Anda di halaman 1dari 8

Penerimaan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan dalam fillet ikan kakap menurut SNI 01-2696.3-

2006 harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan pembusukan, bebas dari

tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat- sifat ilmiah lain yang dapat

menurunkan mutu serta tidak membahayakan kesehatan.

2.3.2 Pengecekkan suhu

Menurut SNI 01-2696.3-2006 setelah dilakukan proses penerimaan bahan baku,

kemudian di dalam perusahaan ikan harus dilakukan pengecekkan suhu menggunakan

termometer untuk mengetahui apakah suhu ikan tersebut masih berada pada suhu

antara 0-5oC atau masih berada di bawah suhu 50C ataukah sudah melebihi suhu

tersebut. Sehingga dapat diketahui mutu dan kualitas dari bahan baku tersebut.

Pengecekkan suhu sebaiknya dilakukan dengan menggunakan thermometer

elektronik agar proses pengecekkannya dapat dilakukan dengan cepat. Karena

pengecekkan suhu ini dilakukan pada beberapa sampel ikan yang diambil atau sampel

cukup banyak.

2.3.3 Sortasi

Bahan baku disortir menurut jenis dan ukurannya. Penyortiran perlu dilakukan

untuk memperoleh keseragaman bahan baku yang digunakan, baik untuk tingkat

kesegaran, ukuran, jenis, dan mutunya (Hadiwiyoto, 1993).


Suseno (2008), menyatakan bahwa penyortiran perlu dilakukan berdasarkan

jenis, dan ukurannya, sedangkan saat penyortiran karyawan harus menggunakan

sarung tangan untuk mencegah timbulnya kontaminasi.

2.3.4 Penimbangan I

Ikan hasil sortasi di angkut ke bagian penimbangan. Ikan ditimbang lalu dicatat

oleh petugas tally. Sistem pencatatan yang dilakukan yaitu tally hanya mencatat berat

ikan berdasarkan jenis dan ukurannya. Tujuan penimbangan yaitu untuk mengetahui

berat total ikan yang datang dari supplier dan menghitung berapa jumlah ikan tiap

ukuran dan jenisnya serta sebagai pengawasan hasil sortasi (Suseno, 2008).

2.3.5 Penyisikan

Suseno, (2008) menyatakan bahwa penyisikan dilakukan di atas meja stainless

steel yang dilapisi telenan di bagian atas meja tersebut. Penyisikan dilakukan sebersih

mungkin dengan menggunakan alat penyisikan yang terbuat dari bahan stainless steel.

Sebelum dilakukan penyisikan ikan ditumpuk di atas meja penysikan dengan diberi es

curai.untuk mempertahankan system rantai dingin .

2.3.6 Pencucian I

Pada tahapan pencucian ini menggunakan air yang berasal dari PDAM dan

menggunakan bak pencucian yang berukuran 1x2 m yang terbuat dari stainless steel.

Pencucian ini dilakukan dengan merendam ikan dalam bak berupa cekungan yang ada

disamping meja penyisikan. Dengan posisi yang dekat ini diharapkan agar

mempermudah nantinya dalam pengangkatan ikan untuk pemfilletan (Suseno, 2008).


Pengawasan yang dapat dilakukan dalam proses ini adalah berupa cek suhu

pada air pencucian dengan menggunakan thermometer digital suhu maksimal 5 o C dan

air pencucian harus segera diganti apabila terlihat keruh.

2.3.7 Pemfilletan

Bentuk dari fillet yang dihasilkan untuk ikan kakap merah adalah bentuk skin less

natural cut yaitu satu potongan atau daging fillet tanpa adanya potongan dan kulit dari

ikan juga masih ada. Peralatan yang bisa digunakan adalah pisau stainless steel yang

benar-benar tajam, telenan, pengasah pisau, dan long pan plastik sebagai wadah /

tempat hasil filetan. Pada proses pemfiletan menggunakan meja yang berbahan anti

karat yang berukuran 1x12 m (Suseno, 2008).

Wijaya (2007), berpendapat bahwa bentuk dari fillet yang dihasilkan untuk ikan

kakap merah adalah bentuk skin less natural cut yaitu satu potongan atau sayatan

daging fillet tanpa adanya potongan dan kulit dari ikan juga masih ada.

Berikut adalah cara pemfilletan menurut Wijaya (2007) :

(1) Letakkan ikan pada meja, dan alasi dengan telenan sebagai tatakan dengan kepala

ikan berada di sebelah kanan.

(2) Sayat daging ikan mulai dari belakang insang kearah punggung sampai ekor secara

berulang - ulang sampai daging ikan sisi atas terlepas dari tubuh.

(3) Lakukan pula hal yang sama pada sisi bawah secara berulang ulang sampai daging

ikan terlepas dari tubuhnya.

(4) Ikan yang telah diambil daging sisi bagian atas kemudian dibalik sehingga ekor berada

di sebelah kanan.
(5) Lakukan sayatan seperti pada bagian atas sampai daging ikan terlepas dari tubuhnya.

2.3.8 Triming (perapihan)

Setelah difillet, daging ikan dilakukan perapihan. Perapihan adalah suatu

perlakuan untuk merapikan daging yang sudah disayat atau difillet yang bertujuan untuk

menghilangkan seluruh bagian perut, daging merah dan bagian yang terpotong tidak

rapi. Perapihan dilakukan dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan fisik seperti kulit

ikan sobek atau lecet. Perapihan menggunakan pisau menggunakan pisau dengan cara

merapikan daging yang sudah disayat atau difillet yaitu pada bagian punggung, perut,

dan ekor atau untuk menghilangkan seluruh bagian perut dan bagian yang terpotong

tidak rapi. Karyawan yang melakukan pekerjaan tersebut harus memakai sarung tangan

untuk menghindari terjadinya kontaminasi (Suseno, 2008).

2.3.9 Pencucian II

Pada pencucian ini dilakukan dengan menggunakan baskom dengan

menggunakan air bersih dan diberi es curai didalam wadah / baskom. Tujuan dari

pencucian ini adalah membersihkan daging fillet dari kotoran-kotoran yang menempel

pada saat perapihan.

Pencucian ini dilakukan dengan cara mencelupkan satu persatu dari daging fillet

dan dipastikan daging tersebut bersih dari kotoran-kotoran yang menempel pada saat

perapihan. Pengawasan yang dilakukan pada proses ini adalah pergantian air yang

dilakukan bila air terlihat keruh (Suseno, 2008).

2.3.10 Pembungkusan

Sebelum dibungkus dilakukan pencucian terlebih dahulu menggunakan air dingin

yang diwadahi dengan baskom dan diberi es curai. Wadah yang digunakan adalah
baskom plastik dengan ukuran 50x50 cm. pencucian dilakukan di atas meja stainless

steel, menggunakan selang plastik yang berfungsi mengalirkan air pada wadah

baskom. Pencucian ini bertujuan untuk mempermudah dalam melipat daging sesuai

dengan bentuk dari daging dan juga untuk membersihkan daging dari kotoran yang

menempel (Suseno, 2008).

Dalam pembungkusan yang perlu diperhatikan adalah cara melipat plastik,

karena cara melipat akan mempengaruhi kenampakan fillet beku dan daya beli

konsumen. Fungsi dari pembungkusan ini adalah untuk mencegah dehidrasi pada

daging fillet selama pembekuan (Suseno, 2008).

2.3.11 Penyusunan Dalam Pan

Fillet ikan disusun dalam pan, pan yang terbuat dari alumunium dan ukurannya

adalah 100 x 40 cm dan tingginya 15 cm. alat yang digunakan untuk mengangkut dan

mengeluarkan yang berisi produk yang dibekukan adalah lori dengan jumlah muatan

yang banyak dan mempunyai ukuran tinggi 1,5 m dengan lebar 0,5 m dan panjang 2 m

yang dilengkapi dengan rak dan roda. Alat ini terbuat dari besi yang tahan karat

(Suseno, 2008).

Karyawan yang ditugaskan untuk penyusunan dalam long pan ini adalah

karyawan yang berasal dari tahap pembungkusan. Dalam penyusuan fillet, antara satu

dengan yang lainnya tidak boleh berimpit yang akan menyebabkan kerusakan. Pada

saat pembekuan karyawan harus menggunakan pakaian kerja yang lenkap agar produk

benar-benar terhindar dari kontaminasi. Cara penyusunan dalam long pan yaitu bagian
kulit diatas dan bagian perut di bawah dan tidak boleh terlalu banyak, dimana

penyusunan maksimal 2 lapis untuk mempermudah dalam pembekuan (Suseno, 2008).

2.3.12 Pembekuan

Alat pembekuan yang sesuai digunakan untuk fillet adalah Air Blast Freezer

(ABF) dengan kapasitas masing-masing 5 ton. Didalam ruangan tersebut rak-rak

tersebut ditata sedemikian rupa agar kapasitas dapat mencapai batas maksimal

kapasitas ruangan. Lama pembekuan 7-8 jam yang mana termasuk pembekuan

lambat. Suhu pembekuan minimal -18o C dan maksimal 40o C (Suseno, 2008).

2.3.13 Penimbangan II

Penimbangan II dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dengan

kapasitas 20 kg. Penimbangan dilakukan sesuai dengan permintaan konsumen. Tujuan

penimbangan ini adalah untuk mengetahui berat berat bersih dari produk beku dan

memudahkan dalam pengemasan karena begitu selesai ditimbang maka produk

langsung dikemas (Suseno, 2008).

Fillet yang selesai dibekukan kemudian dikumpulkan dan diletakkan diatas meja

penampumpungan, untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam keranjang kemudian

dilakukan pengujian metal detecting. Penimbangan II atau penimbangan akhir dari

produk ini adalah dilakukan dengan berat bersih pada masing-masing keranjang

setelah ikan dibekukan dan penambahan berat 2,5 % sebagai toleransi berat untuk

sekali penimbangan (Suseno, 2008).


2.3.14 Metal Detecting

Setelah selesai dilakukan penimbangan kemudian ikan yang sudah dibekukan

dalam bentuk fillet tersebut kemudian dilakukan pengecekkan atau pengujian mutu dari

adanya kotoran dari logam menggunakan metal detector. Hal ini untuk mengetahui

adanya kandungan logam berat yang terdapat pada ikan misalnya paku kecil, peniti dan

sebagainya yang mempunyai standart untuk logam berat seperti yang terdapat pada

form pada metal detector merupakan alat yang cukup efektif untuk mempermudah

pengawasan produk, baik mulai dari bahan mentah, produk setengah jadi sampai

produk akhir serta untuk pemantauan terhadap kontaminasi yang berasal dari logam

(Suseno, 2008).

2.3.15 Pengemasan

Pengemasan produk yang dibekukan harus teliti, teratur, dan padat tanpa

rongga-rongga didalamnya. Bahan pengemas yang digunakan pada umumnya karton

yang dilapisi dengan wax yaitu jenis lilin sehingga tidak rusak atau hancur oleh air.

Tujuan dari pengemasan ini adalah untuk melindungi produk dan memberikan daya

tarik. Pembungkusan dilakukan tidak hanya untuk melindungi produk tetapi juga

memberikan daya tarik terhadap produk. Pembungkus harus kedap udara dan dapat

menahan uap air untuk mengurangi oksidasi dan mencegah penguapan produk selama

penyimpanan. Pengemasan didefinisikan sebagai pengurung produk dengan macam

pengemasan seperti kantong plastik, kaleng, botol plastik dan wadah lainnya. Atau

mengikuti fungsinya, pengemasan didefinisikan menahan, melindungi, memelihara,

komunikasi dan kegunaan dari penampilan (Suseno, 2008).


2.3.16 Penyimpanan

Penyimpanan merupakan tahap akhir dari suatu proses fillet ikan dimana produk

yang disimpan di dalam cold storage disimpan secara teratur sehingga terdapat rongga

untuk sirkulasi udara. Selain itu untuk memudahkan pengambilan produk maka produk

disusun sesuai dengan jenis dan tanggal produksinya, tetapi pada kenyataanya pada

perusahaan tidak dilakukan yang baik, terlihat dari susunan produk yang acak-acakan

dan tinggi penimbunan sudah mencapai langit-langit dari cold storage sehingga

menyulitkan pada pengeluaran produk yang akan diekspor (Suseno, 2008).

Anda mungkin juga menyukai