Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Defenisi lanjut usia

Pengertian lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai

kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran

sejalan dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai usia kemunduran yaitu

ada yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. WHO (World Health

Organization) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses

menua yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia.

Secara umum perubahan fisik pada masa lanjut usia adalah menurunnya fungsi

pancaindra, minat dan fungsi organ seksual dan kemampuan motorik (Pieter,

2010).

Menurut UU RI No.4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang berusia 55

tahun keatas. Sedangkan menurut dokumen pelembagaan lanjut usia dalam

kehidupan bangsa yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka

perencanaan Hari Lanjut Usia Nasional tanggal 29 Mei 1996 oleh presiden RI,

batas usia lanjut adalah 60 tahun atau lebih (Fatimah, 2010).

Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan

biologis, fisik, kejiwaan, dan sosial, serta perubahan ini akan memberikan

pengaruh pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kesehatannya. Oleh karena itu,

kesehatan manusia lanjut perlu mendapatkan perhatian khusus dengan tetap


dipelihara dan ditingkatkan agar selama mungkin dapat hidup secara produktif

sesuai dengan kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam

pembangunan (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 dalam Fatimah,

2010).

2.1.2 Proses Menua

Aging process atau proses penuaan merupakan suatu proses biologis yang

tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses penuaan sudah

mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya

kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain sehingga tubuh

mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas, pada usia

berapa kondisi kesehatan seseorang mulai menurun. Setiap orang memiliki fungsi

fisiologis alat tubuh yang sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak

fungsi tersebut maupun saat menurunnya. Setelah mencapai puncak, fungsi alat

tubuh akan berada dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun

sedikit demi sedikit sesuai dengan bertambahnya usia (Mubarak,et al, 2011).

Macam-macam penuaan berdasarkan perubahan biologis, fisik, kejiwaan,

dan sosial dalam Fatimah (2010):

a. Penuaan biologik

Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi yang terjadi sepanjang

kehidupan.

b. Penuaan fungsional

Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam

masyarakat, dibandingkan dengan orang lain yang sebaya.


c. Penuaan psikologik

Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya

terhadap perubahan biologis.

d. Penuaan sosiologik

Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat.

e. Penuaan spiritual

Merujuk pada perubahan diri dan persepsi diri, cara berhubungan dengan

orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan dunia terhadap

dirinya.

2.1.3 Batasan Umur Lanjut Usia

Menurut WHO (World Health Organization) kategori lanjut usia meliputi:

- Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun.

- Usia lanjut (elderly) : 60-74 tahun.

- Usia tua (old) : 75-90 tahun.

- Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.

Menurut Budi Anna Keliat (1999) dalam Maryam (2008), lansia memiliki

karakteristik sebagai berikut:

1. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13

tentang kesehatan).

2. Kebutuhan dan masalah yang yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi

adaptif hingga kondisi maladaptif.

3. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.


2.1.4 Perubahan-Perubahan yang Terjadi Akibat Proses Penuaan

Perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya adalah sebagai-berikut:

a. Perubahan Kondisi Fisik

Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi perubahan dari tingkat sel

sampai ke semua sistem organ tubuh, diantaranya sistem pernapasan,

pendengaran, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan

tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, urogenital, endokrin, dan itegumen.

Pada sistem pendengaran, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan

otosklerosis, penumpukan serumen, sehingga mengeras karena

meningkatnya keratin, perubahan degeneratf osikel, bertambahnya persepsi

nada tinggi, berkurangnya pitch diserimination, sehingga terjadi gangguan

pendengaran derta tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan

(Mubarak,et al 2011).

b. Perubahan Kondisi Mental

Pada umumnya lansia mengalami penurunan fungsi kognitif dan

psikomotor. Perubahan-perubahan mental ini erat sekali hubungannya

dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau

pengetahuan, dan situasi lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhi

perubahan kondisi mental diantaranya:

1. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa;

2. Kesehatan umum;

3. Tingkat pendidikan;

4. Keturunan;

5. Lingkungan;

6. Gangguan saraf panca indra;

7. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan;

8. Rangkaian kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan

keluarga;

9. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran

diri dan konsep diri;

(Mubarak,et al 2011).

c. Perubahan Psikososial

Masalah perubahan psikososial serta reaksi individu terhadap perubahan

ini sangat beragam, bergantung pada kepribadian individu yang

bersangkutan. Orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja,

mendadak dihadapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun.

Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, maka ia akan mempersiapkan diri

dengan menciptakan berbagai bidang minat untuk memanfaatkan

waktunya, masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk

menikmati sisa hidupnya. Namun, bagi banyak pekerja, pensiun berarti

terputus dengan lingkungan, teman-teman yang akrab, dan disingkirkan

untuk duduk-duduk di rumah atau bermain domino di klub pria lanjut usia

(Mubarak,et al 2011).

2.2 Gangguan Pendengaran

2.2.1 Defenisi Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran pada lansia adalah gangguan yang terjadi secara

perlahan-lahan akibat proses penuaan yang dikenal dengan istilah presbikusis.

Presbikusis merupakan akibat dari proses degeneratif pada satu atau beberapa

bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut, dan membran basilaris) maupun

serabut saraf auditori, presbikusis ini juga merupakan hasil interaksi antara faktor

genetik individu dengan faktor eksternal, seperti pajanan suara berisik terus-

menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik (Maryam,et al 2008).

2.2.2 Anatomi Telinga dan Perubahannya

Telinga sebagai organ pendengaran dan ekuilibrum terbagi dalam tiga

bagian yaitu telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga berisi reseptor-reseptor yang

menghantarkan gelombang suara ke dalam impuls-impuls saraf dan reseptor yang

berespon pada gerakan kepala. Perubahan pada telinga luar sehubungan dengan

proses penuaan adalah kulit telinga berkurang elastisitasnya. Daerah lobus yang

tidak disokong oleh kartilago mengalami pengeriputan, saluran auditorius menjadi

dangkal akibat lipatan ke dalam. Perubahan atrofi telinga tengah, khususnya

membran timpani karena proses penuaan tidak mempunyai pengaruh jelas pada

pendengaran. Perubahan yang tampak pada telinga dalam adalah koklea yang

berisi organ corti sebagai unit fungsional pendengaran mengalami penurunan

sehingga mengakibatkan presbikusis (Maryam,et al 2008).


2.2.3 Jenis-jenis Gangguan Pendengaran pada Lansia

Presbikusis juga dikenal sebagai kehilangan pendengaran neurosensori yang

ditandai dengan disfungsi unsur sensorik telinga simetris (sel-sel rambut) atau

struktur telinga (serat saraf koklear). Lebih kurang 40% dari populasi lansia

mengalami gangguan pendengaran (presbikusis), biasanya lebih berat pada pria

(Maryam,et al 2008).

Gangguan pendengaran pada lansia dapat terjadi berupa penurunan

pendengaran hingga tuli (tuli lansia). Bentuk ketulian yang selama ini dikenal

adalah :

1. Tuli sensori, yaitu tuli yang terjadi akibat kerusakan sistem saraf dimana

kehilangan pendengaran sehubungan dengan kerusakan organ akhir untuk

pendengaran dan atau nervus kranialis VIII (kerusakan kokhlea/ saraf

vestibulokokhlear).

2. Tuli konduktif, yaitu tuli yang terjadi akibat gangguan hantaran suara: telinga

luar, telinga tengah, dimana kehilangan pendengaran sehubungan dengan

transmisi bunyi yang efektif ke telinga dalam terputus oleh sumbatan atau

proses penyakit (impaksi serumen, otitis media, otosklerosis/ pembentukan

tulang baru) .

Pada klien lansia dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang

paling sering digunakan adalah media visual. Klien lansia menangkap pesan

bukan dari suara yang dikeluarkan perawat/orang lain, tetapi dengan

mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting

bagi klien lansia ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan agar

sikap dan gerakan perawat dapat ditangkap oleh indera visualnya (Nugroho,

2010).

2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendengaran

Penyebab pastinya belum diketahui, tetapi insiden kehilangan pendengaran

sensorineural meningkat seiring pertambahan usia. Faktor yang mempengaruhi

pendengaran adalah terpajan suara bising, diet tinggi kolesterol, hipertensi,

faktor-faktor metabolik, dan hereditas. Tanda dan gejala adalah sulit memahami

orang yang berbicara dengan suara bernada tinggi, sulit mendengar di

percakapan kelompok dan tempat yang banyak suara latar yang bising, sulit

membedakan bunyi s dan th. Presbikusis ditambah dengan situasi ketika

percakapan yang berlangsung kurang mendukung dapat menyebabkan lansia

mengalami gangguan komunikasi (Fatimah, 2010).


2.2.5 Tingkat/derajat Gangguan Pendengaran Menurut WHO

No. Derajat/Tingkat Nilai Audiometri Gambaran Kerusakan

Gangguan ISO (rata-rata dari

500, 1000, 2000,

4000 Hz)

1. 0 (Tidak ada 10-25 Db Tidak ada atau sangat sedikit

gangguan) gangguan pendengaran. Masih

dapat mendengar suara

bisikan.

2. 1 (Gangguan 26-40 dB Dapat mendengar dan

sedikit) mengulangi kata percakapan

suara normal jarak 1 meter.

3. 2 (Gangguan 41-60 dB Dapat mendengar dan

sedang) mengulangi kata dengan

menggunakan nada tinggi

jarak 1 meter.

4. 3 (Gangguan 61-80 dB Dapat mendengar beberapa

berat) kata dengan diteriaki ke

telinga yang baik.

5. 4 ( Gangguan 81 dB atau lebih Tidak dapat mendengar dan

sangat berat) besar mengerti walaupun sudah

diteriaki dengan nada tinggi.


2.2.6 Uji Pendengaran Pada Lansia

a. Uji Rinne

Untuk membandingkan hantaran/konduksi suara melalui hantaran tulang

pendengaran dengan hantaran udara. Pemeriksaan ini dilakukan di dalam

ruangan yang tenang dan tidak bising. Sebelum dilakukan pemeriksaan,

terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan prosedur, tujuan, dan manfaat

pemeriksaan kepada pasien.

Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian dasar penala

diletakkan pada prosesus mastoideus telinga yang akan diperiksa, jika op

tidak mendengar bunyi lagi, penala dipindahkan ke depan liang telinga

2,5 cm dari liang telinga.

Pada orang normal, konduksi udara berlangsung lebih lama dari konduksi

tulang.

Bila ada gangguan konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi

udara, begitu konduksi tulang menghilang, pasien tidak mampu lagi

mendengar mekanisme konduksi yang biasa.

Bila ada gangguan sensori, suara yang dihantarkan melalui udara lebih

baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan konduktor yang buruk

dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.

b. Uji Weber

Untuk mengetahui aliran udara melalui tulang, serta membandingkan

hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan dengan cara meletakkan

garpu tala yang sudah dibunyikan pada bagian tengah dahi pasien.

Pemeriksaan dilakukan di dalam ruangan yang tenang, nyaman, dan tidak

bising. Setelah peneliti menjelaskan tentang pemeriksaan, manfaat, dan

tujuannya, peneliti langsung memulai tindakan.

Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan dan ditaruh di verteks,

kemudian dibandingkan pendengaran telinga kanan dan kiri. Pasien

diminta mendengarkan dan menentukan pada telinga mana terdengar bunyi

yang lebih keras.

Pada orang normal pendengaran telinga kanan dan kiri sama/seimbang

(tidak ada lateralisasi).

Bila ada gangguan konduksi, tejadi lateralisasi kearah telinga yang sakit.

Bila ada gangguan sensori, terjadi lateralisasi ke telinga yang sehat.

Hasil dinyatakan sebagai lateralisasi ke kanan/ke kiri atau lateralisasi

negatif (-).

c. Uji Schwabach

Untuk mengetahui hantaran melalui tulang, dengan membandingkan antara

pendengaran orang sakit/pasien dan pendengaran pemeriksa yang

pendengarannya normal.

Cara pemeriksaan: garpu penala digetarkan, kemudian ditempelkan pada

tulang mastoid penderita. Bila penderita sudah tidak mendengar lagi,

garputala tersebut segera dipindahkan ke mastoid pemeriksa.

Hasil pemeriksaan schwabach dinyatakan normal apabila hantaran tulang

telinga penderita sama dengan hantaran tulang pemeriksa.


Bila pemeriksa masih mendengar, maka penderita mengalami tuli sensori

(memendek).

Bila hantaran tulang telinga penderita lebih besar dari hantaran telinga

pemeriksa, maka penderita mengalami tuli konduktif (memanjang).

2.3 Aktivitas Hidup Sehari-hari (ADL)

2.3.1 Defenisi Aktivitas Hidup Sehari-hari

Aktivitas hidup sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan

oleh lanjut usia setiap hari. Aktivitas ini dilakukan tidak melalui upaya atau

usaha keras. Aktifitas tersebut dapat berupa mandi, berpakaian, makan, atau

melakukan mobilisasi (Luekenotte, 2000). Seiring dengan proses penuaan maka

terjadi berbagai kemunduruan kemampuan dalam beraktifitas karena adanya

kemunduran kemampuan fisik, penglihatan dan pendengaran sehingga terkadang

seorang lanjut usia membutuhkan alat bantu untuk mempermudah dalam

melakukan berbagai aktivitas sehari-hari tersebut (Stanley, 2006).

2.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Aktifitas Sehari-hari pada Lansia

Kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari pada

lansia di pengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut (Potter, 2005):

a. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri

1) Umur

Menurut Potter dan Perry (2005) Kemampuan aktifitas sehari-hari pada

lanjut usia dipengaruhi dengan umur lanjut usia itu sendiri. Umur seseorang

menunjukkan tanda kemauan dan kemampuan, ataupun bagaimana seseorang

bereaksi terhadap ketidakmampuan melaksanakan aktifitas sehari-hari. Pada


kelompok umur diatas 85 tahun lebih banyak membutuhkan bantuan pada satu

atau lebih Aktivitas sehari - hari dasar.

2) Kesehatan fisiologis

Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, sebagai contoh sistem nervous

menggumpulkan dan menghantarkan, dan mengelola informasi dari

lingkungan. Sistem muskuluskoletal mengkoordinasikan dengan sistem

nervous sehingga seseorang dapat merespon sensori yang masuk dengan cara

melakukan gerakan.

3) Fungsi kognitif

Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional, termasuk

proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan

(Keliat,1995). Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

Fungi kognitif menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan

menginterpestasikan sensor stimulus untuk berfikir dan menyelesaikan

masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif yang

meliputi perhatian memori, dan kecerdasan. Gangguan pada aspek-aspek dari

fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan menghambat

kemandirian dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari.

4) Fungsi psikologis

Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat

sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang

realistik. Proses ini meliputi interaksi yang komplek antara perilaku

interpersonal dan interpersonal. Kebutuhan psikologis berhubungan dengan

kehidupan emosional seseorang. Meskipun seseorang sudah terpenuhi

kebutuhan materialnya, tetapi bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi,

maka dapat mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya,

sehingga kebutuhan psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya

menjadi stabil (Tamher, 2009).

5) Tingkat stres

Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai macam

kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stressor, dapat timbul dari

tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stres

dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai

efek negatif atau positif pada kemampuan seseorang memenuhi aktifitas sehari-

hari.

b. Faktor-faktor dari Luar meliputi :

1) Lingkungan Keluarga

Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para

lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik

masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh

karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung

oleh lingkungan yang konduktif seperti keluarga. Budaya tiga generasi (orang

tua, anak dan cucu) di bawah satu atap makin sulit dipertahankan, karena

ukuran rumah di daerah perkotaan yang sempit, sehingga kurang

memungkinkan para lanjut usia tinggal bersama anak (Leuckenotte, 2000).

Sifat dari perubahan sosial yang mengikuti kehilangan orang yang dicintai

tergantung pada jenis hubungan dan definisi peran sosial dalam suatu

hubungan keluarga. Selain rasa sakit psikologi mendalam, seseorang yang

berduka harus sering belajar keterampilan dan peran baru untuk mengelola

tugas hidup yang baru, dengan perubahan sosial ini terjadi pada saat penarikan,

kurangnya minat kegiatan, tindakan yang sangat sulit. Sosialisasi dan pola

interaksi juga berubah. Tetapi bagi orang lain yang memiliki dukungan

keluarga yang kuat dan mapan, pola interaksi independent maka proses

perasaan kehilangan atau kesepian akan terjadi lebih cepat, sehingga seseorang

tersebut lebih mudah untuk mengurangi rasa kehilangan dan kesepian

(Lueckenotte, 2000).

2) Lingkungan Tempat Kerja

Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam mereka bekerja, karena

setiap kali seseorang bekerja maka ia memasuki situasi lingkungan tempat

yang ia kerjakan. Tempat yang nyaman akan membawa seseorang mendorong

untuk bekerja dengan senang dan giat (Leuckenotte, 2000).

3) Ritme Biologi

Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang mempengaruhi

fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu makhluk hidup mengatur

lingkungan fisik disekitarnya (Leuckenotte, 2000).


2.3.3 Macam-macam Aktifitas Hidup Sehari-hari pada Lansia

Indeks Barthel adalah suatu alat yang cukup sederhana untuk menilai

perawatan diri, dan mengukur harian seseorang berfungsi secara khusus dalam

aktivitas sehari-hari dan mobilitas (Leuckenotte, 2000).

Kemampuan dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

dapat diukur dengan menggunakan indekz Barthel. Menurut penelitian Agung

(2006) Aktivitas Hidup Sehari-hari Barthel merupakan instrumen ukur yang

andal dan shahih serta dapat digunakan untuk mengukur status fungsional dasar

usia lanjut di Indonesia.

Berdasarkan Indeks Aktivitas Hidup Sehari-hari (Activity Daily Living)

Barthel, tingkat ketergantungan klien terdiri dari mandiri, ketergantungan ringan,

ketergantungan sedang, ketergantungan berat, dan ketergantungan total. Indeks

Barthel terdiri dari sepuluh aktivitas yaitu meliputi pengendalian rangsang BAB,

BAK, membersihkan diri (sikat gigi, memasang gigi palsu, sisir rambut,

bercukur, cuci muka), penggunaan jamban/toilet, masuk dan keluar WC

(melepas, memakai celana, membersihkan/menyeka, menyiram), makan,

berpindah posisi dari tempat tidur ke kursi dan sebaliknya, mobilitas/berjalan,

memakai baju, naik turun tangga dan mandi. Penilaian indeks Barthel

berdasarkan pada pengamatan, wawancara penilai terhadap aktivitas yang benar-

benar dikerjakan oleh responden. Kemudian nilai dari setiap item akan di

jumlahkan untuk mendapatkan skor total dengan skor maksimum adalah 20.

Tabel.2.3.3 Instrumen Pengkajian Aktivitas Hidup Sehari-hari dengan

Indeks Barthel

No Aktivitas Kemampuan Skor


1 Mengendalikan rangsang Tidak terkendali / tidak teratur 0
buang air besar (BAK) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
2 Mengendalikan rangsang Tidak terkendali 0
buang air kecil (BAK) Kadang kala tidak terkendali 1
Terkendali teratur 2
3 Membersihkan diri ( sikat Membutuhkan bantuan orang lain 0
gigi, memasang gigi palsu, Mandiri 1
sisir rambut, bercukur, cuci
muka)
4 Penggunaan jamban/toilet, Tergantung pertolongan orang lain 0
masuk &keluar wc Perlu bantuan pada beberapa 1
(melepas, memakai celana, aktivitas
membersihkan/menyeka, Mandiri 2
menyiram)
5 Makan Tidak mampu 0
Perlu dibantu memotong makanan 1
Mandiri 2
6 Berpindah posisi dari Tidak mampu 0
tempat tidur ke kursi dan Perlu banyak bantuan untuk bisa 1
sebaliknya duduk
Perlu sedikit bantuan saja 2
Mandiri 3
7 Mobilitas/berjalan Tidak mampu (imobil) 0
Bisa pindah/mobilitas dengan kursi 1
roda
Berjalan dengan bantuan 1 orang 2
Mandiri 3
8 Memakai baju/berpakaian Tergantung bantuan orang lain 0
Sebagian dibantu orang lain (misal 1
mengancing baju, resleting)
Mandiri 2
9 Naik turun tangga Tidak mampu 0
Butuh bantuan orang lain 1
Mandiri 2
10 Mandi Tergantung orang lain 0
Mandiri 1
Skor total = 20
(Modifikasi Indeks Barthel menurut Collin C Wade DT dalam Agung, 2006)

Nilai Aktivitas Hidup Sehari-hari = 20 : Mandiri


12 19 : Ketergantungan Ringan
9 11 : Ketergantungan Sedang
5 8 : Ketergantungan Berat
0 4 : Ketergantungan Total

Anda mungkin juga menyukai