi
nifas. Suhu 38C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2- 10 postpantum dan
diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiding puerperalis.
Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai infeksi
nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital.
Beberapa faktor predisposisi :
kurang gizi atau maltunisi
anemia
hygiene
kelelahan
proses persalinan bermasalah
partus lama/macet
korioamnionitis
persalinan traumatic
kurang baiknya proses pencegahan infeksi,
periksa dalam berlebihan

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu melakukan resusitasi cairan dan
antibiotik pada infeksi metritis.

TUJUAN KHUSUS
Untuk mencapai tujuan umum, peserta akan memiliki kemampuan untuk :
Menjelaskan beberapa penyebab infeksi nifas
Menjelaskan rencana terapi sepsis karena infeksi metritis
Melakukan praktek pemberian infuse dan antibiotik pada sepsis karena metritis

MASALAH
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin.
Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya
koagulasi intarvaskular diseminata.

34
PENANGANAN UMUM
Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses
persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyulit / komplikasi dalam masa nifas.
Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas.
Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi uang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan
Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampuai
Beri catatan atau intruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan
Berikan hidrasi oral / IV secukupnya.

35
a. Beri infuse heparin
b. Obati dengan antibiotic dan berikan terapi suportif dan observasi.
c. Berikan terapi suportif (hepatoprotektor)
Kedua payudara disusukan
Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui

36
Bila demam tinggi berikan Paracetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya

Bila ibu tidak menyusui:


Sangga payudara.
Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.
Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
Pompa dan kosongkan payudara.

INFEKSI PAYUDARA
Mastitis
Payudara tegang / indurasi dan kemerahan
Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sevelum
terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.
Sangga payudara.
Kompres dingin. .
Bila diperhukan berikan Parasetamo1500 mg per oral setiap 4 jam.
Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.
Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
Abses Payudara
Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan.
Diperlukan anestesi umum (ketamin).
Insisi radial dan tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak memotong
saluran , ASI.
Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (peon) atau jari tangan.
Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Berikan Parasetamo1500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus
Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

ABSES PELVIS
Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan
kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.

37
Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi
Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dap Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.
PERITONITIS
Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat i.eus.
Berikan infus (NaCL atau Ringer laktal) sebanyak 3000 ml.
Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:
Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazo1500 mg IV setiap 8 jam.
Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat
kantong abses.

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL


Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang
kurang baik.
Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound
cellulitis.
Wound abcess, wound seroma dan wound hematomo suatu pengerasan yang
tidak biasa dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan

PENGELOLAAN
(Sesuaikan dengan table diagnosis)

METRITIS
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu
penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat
dapat menjadi abses perlviks, pertitonitis, syok septik, thrombosis vena yang Jalam,
emboli pulmonal, infeksi pelvic yang manahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan
infertilitas.
Berikan. transfuse bila dibutuhkan (Packed Red Cell)
Berikan antibiotika spectrum luas dalam dosis yang tinggi
Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg
berat badan IV dosis tinggal/hari dan Metornidazol 500 mg IV setiap 8 jam.
Lanjutkan antibiotika ini sampai itu tidak panas selama 24 jam
Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.

38
Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan
kuret tumpul besar)
Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.
Bila ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis
generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila ada evaluasi uterus
nekrotik dan septic lakukan histerektomi subtotal.

BENDUNGAN PAYUDARA
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam
rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari
saluran sistem laktasi.
Bila ibu menyusui bayinya :
Susukan sesering mungkin
tidak ada/sedikit .erithema sekitar luka insisi.
Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat
insisi.
Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran
serta kompres antiseptik.
Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.
Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam
dan Metronidazo1500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.
Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri
Penisilin G 2 juta U IV setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah
dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan per hari IV sekali ditambah dengan
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas selama 24 jam. Bila
ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 - 4, minggu
setelah infeksi membaik.
Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering
ganti.

THOMBOFLEBITIS
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi
mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-
cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.

39
Klasifikasi
Pelviotromboflebitis
Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum
latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang
paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra karena infeksi pada tempat
implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus; proses biasanya unilateral.
Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan
perluasan inveksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior.
Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan
akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan periapendisitis. Perluasan infeksi
dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis.
Tromboflebitis femoralis
Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena
femoralis, vena poplitea dan vena salvena.

PELVIOTHOMBOFLEUITIS
Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2 - 3 masa nifas dengan atau tanpa panas,
Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut:
menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30 - 40
menit) dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3
hari. Pada waktu menggigil penderita hampir tidak panas.
Suhu badan naik turun secara tajam (36C menjadi 40C), yang diikuti
dengan penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada
endometritis).
Penyakit dapat berlangsung selama 1-3 bulan.
Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke
paru-paru.
Gambaran darah:
Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke
sirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).
Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat yang tepat
sebelum mulainya menggigil. Meskipun bakteri ditemukan di dalam
darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat karena
bakterinya adalah anaerob.
Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling
banyak terkena ialah vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

40
Komplikasi
Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia,
Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan
proteinuria dan hetnaturia,
Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.
Penanganan
Rawat inap
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah
terjadinya emboli polmonum.
Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang
tercantum dalam penatalaksanaan metritis) dan heparin jika terdapat
tandatanda atau dugaan adanya emboli pulmonum.
Terapi operatif
Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus
berlangsung sampai mencapai paru-paru, meskipun sedang dilakukan
heparinisasi

TROMBOFLEBITIS FEMORALIS (Flegmasia alba dolens)


Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari, kemudian.
suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke 10 - 20, yang disertai dengan
menggigil dan nyeri sekali.
Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kin, akan memberikan
tandatanda sebagai berikut:
Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak,
lebih panas dibanding dengan kaki Iainnya.
Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada
paha bagian atas
Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.
Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak,
tegang, putih, nyeri dan dingin, pulsasi menurun.
Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada
umumnya terdapat pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari
jari jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah ke atas
Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memilih betis atau
dengan : meregangkan tendo Achilles (tanda Homan).

41
Penanganan
Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang
yang elaslik selama mungkin.
Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.
Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetilia.

42
BAB V
BAYI BERAT LAHIR RENDAH

Batasan
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari
2500 g tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang
dalam 1 jam setelah lahir).

Prinsip Dasar
BBLR sampai saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, karena
merupakan penyebab kesakitan dan kematian pada masa neonatal. Menurut
SKRT 2001, 29% kematian neonatal karena BBLR.
Masalah yang sering timbul sebagai penyulit BBLR adalah Hipotermia,
Hipoglikemia, Hiperbilirubinemia, infeksi atau sepsitdan gangguan minum.

Penyebab BBLR
Persalinan kurang bulan prematur
Bayi lahir pada umur kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Pada
umumnya bayi kurang bulan disebabkan tidak mempunya: uterus menahan
janin, gangguan selama kehamilan, lepasnya plasenta lebih cepat dari waktunya
atau rangsangan yang memudahkan terjadinya kontraksi uterus sebelum cukup
bula. Bayi lahir kurang bulan merrpunyai organ dan alat tubuh yang belum
berfungsi normal untuk bertahan hidup diiuar rahim. Semakin muda umur
kehamilan, fungsi organ tubuh semakin kurang sempurna dan prognosisnya
semakin kurang baik. Kelompok BBLR ini sering mendapatkan penyulit atau
komplikasi akibat kurang mataiignya organ karena masa gestasi yang kurang
prematur).
Bayi lahir kecil untuk masa kehamilannya karena ada hambatan pertumbuhan
saat dalam kandungan (janin tumbuh lambat). Restardasi pertumbuhan
intrauterin berhubungan dengan keadaan yang mengganggu sirkulasi dan
efisiensi plasenta dengan pertumbuhan dan perkembangan janin atau dengan
keadaan umum dan gizi ibu. Keadaan ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan
nutrisi secara kronik dalam waktu yang lama untiik pertumbuhan dan
perkembangan janin. Kematangan fungsi organ tergantung pada usia kehamilan
walaupun berat lahirnya kecil.
Beberapa faktor predisposisi :
Faktor ibu adalah umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang
atau malnutrisi, trar.ma, kelelahan, merokok, kehamilan yang tak diinginkan

43
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan ganda
Faktor janin adalah kelainan bawaan, infeksi
Setelah berat lahir tercapai kembali, kenaikan berAt badan selama tiga bulan
seharusnya:
150 - 200 g seminggu untuk bayi < 1,500 g(misalnya 20 - 30 g/hari)
200 - 250 g seminggu untuk bayi 1,500 - 2,500 g (misal 30 - 35 g/hari)
Bila bayi sudah mendapat ASI secara penuh (pada semua kategori berat) dan
telah berusia lebih dari 7 hari "
Tingkatkan jumlah ASI dengan 20 mL/kg/hari sampai tercapai jumlah 180
mL/kg/hari.
Tingkatan jumlah ASI sesua.i dengan kenaikan berat badan bayi agar
jumlah pemberian ASI tetap 180 mL/kg/hari.
Apabila kenaikan berat tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI
sampai 200 mL/kg/hari.
Apabila kenaikan berat tetap kurang dar7 batas yang telah disebutkan
diatas, dalam waktu lebih seminggu padahal bayi sudah mendapat ASI 200
mL/kg BB per hari, tangani sebagai kemungkinan kenaikan berat badan
tidak adekuat.

Tanda kecukupan pemberian Asl


Kencing minimal 6 kali dalam 24 jam
Bayi tidur lelap setelah pemberian ASI
Peningkatan berat badan setelah 7 hari pertama sebanyak 20 gram stiap har;
Periksa padaa saat ibu meneteki, apabila satu payudara dihisap, ASI akan
menetes dari payudara lain

Pemulangan penderita :
Bayi suhu stabil
Toleransi minum per oral baik, diutamakan pemberian ASI. Bila tidak bisa
diberikan ASI dengan cara menetek dapat diberikan dengan alternatif pemberian
minum yang lain.
Ibu sanggup merawat BBLR di rumah.

44
HIPOTERMI

BATASAN
Hipotermi adalah suhu tubuh kurang dari 36.5C pada pengukuran suhu melalui
ketiak.

PRINSIP DASAR
Hipotermi sering terjadi pada neonatus terutama pada BBLR karena pusat
pengaturan suhu tubuh bayi yang belum sempuma, permukaarr tubuh bayi relatif
luas, kemampuan produksi.dan menyimpan panas terbatas.
Suhu tubuh rendah dapat disebabkan oteh karena terpapar dengan lingkungan
yang dingin (suhu lingkungan rendah, pemlukaan yang dingin atau basah) atau
bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian.
Hipotermi menapakan suatu tanda bahaya karena dapat menyebabkan terjadinya
perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir dengan kegagalan fungsi
jantung paru dan kematian.
Mekanisme kehilangan panas
1. Radiasi: dari bayi ke lingkungan dingin terdekat.
2. Konduksi: langsung dari bayi ke sesuatu yang kontak dg bayi
3. Konveksi: kehilangan panas dari bayi ke udara sekitar
4. Evaporasi: penguapan air dari kulit bayi

Pencegahan hipotermi dengan melakukan tindakan promotif atau preventif

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang hipotermi,
penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau rnanajemennya

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipotermi

45
Menjelaskan klasifkasi hipotermi
Melaksanakan tata laksana hipotermi.

Langkah Promotif/Preventlf
Jongan memandikan bayi sebelum berumur 12 jam
Rawat bayi kecil di ruang yang hangat (tidak kurang 25C dan bebas dari aliran
angin). Jangan meletakkan bayi dekat dengan benda yang dingin (misal dinding
dingin atau jendela) walaupun bayi dalam inkubator atau di bawah pemancar
panas.
Jangan meletakkan bayi langsung di permukaan yang dingin (mis. alasi tempat
tidur atau meja periksa dengan kain atau selimut hangat sebelum bayi
diletakkan).
Pada waktu dipindahkan ke tempat lain, jaga bayi letap hangat dan gunakan
pemancar panas atau kontak kulit dengan perawat.
Bayi harus tL!tap berpakaian atau diselimuti setiap saw, agar tetap hangat walau
dalam keadaan dilakukan tindakan. Misal bila dipasang jaiur infus intravena
atau selama resusitasi dengan cara:
o Memakai pakaian dan mengenakan topi.
o Bungkus bayi dengan pakaian yang kering dan lembut dan selimuti.
o Buka bagian tubuh yang diperlukan untuk pemantauan atau tindakan.
Berikan tambahan kehangatan pada waktu dilakukan tindakan (mis.
Menggunakan pemancar panas)
Ganti popok setiap kali basah.
Bila ada sesuatu yang basah ditempelkan di kulit (mis. kain kasa, yang basah),
usahakan agar bayi tetap hangat.
Jangan memandikan atau menyentuh bayi dengan tangan dingin.
Ukur suhu tubuh sesuai jadwal pada tabel (lihat lampiran)

46
Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi,
seperti, kontak kulit ke Wit, Kangaroo Mother Care, pemancar panas, inkubator
atau ruangan hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesiaai
petunjuk. (lihat table Cara menghangatkan bayi)

47
Anamnesis
Riwayat asfiksia pada waktu lahir
Riwayat bayi yang segera dimandikan sesaat sesudah lahir
Riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga
kehangatannya.
Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin
Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi.

48
MANAJEMEN
HIPOTERMIA BERAT
Segera hangatkan bayi di bawah peman:.ar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai
topi dan selimuti dengan selimut hangat.
Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas aebih 60 atau kurang 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lihat bab tentang
Gangguan napas,
Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan pipa infus
tetap terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan.
Periksa kadar glukose darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2.6
mmol/L), tangani hipoglikemia.
Nilai tanda bahapa setiap jam dan nilai juga kemamt)uan iiiinum setiap 4 jam
sanilai suhu tubuh kembali dalam batas normal.
Ambil sampel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan Kemungkinan besar sepsis
Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum;
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri
ASl peras begitu suhu bayi rnencapai 35 C.

49
Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0.5 C/jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa
suhu bayi setiap 2 jam,
Periksa juga suhu alat yang dipakai uniuk menghangatkan dan suhu ruangan
setiap jam.
Setelah suhu tubuh bayi normal:
o Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi;
o Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam.
Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tatap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di Rumah Sakit, bayi dapat dipulangkan dan
nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.

HIPOTERMIA SEDANG
Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai topi
dan selimuti dengan selimut hangat.
Bila ada ibu/pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)
Bila ibu tidak ada:
o Hangatkan kembali bayi, dengan menggunakan alat pemancar panas.
Gunukan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu;
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dergan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu.
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
Anjurkan Ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASl peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya (mis. gangguan napa3, kejang) dan
segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2.6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.
Nilai tanda bahaya, Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik
minimal.0.5C/jam, berarti usaha menghangatkan berhasil, lanjutan memeriksa
suhu setiap 2 jam.
Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0.5 C/jam, cari tanda sepsis.
Setelah suhu tubuh normal:
o Lakukan perawatan lanjutan.

50
o Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila suhu
tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak.ada
masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan. Nasihati
ibu cara menghangatkan bayi di rumah.

HIPOGLIKEMIA

BATASAN
Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah kurang dari 45
mg/dL (2.6 mmol/L)

PRINSIP DASAR
Hipoglikemi sering terjadi pada BBLR, karena cadangan glukosa rendah.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi bank lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya, hipoksi otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan' pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.
Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes
melitus.
Glukosa merupakan sumber kalori yang penting uniuk ketahanan hidup selama
proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada.

TUJUAN UMUM
Setelah rnenyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang
hipoglikemi, penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemennya

TUJUAN KHUSUS
5etelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah promotif / preventif hipeglikemi
Menjelaskan tanda, gejala, diagnosis hipoglikemi
Melaksanakan penanganan hipoglikemi dengan jalan memasang jalur infus intra
vena dan atau memasang pipa nasogastrik

Langkah Promotif/Preventif
Penganan/ pengendalian kadar glukosa ibu Diabetes Mellitus (Lihat pengelolaan
ibu CM di Buku Panduan Praktis Pelayanan Maternal dan Neonatal).

51
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi (mis.
pada asfiksia, hipotermi, hiperterm, gangguan pernapasan)
Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan
Riwayat bayi prematur
Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)
Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
Riwayal bayi dengan ibu Diabetes Mellitus
Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
Pemeriksaan klinis
Hiplogikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah harus dilakukan agar
prognosis menjadi lebih baik.
Gejala yang sering terlihat adalah :
Tremor (jitteriness)
Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
Sianosis
Kejang
Apne atau nafas lambat, tidak teratur
Tangis melengking atau lemah merintih.
Hipotoni
Masalah minum
Nistagmus gerakan involunter pada mata

MANAJEMEN
Berikan glukosa 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan glukose
melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.
Infus Glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan
Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

52
IKTERUS/ HIPERBILIRUBINEMIA

BATASAN
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang terjadi
karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Klinis iktents tampak bila kadar
bilirubin dalam serum mencapai 5 mg/dL (85 mol/L) Disebut hiperbilirubinemia
apabila didapatkan kadar bilirubin dalam serum > 13 mg/dL.

PRINSIP DASAR
Bayi sering mengalami ikterus pada mingu pertama kehidupan, terutama bayi
kurang bulan.
Dapat terjadi secaia normal atau fisiologis dan patologis.
Kemungkinan ikterus sebagai gejala awal penyakit utama yang berat pada
neonatus.
Peningkatan bilinabin dalam darzh disebabkar oleh pembentukan yang
berlebihan dan atau pengeluaran yang kurang sempuma.
Ikterus perlu ditangani secara seksama, karena bilirubin akin masuk ke dalam sel
syaraf dan merusaka sehingga otak terganggu dan mengakibatkan kecacatan
sepanjang hidup atau kematian (ensepalopati biliaris) .

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang ikterus,
penyebab dan mampu melaksanakan penanganan atau manajemen nya

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
melakukan langkah-langkah promotif / preventif ikterus
menjelaskan tanda, gejala, diagnosis ikterus.
Melaksanakan penanganan ikterus.

Langkah Promotif/Preventif
Menghindari penggunaan ooatt pada ibu hamil yang dapat mengakibatkan
ikterus (sulfa, anfi malaria, nitro furantoin, aspirin)
Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
Penanganan infeksi maternal, ketuban pecah dini (Lihat Bab Infeksi Maternal)
Penanganan asfiksia, trauma persalinan.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini dan ekslusif

53
DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat ikterus pada anak sebelumnya
Riwayat penyakit anemi dengan pembesaran hati, limpa atau pengangkatan
limpa dalam keluarga.
Riwayat penggunaan obat selama ibu hamil
Riwayat infeksi maternal, ketuban pecah dini
Riwayat trauma persalinan, asfiksia.
Riwayat infeksi matemal, ketuban pecah dini

Pemeriiksaan
Pemeriksaan klinis ikterus dapat dilakukan pada bayi baru lahir asal dengan
menggunakan pencahayaan yang memadai. Menus akan terlihat Iebih berat bila
dilihat dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan pener-angan yang
kurang. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk memastikan
wama kulit dan jaringan subkutan:
Hari 1 tekan pada ujung hidung atau dahi;
Hari 2 tekan pada lengan atau tungkai;
Hari 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki.
Ikterus muncul pertama di daerah wajah, menjalar ke arah kaudal tubuh, dan
ekstremitas. Pemeriksaan penunjang kadar bilirubin serum total saat tanda
klinis ikterus pertama ditemukan sangat berguna untuk data dasar mengamati
penjalaran ikterus ke arah kaudal habuh.
Tentukan tingkat keparahan ikterus secara kasar dengan melihat pewamaan
kuning pada tubuh metode Kremzr. Pemeriksaan kadar bilirubin

54
Bila ikterus terlihat di bagian mana saja dari tubuh bayi pada hari I, menunjukan
kondisi bayi sangat serius. lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda
terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum.
Bila ikterus terlihat pada lengan dan tungkai sampai ke tangan dan kaki pada hari 2,
menunjukkan kondisi bayi sangat serius. Lakukan terapi sinar sesegera mungkin,
jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin
serum.
Pemeriksaan tanda klinis lain seperti gangguan minum, keadaan umum, apnea,
suhu yang labil, sangat membantu menegakkan diagnosis penyakit utama
disamping keadaan hiperbilirubinemianya.
Tindak lanjut pada neonatus yang menderita hiperbilirubinemia harus dilakukan
setelah bayi dipulangkan terutama pada 7 hari pertama pasca kelahiran.
Bila ikterus menetap sampai minggu ke 2 pasca kelahiran, dianjurkan untuk
pemeriksaan kadar billirubin serum total dan direk, serta kadar bilirubin dalam
urin.

Pemeriksaan penunjang
Untuk Puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tersedia, sehingga pemeriksaan
atau penajaman klinis sangat diutamakan
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksann penunjang sebagai berikut
Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi pada saat
kelahiran.
Bila ibu memiliki golongan darah O dianjurkan untuk menyimpan darah tali
pusat pada tiap persalinan untuk pemeriksaan lanjutan yang dibutuhkan.
Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan ikterus pada 24 jam
pertama kelahiran.

55
MANAJEMEN
Ikterus finiologis tidak memerlukan penanganan khusus dan dapat rawat jalan
dengan nasehat untuk kembali jika ikterus berlangsunya lebih dari 2 minggu.
Jika bayi dapat menghisap, anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan A51
eksklusif lebih sering minimal setiap 2 jam.
Jika bayi tidak dapat menyusu, ASI dapat diberikan melalui pipa nasogastrik
atau dingan gelas dan sendok.

56
Letakkan bayi ditempat yang cukup mendapat sinar mata hari pagi selama 30
menit selama 3-4 hari. Jaga agar bayi tetap hangat.
Kelola faktor risiko (asfiksia dan infeksi) karena dapat menimbulkan
ensefalopati biliaris.
Setiap lkterus yang timbul sebelum 24 jam pasca kelahiran adalah patologis
dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut; minimal kadar bilirubin
serum total, pemeriksaan kearah adanya penyakit hemolisis.
Pada bayi dengan lkterus Kremer III atau lebih perlu dirujuk ke fasilitas yang
lebih lengkap setelah keadaan bayi stabil

Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi .


Selanjutnya lihat Bagan 6.1
.
2. Terapi medikamentosa: ,
Epinefrin :
Indikasi:
Denyut jantung bayi < 60 kali/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuatdan kompresi dada belum ada respons.
Asistolik.
Dosis: 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan 1:10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB)
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.

57
Cairan pengganti volume darah
Indikasi: '
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi. '
Hipovolemia kemungkinan' akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandaii
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah dan pada resustasi tidak
memberikan respon yang adekuat.
Jenis cairan
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCI 0.9%, Ringer Laktat)
Transfusi darah gol.O negatif jika diduga kehilangan darah banyak dan bila
fasilitas: tersedia
Dosis: Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.

Bikarbonat :
lndikasi: '
Asidosis metabolik secara klinis ( napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektip
Dosis: 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml /kgbb (7.4%)
Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan C02 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.
Kulit sianosis, pucat.
Tonus otot menurun.
Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar

MANAJEMEN
Resusitasi ( Tahapan Resusitasi Lihat Bagan)
Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang terdiri
dari
o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi

o Isap lendir dari mulut kemudian hidung

58
o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung atau
menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah ddngan yang kering

o Reposisi kepala bayi


o Nilai bayi : usaha napas , warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bemapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan
memakai,balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 -60 kali per
menit
Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila belum bernapas dan denyut jantung, 60 x/menit lanjutkan VTP dengan
kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
Nilal bayi: usaha napas, wama kulit dan denyut jantung
o Bila denyut jantung < 60 x/menit, beri epinefrin dan tanjutkan VTP dan
kompresi dada
o Bila denyut jantung > 60 x/menit kompresi dada dihentikan, VTP dilanjutkan

59
BAB VI
ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR

BATASAN
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan napas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.

PRINSIP DASAR
Asfiksia merupakan penyebab kematian neonatal yang paling tinggi. Menurut
SKRT 2001, 27% kematian neonatal diakibatkan oleh Asfiksia dan angka
kematian sekitar 41,94% di RS pusat rujukan propinsi.
Asfiksia perinatal dapat terjadi selama antepartum, intrapartum maupun
postpartum
Asfiksia selain dapat menyebabkan kematian dapat mengakibatkan kecacatan.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini peserta akan mampu menjelaskan tentang Asfiksia
bayi baru lahir, penyebab dan mampu melaksanakan manajemen asfiksia.

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini, peserta mengetahui dan mampu :
Melakukan langkah-langkah resusitasi dengan benar :
Melakukan penilaian bayi baru lahir
Melakukan langkah awal resusitasi
Melakukan ventilasi tekanan positif dengan menggunakan balon dan sungkup
Melakukan kompresi dada
Memberikan obat-obatan yang diperlukan
Memasang pipa endotrakheal (bagi dokter)
Mengetahui kapan harus menghentikan resusitasi
Melaksanakan tata laksana pasca resusitasi
Mengetahui dan mampu melakukan rujukan pada kasus asfiksia

LANGKAH PROMOTIF/PREVENTIF
Sebetulnya asfiksia pada BBL, dapat dicegah, maka sebaliknya dilakukan tindakan
pencegahan sebagai berikut :
Pemeriksaan selama kehamilan secara teratur yang berkualitas
Meningkatkan status nutrisi ibu

60
Manajemen persalinan yang baik dan benar
Melaksanakan pelayanan neonatal esensial terutama dengan melakukan
resusitasi yang baik dan benar yang sesuai standar.

Fisiologi pernafasan pada bayi baru lahir


Oksigen sangat penting untuk kehidupan sebelum dan sesudah persalinan.
Selama di dalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrien dari ibu melalui
mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari Ibu diberikan kepada darah
janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan terisi oleh cairan. Paru janin
tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan untuk mengeluarkan C02 (karbon
dioksida) sehingg paru tidak perlu diperfusi atau dialiri darah dalam jumlah besar.
Setelah lahir, bayi tidak berhubungan dengan plasenta lahir sehingga akan
segera bergantung kepada paru sebagai sumber utama oksigen. Oleh karena itu,
maka beberapa saat sesudah lahir paru haus segera terisi oksigen dan pembuluh
darah paru harus berelaksasi untuk memberikan perfusi pada alveoli dan menyerap
oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh.
Reaksi bayi pada masa transisi normal
Biasanya BBL akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke dalam paru.
Hal ini mengahibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke jaringan interstitial di paru,
sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteri ulmonal dan menyebabkan arteriol
berelaksasi. Jika keadaan ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap konstriksi
dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen sehingga tidak dapat
memberikan perfusi ke organ-organ tubuh yang penting seperti otak, jantung, ginjal
dan lain-lain. Bila keadaan ini berlangsung lama, maka akan menyebabkan
kerusakan jaringan otak dan organ lain yang dapat menyebabkan kematian atau
kecacatan.
Patofisiologi
Asfiksia adalah keadaan BBL tidak bernafas secara spontan dan teratur. Sering sekali
seorang bayi yang mengalami gawat janin sebelum persalinan akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan' kondisi ibu,
masalah pada tali pusat dan plasenta atau masalah pada bayi selama atau sesudah
persalinan.

Perubahan yang terjadi pada saat asfiksia


Pernafasan adalah tanda vital pertama yang berhenti ketika BBL kekurangan
oksigen. Pada periode awal bayi akan mengalami nafas cepat (rapid breathing) yang
disebut dengan dasping primer. Setelah periode awal ini akan diikuti dengan
keadaan bayi tidak bernafas (apnu) yang disebut apnu primer. Pada saat ini frekuensi

61
jantung mulai menurun, namun tekanan darah masih tetap bertahan. Bila keadaan ini
berlangsung lama dan tidak dilakukan pertolongan pada BBL, maka bayi akan
melakukan usaha nafas megap-megap yang disebut gasping sekunder dan kemudian
masuk ke dalam periode apnu sekunder. Pada saat ini frekuensi jantung semakin
menurun dan tekanan darah semakin menurun dan bisa menyebabkan kematian bila
bayi tidak segera ditolong. Sehingga setiap menjumpai kasus dengan apnu, harus
dianggap sebagai apnu sekunder dan segera dilakukan resusitasi.

Penyebab Asfiksia
Asfiksia pada BBL dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, faktor bayi dan faktor
tali pusat atau plasenta.
Faktor ibu :
Keadaan Ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,
sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan mengakibatkan Gawat
Janin dan akan berlanjut sebagai Asfiksia BBL, antara lain:
Preeklampsia dan eklampsia
Perdarahan antepartum abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
Partus lama atau partus macet
Demam sebelum dan selama persalinan
Infeksi berat (malaria, sifilid, TBC, HIV)
Kehamilan lebih bulan (lebih 42 minggu kehamilan)
Faktor plasenta dan talipusat
Keadaan plasenta atau talipusat yang dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat
penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat bayi
Infark plasenta
Hematon plasenta
Lilitan talipusat
Talipusat pendek
Simpul talipusat
Prolapsus talipusat
Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang tanpa didahului
tanda gawat janin :
Bayi kurang bulan / premature (kurang 37 minggu kehamilan)
Air ketuban bercampur mekonium
Kelainan congenital yang memberi dampak pada pernapasan bayi

62
Diagnosis
Anamnesis
Gangguan atau kesulitan waktu lahir (lilitan tali pusat, sungsang, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep, dll)
Lahir tidak bernafas / menangis
Air ketuban bercampur mekonium

Pemeriksaan fisik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap
Denyut jantung kurang dari 100X / menit
Kulit sianosis, pucat
Tonus otot menurun
Untuk diagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai Skor Apgar

MANAJEMEN
1. Resusitasi (Tahapan Resusitasi Lihat Bagan)
Begitu bayi lahir tidak menangis, maka dilakukan Langkah Awal yang
terdiri dari :
o Hangatkan bayi di bawah pemancar panas atau lampu
o Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
o Isap lender dari mulut kemudian hidung
o Keringkan bayi sambil merangsang taktil dengan menggosok punggung
atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang basah dengan
yang kering
o Renosisi kepala bayi
o Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positip (VTP) dengan
memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40 - 60 kali
per menit
Nilai bayi : usaha napas, warna kulit, dan denyut jantung
Bila belum bernapas dan denyut jantung, 60 X / menit lanjutkan VTP
dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
Nilai bayi : usaha napas, warna kulit dan denyut jantung
o bila denyut jantung < 60X / menit, beri epinefrin dan lanjutkan VTP
dan kompresi dada
o Bila denyut jantung > 60X / menit kompresi dada dihentikan, VTP
dilanjutkan

63
Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
Selanjutnya lihat Bagan 6.1
Terapi medikamentosa :
Epinefrin
Indikasi :
Denyut jantung bayi < 60X / menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons
Asistolik
Dosis : 0.1-0.3 ml/kg BB dalam larutan : 1: 10.000 (0.01 mg-0.03 mg/kg BB) Cara :
IV atau endotrakel Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
Cairan pengganti volume darah
Indikasi :
Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada
respon dengan resusitasi
Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecll / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respon yang adekuat
Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaC10.9%, Ringer Laktat)
Transfuse darah gol. 0 negative diduga kehilangan darah banyak dan bila
fasilitas tersedia
Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai
menunjukkan respon klinis.
Bikarbonat
Indikasi :
Asidosis metabolic secara klinis (napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat : Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/KgBB (4.2%) atau 1 ml/kbb (7.4%)
Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan
secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek samping : Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan C02 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.

64
TINDAKAN SETELAH RESUSITASI
Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan :
o Pemantauan Pasca Resusitasi
o Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
o Membuat Catatan tindakan Resusitasi
o Konseling pada Keluarga
A. Pemantauan pasca resusitasi
Sering sekali kejadian bahwa setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi
dianggap sudah baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), pada hal bayi
masih mempunyai potensi atau resiko terjadinya hal yang fatal, mis. Karena

65
kedinginan, hipoglikemia dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi, harus
tetap dilakukan pengawasan sebagai berlkut :
Bayi harus dipantau secara khusus :
o Bukan dirawat secara Rawat gabung
o Pantau tanda vital : napas, jantung, kesadaran dan produksi urin
o Jaga bayi agar senantiasa hangat (lihat cara mengahatkan)
o Bila tersedia fasilitas, periksa kadar gula darah
o Perhatian khusus diberikan pada waktu malam hari
Berikan imunisasi Hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan Polio pada
saat pulang
Kapan harus merujuk :
Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu risiko
tinggi/komplikasi
Bila Puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap, maka :
o Lakukan rujukan bila bayi tidak memberi respons terhadap tindakan
resusitasi selama 2 - 3 menit
Bila Puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan
pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan
respons terhadap tindakan resusitasi, maka segera lakukan rujukan
Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka dilakukan
tindakan yang paling optimal di Puskesmas dan berikan dukungan
emosional kepada ibu dan keluarga
Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada
orang tua tentang prognosis bayi yang kurang baik dan pertimbangan
manfaat rujukan untuk bayi ini kurang bila terlalu lama tidak segera dirujuk.
Kapan menghentikan resusitasi
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika :
Bayi tidak bernapas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah
dilakukan resusitasi secara efektif selama 15 menit

B. Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat


1. Buanglah kateter penghisap, pipa ET dan ekstraktor lendir sekali pakai
(disposable) ke dalam kantong plastik atau tempat yang tidak bocor.
2. Untuk kateter, pipa ET dan ekstraktor lendir yang dipakai daur ulang :
Rendam di dalam larutan khlorin 0,5% selama 10 menit untuk
dekontaminasi
Cuci dengan air dan deterjen
Gunakan semprit untuk membilas kateter / pipa

66
3. Lepaskan katup dan sungkup periksa apakah ada yang robek atau retak
4. Cuci katup dan sungkup dengan air dan deterjen, periksa apakah ada
kerusakan, kemudian basuhlah
5. Pilih salah satu cara sterilisasi atau desinfeksi derajat tinggi :
Sterilisasi dengan autoclave 120 C, selama 30 menit bila dibungkus,
selama 20 menit, bila tidak dibungkus
Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) :
Dengan direbus atau dikukus selama 20 menit dari titik didih air
atau
Direndam dalam larutan kimia (klorin 0.1% atau glutaraldehid
2% selama 20 menit kemudian dibilas dengan air yang sudah
DTT)
6. Cuci tangan dengan sabun dan air, keringkan dengan kain yang bersih dan
kering atau keringkan dengan udara
7. Setelah didisinfeksi dengan larutan kimia, basuh seluruh alat dengan air
bersih dan biarkan kering dengan udara
8. Pasang kembali balon
9. Periksa untuk meyakinkan bahwa balon tetap berfungsi :
Tutup katup yang keluar dengan membuat lekatan dengan telapak
tangan dan amati balon akan mengembang lagi bila lekatan dilepas.
Ulangi percobaan tersebut dengan memakai sungkup yang sudah
dipasang pada balon

C. Mencatat Tindakan Resusitasi


Catat hal-hal di bawah ini dengan rinci :
Kondisi bayi saat lahir
Tindakan yang diperlukan untuk memulai pernapasan (Tahapan resusitasi
yang telah dilakukan)
Waktu antara lahir dengan memulai pernapasan
Pengamatan secara klinis selama dan sesudah tindakan resusitasi
Hasil tindakan resusitasi
Bila tindakan resusitasi gagal, apa kemungkinan penyebab kegagalan
Nama-nama tenaga kesehatan yang menangani tindakan

D. Konseling pada keluarga


o Bila resusitasi berhasil dan bayi dirawat secara rawat gabung, lakukan
Konseling Pemberian ASI dini dan eksklusif dan Asuhan Bayi Normal
lainnya (Perawatan Neonatal Esensial)

67
o Bila bayi memerlukan perawatan atau pernapasan khusus, konseling
keluarga tentang Pemberian ASI dini dan jelaskan tentang keadaan bayi
o Bila bayi sudah tidak memerlukan perawatan lagi di Puskesmas, nasehati
ibu dan keluarga untuk kunjungan ulang untuk pemantauan tumbuh
kembang bayi selanjutnya
o Bila resusitasi tidak berhasil atau bayi meninggal dunia, berikan dukungan
emosional kepada keluarga

Pemantauan tumbuh kembang


Bila bayi mampu bertahan hidup setelah dilakukan resusitasi, perlu pemantauan
setelah pulang dari perawatan sebagai berikut :
Lakukan kunjungan nonatal minimal sebelum bayi berumur 7 hari
Apakah pernah timbul kejang selama di rumah
Apakah pernah timbul gangguan napas : sesak napas, retraksi, apneu
Apakah bayi minum ASI dengan baik (dapat menghisap, dan menetek dengan
baik)
Apakah dijumpai tanda atau gejala gangguan pertumbuhan dan perkembangan
pada kunjungan berikutnya (lihat Buku Panduan Deteksi Dini Gangguan
Tumbuh Kembang)
Pemantauan teratur sangat diperlukan dan bila dapat dideteksi secara dini kelainan
atau komplikasi pasca resusitasi, maka harus segera dirujuk ke Rumah Sakit
Rujukan.

68
BAB 7
GANGGUAN NAFAS PADA BAYI BARU LAHIR

PENGERTIAN
Gangguan nafas pada bayi baru lahir (BBL) adalah keadaan bayi yang sebelumnya
normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan eesusitasi don er asil, Ietapi
beberapa saat kemu ian'mengalami gangguan nafas, biasanya mengalami masalah
sebagai berikut:
1. Frekuensi nafas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkansatu atau lebih
tanda tambahan gangguan nafas.
2. Frekuensi nafas bayi kurang 30 kali/menit.
3. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
4. Bayi apnea (nafas berhenti lebih 20 detik).

PRINSIP DASAR
1. Gangguan nafas merupakan salah satu kegawatan perinatal yang dapat memberi
dampak buru bagi BBL yaitu kematian atau bila dapat bertahan hidup dengan
gejala sisa atau sekuele.
2. Bila terjadi apnea, ini merupakan salah satu Tanda Bahaya atau "Danger Sign"
yang harus segera ditangani dimanapun BBL tersebut berada.
3. Gangguan nafas dapat diakibatkan oleh banyak fakyor penyebab, namun
penanganan awal kegawatannya yang merupakan hal sangat yang sangat
penting.

Penyebab Gangguan nafas:


1. Kelainan paru: Pneumonia
2. Kelainan jantung: Penyakit Jantung Bawaan, Disfungsi miokardium
3. Kelainan Susunan Saraf Pusat akibat: Asfiksia, Perdarahan otak
4. Kelainan metabolic: Hipoglikemia, Asidosis metabolic
5. Kelainan Bedah: Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia diafragmatika
6. Kelainan lain: Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of the
Newborn,
Penyakit Membran Hialin
Bila menurut masa gestasi, penyebab gangguan nafas adalah sebagai berikut:
1. Pada Bayi Kurang Bulan:
a. Penyakit Membran Hialin
b. Pneumonia
c. Asfiksia

69
d. Kelainan atau Malformasi Kongenital
2. Pada Bayi Cizkup Bulan:
a. Sindrom Aspirasi Mekonium
b. Pneumonia
c. Transient tachypnea of the Newborn
d. Asidosis
e. Kelainan atau Malfozmasi Kongenital

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas: anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.

Anamnesis:
1. Waktu timbulnya gangguan nafas
2. Usia kehamilan
3. Pengobatan steroid antenatal
4. Faktor presdiposisi: KPD (Ketuban Pecah Dini), demam pada ibu sebelum
persalinan
5. Riwayat asfiksia dan persalinan dengan tindakan
6. Riawayat aspirasi

Pemeriksaan Fisik
Gambaran Klinis Gangguan Nafas
Gangguan nafas merupakan sindrom klinois yang terdiri dari kumpulan gejala
sebagai berikut:
Frekuensi nafas bayi lebih 60 kali/menit atau frekuensi nafas bayi kurang 30
kali/menit dan mungkin menunjukkan satu atau lebih tanda tambahan gangguan
nafas sebagai berikut:
1. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
2. Tarikan dinding dada.
3. Merintih
4. Bayi apnea (nafas berhenti lebih 20 detik)
Secara klinis Gangguan nafas dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Gangguan nafas berat
2. Gangguan nafas sedang
3. Gangguan nafas ringan

70
Pemeriksaan penunjang
1. Untuk Puskesmas biasanya sangat jarang tersedia pemeriksaan penunjang,
maka penajaman atau pemeriksaan klinis sangat diutamakan.
2. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus untuk
mendiagnosis kemungkinan adanya infeksi atau sepsis neonatal.

MANAJEMEN UMUM
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering
dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus Dekstrose 5%
a. Pantau selalu tanda vital
b. Jaga patensi jalan nafas
c. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
2. Jika bayi mengalami apnea:
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
3. Bila terjadi kejang potong kejang
4. Segera periksa kadar glukosa darah (bila fasilitas tersedia)
5. Pemberian nutrisi adekuat.

71
Setelah manajemen umum, segera dilakukan manajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat ganggudn nafas.
Sesuai dengan fasilitas yang ada, yang dapat dikelola di Puskesmas adalah gangguan
nafas ringan dan ganggaan nafas sedang (sesuai kasus), sedangkan gangguang nafas
berat dan kelainan jantung kondenital harus segera dirjuk ke Rumah Sakit Rujukan.

MAMAJEMEN SPESIFIK atau MANAJEMEN LANJUT


Gangguan Nafas Ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan nafas ringan pada waktu lahir
tanpa gejala-gejala lain disebut Transient of the Newborn (TTN), terutama terjadi
setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan nafas ringan
merupakan tanda awak dari infeksi sistemik.
1. Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2. Bila dalam pengamatan gangguail nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan segara dirujuk ke Rumah Sakit Rujukan.
3. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.
4. Kurangi pemberian 02 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan nafas.
Hentikan pemberian 02 jika frekuensi nafas antara 30-60 kali/menit.
Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi nafas menetap antara 30-60
kali/menit, tidak ada tanda-tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang
memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkan.

Gangguan Nafas Sedahg


1. Lanjutkan pemberian 02 2-3 liter/menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan 02 4-5 liter/menit dengan sungkup
2. Bayi jangan diberikan minum.
3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis:
a. Suhu aksilier < 34C atau > 39C;
b. Air ketuban bercampur mekonium;
c. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah
dini (> 18 jam).
4. Bila suhu aksiler 34-36,5C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:

72
a. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis
b. Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal,
ulangi tahapan tersebut diatas.
5. Bila tidak ada tanda-tanda ke arah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam.
6. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tAnda-tanda perburukan setelah
3 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan segera rujuk ke Rumah Sakit
Rujukan.
7. Jika bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi nafas menurun
tidak kurang dari 30 kali/menit, tarikan dinding dada berkurang, atau suara
merintih berkurang) disertai perbaikan tanda klinis: kurangi terapi 02 secara
bertahap.

73
BAB 8
KEJANG PADA BAYI BARU LAHIR

PENGERTIAN
Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi bagi fungsi motorik
maupun maupun fungsi otomatik karena kelebihan pancaran listrik pada otak

PRINSIP DASAR
1. Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi
pada neonatus karena kejang yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelan sungan hidup bayi atau dapat
mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari. Termasuk dalam kelompok gejala
ini adalah spasme dan tidak sadar atau gangguan kesadaran. Keadaan ini dapat
diakibatkan oleh asfiksia neonatorum, hipoklemia atau merupakan tanda
meningitis atau masalah susunan saraf.
2. Kejang merupakan satu tanda atau gejala yang dapat dijumpai pada satu atau
lebih masalah pada BBL
3. Adapun penyebabnya, cejang sebagai salah satu tanda bahaya atau "Danger sign
" pada neonatus harus segera dikelola derigan baik
4. Sebelumnya timbulnya kejang dapat diantisipasi dengan melakukan tindakan
promotif atau reventif `
5. Secara klinis kejang pada bayi diklasifikasikan kronik, tonik , mioklonik,
"subtle"

MASALAH
Kejang pada bayi baru lahir apapun penyebabnya dapat menimbulkan cacat pada
syaraf dan atau kemunduran mental dikemudian hari.

Langkah promotif atau preventif


1. Mencegah persalinan prematur
2. Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman
3. Mencegah asfiksia neonatorum
4. Melakukan resusitasi dengan benar
5. Melakukan tindakan pencegahan infeksi
6. Mengendalikan kadar glukosa darah ibu
7. Antisipasi setiap faktor kondisi (faktor predisposisi) dan masalah dalam proses
persalinan yang dapat berlanjut menjadi penyakit atau komplikasi dalam masa
nifas

74
8. Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas
9. Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan
10. Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui
11. Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri dirumah dan gejala
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera
12. Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan
13. Berikan hidrasi oral/IV secukupnya

DIAGNOSIS
Anamnesis:
1. Riwayat persalinan: bayi lahir prematur, lahir dengan tindakan, penolong
persalinan, asfiksia neonatorum
2. Riwayat imunisasi tetanus ibu, penolong persalirtan bukan tenaga kesehatan
3. Riwayat perawatan tali pusat dengan obat tradisional.
4. Riwayat keiang, penurunan kesadaran, ada gerakan abnormal pada mata, mulut,
lidah, dan ekstremitas.
5. Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, etot muhAt dan perut.
6. Kejang dipicu oleh kebiasaan atau prosedur atau tindakan pengobatan.
7. Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum normal
8. Adanya factor resiko infeksi.
9. Riwayat ibu mendapat obat mis. Herom, metadon, propoxypen, sekobarbital,
alcohol.
10. Riwayat perubahan warna kulit (kuning)
11. Saat timbulnya dan lamanya kejang

Pemeriksaan fisik
Kejang :
1. Gerakan abnormal pada wajah, mata, mulut, lidah, dan ekstremitas
2. Ekstensi atau fleksi tonik ekstremitas, gerakan seperti mengayuh sepeda, mata
berkedip, berputar, juling.
3. Tangisan melengking dengan nada tinggi, sukar berhenti.
4. Perubahan status kesadaran, apnea, ikterus, ubun-ubun besar menonjol, suhu
tubuh tidak normal.

75
Spasme:
1. Bayi tetap sadar, menangis kesakitan
2. Trismus, kekakuan otot mulut, rahang kaku mulut tidak dapat dibuka, bibir
mecucu.
3. Opistotonus, kekakuan pada ekstremitas, perut, konstraksi otot tidak terkendali,
dipicu oleh kebisingan, cahaya, atau prosedur diagnostik.
4. Infeksi tali pusat

DIAGNOSIS BANDING
Untuk membuat diagnosis banding dan mengetahui Manajemen Spesifik dapat
dilihat Tabel dibawah ini:

76
MANAJEMEN UMUM
1. Bebaskan jalan nafas dan Oksigenasi
2. Medikamentosa untuk memotong kejang
3. Memasang jalan infus intravena
4. Pengobatan sesuai dengan penyebab

Medikamentosa
1. Fenobarbital 20 mg/kg berat badan intravena dalam waktu 5 menit, jika kejang
tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kg berat badan sebanyak 2 kali
dengan selang waktu 30 menit. Jika terjadi jalan intravena, dan atau tersedia
sedian obat intravena, maka dapat diberikan intramuskuler
2. Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kg berat badan intravena dalam
larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kg berat badan /menit

77
Pengobatan Rumatan
1. Fenobarbital 3-5 mg/kg BB / hari, dosis tunggal atau tiap 12 jam secara
intravena atau per oral, sampai bebas kejang 7 hari.
2. Fanitoin 4-8 mg/kg/hari intravena atau per oral. Dosis terbagi dua atau tiga.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang
Laboratorium Darah Rutin dan pencegahan Gram, kadar Glukosa darah dengan
dekstrostik.

Pada kecurigaan infeksi (meningitis)


Pemeriksaan darah ditemukan adanya lekositosis (lebih 25.000/ mm3 ) atau
lekopenia (kurang 5000/mm3 ) dan trombositopenia (<150.000/mm3)

Gangguan metabolik
Hipoglikemi (glukosa darah < 45 mg/gl )

Diduga/ ada riwayat jejas pada kepala


Pemeriksaan berkala hemoglobin dan hematokrit untuk memantau perdarahan
intraventrikuler serta didapat perdarahan pada cairan serebrospinal.
Pemeriksaan kadar bilirubin total/ direk dan indirek meningkat, pemeriksaan kadar
bilirubin bebas ( bisa tersedia)

MANEJEMEN SPESIFIK atau MANEJEMEN LANJUT


1. Meningitis
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme tidak dapat
ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti
Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap beri Gentamisin. Antibiotika
diberikan sampai 14 hari setelah ada perbaikan (dosis lihat tabel)

2. Gangguan Metabolik
Diagnosis kajang yang disebabkan oleh karana gangguan metabolisme sangat
sulit ditegakkan karana terbatasnya fasilitas dan kemampuan pemeriksaan
penunjang di Puskesmas, karena tidak ada gejala klinis yang khas untuk

78
beberapa kejang metabolik, misalnya: hiponatremia, hipernatremia dan
hipomagnesimia. Untuk itu manajemen umum diperlukan untuk kejang
metabolik ini, dan segera dirujuk. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan kadar
glukosa darah, dilakukan manajemen hipoglikemia (lihat manajemen
hipoglikemia). Dugaan diagnosis kejang disebabkan oleh hipokalsemia dapat
ditegakkan dengan pemeriksaan klinis berupa karpopedal spasme dan riwayat
hipoksia atau asfiksia. Untuk kasus ini diberi:
Kalsium glukonas 10%, 1-2 m1/kg berat b4dan dengan aqudest sama banyak
secara intravena dalam 5 menit. Dapat diulang setelah 10 menit jika tidak ada
respon klinis.
3. Kern ikterus : (lihat hiper bilirubinemia)
4. hipoksia :optimalisasi ventilasi dan terapi oksigen
5. spasme/tetanus
a. Beri Diaz2pam 10mg/kg/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap
3 jam, maksimum 40mg/kg/jari
Bila frekuensi nafas kurang 30 kali per menit, hentikan pemberian obat
meskipun bayi masih mengalami spasme.
b. Bila tali pusat merah dan membengkak, mengeluarkan pus atau berbau
busuk, obati untuk infeksi tali pusat.
c. Beri bayi:
1) Human Tetanus Immunoglobin 500 U IM, bila tersedia, atau beri
padanannya, antitoksin tetanus 5000 U IM. Toksoid Tetanus IM pada
tempat yang berbeda dengan tempat pemberian antitoksin.
2) Benzyl Penicillin G 100.000 IU/kg BB IV atau IM dua kali sehari
selama 7 hari.
d. Anjurkan ibunya untuk mendapat Toksoid Tetanus 0,5 ml (untuk
melindunginya dan bayi yang dikandung berikutnya) dan kembali bulan
depan untuk pemberian dosis kedua.
e. Pada kasus perdarahan subdural, trauma SSP hidrosefalus diperlukan
tindakan bedah, dapat dirujuk.

Terapi Suportif
1. Menjaga patensi jalan nafas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia
otak yang berlanjut.
2. Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta tunjangan nutrisi
adekuat.
3. Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk menghindari
bangkitan kejang pada penderita tetanus, pasang pipa nasogastrik dan beri ASI

79
peras diantara spasme. Mulai dengan jumiah setengah kebutuhan perhari dan
pelan-pelan dinaikkan jumlah ASI yang diberikan sehingga tercapai jumlah
yang diperlukan.

Rujukan
Bila bayi sudah dilakukan manajemen umum dan sudah dilakukan manajemen
spesifik tetapi bayi masih, segera dirujuk.

80
BAB 9
INFEKSI NEONATAL

BATASAN
Infeksi neonatal merupakan sondroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan.Bakteri virus dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis pada neonatus.

PRINSIP DASAR
Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak spesifik, sehingga sekrining
sepsis dan pengelolaan terhadap faktor resiko perlu dilakukan.
Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga memudahkan
invasi mikroorganisme sehingga infeksi mudah menjadi berat dan dapat
menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa hari bila
tidak mendapat pengobatan ,yang tepat.
Infeksi pada bayi baru lahir dapat terjadi in utero (antenatal), pada waktu
persalinan (intranatal), atau setelah lahir dan selama periode neonatal (pasca
natal).
Penyebaran transplasenta merupakan jalan tersering masuknya
mikroorganisme kedalam tubuh janin. Infeksi yang didapat saatb persalinan
terjadi akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi atau cairan vagina, tinja,
urin ibu. Semua infeksi yang terjadi setelah lahir disebabkan oleh pengaruh
lingkungan.
Faktor resiko terjadinya sepsis neonatorum:
o Ibu demam sebelum dan selama persalinan
o Ketuban Pecah Dini
o Persalinan dengan tindakan
o Timbul asfiksia pada saat lahir ,
o BBLR
Terapi awal pada neonatus yang mengalami infeksi harus segera dilakukan
tanpa menunggu hasil kultur.

MASALAH PALING SERING TERJADI


Angka kematian sepsis neonatorum cukup tinggi ( l3- SU %o)
Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi sepsis neonatorum
Meningitis, kejang, Hipotermia, Hiperbllirubinemia, gangguan nafas dan
gangguan minum.

81
TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta akan mampu.
Menjelaskan tentang faktor resiko, penyebab dan komplikasi infeksi neonatal
Melakukan menejemen infeksi neonatal sesuai dengan fasilitas yang tersedia

TUJUAN KHUSUS
Setelah peletihan ini, peserta mengetahui dan mampu:
Mengidantifikasi tanda, gejala dan diagnosis serta menejemen infeksi
neonatal
Mengidentifikasi tanda, gejala, diagnosis serta menejemen komplikasi infeksi
neonatal.
Mengetahui dan melaksanakan langkah promotif dan preventif untuk. infeksi
neonatal.
Langkah promotif / preventif
Mencegah dan mengobati ibu demam dengan keaurigaan infeksi berat atau
infeksi inira uterin.
Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
Perawatan antenatal yang baik dan berkualitas.
Mencegah persalinan prematur
Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman..
Mencegah asfixia neonatorum.
Melakukan resusitasi dengan benar.
Melakukan tindakan peneegaban infeksi.
Melakukan identifikasi awal terhadap factor resiko sepsis dan pengelolaan
yang efektif.

DIAGNOSTIK
Anamnesis
Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan kecurigaan infeksi
berat atau ketuban pecah dini.
Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang
kurang higienis.
Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah.
Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium.
Riwayat bayi malas minim, penyakitnya cepat memberat.

82
Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk atau aktifitas berkurang atau iritabel/
rewel, bayi malas minum, demam tinggi atau hipotermi, gangguan nafas, kulit
ikterus, seklerema atau sekleredema, kejang.

Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Suhu tubuh tidak normal (hipotermia atau hepertermi), letargi, atau lunglai,
mengantuk atau aktifitas berkurang.
Malas minum sebelumnya minum dengan baik.
Iritabel atau rewel.
Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis.
Gastro intestinal : Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
Tanda mula muncul sesudah hari ke empat
Kulit : perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, seklerem,
ikterik.
Kardiopulmuner : Takipnu, gangguan nafas, takikardia, hipotensi.
Neurologis : Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun ubun
membonjol, kaku kuduk sesuai dengan meningitis.

83
Pemeriksaan penunjang
Untuk puskesmas fasilitas penunjang biasanya jarang tewrsedia, sehingga
pemeriksaan atau penajaman klinis sangat diutamakan.
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut
Pemeriksaan jumlah lekosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi, adanya lekositosis atau lekopeni, trombosiklopenia
Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan Gram dari darah.
Gangguan metabolik
Hipoglikemia atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
Peningkatan kadar bilirubin

MANAJEMEN UMUM
Dugaan sepsis
Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu kategori A dan
satu atau dua kategori B maka kelola untuk tanda khususnya (mis. Kejang)
Lakukan pemantauan.
Jika ditemukan tambahan tanda sepsis, maka dikelola sebagai kecurigaan besar
sepsis.
Kecurigaan besar sepsis
Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
o Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan kecurigaan infeksi
berat atau (ketuban pecah dini) atau bayi mempunyai 2 atau lebih Kategori A
atau 3 atau lebih Kategori B.
Pada bayi umur lebih dari tiga hari
o Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau tiga atau lebih
temuan Kategori B.
A. Antibiotik
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan Gentamisin, bila organisme
tidak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan tanda infeksi
sesudah 48 jam ganti Ampisilin dan beri Sefotaksim disamping tetap
beri Gentamisin.
Jika ditemukan organisme penyebab infeksi digunakan antibiotik sesuai
uji kepekaan kuman. Anti biotik diberikan sampai 7 hari setelah ada
perbaikan (dosisi lihat tabel).
Pada sepsis dengan meningitis pemberian antibiotik sesuai pengobatan
meningitis.

84
B. Respirasi
Menjaga potensi jalan nafas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia.
Pada kasus tertentu membvtuhkan ventilator mekanik.
C. Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta pemantauan tensi
dan perfusi jaringan untuk mencegah syok.

MANAJEMEN SPESIFIK/MANEJEMEN LANJUT


Pengobatan terhadap tanda kusus lain atau penyakit penyerta serta komplikasi yang
terjadi (mis.kejang, hipoglikemi, gangguan nafas, ikterus)

RUJUKAN
Persiapkan untuk merujuk bayi yang menderita infeksi neonatal dengan komplikasi,
setelah keadaan stabil.
Pengelolaan bersama dengan sub bagian neurologi anak, pediatrisosial,bagian
mata,bedah saraf dan rehabilitasi medik.
Pemantauan ("monitoring")
Tumbuh kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
mengakibatkan gangguan tumbuh kembang, mis. gejala sisa neurologis berupa
retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar, kelainan tingkah laku

85
BAB 10
RUJUKAN DAN TRANSPORTASI BAYI BARU LAHIR

PRINSIP DASAR
Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah rujukan antepartum(rujukan pada
saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak semua
keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan.
Apalagi bila terjadi kedaruratan pada ibu maupun janin dan kehamilan harus
segera diterminasi serta memerlukan rujukan kefasilitas yang lebih lengkap,
maka akan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi
Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya, untuk
itu dibutuhkan tatalaksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lebih lengkap
dan terdekat (sistem regionalisasi rujukan pemerintah)
Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan
mendapatkan keuntungan atau nilai positif dibanding bila hanya tetap dirawat
ditempat asalnya ,
Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau
minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu
Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merujuk dan menjelaskan kenapa bayi harus dirujuk.

TUJUAN UMUM
Setelah menyelesaikan bab ini, peserta dapat mengetahui dan mampu :
Menjelaskan pentingnya rujukan BBL yang mempunyai masalah berat
Mempersiapkan dan melaksanakan rujukan

TUJUAN KHUSUS
Setelah pelatihan ini,peserta mampu:
Menjelaskan kepada orang tua atau keluarga mengapa bayi harus dirujuk
Menjelaskan kasus yang harus segera dirujuk
Melaksanakan sistem rujukan dan transportasi untuk BBL dengan benar
Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap :
Gangguan nafas sedang dan berat,apapun penyebabnya
Asfiksiu yang tidak memberi respon pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam
10 menit pertama
Kasus bedah neonatus
BBLR < 1,750g

86
BBLR 1,750 - 2,000g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian
minum
Bayi hipotermi berat
Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi
Kemungkinan penyakit jantung bawaan
Bayi ibu diabetes militus dengan hipoglikernia simtomatik
Kejang yang tidak teratasi
Tersangka infeksi (sepsis,meningitis) berat / dengan komplikasi
Penyakit hemolisis
Tersangka renjatan yang tidak memberi respon baik
Hipoglikernia yang tidak teratasi

SISTEM RUJUKAN DAN TRASPORTASI


Perhatikan regionalisasi rujukan perinatal dalam menentukan tujuan rujukan,
sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar
Puskesmas merupakan penyaring kasus resiko yang perlu dirujuk sesuai dengan
besaran resiko, jarak dan faktor lainnya
Memberi informasi kesehatan dan prognosis bayinya dan melibatkac, orang tua
atau keluarga dalam mengambil keputusan dalam merujuk
Melengkapi syarat - syarat rujukan (persetujuan tindakan , surat rujukan, catatan
medis) untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu
Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehalgatan bayi dan ruangan dalam
kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan nafas tetap bersih
dan terbuka selama trasportasi. Bila memungkiukan bayi tetap diberi ASI
Harus disertai dengan tenaga yang terampil melakukan resusitasi

DATA YANG HARUS DISEDIAKAN


Data dasar yang harus diinformasikan :
1. Identitas bayi dan tanggal lahir
2. Identitas orang tua
3. Riwayat kehamila, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan
4. Obat yang dikonsumsi oleh ibu
5. Nilai apgar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena
melakukan tindakan resusitasi aktif)
6. Masa gestasi dan berat lahir
7. Tanda vital(suhu, frekuensi jantung, pernafasan, warna kulit dan aktif / tidaknya
bayi)

87
8. Tindakan / prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan
9. bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dan yang
lain)

SYARAT UNTUK MELAKUKAN TRASPORTASI


1. Bayi dalam keadaan stabil
2. Bayi harus dalam keadaan hangat
3. Kendaraan pengangkut juga liarus dalam keadaan hangat
4. didampingi oleh tenaga kesehatan yang trampil melakukan tindakan resusitasi
minimal ventilasi
5. Tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan

Bayi dalam keadaan stabil, bila:


Jalan nafas bebas dan ventilasi adekuat
Kula dan vivir kemerahan
Frekuensi jantung 120 - 160 kali / menit
Suhu aksiler 36.5 - 37 C (97.7 - 98.6F)
Masalah metabolik terkoreksi
Masalah spesifik penderita sudah dilakukan menejemen awal

Peralatan dan obat yang diperlukan:


Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan inkubator trasapor dan dipasang
monitor. Berhubung alat tersebut jarang tersedia dipuskesmas maka perhatikan
cara menghangatkan bayi.
Peralatan dan obat - obatan minimal yang harus tersedia:
o Alat resusitasi lengkap, termasuk laringoskop dan pipa indotrakeal
o Obat - obatan emergensi
o Selimut penghangat
o Alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena
o Oksigen dalam tabung
Alat resusitasi / bantuan ventilasi: selama transportasi
Indikasi bantua ventilasi bila ada salah satu keadaan berikut:
o Bradikardi (FJ < 100X/ menit)
o Sianosis sentral dengan oksigen 100%
o Apnea periodik

88
Pemberian oksigen (terapi oksigen)
Indikasi pemberian oksigen
o Bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan disekitar bibir) dan akral
(warna kebiruan di kuku, tangan dan kaki)
o Bayi dengan gangguan nafus
Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan (konsentrasi, kelembapan dan
suhu)
Jumlah oksigen yang diberikan :
o Melalui kateter nasal 2-31/menit (konsentrasi 21%)
o Melalui sangkup 4-51/menit ( konsentrasi 40%)
o Melalui heat box 6-81/menit (konsentrasi > 50%)
Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral

Penilaian Oksigenasi
Keberhasilan oksigenasi selama trasportasi dinilai dari perubahan perbaikan klinis,
sebagai berikut :
Perubahan warna kulit menjadi kemerahan
Denyut jantung bertambah baik
Kadang - kadang bisa mulai timbul nafas spontan

Pengawasan Suhu
Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama trasportasi menjadi suatu
keharusan
Suhu normal :
Ketiak (axsilla) 36.5 - 37.5C (97.7 - 98.6F)
Cara menghangatkan bayi :
Membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat dan tebal
Membungkus kepala bayi atau memakai topi / tutup kepala
Jangan meletakkan bayi di tepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut
Kalau memungkinkan dapat pula ditakukan perawatan bayi melekat (Kangaroo
Mother Car)

PERSIAPAN UMUM
1. Persetujuan tindakan medic
Beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjalkan dan berikan kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan.
Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan.

89
Pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan
bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan
obstetric, atasi renjatan.
2. Persiapan tindakan
Persiapan pasien
Tindakan pencegahan infeksi sederhana
Uji fungsi dan kelengkapan peralatan (medikamentosa, Instrument
lembar catatan medik dan persetujuan tindakan.
Persiapan penolong operator dan asisten
Perlindungan terhadap risiko penularan infeksi
Instrument/ peralatan bantuan
Persiapan bayi
Instrumen (medikamentosa dan peralatan)
Lembar catatan medik

90
91
92
93
PERSIAPAN TEMPAT PELATIHAN PELAYANAN OBSTETRI
DAN NEONATAL EMERGENSI DASAR

PENGERTIAN
Peran fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya menurunkan angka kematian
ibu, lebih banyak berkaitan langsung dengan tindakan kuratif. Sistem manajemen
yang dijalankan pada fasilitas pelayanan kesehatan, mengacu pada rehabilitasi bahan
baku yang memang tidak dapat di seleksi sebelumnya. Semakin dini kerusakan dapat
dikenali dan diproses, semakin baik produk yang dihasilkan. Dengan kondisi seperti
ini, angka kematian ibu di rumah sakit rujukan akan jauh lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Puskesmas atau Rumah Sakit bukan rujukan.

PENGORGANISASIAN PELAYANAN OBSTETRI DAN NEONATAL


EMERGENSI DASAR DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Agar program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar dapat berjalan
sesuai dengan tujuannya maka perlu dilakukan beberapa tahapan dalam
mempersiapkan berbagai elemen terkait/yang diperlukan. Persiapan tersebut adalah :
Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Rumah Bersalin)
Koordinasi dengan unsur terkait (Departemen Kesehatan, Organisasi Profesi, '
Jaringan Pelatihan Klinik)
Rancangan Biaya Penyiapan Fasilitas dan Pelatihan Klinik
Verifikasi calon Fasilitas Kesehatan
Implementasi Program Pelatihan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar

Persiapan Fasilitas
Program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar merupakan program
pelayanan khusus. Oleh sebab itu, jenis pelayanan yang berkaitan dengan program
ini, mengharuskan adanya aktifitas tambahan baru. Penyediaan fasilitas pelayanan
harus dilihat dari berbagai peran yang akan dijalankannya. Jenis dan peran fasilitas
kesehatan untuk Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar adalah :

94
Catatan :
Pelayanan 1 : Penilaian Awal, Stabilisasi, Penilaian Klinik, Tindakan Pelayanan
Obstetri dan Neonaial Emergensi Dasar, Perawatan Pasca tindakan
dan Pengamatan Lanjutan
Pelayanan 2 : Pelayanan 1 ditambah dengan penatalaksanaan komplikasi
Pelayanan 3 : Pelayanan 1, 2 ditambah dengan penalatalaksanaan komplikasi berat
dan upaya rehabilitatif/rekonstruktif

Penentuan fasilitas kesehatan tersebut tidak bersifat kaku karena harus


memperhatikan peran yang akan dijalankan dan kesiapan perangkat pendukung yang
ada. Misalnya, ada Puskesmas dengan Fasilitas Rawat Inap yang tergolong baik
dalam menjalankan aprogram kesehatan daar dan patut masuk dalam nominasi untuk
program Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar. Tetapi dari kajian data
kasus yang dilayani, ternyata kejadian Obstetri adan Neonatal Emergensi Dasar
sangat minim. Oleh sebab itu, pilihan fasilitas kesehatan akan diarahkan pada
Puskesmas yang memiliki sarana terbatas tetapi jumlah kasus kesehatan maternal
yang tinggi. Dasar pertimbangan tersebut adalah orientasi pada klien dan kinerja
Puskesmas. Kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan setelah kualifikasi
diperoleh maka kemampuan itu akan diterapkan pada masyarakat yang
membutuhkan.

Koordinasi dengan unsur terkait


Dalam tahap implementasi program Pelayanan Dbstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar, selain fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat berbagai unsur yang memgang
peranan penting. Unsur tersebut adalah pihak yang memegang otoritas pelayaiian
kesehatan, yang mempunyai otoritas dalam kualifikasi dan pelaksana proses
pemberian pemantauan kualifikasi.

Departemen Kesehatan
Koordinasi Tingkat Pusat
Sebagai institusi yang menyelenggarakan program dan kegiatan bidang kesehatan
maka implementasi program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di
Fasilitas Kesehatan (yang akan memberikan palayanan terhadap masyarakat) harus
dikoordinasikan dengan Departemen Kesehatan. Yang dimulai dari tingkat pusat
(Dirjen Yanmed dan Dirjen Binkesmas). Dirjen Yanmed akan memfasilitasi
kerjasama dengan Rumah Sakit Khusus. Sedangkan Rirjen Binkesmas untuk
Puskesmas dan masyarakat.

95
Koordinasi Tingkat Provinsi
Di tingkat Provinsi, OPI (Organisasi Pelaksana Implementasi) akan melakukan
koordinasi dengan Kanwil Kesehatan, Direktur RS Provinsi/Pendidikan, Kadinkes
Provinsi Dati I dan Pusat Pelatihan Klinik Sekunder (P2KS/Provincial Training
Center). Kegiatan dalam pertemuan koordinasi tersebut meliputi pertukaran
informasi, hasil kajian data, pertimbangan instansional, profesional dan aspek
manfaat program terhadap masyarakat setempat.

Koordinasi Tingkat Kabupaten


Dinas Kesehatan Kabupaten akan melakukan koordinasi internal (Kasi KIA,
Puskesmas, Polindes dan Bidan di Desa), RSUD kabupaten akan menyiapkan
fasilitas, sarana, tenaga ahli (yang merangkap pelatih) dan Pusat Pelatihan Klinik
Primer (P2KP) bertindak selaku penyelenggara pelatihan klinik

Rancangan Biaya Penyiapan Fasilitas dan Pelatihan Klinik


Implementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di suatu wilayah
dengan melibatkan semua jenjang yang ada, harus mmeperhitungkan biaya
penyiapan fasilitas dan pelatihan klinik. Komponen biaya yang hams disediakan
adalah untuk kegiatan sebagai berikut :
Lokakarya Implementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Penyiapan Pusat Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di Provinsi.
Standardisasi Keterampilan Klinik Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar.
Pelatihan Keterampilan Melatih Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar.
Pelatihan Keterampilan Klinik Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar.
Pelatiahan Menjaga Mutu Client Oriented Provider Efficient Service (C.O.P.E).
Pelatihan Supervisi Fasilitatif
Penyiapan dan melengkapi sarana Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi
Dasar di RSUD dan Puskesmas.
Pasokan Medik (Medical Supplies).

Verifikasi calon Fasilitas Kesehatan


Walaupun berbagai data telah disampaikan pada OPI tetapi kunjungan dan
pengamatan langsung ke fasilitas pelayanan kesehatan adalah kegiatan yang paling
menentukan dalam keberhasilan kegiatan implementasi. Selain melihat kesesuian

96
data dengan kondisi di lapangan, juga membuat catatan tentang kondisi yang
mendukung dan hambatan yang mungkin dihadapi. Dapat pula dipantau tentang
keperluan yang harus dipenuhi oleh suatu fasilitas kesehatan agar pelaksanaan
Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar memungkinkan dan membawa
dampak yang cukup berarti bagi masyarakat setempat.

Implementasi Program Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar


Membuat jadwal pelaksanaan implementasi Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar serta dukungan dana yang dianggarkan untuk kegiatan tersebut.
Pelaksanaan kegiatan tersebut harus dikoordinasikan secara baik dengan mitra
pelaksana setempat. Siapkan pula perangkat administratif yang diperlukan dalam
pelaksananaan kegiatan implementasi dan integrasi (laporan kegiatan persiapan,
dana sekretariat, laporan pelatihan, hasil pelayanan, pemantauan mutu, supervisi dan
pasokan medik yang telah disalurkan).

97
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan kegawatdaruratan obstetrik dan
neonatal, semua peralatan (instrumen daa medikamentosa) harus sudah selalu
tersedia. Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu dilakukan secara
berkala sebelum dilakukan tindakaii untuk mencegah kegagalan tindakan
pertolongan.
Kewaspadaan universal adalah pedomar, yang ditetapkan untuk mencegah
penyebaran berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah/ cairan tubuh di
lingkungan rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya. Konsep yang dianut adalah
bahwa semua darah/ cairan tubuh harus dikelola sebagai sumber yang dapat
menularkan HIV, Hepatitis B dan berbagai penyakit lain yang ditularkan melalui
darah/ cairan tubuh.
Manajemen Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar di fasili:as
kesehatan, harus dimulai dari koordinasi semua unsur terkait sehingga masing-
masing pihak dapat memahami peran masing-masing dan melakukan seranghaian
proses fasilitas internal maupun kemitraan. Setelah koordinasi, dilakukun pemilihan
dan penyiapan dari fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria yang ditetapkan
(Rumah Sakit, Puskesmas atau Rumah Bersalin). Setelah penyiapan fasilitas selesai,
dilakukan pelatihan klinik untuk standardisasi langkah klinik, menyiapkan pelatih
klinik, melatih provider Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emegensi Dasar. Upaya
menjaga mutu pelayanan diperoleh melalui pelatihan bagaimana penyedia membantu
tim menjaga mutu setempat melaksanakan supervisi fasilitatif. Yang juga tak kalah
pentingnya adalah bagaimana fasilitas kesehatan kemudian membuat rekam medik
dan evaluasi hasil pelayanan. Peng,;mbangan tersebut tidak hanya pada Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar semata tetapi program kesehatan lain yang
kemudian secara bertahap meliputi keseluruhan program kesehatan yang dijalankan.

98
DAFTAR PUSTAKA

Adriaanz G. Pelatihan Ketrampilan Klinik Obstetri don Neonatal Esensial Dasar.


Jakarta : Depkes RI, WHO; 1997.
Departemen Kesehatan RI. Modul Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan
Neonatal, 6"d ed. Jakarta: Depkes RI; 1999.
Mathai M, Sanghvi H, Guidotti RJ. Managing Complications in Pregnancy and
Childbirth: A Guide for Midwifes and Doctors. WHO; 2000.
Saifuddin AB, Adriaanz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2"d ed. Jakarta: JNPK-KR - POGI &
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2001.
Saifuddin AB, Danukusuma M, Widjajakusumah MD, Bramantyo L.
Wisnuwardhani SD. Modul Safe Motherhood dalam Kurikulum Inti Pendidikan
Dokter di Indonesia. Jakarta: Konsorsium Ilmu Kesehatan, Depkes, WHO; 1997.

99
100

Anda mungkin juga menyukai