Anda di halaman 1dari 17

Laporan Tutorial Kelompok 7

Manajemen Praktek

Anggota kelompok:
Galang Rikung E.S (111610101043)
R.Aj. Mahardhika S. P (111610101049)
Vanda Ayu Kartika H (111610101050)
Dian Fajariani (111610101061)
Khamda Rizki Dhamas (111610101069)
Cicik Khildar Rizqi (111610101075)
Yunita Sazkia (111610101078)
Anggi Faradiba (111610101080)
Musriatul Wahida (111610101081)
Yurike Fitriasari (111610101082)
Istibsyaroh (111610101084)
Sisca Arifianti (111610101086)

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Jember
2013-2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan hidayah dan inayahnya-Nya berupa kemampuan berpikir dan analisis sehingga
laporan tutorial skenario II blok Manajemen Pelayanan Kesehatan dapat selesai dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial dengan alasan-alasan penting
yang menjadi pendorong untuk pengetahuan berdasarkan referensi-referensi yang
mendukung. Makalah ini juga untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan ilmu dan
teknologi di lingkungan Universitas Jember dan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Laporan ini disusun melalui berbagai tahap baik dari pencarian bahan, text book dan
dari beberapa referensi yang penulis dapat lainnya. Makalah ini tidak mungkin terwujud
tanpa adanya komitmen dan kerjasama yang harmonis diantara para pihak yang terlibat. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. drg. Agus Sumono, M.Kes
Akhirnya tiada suatu usaha yang besar dapat berhasil tanpa dimulai dari usaha yang
kecil. Semoga makalah ini bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Universitas Jember sendiri
dan di ,luar lingkungan Universitas Jember. Sebagai penanggung jawab dan pembuat
makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan serta
pemyempurnaan lebih lanjut pada masa yang akan datang.

Jember, 24 Desember 2013

Penulis
SKENARIO

Seorang dokter gigi praktek sore telah bekerja selama 15 tahun mempunyai pasien
yang banyak. Tiap hari rata-rata jumlah pasien yang berkunjung sekitar 15 orang. Semua
kegiatan perawatan gigi pasien dia tangani sendiri. Beberapa hari yang lalu dokter gigi
tersebut mengeluhkan adanya kelainan di daerah punggung, leher, dan pergelangan
tangannya. Dia merasakan sakit yang luar biasa, bahkan dia tidak bisa beraktivitas secara
normal seperti biasa. Hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa dia mengalami
musculoskeletal disorders karen adokter gigi bekerja tidak secara ergonomi. Saran dari dokter
yang merawatnya agar dalam bekerja merawat pasien dibantu oleh asisten sehingga bekerja
secara four handed dentistry.
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah penyakit yang


menimbulkan rasa nyeri berkepanjangan. Seseorang yang menderita gangguan
muskuloskeletal merasakan keluhan mulai dari yang ringan sampai berat jika ototmenerima
beban statis secara berulang dan dalam kurun waktu yang lama. Timbulnya gangguan
muskuloskeletal ini terkait dengan kondisi lingkungan kerja dan cara kerja mendukung
sehingga dengan kondisi seperti ini dapat menyebabkan kerusakan pada otot, syaraf, tendon,
persendian, kartilago, dan diskus vertebralis.

Gangguan muskuloskeletal yang kerap terjadi pada praktisi kesehatan. Hal ini terjadi
akibat posisi tubuh sewaktu bekerja kurang ergonomis dan terjadi dalam waktu yang lama
serta berulangulang. Di antara praktisi kesehatan yang rentan dalam menghadapi adanya
ancaman gangguan muskuloskeletal adalah dokter gigi. Secara umum jenis pekerjaan dokter
gigi ditandai dengan adanya posisi tubuh yang statis dan kaku dalam melakukan perawatan
terhadap pasien. Pasien yang dirawat di atas kursi gigi menyebabkan seorang dokter gigi
harus duduk atau berdiri membungkuk dalam waktu lama. Posisi tubuh seperti ini
menyebabkan dokter gigi yang berpraktik sering mengalami rasa sakit atau rasa tidak nyaman
di daerah leher, bahu dan tulang punggung sehingga dapat mengakibatkan antara lain
gangguan muskuloskeletal yang berupa nyeri punggung bagian bawah (lower back pain).

Ergonomik berasal dari bahasa Yunani yaitu ergon berarti kerja dan nomos berarti
hukum. Definisi ergonomik menurut Occupational Safety and Health Administration
(OSHA) adalah hubungan manusia dengan lingkungan kerja yang tidak mengakibatkan suatu
gangguan. Secara garis besarnya ergonomik berarti terciptanya sistem kerjayang sehat, aman,
dan nyaman bagi manusia. Pada dasarnya kondisi ergonomik sangat menguntungkan karena
dapat mencegah terjadinya gangguan muskuloskeletal dan dapat mengurangi kesalahan yang
dapat mengakibatkan cedera pada para pekerja.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja dampak dari bekerja tidak menerapkan sistem ergonomi?


2. Bagaimana manajemen tata ruang praktek dokter gigi?

1.3 Tujuan

1. Mampu menjelaskan dampak dari bekerja tidak menerapkan sistem ergonomi


2. Mampu menjelaskan manajemen tata ruang praktek dokter gigi
PEMBAHASAN

2.1 Dampak dari Bekerja Tidak Menerapkan Sistem Ergonomi

Musculosceletal disorder

Musculoskeletal disorders (MSDs) juga dikenal dengan nama lain, diantaranya:

1. Repetitive Strain Injuries (RSIs);

2. Cumulative Trauma Disorders (CTDs);

3. Overuse Injuries;

4. Repetitive Motion Disorders;

5. Work-related Musculoskeletal Disorders (WMSDs).

Gangguan muskuloskeletal (musculoskeletal disorders) adalah suatu kumpulan


gangguan atau cedera yang mengenai sistem muskuloskeletal. Umumnya gejala
timbulnya gangguan muskuloskeletal terlihat dalam berbagai bentuk sehingga hal
inilah yang menyebabkan sulitnya mengidentifikasi penyebab awal. Rasa sakit atau
gangguan muskuloskeletal ini biasanya dikaitkan dengan pekerjaan seseorang yang
disertai adanya rasa tidak nyaman pada tangan, lengan, bahu, leher dan tulang
punggung akibat posisi saat bekerja dengan postur tubuh yang tetap selama bekerja.
Gangguan muskuloskeletal dapat terjadi pada dokter gigi dikarenakan saat
melakukan perawatan pasien berada dalam posisi berdiri, duduk atau membungkuk.
Gangguan muskuloskeletal dapat disebabkan oleh tekanan fisik maupun psikis.
Adapun faktor penyebab gangguan muskuloskeletal sangat sulit untuk
ditentukan, namun perlu diketahui bahwa belum tentu suatu faktor risiko akan
menjadi penyebab. Banyak faktor yang menjadi penyebab dan lamanya waktu dari
mulai terjadinya faktor risiko sampai timbulnya gangguan muskuloskeletal. Namun
besar kecilnya derajat faktor risiko dapat menunjukkan timbulnya gangguan
muskuloskeletal.
Faktor risiko tersebut meliputi adanya pengulangan gerakan yang terus
menerus; kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan
menimbulkan rasa nyeri; tekanan mekanis yang disebabkan oleh cedera akibat benda
tajam, peralatan atau instrumen; sikap kerja selama melakukan pekerjaan; getaran
akibat penggunaan peralatan dengan frekuensi getar di atas 5.000 Hz; suhu udara yang
tidak nyaman; dan tekanan yang disebabkan oleh keadaan luar.
Faktor risiko lainnya meliputi usia, penyakit tertentu, dan aktivitas lainnya di
luar pekerjaan. Selain itu dari beberapa penelitian, diketahui bahwa ada hubungan
faktor risiko penyebab gangguan muskuloskeletal dengan rancangan kursi dokter gigi,
kursi asisten, pasien, teknik kerja dan pencahayaan.
Tubuh manusia adalah dinamis dan dirancang untuk dapat melakukan gerakan,
hal ini tidak akan berfungsi secara optimal kecuali jika sendi dan otot bergerak secara
teratur. Bila seseorang duduk agak lama, maka posisi ini akan menekan discus
spinalis, mengurangi cairan di sendi dan menurunkan aliran darah dan nutrisi ke
discus spinalis. Perubahan ini menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak, dan
bilamana berlangsung lama maka dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
muskuloskeletal.
Hal inilah yang sering terjadi pada dokter gigi selama melakukan perawatan
pada pasien, dan kadang-kadang tidak disadari dokter gigi tersebut. Untuk
menghindari posisi duduk yang terlalu kaku, operator perlu senantiasa secara teratur
mengubah posisi kerja. Perubahan posisi ini akan memindahkan beban kerja dari satu
otot ke otot yang lain, serta memungkinkan otot beristirahat dan mengisi kembali
nutrisi ke otot yang digunakan tersebut. Perubahan posisi berdiri, kemudian duduk
atau sekali-kali meregangkan otot yang tegang akan sangat bermanfaat dalam usaha
pencegahan terjadinya gangguan muskuloskeletal.
Posisi yang fleksibel merupakan bagian integral dalam usaha pencegahan dan
kontrol sakit bagi dokter gigi yang paling sering mengalami peradangan dan
kehilangan oksigen akibat kontraksi yang statis dan menetap. Posisi dokter gigi saat
melakukan perawatan pada pasien dapat menyebabkan kontraksi otot secara terus
menerus yang menghasilkan suatu pola ketidakseimbangan otot yang merupakan ciri
khas yang terjadi pada profesi dokter gigi.

Gejala Musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat


maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada 3 tahap terjadinya
MSDs yang dapat diidentifikasi yaitu:
Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak berpengaruh
pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;

Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performance kerja;

Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika
bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk melakukan pekerjaan,
kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.

Jenis-jenis keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) antara lain:

a. Sakit Leher

Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai leher,
peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku leher. Pengguna
komputer yang terkena sakit ini adalah pengguna yang menggunakan gerakan
berulang pada kepala seperti menggambar dan mengarsip, serta pengguna dengan
postur yang kaku;

b. Nyeri Punggung

Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri


punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme otot. Nyeri
punggung juga dapat disebabkan oleh tegangan otot dan postur yang buruk saat
menggunakan komputer;

c. Carpal Tunnel Syndrome

Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan dan pergelangan tangan


yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas
berulang yang menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini
antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang
penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan penekanan
pada nervus medianus;

d. De Quervains Tenosynovitis
Penyakit ini mengenai pergelangan tangan, ibu jari, dan terkadang lengan
bawah, disebabkan oleh inflamasi tenosinovium dan dua tendon yang berasa di ibu
jari pergelangan tangan. Aktivitas berulang seperti mendorong space bardengan ibu
jari, menggenggam, menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi
pada tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari lengan
bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah;

e. Thoracic Outlet Syndrome

Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu, lengan, dan tangan yang


ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa pada daerah tersebut. Terjadi jika
lima saraf utama dan dua arteri yang meninggalkan leher tertekan. Thoracic Outlet
Syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan diatas atau maju kedepan.
Pengguna komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang
dalam menggunakan keyboard dan mouse;

f. Tennis Elbow

Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendon yang
berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan tangan.Tennis
elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada tendon ekstensor.

g. Low Back Pain

Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal yaitu L4 dan
L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan maka
akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini berhubungan dengan posisi duduk yang
janggal, kursi yang tidak ergonomis, dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan
antopometri pekerja.

Pencegahan Gangguan Muskuloskeletal

Usaha pencegahan gangguan muskuloskeletal dengan sistem ergonomik bukan


saja terbatas pada perbaikan posisi dan postur dokter gigi saat melakukan perawatan
pada pasien, namun juga melibatkan peralatan di ruang perawatan dan bagaimana
dokter gigi bekerja secara bebas di dalam suatu ruang yang sempit. diantaranya:

1) Peralatan Ergonomik
Peralatan yang ergonomik membantu operator dan asisten dapat bekerja
dengan posisi dan postur tubuh, lengan dan bahu yang baik agar selama melakukan
perawatan yang membutuhkan waktu yang panjang dan posisi tubuh yang menetap.

Peralatan seperti kursi dokter gigi, kursi asisten dan dental unit menunjang
tubuh dari kemungkinan terjadinya ketegangan otot yang dapat menyebabkan
gangguan muskuloskeletal.

2) Operating Stool: adalah kursi yang digunakandokter gigi.

- Bentuk tempat duduk yang membantu tubuh dalam posisi yang benar dengan
spinal yang tegak dan dekat dengan kursi gigi.

- Bentuk sandaran yang mendukung punggung agar otot punggung bagian


bawah tetap tegak dan lengkungannya dipertahankan.

- Sandaran lengan dirancang untuk mengurangi tekanan dan kelelahan pada


otot-otot punggung bagian atas, leher dan bahu dengan membentuk sudut tegak lurus
terhadap siku lengan dokter gigi.

3) Operator Table: adalah meja dari kursi dental yang memungkinkan


pergerakan posisi vertikal dan horisontal, sehingga dapat disesuaikan dengan posisi
operator berada.

- Kursi dental dengan sandaran kepala dan belakang yang lebar serta tebal
akan menyulitkan operator bekerja lebih dekat dengan pasien, sehingga cenderung
membungkuk ke arah pasien.

- Kursi dental yang ergonomik adalah dengan sandaran kepala yang sempit
dan tipis. Bentuk demikian memungkinkan operator meletakkan tangannya dengan
mudah di bawah pasien, memudahkan pandangan ke daerah operasi, dan tetap
mempertahankan postur yang optimal.

4) Dental-loupe: adalah alat bantu lihat yang dapat memperbesar obyek yang
dilihat sehingga memungkinkan dokter gigi dapat duduk lebih nyaman dengan postur
leher dan bahu yang optimal.

- Pembesaran paling kurang dua kali sudah cukup menghasilkan jarak


penglihatan yang baik dengan posisi pasien.
- Pembesaran yang lebih tinggi ditambah dengan sistem pencahayaan yang
optimal dapat meningkatkan efisiensi penglihatan yang lebih rinci dan tidak ada
hambatan bayangan pada daerah operasi.

5) Handpiece/ultra sonic scaler/endodontic

- Permukaan handpiece yang halus.

- Tangkai handpiece membentuk sudut 15o dengan permukaan daerah kerja.

- Jarak minimal 26 mm dari ujung handpiece yang masuk di dalam mulut


pasien sampai ke tangkai yang bersudut.

- Peralatan tersebut diharapkan ringan dan tidak terlalu besar diameternya.

6) Dental light

Dental light yang dianjurkan adalah jangan terlalu besar dan lebar, pilih yang
sempit dan fokus hanya pada mulut pasien dan tidak menghasilkan bayangan yang
mengganggu. Lebih dianjurkan menggunakan dental light dengan sensor, atau
monitor untuk lampu ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai tanpa harus
memegang tangkai lampu.

Pada dental unit yang dirancang dengan sistem ergonomik, tombol untuk
menyalakan dan memadamkan dental light sudah menyatu pada meja kursi dental dan
pada assistant console, sehingga mudah dijangkau. Operator tidak perlu lagi
menyentuh tombol dental light untuk mengatur posisinya.

2.2 Manajemen Tata Ruang Praktek Dokter Gigi

Tata letak ruang praktik dokter gigi adalah proses alokasi ruangan, penataan ruangan
dan peralatan sedemikian rupa sehingga pergerakan berlangsung seminimal mungkin, seluruh
ruangan termanfaatkan dan menciptakan rasa nyaman pada operator yang kerja serta pasien
yang menerima pelayanan.

2.1.2 Desain

Jalur Kerja Dan Pergerakan


Dalam konsep Four Handed Dentistry dikenal konsep pembagian zona kerja disekitar
Dental Unit yang disebut Clock Concept. Bila kepala pasien dijadikan pusat dan jam 12
terletak tepat di belakang kepala pasien, maka arah jam 11 sampai jam 2 disebut Static Zone,
arah jam 2 sampai jam 4 disebut Assistens Zone, arah jam 4 sampai jam 8 disebut Transfer
Zone, kemudian dari arah jam 8 sampai jam 11 disebut Operators Zone sebagai tempat
pergerakan Dokter Gigi

Clock Concept (Nusanti, 2000)

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta
tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak (Mobile
Cabinet) yang berisi Instrumen Tangan serta peralatan yang dapat membuat takut pasien.
Assistants Zone adalah zona tempat pergerakan Perawat Gigi, pada Dental Unit di sisi ini
dilengkapi dengan Semprotan Air/Angin dan Penghisap Ludah, serta Light Cure Unit pada
Dental Unit yang lengkap. Transfer Zone adalah daerah tempat alat dan bahan dipertukarkan
antara tangan dokter gigi dan tangan Perawat Gigi. Sedangkan Operators Zone sebagai
tempat pergerakan Dokter Gigi.

Selain pergerakan yang terjadi di seputar Dental Unit, pergerakan lain yang perlu
diperhatikan ketika membuat desain tata letak alat adalah pergerakan Dokter Gigi, Pasien,
dan Perawat Gigi di dalam ruangan maupun antar ruangan. Jarak antar peralatan serta dengan
dinding bangunan perlu diperhitungkan untuk memberi ruang bagi pergerakan Dokter Gigi,
Perawat Gigi, dan Pasien ketika masuk atau keluar Ruang Perawatan, mengambil sesuatu dari
Dental Cabinet, serta pergerakan untuk keperluan sterilisasi.

Pergerakan dalam Ruang Pemeriksaan (Kilpatrick, 1974)

Tata Letak Penempatan Alat

Prinsip utama dalam desain tata letak penempatan alat kedokteran gigi adalah prinsip
ergonomis, yaitu menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan
baik dalam beraktivitas maupun istirahat dengan kemampuan dan keterbatasan manusia, baik
fisik maupun mental sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik. Tata
letak hanyalah salah satu faktor dalam ergonomis, banyak faktor lain yang merupakan unsure
ergonomis seperti desain warna, pencahaaan, suhu, kebisingan, dan kualitas udara ruangan,
serta desain peralatan yang digunakan.

Ruang Periksa adalah ruang utama dalam praktek dokter gigi, tata letak peralatan
dalam ruangan ini berorientasi memberi kemudahan dan kenyamanan bagi Dokter Gigi,
Perawat Gigi, berserta Pasiennya ketika proses perawatan dilakukan. Ukuran minimal Ruang
Perawatan untuk satu Dental Unit adalah 2,5 X 3,5 Meter, dalam ruangan ini dapat
dimasukan satu buah Dental Unit, Mobile Cabinet, serta dua buah Dental Stool. Unsur
penunjang lain dapat turut dimasukan seperti audio-video atau televisi untuk hiburan pasien
yang sedang dirawat.
Perhatian pertama dalam mendesain penempatan peralatan adalah terhadap Dental
Unit. Alat ini bukan kursi statis tetapi dapat direbahkan dan dinaik-turunkan. Pada saat posisi
rebah panjang Dental Unit adalah sekitar 1,8-2 Meter. Di belakang Dental Unit diperlukan
ruang sebesar 1 Meter untuk Operators Zone dan Static Zone, oleh karena itu jarak ideal
antara ujung bawah Dental Unit dengan dinding belakang atau Dental Cabinet yang
diletakkan di belakang adalah 3 Meter; sementara jarak antara ujung bawah Dental Unit
dengan dinding depan minimal 0,5 Meter. Dental Unit umumnya memiliki lebar 0,9 Meter,
bila Tray dalam kondisi terbuka keluar maka lebar keseluruhan umumnya 1,5 Cm. Jarak dari
tiap sisi minimal 0,8 Meter untuk pergerakan di Operators Zone dan Asistants Zone.

Mobile Cabinet sebagai tempat menyimpan bahan dan alat yang akan digunakan pada
saat perawatan diletakan di Static Zone. Zona ini tidak akan terlihat oleh pasien dan terletak
dianatara Operators Zone dan Assistant Zone sehingga baik Dokter Gigi maupun Perawat
Gigi akan dengan mudah mengambil bahan maupun alat yang diperlukan dalam perawatan.
Bila Mobile Cabinet lebih dari satu, maka Mobile Cabinet kedua diletakan di Operators
Zone.

Alat besar terakhir yang berada di Ruang Perawatan adalah Dental Cabinet sebagai
tempat penyimpanan utama bahan maupun alat kedokteran gigi. Umumnya berbentuk buffet
setengah badan seperti Kitchen Cabinet dengan ketebalan 0,6-0,8 Meter. Bila hanya satu sisi,
lemari ini ditempatkan di Static Zone, sedangkan bila berbentuk L, ditempatkan di Static
Zone dan Assistants Zone. Keberadaan Dental Cabinet akan menambah luas ruangan yang
diperlukan untuk menempatkannya.
2.1.3 Syarat

Syarat Tata Ruang Dental Office :

1. Temperatur

Temperatur ideal ruang receptionis sebaiknya 72 F


Temperatur ideal untuk ruang klinisi lebih rendah yaitu 68F sampai 70F karena
ruangb tersebut tertutup dan memiliki penerangan yang hangat
Pergantian udara sebaiknya konstan

2. Pencahayaan

Pada ruangan reseptionis pencahayaan yang lebih decorative dipilih, misalnya meja,
floor lamps yang cukup untuk membaca
Ruang bisnis, laboratorium dan ruang sterilisasi sebaiknya menggunakan fluorescent
lighting yang memilki radiasi yang sedikit panas
Pencahayaan tambahan dibutuhkan di ruang klinisi untuk prosedur dan di
laboratorium

3. Wall dan floor covering

Penggunaan warna yang menenangkan, relaxing, dan tidak terkesan terlalu ramai
Wall covering termasuk cat wallpaper atau keduanya
Pemilihan floor covering dengan karpet yang tahan lama cocok untuk ruang
reseptionis, administrative dan dentists private office
Material untuk control infeksi seperti vinyl cocok untuk ruang sterilisasi
4. Traffic control

Perabot ruangan sebaiknya ditata sedemikian rupa sehingga ketika pasien masuk ke
dalam klinik akan menimbulkan kesan yang nyaman
Ruangan yang trepisah sebaiknya disediakan untuk pasien yang akan check in dan
check out
Di bagian belakang klinik sebaiknya didesain untuk kemudahan masuknya dan
keluarnya dental team tanpa timbul kekacauan

5. Sound control

Ruang praktik sebaiknya meminimalkan suara dari ruang yang satu dengan yang lain
Music sebaiknya diputar untuk mengalihkan perhatian

6. Privacy

Ruang khusus membutuhkan privasi


Ruang administrative sebaiknya didesain dengan privasi yang baik khususnyua jika
pasien akan mendiskusikan masalah keuangan dengan staff bisnis

7. Ruangan

Pada dental office sebaiknya memillih ruangan : reception area, sterilization area,
administrative area, clinical treatment area, the dentists private office, dental
laboratory

Kriteria fisik yang harus dipertimbangkan ketika merancang peralatan gigi :

1. Peralatan gigi harus sesuai dengan berbagai pasien

2. Interval penyesuaian ketinggian

3. Peralatan gigi harus memungkinkan penempatan peralatan lainnya

4. Warna, bentuk, tekstur, dan arah gerakan yang diperlukan untuk beroperasi yang dipilih
dalam batas kapasitas manusia
DAFTAR PUSTAKA

Arief Cahyanto. Makalah: Aspek Ergonomik di Bidang Kedokteran Gigi. Fakultas


Kedokteran Gigi, Universitas Padjadjaran. Bandung. 2003.
Bethany Valachi and Keith Valachi. Mechanisms Leading to Musculoskeletal Disorders in
Dentistry. Jam Dent Assoc, Vol. 134 No. 10. 2003. p. 1344-1350.
Finkbeinr BL. Four-handed Dentistry Revisited. J Contemp Dent Pract 2000; 1(4):3-5.
Lederas S, Felsenfeld AL, Ergonomic and the Dental Office: an overview and consideration
of regulatory influence. J Calif Dent Assoc (online) 2002. Available from
http://www.cda.org/member/pubs/journal/regu latory.html.
Manji I. Designing Better Dentistry: The Ergonomic Approach. J Can Dent Assoc 1992;
58(3):172-3.
Mito RS, Fernandez K. Why is Ergonomic An Issue In Dentistry? J Calif Dent Assco (online)
2002. Available from http://www.cda.org/member/puns/journal/introduction.html.
Pargali, N. Jowkar, N. Prevalence of Musculoskeletal Pain Among Dentists in Shiraz,
Southern Iran. www.theijoem.com/ijoem/index.php/ijoem/artic le/download/26/59. International
Journal of Occupational and Environmental Medicine. Vol. 1 No. 2. 2010.
Rahmaniyah Dwi Astuti. Analisa Pengaruh Aktivitas Kerja dan beban Angkat Terhadap
Kelelahan Muskuloskeletal. Gema Teknik, No. 2. Tahun X, Juli 2007.

Anda mungkin juga menyukai