Terapi Antiretroviral Pada Anak PDF
Terapi Antiretroviral Pada Anak PDF
ABSTRAK
Infeksi HIV menjadi penyebab yang bermakna terhadap kematian dan kesakitan di dunia saat
ini, dengan estimasi 2,3 juta anak hidup dengan HIV sampai tahun 2005. Perkembangan
Meskipun terapi tersebut tidak bersifat menyembuhkan dan disertai kemungkinan efek
samping serta resistensi obat, namun terapi antiretroviral secara dramatis telah menurunkan
tingkat kesakitan dan kematian serta memperbaiki kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS.
Obat-obat antiretroviral yang digunakan pada anak terbagi dalam: nucleoside reverse
protease inhibitor (PI), and fusion inhibitor. Penggunaan terapi kombinasi obat antiretroviral
terbukti secara efektif mengendalikan progresivitas penyakit oleh karena HIV dan
ABSTRACT
HIV infection continues to be a significant cause of disability and death worldwide, with an
estimated 2.3 million children living with HIV in 2005. The advent of potent antiretroviral
therapy (ART) led to a revolution in the care of patients with HIV/AIDS. Although the
treatments are not a cure and present new challenges with respect to side effects and drug
resistance, they have dramatically reduced rates of childhood mortality and morbidity, and
have improved the quality of life of people with HIV/AIDS. These medications divided into
inhibitors (NNRTIs), protease inhibitors (PIs), and fusion inhibitors. The use of combinations
1
of antiretroviral drugs has proven remarkably effective in controlling the progression of
PENDAHULUAN
merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia
saat ini. HIV adalah sebuah retrovirus ribonucleic acid (RNA) yang menginfeksi limfosit
Cluster Differentiation 4 (CD4), makrofag, dan sel-sel dendritik. Infeksi HIV akan
menyebabkan orang yang terinfeksi menjadi rentan terhadap berkembangnya infeksi dan
neoplasma.1 Infeksi HIV semakin hari semakin menjadi masalah bagi kesehatan anak karena
Distribusi kasus HIV/AIDS semakin merata mulai dari kelompok homoseksual dan
heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan sampai pada lapisan masyarakat terbawah
yaitu rumah tangga. Cara penularan HIV dulu diketahui terbanyak penularannya melalui
hubungan seksual, namun saat ini risiko utama anak terinfeksi HIV adalah penularan yang
terjadi dari ibu yang menderita HIV/AIDS kepada anaknya. Distribusi yang luas HIV/AIDS
akan menimbulkan implikasi yang luas pada berbagai sektor kehidupan masyarakat.3
diupayakan sebagai langkah awal dalam penanggulangan HIV/AIDS, namun apabila seorang
anak telah menderita HIV/AIDS maka upaya pengobatan merupakan pilihan utama untuk
menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak dengan HIV/AIDS. Data di Amerika
Serikat menyebutkan terjadi penurunan dramatis terhadap tingkat kematian, angka kesakitan,
2
peningkatan kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS, karena ketersediaan terapi antiretroviral
aktifitas tinggi.2,4 Prinsip utama terapi antiretroviral adalah menghambat replikasi virus
sepenuhnya dan selama mungkin dengan berupaya menghindari toksisitas yang mungkin
ditimbulkannya.1
anak yang dengan HIV/AIDS belum begitu banyak dimengerti. Melalui tulisan ini diharapkan
EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 diperkirakan terdapat
sekitar 2,3 juta anak yang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada akhir tahun 2005.5
Penderita HIV/AIDS yang terdeteksi di Indonesia sungguh jauh dari kenyataan yang
sebenarnya. Secara kumulatif, pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dari tahun 1987 sampai
dengan Maret 2006 di Indonesia terdiri dari 4333 dengan infeksi HIV dan 5823 kasus AIDS.6
Setelah seorang anak terinfeksi HIV, infeksi awal HIV terjadi ketika virion berikatan dengan
reseptor spesifik pada sel inang. Limfosit CD4 dan makrofag merupakan sel-sel target primer
dari HIV. Glikoprotein gp120 pada selubung permukaan virus berikatan dengan sel limfosit
tersebut dengan afinitas yang kuat. Ikatan gp120 terhadap CD4 sendiri tidak cukup
Beberapa reseptor kemokin terutama reseptor CCR5 dan CXCR4 berperan sebagai reseptor
sekunder yang memfasilitasi proses masuknya virus. Peran reseptor-reseptor kemokin ini
sebagai ko-faktor dalam masuknya virus memperjelas pengertian mengenai proses masuknya
virus. Baik makrofag maupun limfosit T memerlukan ko-reseptor, dimana makrofag CCR5
merupakan ko-reseptornya, sedangkan CXCR4 merupakan ko-faktor bagi sel T. Terapi yang
3
dikembangkan saat ini bertujuan untuk menghambat fungsi kemokin tersebut sehingga
Setelah melekat pada sel target, selubung virus kemudian berfusi dengan membran sel
inang sehingga virus dapat masuk. Fusi ke membran ini difasilitasi oleh interaksi dengan
protein selubung gp41. Penghambat fusi (Fusion inhibitor) dikembangkan dengan tujuan yang
spesifik yaitu menghambat peran yang diperantarai gp41 dalam proses fusi. T-20 (Fuzeon)
adalah penghambat fusi gp41 yang baru saja disetujui badan pengawas obat Amerika.
Terdapat beberapa obat yang masih dalam tahap penelitian dengan target pada gp120, gp41,
Setelah protein selubung virus berfusi dengan sel inang, virion HIV mengalami
internalisasi, RNA virus (2 rantai tunggal tiap virion) kemudian diubah oleh enzim reverse-
transcriptase virus. Enzim ini memfasilitasi produksi rantai deoxyribonucleic acid (DNA)
komplementer yang akan menjadi rantai ganda dan dibawa ke inti sel inang. Rantai ganda
DNA berikatan pada komplek pre-integrasi yang ditransfer melewati pori-pori inti sel dan
kemudian ditranslokasikan pada tempat yang berdekatan dengan genom sel inang. Tiruan
rantai ganda DNA kemudian diintegrasikan ke dalam genom sel inang. Langkah ini
membutuhkan derivat enzim yaitu enzim integrase virus. Enzim reverse-transcriptase adalah
polimerase DNA yang bergantung RNA yang berperan dalam memulai sintesis rantai DNA
dari RNA yang kemudian dicerna oleh RNA-ase virus. Enzim reverse-transcriptase ini rentan
membuat kesalahan, di samping hal tersebut virus HIV juga kurang memiliki histon khusus
pasang basa yang salah selama replikasi HIV. Ketidakakuratan dalam proses pengkodean ini
mengakibatkan variasi urutan nukleotida yang bervariasi antar strain yang menyebabkan
4
integrase HIV merupakan tujuan berikutnya dari penelitian yang dilakukan untuk mengatasi
infeksi HIV.1,7-9
Aktivasi sel inan menghasilkan RNA HIV baru, yang sebagian ditranslasikan menjadi
genom dan sebagian ditranslasikan menjadi poliprotein HIV. Poliprotein ini dipecah oleh
enzim virus menjadi komponen pengatur dan struktural yang kemudian berada disekitar RNA
HIV genom yang muncul dari sel inang. Enzim protease HIV berperan menyelesaikan
pemecahan poliprotein menjadi protein yang berfungsi secara penuh sehingga menghasilkan
virion HIV baru yang matur dan infeksius. Langkah terakhir ini merupakan langkah yang
penting dalam infeksi HIV dan merupakan target dari obat antiretroviral yaitu sebagai
Siklus hidup dan tempat aksi obat antiretroviral terlihat pada gambar 1 di bawah ini:
Gambar 1. Siklus hidup virus HIV tipe-1 dan tempat aksi obat terapi antiretroviral7
5
DIAGNOSIS INFEKSI HIV PADA BAYI DAN ANAK
Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak memerlukan tes diagnostik untuk
untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak di bawah usia 18 bulan. Tes awal
direkomendasikan mulai diperiksa saat usia bayi 6 minggu berupa pemeriksaan PCR DNA
HIV, PCR RNA HIV, dan Up24Ag. Tes antibodi HIV direkomendasikan penggunaannya
untuk: (1) mendiagnosis infeksi HIV pada ibu atau mengidentifikasi pajanan HIV pada anak,
(2) mendiagnosis infeksi HIV pada anak usia 18 bulan ke atas, (3) mengidentifikasi anak usia
di bawah 18 bulan yang mempunyai antibodi HIV positip dan mendukung diagnosis
presumtif klinis penyakit HIV berat, (4) menyingkirkan infeksi HIV dimana antibodi HIV
negatip pada anak usia di bawah 18 bulan yang terpajan dan tidak pernah diberi ASI, dan (5)
menyingkirkan infeksi HIV dimana antibodi HIV negatip pada anak di bawah usia 18 bulan
yang terpajan HIV dan tidak meneruskan pemberian ASI lebih dari 6 minggu.10,11
Sampai saat ini terdapat 21 jenis obat antiretroviral yang diakui penggunaannya pada orang
dewasa dengan HIV. Dua belas di antaranya disetujui penggunaannya pada anak. Obat-obat
ini terbagi dalam 5 kelas yang berbeda yaitu nucleoside reverse transcriptase inhibitors
zidovudin (ZDV, AZT), didanosin (ddI), stavudin (d4T), lamivudin (3TC), emtricitabin
6
Golongan nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NtRTI) yang tersedia hanya
(NRTI) karena mengandung sebuah gugus fosfat (sehingga fosforilasi awal yang dibutuhkan
untuk aktivasi NRTI tidak dilalui prosesnya). Akan tetapi, obat ini baru disetujui
penggunaannya pada individu berusia lebih dari 18 tahun, dan penggunaannya pada anak
yaitu: delavirdin (DLV), efavirenz (EFV), dan nevirapin (NVP). Obat yang sudah digunakan
Golongan protease inhibitors (PI) yang tersedia yaitu: nelfinavir (NFV), ritonavir
direkomendasikan dengan pertimbangan pada anak-anak yang sudah dapat menelan kapsul.
Saquinavir (SQV/r), atazanavir, fosamprenavir, dan tipranavir tidak digunakan pada anak-
pada pasien dengan infeksi HIV pada usia lebih dari 6 tahun karena pada umur di bawah
untuk pengobatan HIV-1. Golongan obat NRTI adalah penghambat kuat enzim reverse-
transcriptase dari RNA menjadi DNA yang terjadi sebelum penggabungan DNA virus dengan
kromosom sel inang. Obat ini membutuhkan enzim kinase sel untuk membentuk zat aktifnya
melalui proses fosforilasi intraseluler. Aksi obat yang sudah difosforilasi adalah menghambat
7
secara kompetitif enzim reverse-transcriptase virus dan mengakhiri proses elongasi DNA
virus selanjutnya. Oleh karena obat-obat ini beraksi pada tahap sebelum integrasi dalam siklus
hidup virus, obat ini hanya sedikit berefek pada sel yang sudah terinfeksi secara kronis di
Golongan protease inhibitor (PI) menghambat enzim protease HIV yang dibutuhkan untuk
memecah prekursor poliprotein virus dan membangkitkan fungsi protein virus. Enzim
protease penting pada tahap replikasi virus yang terjadi setelah transkripsi DNA virus ke
RNA dan translasi ke dalam protein virus. Karena golongan PI beraksi pada langkah setelah
integrasi dalam siklus virus, maka golongan obat ini efektif dalam menghambat replikasi baik
Golongan obat ini menghambat masuknya virus HIV tipe 1 (HIV-1) ke dalam sel target pada
orang yang terinfeksi. Obat ini secara spesifik mencegah fusi glikoprotein transmembran gp41
8
Proses pengambilan keputusan memulai terapi antireroviral pada anak didasarkan pada
penilaian secara klinis dan imunologis, serta lingkungan sosial anak yang memerlukan
terapi.11 Klasifikasi klinis pada penyakit yang terkait infeksi HIV pada anak tercantum di
bawah ini. Klasifikasi klinis ini digunakan saat infeksi HIV sudah terkonfirmasi.11,13
Sistem klasifikasi penyakit yang terkait infeksi HIV pada anak menurut WHO11,13
1. Stadium klinis I
Asimtomatik
2. Stadium Klinis II
Angularis Cheilitis
Herpes Zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorea, sinusitis,
tonsilitis)
Status malnutrisi sedang yang tidak berespon secara adekuat terhadap terapi standar
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih)
9
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (di atas 37,50 C, intermiten atau konstan,
Tuberkulosis kelenjar
Tuberkulosis paru
Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8,0 g/dl), netropenia (< 500/mm3), dan/atau
4. Stadium Klinis IV
Status gizi buruk atau perawakan pendek yang tidak berespon terhadap terapi standar
Pneumonia pneumositis
Infeksi bakterial berulang yang berat (seperti: empiema, piomiositis, infeksi tulang dan
Infeksi herpes simpleks kronis (kutaneus atau orolabial lebih dari 1 bulan atau viseral
di lokasi manapun)
Tuberkulosis ekstrapulmonal
Sarkoma kaposi
10
Kriptokokokis ekstrapulmonal (termasuk meningitis)
Ensefalopati HIV
Isosporiasis kronis
Status imunodefisiensi anak juga diperlukan bila akan memulai terapi antiretroviral
pada anak. Klasifikasi WHO mengenai status imunodefisiensi anak tercantum dalam tabel 1
di bawah ini.11,13
Tabel 1. Klasifikasi WHO status imunodefisiensi terkait HIV pada bayi dan anak11,13
11
Bayi dan anak-anak yang terbukti terinfeksi HIV harus memulai terapi antiretroviral
Status penyakit secara klinis stadium 3 (tanpa memandang nilai CD4, walaupun
pneumonitis interstisial limfoid, oral hairy leukoplakia. Memulai ART ditunda bila
CD4 tersedia dan di atas nilai ambang yang ada untuk memulai ART.
Status penyakit secara klinis stadium 2 dan CD4 atau nilai total limfosit di bawah nilai
ambang.
Status penyakit secara klinis stadium 1 dan nilai CD4 di bawah nilai ambang.
Bila tes virologis tidak tersedia, bayi dan anak-anak yang memiliki antibodi HIV
positip di bawah usia 18 bulan harus dipertimbangkan memulai ART jika terdiagnosis secara
Terapi kombinasi direkomendasikan pada semua bayi, anak, dan remaja. Dibandingkan
Tantangan utama terapi adalah mengoptimalkan kombinasi obat yang bersifat toksik
dan komplek untuk mengendalikan replikasi virus dan disaat yang sama memperbaiki jumlah
sel CD4. Parameter jumlah virus (viral load) dan hitung sel CD4 secara universal digunakan
sebagai faktor prognostik jangka menengah terhadap luaran terapi jangka panjang.10
WHO sendiri merekomendasikan regimen antiretroviral lini pertama untuk bayi dan
anak yaitu: zidovudin (AZT) atau stavudin (d4T) atau abacavir (ABC) + lamivudin (3TC) +
12
nevirapin (NVP) atau efavirens (EFV). Pilihan NNRTI bila usia < 3 bulan atau berat < 10 kg
adalah NVP, dan bila usia > 3 tahun atau berat badan > 10 kg, NVP atau EFV.9,11
Direkomendasikan pula regimen ARV alternatif yang menggunakan tiga obat golongan NRTI
Perubahan terapi antiretroviral bila didapatkan keadaan-keadaan seperti: (1). Kegagalan dari
klinis, imunologik atau virologis. (2). Bila didapatkan toksisitas atau intoleransi terdapat
regimen yang diberikan. (3). Bila terdapat data baru yang menunjukkan obat atau regimen
mengenai cara memberikan obat yang benar. Penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan
meminum obat harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum memulai pengobatan dengan obat
yang baru.10,11
Pertimbangan klinis untuk mengubah terapi didasarkan pada kriteria klinis yang
terjadi setelah menerima terapi antiretroviral yaitu: (1). Adanya penurunan perkembangan
neurologis yang berat. Gangguan tersebut meliputi adanya dua atau lebih gangguan berupa
gangguan pertumbuhan otak, penurunan fungsi kognitif yang diketahui melalui tes
psikometrik, atau disfungsi motorik secara klinis. (2). Kegagalan pertumbuhan (penurunan
yang persisten pertumbuhan berat badan meskipun mendapat nutrisi yang adekuat dan tanpa
penjelasan lain), (3). Progresifitas penyakit (meningkatnya dari kategori klinis satu ke
Terapi antiretroviral lini kedua yang direkomendasikan WHO untuk bayi dan anak bila
terjadi kegagalan regimen lini pertama adalah: bila mengandung AZT atau d4T dipilih ABC +
ddI + protease inhibitor: LVP/r atau NFV atau SQV/r bila berat badan 25 kg, bila
13
mengandung ABC dipilih AZT + ddI + protease inhibitor: LVP/r atau NFV atau SQV/r bila
berat badan 25 kg, atau bila menggunakan tiga obat NRTI dipilih ddI + EPV atau NVP +
obat yang telah diketahui melalui berbagai penelitian. Efek samping obat tersebut berupa:14
Disfungsi mitokondrial (asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, dan neuropati perifer).
osteonekrosis).
Efek samping hematologis dari obat-obatan yang memicu supresi sumsum tulang (anemia,
RESISTENSI OBAT
Namun, penggunaan obat tersebut juga diikuti oleh berkembangnya resistensi obat. Resistensi
adalah konsekuensi dari berkembangnya mutasi pada protein-protein virus yang menjadi
replikasi HIV yang sangat cepat (kurang lebih 10 milyar partikel virus/hari), (2). Tingkat
mutasi spontan pada siklus reproduksi HIV yang khas (kurang lebih satu mutasi/kopi baru),
dan tidak adanya mekanisme perbaikan pada retrovirus (termasuk HIV) untuk memperbaiki
kesalahan transkripsi. Mekanisme tersebut di atas terjadi secara alamiah. Penggunaan terapi
antiretroviral yang tidak sepenuhnya menekan proses ini mendorong proses resistensi.
14
Biasanya hal ini terjadi pada kasus dimana terjadi ketidakpatuhan dalam meminum regimen
obat yang dianjurkan untuk menekan virus. Penggunaan regimen dengan potensi yang tidak
adekuat untuk menekan virus, absorpsi obat yang buruk atau proses metabolis tertentu yang
menyebabkan kadar obat berada di bawah kadar terapetik juga mendorong terjadinya
resistensi.14-16
SIMPULAN
1. HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan serius yang dihadapi oleh banyak negara.
2. Terapi antiretroviral yang digunakan terdiri dari golongan NRTI, NNRTI, PI, dan saat
3. Terapi kombinasi merupakan pilihan terapi pada anak dengan infeksi HIV/AIDS.
4. Permasalahan yang dihadapi dalam pengobatan antiretroviral ini adalah resistensi obat
DAFTAR PUSTAKA
immunodefficiency virus (HIV). In: Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ, editors. Krugmans
infectious diseases of children. 10th edition. St Louis: Mosby-Year Book Inc., 2001; p. 1-
24.
2. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Report on the global AIDS
epidemic: executive summary [homepage on the Internet]. No date [cited 2006 June 20].
ExecutiveSummary_en.pdf.
15
3. Lee GM, Gortmaker SL, McIntosh K, Hughes MD, Oleske JM, and Pediatric AIDS
Clinical Trials Group Protocol 219C Team. Quality of life for children and adolescents:
[updated 2006 Apr 27; cited 2006 Jun 8]. Available from: http://www.suarakarya-
online.com/news.html.
[homepage on the Internet]. No date [cited 2006 Jun 8]. Available from:
http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/Chapter_01-Epidemiology.pdf.
6. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia [homepage on the
Internet]. c2006 [updated 2006 Apr 12; cited 2006 Jun 20]. Available from:
http://www.lp3y.org/content/AIDS/sti.htm.
7. Nadler JP. Pathophysiology of HIV infection [homepage on the Internet]. No date [cited
Guide/Chapter_03-Pathophysiology.pdf.
8. Raffanti S, Haas DW. Antiretroviral agents. In: Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG,
editors. Gooman & Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 10th edition. New
9. National pediatric and family HIV resource center. Antiretroviral therapy and medical
10. World Health Organization. Antiretroviral therapy for HIV infection in infants and
children: toward universal access. Reccomendations for apublic health approach. Geneva:
16
11. Brown K. Antiretroviral therapy in children [homepage on the Internet]. No date [cited
Chapter_30-ARV-Therapy-in-Children.pdf.
12. Akib AAP. Infeksi HIV pada bayi dan anak. Sari Pediatri 2004; 6:1:1-14.
13. Kilby JM, Eron JJ. Novel therapies based on mechanisms of HIV-1 cell entry. N Engl J
14. Nadler JP. Antiretroviral resistance testing and therapeutic drug monitoring [homepage on
http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/Chapter_08-Antiteroviral-Resistence-
Testing.pdf.
children. Adverse drug reaction [homepage on the Internet]. No date [cited 2006 Jun 20].
16. Clavel F, Hance AJ. HIV drug resistance. N Engl J Med 2004; 350:1023-35.
17. Thaker HK, Snow MH. HIV viral suppression in the era of antiretroviral therapy.
18. Buchacz K, Cervia JS, Lindsey JC, Hughes MD, Seage III GR, Dankner WM, et al.
19. Scherpbier HJ, Bekker V, van Leth F, Jurriaans S, Lange JMA, Kuijpers TW. Long-term
17
21. Nachman SA, dkk. Nucleoside analogs plus ritonavir in stable antiretroviral therapy-
98.
22. de Martino M, Tovo PA, Balducci M, Galli L, Gabiano C, Rezza G, et al. Reduction of
23. Verweel G, van Rossum AMC, Hartwig NG, Wolfs TFW, Scherpbier HJ, de Groot R.
type-1 infected children is associated with a sustained effect on growth. Pediatrics 2002;
109;e25-31.
26. Hammer SM. Management of newly diagnosed HIV infection. N Engl J Med 2005;
353:1702-10.
27. Royce R, Arlenesena, Cates W, Cohen MS. Sexual transmission of HIV. N Engl J Med
1998; 336:1072-78.
28. Stebbing J, Gazzard B, Douek DC. Where does HIV live? N Engl J Med 2004; 350:1872-
80.
29. Brogly S, Williams P, Seage III GR, Oleske JM, Dyke RV, McIntosh K. Antiretroviral
treatment in pediatric HIV infection in the United States from clinical trials to clinical
30. Sanders GD, Bayoumi AM, Sundaram V, Bilir SP, Neukermans CP, Rydzak CE,
Douglass LR, et al. Cost-effectiveness of screening for HIV in the era of highly active
18
31. Ghaffari G, Passalacqua DJ, Caicedo JL, Goodenow MM, Sleasman JW. Two-year
19