3. Perencanaan survei.
4. Telaah dokumen.
5. Verifikasi dan masukan.
6. Telaah rekam medis pasien secara tertutup (pasien sudah pulang).
7. Kunjungan ke area pelayanan pasien yang dipandu oleh kegiatan telusur.
8. Kegiatan survei yang terarah (terfokus/di luar rencana, karena ada temuan).
9. Telaah dari lingkungan, bangunan, sarana dan prasarana.
10. Wawancara dengan pimpinan (beberapa jenjang).
11. Persiapan surveior membuat laporan.
12. Pertemuan penutup survei dengan pimpinan (exit conference).
(PPS) yang harus dikirimkan ke Komisi Akreditasi Rumah Sakit paling lambat 2
(dua) minggu setelah rekomendasi diterima oleh rumah sakit. Setelah
pelaksanaan survei akreditasi rumah sakit, KARS akan mengirimkan
kuesioner evaluasi pelaksanaan survei (angket survei) yang harus diisi oleh
rumah sakit dan dikirimkan kembali ke KARS. Adapun ketentuan hasil survey
adalah sebagai berikut:
1. Lulus Akreditasi
a. Kriteria kelulusan dibagi menjadi 4 tingkat, yaitu:
Akreditasi Tingkat Dasar
RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar bila nilai masing-masing 4
bab dasar (SKP, HPK, PPK, PMKP) minimal 80 %, bab lainnya nilai
kurang dari 80 % tetapi masih diatas 20 %.
Akreditasi Tingkat Madya
RS mendapat sertifikat tingkat madya bila nilai masing-masing 4 bab
dasar dan 4 bab lainnya minimal 80 % dan 7 bab lainnya nilai kurang dari
80 % tetapi masih diatas 20 %.
Akreditasi Tingkat Utama
RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat utama bila nilai masing-masing 4
bab dasar dan 8 bab lainnya minimal 80 % dan 3 bab lainnya nilai kurang
dari 80 % tetapi masih diatas 20 %.
Akreditasi Tingkat Paripurna
RS mendapat sertifikat akreditasi tingkat paripurna bila setiap bab dari
standar akreditasi rumah sakit mempunyai nilai minimal 80 %.
b. Bila rumah sakit belum terakreditasi paripurna, maka untuk akreditasi
selanjutnya (akreditasi ulang 3 tahun lagi) harus terjadi peningkatan status
akreditasi. Misalnya, pada waktu akreditasi pertama rumah sakit
mendapat status akreditasi tingkat dasar, maka pada waktu akreditasi
kedua status akreditasinya minimal harus tingkat madya.
2. Diberikan kesempatan perbaikan/re-survei/remedial
a. Tujuan dari re-survei adalah untuk perbaikan hasil survei pada rumah
sakit yang mendapat sertifikat akreditasi tingkat dasar, madya dan utama
b. Ketentuan re-survei (remedial) sebagai berikut :
4
diajukan oleh rumah sakit dengan biaya ditanggung oleh rumah sakit.
Re-survei (remedial) dapat diajukan pada bab yang nilainya diatas 60 %.
Re-survei (remedial) dilakukan 3 6 bulan setelah survei dilakukan
Surveior akan ditunjuk oleh KARS, jumlah surveior dan jumlah hari
survei tergantung besar kecilnya rumah sakit dan banyaknya bab yang
dilakukan re-survei.
3. Tidak Lulus
4 Bab dasar dibawah 80%
Dan atau ada bab 11 lain dibawah 20%.
Rumah sakit dapat mengajukan akreditasi secepat-cepatnya 1 tahun,
selambat-lambatnya 3 tahun.
Rumah Sakit TIDAK diberi kesempatan remedial
Rumah sakit yang telah menerima pemberitahuan tentang keputusan
akreditasi selanjutnya dapat mempublikasikan pencapaian akreditasi ini kepada
masyarakat, media massa, pihak asuransi (third-party payers), dan sumber
rujukan rumah sakit. Untuk keperluan publikasi, rumah sakit dapat menggunakan
logo dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Informasi tentang status akreditasi akan dimuat di Web site Komisi
Akreditasi Rumah Sakit yang memungkinkan setiap orang untuk mengetahui
lokasi rumah sakit dan status akreditasinya. Setiap hasil keputusan status
akreditasi rumah sakit oleh KARS akan dilaporkan ke Kementerian Kesehatan
untuk di publikasikan sesuai ketentuan berlaku.
5
penyembuhan pasien. Isi rekam medis juga akan menunjukkan baik buruknya
upaya penyembuhan yang dilakukan oleh instansi pelayanan kesehatan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para petugas pelayanan
kesehatan yang terlibat pada pelayanan kesehatan kepada pasien (Permenkes RI
No. 749a/ Menkes/ Per/ XII/ 1989) antara lain:
1. Rekam medis tidak diperkenankan keluar dari rumah sakit kecuali atas perintah
pengadilan;
2. Petugas rekam medis bertanggung jawab penuh terhadap kelengkapan dan
penyediaan berkas yang sewaktu-waktu dapat dibutuhkan oleh pasien;
3. Petugas rekam medis betul-betul menjaga agar berkas tersebut tersimpan dan
tertata dengan baik dan terlindung dari kemungkinan pencurian berkas atau
pembocoran isi rekam medis;
4. Petugas rekam medis harus menghayati berbagai peraturan mengenai prosedur
penyelesaian pengisian berkas rekam medis maupun tata cara pengolahan
berkas secara terperinci, agar berkas rekam medis dapat memberikan
perlindungan hukum bagi rumah sakit, petugas pelayanan kesehatan maupun
pasien.
Dengan demikian terlihat jelas bahwa isi rekam medis adalah milik pasien,
tetapi bukan berarti pasien diperkenankan untuk membawa berkas rekam
medisnya pulang. Pemahaman pasien terhadap isi rekam medisnya tergantung
pada kesanggupan pasien untuk mendengat informasi mengenai penyakitnya yang
dijelaskan oleh dokter yang merawatnya. Sedangkan resume medis yang
dikeluarkan oleh dokter rumah sakit dapat difotocopy dan dilegalisir serta
diteruskan kepada dokter rujukan apabila dokter rujukan menghendaki informasi
mengenai penyakit pasien yang lebih terperinci, tentunya atas ijin pimpinan
rumah sakit dan sepengetahuan kepala rekam medis. Harus diingat bahwa rumah
sakit senantiasa wajib memegang berkas asli, kecuali untuk resep obat pasien.
4. Standar MKI.19.2
Kebijakan rumah sakit mengidentifikasi mereka yang berhak untuk mengisi
rekam medis pasien dan menentukan isi dan format rekam medis.
Elemen Penilaian MKI.19.2:
a. Mereka yang mendapat otorisasi untuk mengisi rekam medis pasien diatur
dalam kebijakan rumah sakit.
b. Format dan lokasi pengisian ditentukan dalam kebijakan rumah sakit.
c. Ada proses untuk menjamin bahwa hanya yang mempunyai otorisasi/
kewenangan yang dapat mengisi berkas rekam medis pasien.
d. Ada proses yang mengatur bagaimana isi rekam medis pasien dikoreksi
atau ditulis ulang.
e. Mereka yang mempunyai otorisasi untuk akses ke rekam medis pasien
diidentifikasi dalam kebijakan rumah sakit.
f. Ada proses untuk menjamin hanya individu yang mempunyai otorisasi
yang mempunyai akses ke rekam medis pasien.
5. Standar MKI.19.3
Setelah mengisi catatan di rekam medis setiap pasien, dituliskan juga identitas
penulisnya.
Elemen Penilaian MKI.19.3:
a. Pada setiap pengisian rekam medis dapat diidentifikasi siapa yang mengisi.
b. Tanggal pengisian rekam medis dapat diidentifikasi.
c. Bila dipersyaratkan oleh rumah sakit, waktu/ jam pengisian rekam medis
dapat diidentifikasi.
6. Standar MKI.19.4
Sebagai bagian dalam kegiatan peningkatan kinerja, rumah sakit secara regular
melakukan asesmen terhadap isi dan kelengkapan berkas rekam medis pasien.
Elemen Penilaian MKI.19.4:
a. Rekam medis pasien direview secara regular/ teratur.
b. Review menggunakan sample yang mewakili/ representatif.
c. Review dilakukan oleh dokter, perawat dan profesi lain yang diberi
otorisasi untuk pengisian rekam medis atau mengelola rekam medis
pasien.
12
2. Nilai 80% - 100% dari temuan atau yang dicatat dalam wawancara,
observasi dan dokumen (misalnya, 8 dari 10) dipenuhi.
3. Data mundur tercapai penuh adalah sebagai berikut:
Untuk survei awal : selama 4 bulan ke belakang
Survei lanjutan : selama 12 bulan ke belakang
b. Tercapai Sebagian (TS) diberikan skor 5, dengan ketentuan:
1. Jika 20% sampai 79% (misalnya, 2 sampai 7 dari 10) dari temuan atau yang
dicatat dalam wawancara, observasi dan dokumen.
2. Bukti pelaksanaan hanya dapat ditemukan di sebagian area/ unit kerja yang
seharusnya dilaksanakan.
3. Regulasi tidak dilaksanakan secara penuh/ lengkap.
4. Kebijakan/ proses sudah ditetapkan dan dilaksanakan tetapi tidak dapat
dipertahankan.
5. Data mundur tercapai sebagian adalah sebagai berikut:
Untuk survei awal : 1 sampai 3 bulan mundur.
Untuk survei lanjutan : 5 sampai 11 bulan mundur.
c. Tidak Tercapai (TT) diberikan skor 0, dengan ketentuan:
1. Jika < 19 % dari temuan atau yang dicatat dalam wawancara, observasi dan
dokumen.
2. Bukti pelaksanaan tidak dapat ditemukan di area/ unit kerja dimana harus
dilaksanakan.
3. Regulasi tidak dilaksanakan.
4. Kebijakan/ proses tidak dilaksanakan.
5. Data mundur tidak tercapai adalah sebagai berikut:
Untuk survei awal : kurang 1 bulan mundur.
Untuk survei lanjutan : kurang 5 sampai 11 bulan mundur.
d. Tidak Dapat Diterapkan (TDD), tidak masuk dalam proses penilaian dan
perhitungan. Sebuah Elemen Penilaian (EP) dinilai tidak dapat diterapkan jika
persyaratan dari EP tidak dapat diterapkan berdasar atas organisasi rumah
sakit, pelayanan, populasi, pasien dan sebagainya, contohnya organisasi rumah
sakit tidak melakukan riset.
Adapun ketentuan penilaian lainnya adalah sebagai berikut :
15
menjadi satu skor tunggal, contoh pada standar HPK.6.1, AP.1.9, dsb.
saat akhir proyek sesuai dengan jangka waktu proyek dilaksanakan. Untuk
evaluasi yang menilai dampak proyek, dapat dilaksanakan setelah proyek
berakhir dan diperhitungkan dampaknya sudah terlihat nyata.
Evaluasi kinerja menurut Kosasih (2004) merupakan suatu proses umpan
balik atas kinerja yang lalu dan mendorong adanya produktivitas dimasa yang
akan datang. Evaluasi kinerja berfungsi untuk mengetahui tingkat keberhasilan
dan kegagalan suatu organisasi, serta memberi masukan untuk mengatasi
permasalahan yang ada.
Selanjutnya dalam pelaksanaan evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan
mengevaluasi kegiatan dan sasaran, bisa juga mengevaluasi program dan
kebijakan yang telah ditetapkan. Bisa juga evaluasi dilakukan secara menyeluruh
sehingga akhirnya dapat disimpulkan kinerja organisasi (LAN, 2004).
1) Evaluasi Kinerja Kegiatan dan sasaran. Evaluasi terhadap kegiatan instansi
adalah bentuk paling kecil dari evaluasi kinerja organisasi. Seluruh atau
sebagian kegiatan dapat dievaluasi menurut prioritas manajemen instansi.
Tingkat pentingnya evaluasi sangat ditentukan oleh tingkat pentingnya
kegiatan itu sendiri. Jika kegiatan tersebut merupakan kegiatan pokok atau
kegiatan utama yang merupakan cirri organisasi instansi dalan pelayanan
kepada masyarakat atu kegiatan yang cukup dominan dalam rangka
menjalankan misi instansi, maka dapat dikatakan bahwa kegiatan itu adalah
penting.
Evaluasi kinerja kegiatan dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: input-
proses-output dan input dan output, seperti gambar dibawah ini:
Gambar 2.1
Pendekatan Analisis Input-Proses-Output
Input Output
Proses
18
Dalam hal ini, baik input, proses maupun output diteliti dan dipelajari secara
mendalam. Pendekatan ini dapat memberikan rekomendasi atau feed back
tentang berbagai hal baik peningkatan hasil (output) maupun prosesnya.
Sedangkan model pendekatan analisis input-output dapat dilihat dalam gambar
dibawah ini:
Gambar 2.2
Pendekatan Analisis Input-Output
Input Output
Proses
Dalam model analisis ini, hanya input dan output yang diteliti dan dipelajari
secara mendalam, sedangkan prosenya merupakan black box yang dibiarkan
tidak diteliti dan dipelajari.
2) Evaluasi Program dan Kebijakan. Evaluasi program cenderung dilakukan
untuk mencari jawaban akan outcomes yang dihasilkan, sedangkan evaluasi
kebijakan mungkin saja mulai outcomes hingga dampak (impacts) yang terjadi
(LAN, 2004). Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.3
Model Evaluasi Program dan Kebijakan
Difokuskan untuk
Evaluasi Program mengetahui outcomes
Untuk mengetahui
Evaluasi Kebijakan outcomes maupun
impact
19
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
1.1.Kerangka Konsep
Berdasarkan latar belakang permasalahan dan tinjauan pustaka diatas,
maka peneliti ingin melihat gambaran evaluasi penyelenggaraan rekam medis
dalam standar akreditasi rumah sakit di RS Sentra Medika Cibinong (Terpenuhi,
Terpenuhi Sebagian, dan Tidak Terpenuhi). Standar akreditasi yang akan dinilai
terdiri dari 10 standar yang meliputi: standar MKI 19, MKI.19.1, MKI.19.1.1,
MKI 19.2, MKI 19.3, MKI 19.4, MKI 20, MKI 20.1, MKI 20.2, dan standar MKI
21. Secara skematis, hubungan antara faktor input, proses dan output dapat dilhat
pada bagan dibawah ini:
EVALUASI