Anda di halaman 1dari 19

TERAPI ANTIRETROVIRAL PADA ANAK DENGAN HIV/AIDS

ABSTRAK

Infeksi HIV menjadi penyebab yang bermakna terhadap kematian dan kesakitan di dunia saat

ini, dengan estimasi 2,3 juta anak hidup dengan HIV sampai tahun 2005. Perkembangan

terapi antiretroviral berpengaruh pada penanganan penderita dengan HIV/AIDS di dunia.

Meskipun terapi tersebut tidak bersifat menyembuhkan dan disertai kemungkinan efek

samping serta resistensi obat, namun terapi antiretroviral secara dramatis telah menurunkan

tingkat kesakitan dan kematian serta memperbaiki kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS.

Obat-obat antiretroviral yang digunakan pada anak terbagi dalam: nucleoside reverse

transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI),

protease inhibitor (PI), and fusion inhibitor. Penggunaan terapi kombinasi obat antiretroviral

terbukti secara efektif mengendalikan progresivitas penyakit oleh karena HIV dan

memperbaiki kelangsungan hidup.

Kata kunci: terapi antiretroviral, anak-anak, HIV, AIDS

ANTIRETROVIRAL THERAPY ON CHILDREN WITH HIV/AIDS

ABSTRACT

HIV infection continues to be a significant cause of disability and death worldwide, with an

estimated 2.3 million children living with HIV in 2005. The advent of potent antiretroviral

therapy (ART) led to a revolution in the care of patients with HIV/AIDS. Although the

treatments are not a cure and present new challenges with respect to side effects and drug

resistance, they have dramatically reduced rates of childhood mortality and morbidity, and

have improved the quality of life of people with HIV/AIDS. These medications divided into

nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTIs), non-nucleoside reverse transcriptase

inhibitors (NNRTIs), protease inhibitors (PIs), and fusion inhibitors. The use of combinations

1
of antiretroviral drugs has proven remarkably effective in controlling the progression of

human immunodeficiency virus (HIV) disease and prolonging survival.

Key words: antiretroviral therapy, children, HIV, AIDS

PENDAHULUAN

Human Immunodefficiency Virus/Acquired Immunodefficiency Syndrome (HIV/AIDS)

merupakan salah satu masalah kesehatan serius yang dihadapi oleh berbagai negara di dunia

saat ini. HIV adalah sebuah retrovirus ribonucleic acid (RNA) yang menginfeksi limfosit

Cluster Differentiation 4 (CD4), makrofag, dan sel-sel dendritik. Infeksi HIV akan

mengurangi limfosit CD4 sehingga mengakibatkan timbulnya imunodefisiensi berat yang

menyebabkan orang yang terinfeksi menjadi rentan terhadap berkembangnya infeksi dan

neoplasma.1 Infeksi HIV semakin hari semakin menjadi masalah bagi kesehatan anak karena

menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang bermakna.2

Distribusi kasus HIV/AIDS semakin merata mulai dari kelompok homoseksual dan

heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan sampai pada lapisan masyarakat terbawah

yaitu rumah tangga. Cara penularan HIV dulu diketahui terbanyak penularannya melalui

hubungan seksual, namun saat ini risiko utama anak terinfeksi HIV adalah penularan yang

terjadi dari ibu yang menderita HIV/AIDS kepada anaknya. Distribusi yang luas HIV/AIDS

akan menimbulkan implikasi yang luas pada berbagai sektor kehidupan masyarakat.3

Kombinasi antara perilaku pencegahan dan upaya pengobatan merupakan harapan

dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS. Seperti diketahui usaha pencegahan memang

diupayakan sebagai langkah awal dalam penanggulangan HIV/AIDS, namun apabila seorang

anak telah menderita HIV/AIDS maka upaya pengobatan merupakan pilihan utama untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian pada anak dengan HIV/AIDS. Data di Amerika

Serikat menyebutkan terjadi penurunan dramatis terhadap tingkat kematian, angka kesakitan,

2
peningkatan kualitas hidup anak dengan HIV/AIDS, karena ketersediaan terapi antiretroviral

aktifitas tinggi.2,4 Prinsip utama terapi antiretroviral adalah menghambat replikasi virus

sepenuhnya dan selama mungkin dengan berupaya menghindari toksisitas yang mungkin

ditimbulkannya.1

Pemahaman mengenai penggunaaan obat-obat antiretroviral dalam penatalaksanaan

anak yang dengan HIV/AIDS belum begitu banyak dimengerti. Melalui tulisan ini diharapkan

dapat meningkatkan pengetahuan mengenai obat antiretroviral dan penggunaannya pada

terapi anak dengan HIV/AIDS.

EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 diperkirakan terdapat

sekitar 2,3 juta anak yang hidup dengan HIV di seluruh dunia pada akhir tahun 2005.5

Penderita HIV/AIDS yang terdeteksi di Indonesia sungguh jauh dari kenyataan yang

sebenarnya. Secara kumulatif, pengidap infeksi HIV dan kasus AIDS dari tahun 1987 sampai

dengan Maret 2006 di Indonesia terdiri dari 4333 dengan infeksi HIV dan 5823 kasus AIDS.6

SIKLUS HIDUP HIV DAN TEMPAT AKSI OBAT

Setelah seorang anak terinfeksi HIV, infeksi awal HIV terjadi ketika virion berikatan dengan

reseptor spesifik pada sel inang. Limfosit CD4 dan makrofag merupakan sel-sel target primer

dari HIV. Glikoprotein gp120 pada selubung permukaan virus berikatan dengan sel limfosit

tersebut dengan afinitas yang kuat. Ikatan gp120 terhadap CD4 sendiri tidak cukup

menghasilkan penetrasi virus, sehingga dibutuhkan reseptor sekunder atau ko-reseptor.

Beberapa reseptor kemokin terutama reseptor CCR5 dan CXCR4 berperan sebagai reseptor

sekunder yang memfasilitasi proses masuknya virus. Peran reseptor-reseptor kemokin ini

sebagai ko-faktor dalam masuknya virus memperjelas pengertian mengenai proses masuknya

virus. Baik makrofag maupun limfosit T memerlukan ko-reseptor, dimana makrofag CCR5

merupakan ko-reseptornya, sedangkan CXCR4 merupakan ko-faktor bagi sel T. Terapi yang

3
dikembangkan saat ini bertujuan untuk menghambat fungsi kemokin tersebut sehingga

membantu mengurangi atau mencegah transmisi HIV.1,7-9

Setelah melekat pada sel target, selubung virus kemudian berfusi dengan membran sel

inang sehingga virus dapat masuk. Fusi ke membran ini difasilitasi oleh interaksi dengan

protein selubung gp41. Penghambat fusi (Fusion inhibitor) dikembangkan dengan tujuan yang

spesifik yaitu menghambat peran yang diperantarai gp41 dalam proses fusi. T-20 (Fuzeon)

adalah penghambat fusi gp41 yang baru saja disetujui badan pengawas obat Amerika.

Terdapat beberapa obat yang masih dalam tahap penelitian dengan target pada gp120, gp41,

dan reseptor-reseptor kemokin.1,7-9

Setelah protein selubung virus berfusi dengan sel inang, virion HIV mengalami

internalisasi, RNA virus (2 rantai tunggal tiap virion) kemudian diubah oleh enzim reverse-

transcriptase virus. Enzim ini memfasilitasi produksi rantai deoxyribonucleic acid (DNA)

komplementer yang akan menjadi rantai ganda dan dibawa ke inti sel inang. Rantai ganda

DNA berikatan pada komplek pre-integrasi yang ditransfer melewati pori-pori inti sel dan

kemudian ditranslokasikan pada tempat yang berdekatan dengan genom sel inang. Tiruan

rantai ganda DNA kemudian diintegrasikan ke dalam genom sel inang. Langkah ini

membutuhkan derivat enzim yaitu enzim integrase virus. Enzim reverse-transcriptase adalah

polimerase DNA yang bergantung RNA yang berperan dalam memulai sintesis rantai DNA

dari RNA yang kemudian dicerna oleh RNA-ase virus. Enzim reverse-transcriptase ini rentan

membuat kesalahan, di samping hal tersebut virus HIV juga kurang memiliki histon khusus

yang berfungsi memperbaiki enzim-enzim sehingga terjadi akumulasi terbentuknya beberapa

pasang basa yang salah selama replikasi HIV. Ketidakakuratan dalam proses pengkodean ini

mengakibatkan variasi urutan nukleotida yang bervariasi antar strain yang menyebabkan

heterogenitas virus yang disebut quasispecies mixture. Enzim reverse-transcriptase

merupakan target dari penghambat nukleosida, nukleotida, dan non-nukleosida. Penghambat

4
integrase HIV merupakan tujuan berikutnya dari penelitian yang dilakukan untuk mengatasi

infeksi HIV.1,7-9

Aktivasi sel inan menghasilkan RNA HIV baru, yang sebagian ditranslasikan menjadi

genom dan sebagian ditranslasikan menjadi poliprotein HIV. Poliprotein ini dipecah oleh

enzim virus menjadi komponen pengatur dan struktural yang kemudian berada disekitar RNA

HIV genom yang muncul dari sel inang. Enzim protease HIV berperan menyelesaikan

pemecahan poliprotein menjadi protein yang berfungsi secara penuh sehingga menghasilkan

virion HIV baru yang matur dan infeksius. Langkah terakhir ini merupakan langkah yang

penting dalam infeksi HIV dan merupakan target dari obat antiretroviral yaitu sebagai

penghambat protease (protease inhibitor).1,7-9

Siklus hidup dan tempat aksi obat antiretroviral terlihat pada gambar 1 di bawah ini:

Gambar 1. Siklus hidup virus HIV tipe-1 dan tempat aksi obat terapi antiretroviral7

5
DIAGNOSIS INFEKSI HIV PADA BAYI DAN ANAK

Diagnosis definitif infeksi HIV pada anak memerlukan tes diagnostik untuk

mengkonfirmasi adanya virus HIV. Metode tes virologis direkomendasikan penggunaannya

untuk mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dan anak di bawah usia 18 bulan. Tes awal

direkomendasikan mulai diperiksa saat usia bayi 6 minggu berupa pemeriksaan PCR DNA

HIV, PCR RNA HIV, dan Up24Ag. Tes antibodi HIV direkomendasikan penggunaannya

untuk: (1) mendiagnosis infeksi HIV pada ibu atau mengidentifikasi pajanan HIV pada anak,

(2) mendiagnosis infeksi HIV pada anak usia 18 bulan ke atas, (3) mengidentifikasi anak usia

di bawah 18 bulan yang mempunyai antibodi HIV positip dan mendukung diagnosis

presumtif klinis penyakit HIV berat, (4) menyingkirkan infeksi HIV dimana antibodi HIV

negatip pada anak usia di bawah 18 bulan yang terpajan dan tidak pernah diberi ASI, dan (5)

menyingkirkan infeksi HIV dimana antibodi HIV negatip pada anak di bawah usia 18 bulan

yang terpajan HIV dan tidak meneruskan pemberian ASI lebih dari 6 minggu.10,11

OBAT-OBAT ANTIRETROVIRAL YANG DIGUNAKAN PADA ANAK

A. Golongan obat antiretroviral

Sampai saat ini terdapat 21 jenis obat antiretroviral yang diakui penggunaannya pada orang

dewasa dengan HIV. Dua belas di antaranya disetujui penggunaannya pada anak. Obat-obat

ini terbagi dalam 5 kelas yang berbeda yaitu nucleoside reverse transcriptase inhibitors

(NRTI), nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NtRTI), non-nucleoside reverse

transcriptase inhibitors (NNRTI), protease inhibitors (PI), dan fusion inhibitors.12

Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NRTI) yang tersedia yaitu:

zidovudin (ZDV, AZT), didanosin (ddI), stavudin (d4T), lamivudin (3TC), emtricitabin

(FTC), abacavir (ABC), dan zalcitabin (ddC).11,12

6
Golongan nucleotide reverse transcriptase inhibitors (NtRTI) yang tersedia hanya

tenofovir (TDF). Tenovofir berbeda dengan nucleoside reverse transcriptase inhibitors

(NRTI) karena mengandung sebuah gugus fosfat (sehingga fosforilasi awal yang dibutuhkan

untuk aktivasi NRTI tidak dilalui prosesnya). Akan tetapi, obat ini baru disetujui

penggunaannya pada individu berusia lebih dari 18 tahun, dan penggunaannya pada anak

belum disetujui karena masih dalam penelitian.11,12

Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTI) yang tersedia

yaitu: delavirdin (DLV), efavirenz (EFV), dan nevirapin (NVP). Obat yang sudah digunakan

pada anak adalah nevirapin dan efavirenz.11,12

Golongan protease inhibitors (PI) yang tersedia yaitu: nelfinavir (NFV), ritonavir

(RTV), lopinavir/ritonavir (LVP/r), dan amprenavir (AMP). Indinavir (IDV)

direkomendasikan dengan pertimbangan pada anak-anak yang sudah dapat menelan kapsul.

Saquinavir (SQV/r), atazanavir, fosamprenavir, dan tipranavir tidak digunakan pada anak-

anak karena efikasi dan keamanannya belum diketahui.11,12

Golongan fusion inhibitors yang tersedia adalah enfuvirtid (T-20). Penggunaannya

pada pasien dengan infeksi HIV pada usia lebih dari 6 tahun karena pada umur di bawah

tersebut efikasi dan keamanannya belum diketahui.11,12

CARA KERJA MASING-MASING GOLONGAN OBAT ANTIRETROVIRAL

1. Obat Golongan NRTI

Penghambat enzim reverse-transcriptase adalah golongan obat pertama yang digunakan

untuk pengobatan HIV-1. Golongan obat NRTI adalah penghambat kuat enzim reverse-

transcriptase dari RNA menjadi DNA yang terjadi sebelum penggabungan DNA virus dengan

kromosom sel inang. Obat ini membutuhkan enzim kinase sel untuk membentuk zat aktifnya

melalui proses fosforilasi intraseluler. Aksi obat yang sudah difosforilasi adalah menghambat

7
secara kompetitif enzim reverse-transcriptase virus dan mengakhiri proses elongasi DNA

virus selanjutnya. Oleh karena obat-obat ini beraksi pada tahap sebelum integrasi dalam siklus

hidup virus, obat ini hanya sedikit berefek pada sel yang sudah terinfeksi secara kronis di

mana DNA virus sudah tergabung dalam kromosom sel.8,10

2. Obat golongan NNRTI

Golongan non-nucleoside reverse-transcriptase inhibitor (NNRTI) secara spesifik

menghambat aktivitas enzim reverse-transcriptase dengan mengikat secara langsung tempat

yang aktif pada enzim tanpa aktivasi sebelumnya.10

3. Obat golongan Protease Inhibitor (PI)

Golongan protease inhibitor (PI) menghambat enzim protease HIV yang dibutuhkan untuk

memecah prekursor poliprotein virus dan membangkitkan fungsi protein virus. Enzim

protease penting pada tahap replikasi virus yang terjadi setelah transkripsi DNA virus ke

RNA dan translasi ke dalam protein virus. Karena golongan PI beraksi pada langkah setelah

integrasi dalam siklus virus, maka golongan obat ini efektif dalam menghambat replikasi baik

pada sel-sel yang baru terinfeksi maupun yang sudah kronis.1,8-10

4. Obat golongan fusion inhibitor

Golongan obat ini menghambat masuknya virus HIV tipe 1 (HIV-1) ke dalam sel target pada

orang yang terinfeksi. Obat ini secara spesifik mencegah fusi glikoprotein transmembran gp41

HIV-1 dengan reseptor CD4 pada sel inang.10

PENGGUNAAN TERAPI ANTIRETROVIRAL

Prinsip pengobatan antiretroviral adalah sebagai berikut:11

1. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan HIV.

2. Memperbaiki kualitas hidup orang yang hidup dengan HIV/AIDS.

3. Memulihkan dan/atau memelihara fungsi kekebalan tubuh.

4. Menekan replikasi secara maksimal dan selama mungkin.

8
Proses pengambilan keputusan memulai terapi antireroviral pada anak didasarkan pada

penilaian secara klinis dan imunologis, serta lingkungan sosial anak yang memerlukan

terapi.11 Klasifikasi klinis pada penyakit yang terkait infeksi HIV pada anak tercantum di

bawah ini. Klasifikasi klinis ini digunakan saat infeksi HIV sudah terkonfirmasi.11,13

Sistem klasifikasi penyakit yang terkait infeksi HIV pada anak menurut WHO11,13

1. Stadium klinis I

Asimtomatik

Limfadenopati generalisata persisten

2. Stadium Klinis II

Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskan

Erupsi pruritik papul

Infeksi jamur pada kuku

Angularis Cheilitis

Eritema ginggival lineal

Infeksi virus wart yang luas

Moluskum kontagiosum yang luas

Ulserasi mulut berulang

Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan

Herpes Zoster

Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorea, sinusitis,

tonsilitis)

3. Stadium klinis III

Status malnutrisi sedang yang tidak berespon secara adekuat terhadap terapi standar

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih)

9
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (di atas 37,50 C, intermiten atau konstan,

selama lebih dari satu bulan)

Kandidiasis oral persisten (setelah berusia lebih dari 6-8 minggu)

Oral hairy leukoplakia

Periodonitis atau ginggival ulseratif nekrotikans akut

Tuberkulosis kelenjar

Tuberkulosis paru

Pneumonia bakterial yang berat dan berulang

Pneumonitis interstisial limfoid simptomatik

Penyakit paru terkait HIV kronis seperti bronkiektasis

Anemia yang tidak dapat dijelaskan (< 8,0 g/dl), netropenia (< 500/mm3), dan/atau

trombositopenia kronis (< 50.000/mm3)

4. Stadium Klinis IV

Status gizi buruk atau perawakan pendek yang tidak berespon terhadap terapi standar

Pneumonia pneumositis

Infeksi bakterial berulang yang berat (seperti: empiema, piomiositis, infeksi tulang dan

sendi, meningitis, kecuali pneumonia)

Infeksi herpes simpleks kronis (kutaneus atau orolabial lebih dari 1 bulan atau viseral

di lokasi manapun)

Tuberkulosis ekstrapulmonal

Sarkoma kaposi

Kandidiasis esofageal (atau trakea, bronkus atau paru)

Infeksi sitomegalovirus, retinitis, atau infeksi sitomegalovirus yang mempengaruhi

organ lain dengan onset usia lebih dari 1 bulan

Toksoplasmosis susunan saraf pusat (setelah masa neonatus)

10
Kriptokokokis ekstrapulmonal (termasuk meningitis)

Ensefalopati HIV

Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis ekstrapulmoner, kokidiomikosis)

Kriptosporidiosis kronis (dengan diare)

Isosporiasis kronis

Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata

Limfoma Non Hodgkin sel B atau serebral

Proggresive multifocal leukoenchepalopathy

Kardiomiopati atau nefropati terkait HIV

Status imunodefisiensi anak juga diperlukan bila akan memulai terapi antiretroviral

pada anak. Klasifikasi WHO mengenai status imunodefisiensi anak tercantum dalam tabel 1

di bawah ini.11,13

Tabel 1. Klasifikasi WHO status imunodefisiensi terkait HIV pada bayi dan anak11,13

Status imunodefisiensi Nilai CD4 sesuai usia

11 bulan 12-35 bulan 36-59 bulan 5 tahun (sel/mm3)

(%) (%) (%)

Tidak bermakna > 35 > 30 > 25 > 500

Ringan 30-35 25-30 20-25 350-499

Sedang 25-29 20-24 15-19 200-349

Berat < 25 < 20 < 15 < 200 atau < 15%

11
Bayi dan anak-anak yang terbukti terinfeksi HIV harus memulai terapi antiretroviral

jika didapatkan keadaan seperti:11

Status penyakit secara klinis stadium 4 (tanpa memandang nilai CD4).

Status penyakit secara klinis stadium 3 (tanpa memandang nilai CD4, walaupun

diperlukan panduan tambahan), untuk usia > 12 bulan dengan tuberkulosis,

pneumonitis interstisial limfoid, oral hairy leukoplakia. Memulai ART ditunda bila

CD4 tersedia dan di atas nilai ambang yang ada untuk memulai ART.

Status penyakit secara klinis stadium 2 dan CD4 atau nilai total limfosit di bawah nilai

ambang.

Status penyakit secara klinis stadium 1 dan nilai CD4 di bawah nilai ambang.

Bila tes virologis tidak tersedia, bayi dan anak-anak yang memiliki antibodi HIV

positip di bawah usia 18 bulan harus dipertimbangkan memulai ART jika terdiagnosis secara

klinis presumtif penyakit HIV berat.11

PEMILIHAN TERAPI ANTIRETROVIRAL

Terapi kombinasi direkomendasikan pada semua bayi, anak, dan remaja. Dibandingkan

pemberian monoterapi, penggunaan terapi kombinasi menunjukkan:10,11

1. Progresifitas penyakit yang lebih lambat dan meningkatkan kelangsungan hidup.

2. Menghasilkan respon virologik yang lebih besar dan lebih lama.

3. Memperlambat berkembangnya mutasi resistensi.

Tantangan utama terapi adalah mengoptimalkan kombinasi obat yang bersifat toksik

dan komplek untuk mengendalikan replikasi virus dan disaat yang sama memperbaiki jumlah

sel CD4. Parameter jumlah virus (viral load) dan hitung sel CD4 secara universal digunakan

sebagai faktor prognostik jangka menengah terhadap luaran terapi jangka panjang.10

WHO sendiri merekomendasikan regimen antiretroviral lini pertama untuk bayi dan

anak yaitu: zidovudin (AZT) atau stavudin (d4T) atau abacavir (ABC) + lamivudin (3TC) +

12
nevirapin (NVP) atau efavirens (EFV). Pilihan NNRTI bila usia < 3 bulan atau berat < 10 kg

adalah NVP, dan bila usia > 3 tahun atau berat badan > 10 kg, NVP atau EFV.9,11

Direkomendasikan pula regimen ARV alternatif yang menggunakan tiga obat golongan NRTI

yaitu: AZT/d4T + 3 TC + ABC.11

MENGUBAH TERAPI ANTIRETROVIRAL

Perubahan terapi antiretroviral bila didapatkan keadaan-keadaan seperti: (1). Kegagalan dari

regimen sebelumnya dengan bukti terjadinya perburukan penyakit berdasarkan parameter

klinis, imunologik atau virologis. (2). Bila didapatkan toksisitas atau intoleransi terdapat

regimen yang diberikan. (3). Bila terdapat data baru yang menunjukkan obat atau regimen

baru lebih baik dibanding regimen sebelumnya.10

Edukasi terhadap keluarga dilakukan secara intensif dengan memberikan penjelasan

mengenai cara memberikan obat yang benar. Penjelasan mengenai pentingnya kepatuhan

meminum obat harus dijelaskan terlebih dahulu sebelum memulai pengobatan dengan obat

yang baru.10,11

Pertimbangan klinis untuk mengubah terapi didasarkan pada kriteria klinis yang

terjadi setelah menerima terapi antiretroviral yaitu: (1). Adanya penurunan perkembangan

neurologis yang berat. Gangguan tersebut meliputi adanya dua atau lebih gangguan berupa

gangguan pertumbuhan otak, penurunan fungsi kognitif yang diketahui melalui tes

psikometrik, atau disfungsi motorik secara klinis. (2). Kegagalan pertumbuhan (penurunan

yang persisten pertumbuhan berat badan meskipun mendapat nutrisi yang adekuat dan tanpa

penjelasan lain), (3). Progresifitas penyakit (meningkatnya dari kategori klinis satu ke

kategori klinis lainnya.10,11

Terapi antiretroviral lini kedua yang direkomendasikan WHO untuk bayi dan anak bila

terjadi kegagalan regimen lini pertama adalah: bila mengandung AZT atau d4T dipilih ABC +

ddI + protease inhibitor: LVP/r atau NFV atau SQV/r bila berat badan 25 kg, bila

13
mengandung ABC dipilih AZT + ddI + protease inhibitor: LVP/r atau NFV atau SQV/r bila

berat badan 25 kg, atau bila menggunakan tiga obat NRTI dipilih ddI + EPV atau NVP +

LVP/r atau NFV atau SQV/r bila berat badan 25 kg.11,13

EFEK SAMPING OBAT

Penggunaan kombinasi obat-obat antiretroviral juga menimbulkan beberapa efek samping

obat yang telah diketahui melalui berbagai penelitian. Efek samping obat tersebut berupa:14

Disfungsi mitokondrial (asidosis laktat, toksisitas hati, pankreatitis, dan neuropati perifer).

Abnormalitas metabolik (seperti: maldistribusi lemak, perubahan kebiasaan tubuh,

hiperlipidemia, hiperglikemia, dan resistensi insulin, dan osteopenia, osteoporosis, dan

osteonekrosis).

Efek samping hematologis dari obat-obatan yang memicu supresi sumsum tulang (anemia,

netropenia, dan trombositopenia).

Reaksi alergi (ruam kulit, dan respon hipersensitifitas).

RESISTENSI OBAT

Penggunaan kombinasi obat antiretroviral telah terbukti efektif dalam mengendalikan

perkembangan penyakit karena infeksi HIV, dan memperpanjang kelangsungan hidup.

Namun, penggunaan obat tersebut juga diikuti oleh berkembangnya resistensi obat. Resistensi

adalah konsekuensi dari berkembangnya mutasi pada protein-protein virus yang menjadi

target kerja obat antiretroviral.15

Resistensi terjadi karena beberapa mekanisme sebagai berikut: (1). Kecepatan

replikasi HIV yang sangat cepat (kurang lebih 10 milyar partikel virus/hari), (2). Tingkat

mutasi spontan pada siklus reproduksi HIV yang khas (kurang lebih satu mutasi/kopi baru),

dan tidak adanya mekanisme perbaikan pada retrovirus (termasuk HIV) untuk memperbaiki

kesalahan transkripsi. Mekanisme tersebut di atas terjadi secara alamiah. Penggunaan terapi

antiretroviral yang tidak sepenuhnya menekan proses ini mendorong proses resistensi.

14
Biasanya hal ini terjadi pada kasus dimana terjadi ketidakpatuhan dalam meminum regimen

obat yang dianjurkan untuk menekan virus. Penggunaan regimen dengan potensi yang tidak

adekuat untuk menekan virus, absorpsi obat yang buruk atau proses metabolis tertentu yang

menyebabkan kadar obat berada di bawah kadar terapetik juga mendorong terjadinya

resistensi.14-16

SIMPULAN

1. HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan serius yang dihadapi oleh banyak negara.

2. Terapi antiretroviral yang digunakan terdiri dari golongan NRTI, NNRTI, PI, dan saat

ini dikembangan penghambat fusi.

3. Terapi kombinasi merupakan pilihan terapi pada anak dengan infeksi HIV/AIDS.

4. Permasalahan yang dihadapi dalam pengobatan antiretroviral ini adalah resistensi obat

dan toksisitas yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Borkowsky W. Acquired immunodefficiency syndrome (AIDS) and human

immunodefficiency virus (HIV). In: Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ, editors. Krugmans

infectious diseases of children. 10th edition. St Louis: Mosby-Year Book Inc., 2001; p. 1-

24.

2. Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Report on the global AIDS

epidemic: executive summary [homepage on the Internet]. No date [cited 2006 June 20].

Available from: http://data.unaids.org/pub/GlobalReport/2006/2006_GR-

ExecutiveSummary_en.pdf.

15
3. Lee GM, Gortmaker SL, McIntosh K, Hughes MD, Oleske JM, and Pediatric AIDS

Clinical Trials Group Protocol 219C Team. Quality of life for children and adolescents:

impact of HIV infection and antiretroviral treatment. Pediatrics 2006; 117:273-83.

4. Edvine S. Meroketnya HIV/AIDS di Indonesia [homepage on the internet]. c2006

[updated 2006 Apr 27; cited 2006 Jun 8]. Available from: http://www.suarakarya-

online.com/news.html.

5. Maddox L, Bush T, Thornhill D, Lieb S, Hamilton M. Epidemiology of HIV/AIDS

[homepage on the Internet]. No date [cited 2006 Jun 8]. Available from:

http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/Chapter_01-Epidemiology.pdf.

6. Ditjen PPM & PL Depkes RI. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia [homepage on the

Internet]. c2006 [updated 2006 Apr 12; cited 2006 Jun 20]. Available from:

http://www.lp3y.org/content/AIDS/sti.htm.

7. Nadler JP. Pathophysiology of HIV infection [homepage on the Internet]. No date [cited

2006 Jun 8]. Available from: http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_

Guide/Chapter_03-Pathophysiology.pdf.

8. Raffanti S, Haas DW. Antiretroviral agents. In: Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG,

editors. Gooman & Gilmans the pharmacological basis of therapeutics. 10th edition. New

York: Mcgraw-Hill Medical Publishing Division, 2001; p. 1349-73.

9. National pediatric and family HIV resource center. Antiretroviral therapy and medical

management of pediatric HIV infection. Pediatrics 1998; 102:1005-63.

10. World Health Organization. Antiretroviral therapy for HIV infection in infants and

children: toward universal access. Reccomendations for apublic health approach. Geneva:

World Health Organization, 2007; p. 1-143.

16
11. Brown K. Antiretroviral therapy in children [homepage on the Internet]. No date [cited

2006 Jun 8]. Available from: http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/

Chapter_30-ARV-Therapy-in-Children.pdf.

12. Akib AAP. Infeksi HIV pada bayi dan anak. Sari Pediatri 2004; 6:1:1-14.

13. Kilby JM, Eron JJ. Novel therapies based on mechanisms of HIV-1 cell entry. N Engl J

Med 2003; 348:2228-38.

14. Nadler JP. Antiretroviral resistance testing and therapeutic drug monitoring [homepage on

the Internet]. No date [cited 2006 Jun 8]. Available from:

http://www.faetc.org/PDF/Primary_Care_Guide/Chapter_08-Antiteroviral-Resistence-

Testing.pdf.

15. Working group on antiretroviral therapy and medical management of HIV-infected

children. Adverse drug reaction [homepage on the Internet]. No date [cited 2006 Jun 20].

Available from: http://aidsinfo.nih.gov/ContentFiles/PediatricGL_SupIIIPDA. pdf.

16. Clavel F, Hance AJ. HIV drug resistance. N Engl J Med 2004; 350:1023-35.

17. Thaker HK, Snow MH. HIV viral suppression in the era of antiretroviral therapy.

Postgrad. Med. J. 2003; 79:36-42.

18. Buchacz K, Cervia JS, Lindsey JC, Hughes MD, Seage III GR, Dankner WM, et al.

Impact of protease inhibitor-containing combination antiretroviral therapies on height and

weight growth in HIV-infected children. Pediatrics 2001; 108:e72-78.

19. Scherpbier HJ, Bekker V, van Leth F, Jurriaans S, Lange JMA, Kuijpers TW. Long-term

experience with combination antiretroviral therapy that contains nelfinavir for up to 7

years in a pediatric cohort. Pediatrics 2006; 117:528-36.

20. Lainka E, Oezbek S, Falck M, Ndagijimana J, Niehues T. Marked dyslipidemia in Human

Immunodeficiency Virusinfected children on protease inhibitor-containing antiretroviral

therapy. Pediatrics 2002; 110:e56-62.

17
21. Nachman SA, dkk. Nucleoside analogs plus ritonavir in stable antiretroviral therapy-

experienced HIV-infected children a randomised controlled trial. JAMA 2000; 283:492-

98.

22. de Martino M, Tovo PA, Balducci M, Galli L, Gabiano C, Rezza G, et al. Reduction of

mortality in availability of antiretroviral therapy for children with perinatal HIV-1

infection. JAMA 2000; 284:190-97.

23. Verweel G, van Rossum AMC, Hartwig NG, Wolfs TFW, Scherpbier HJ, de Groot R.

Treatment with highly active antiretroviral therapy in Human Immunodeficiency Virus

type-1 infected children is associated with a sustained effect on growth. Pediatrics 2002;

109;e25-31.

24. Luzuriaga K. A Trial of three antiretroviral regimens in HIV-1infected children. N Engl

J Med 2004; 350:2471-80.

25. Flexner C. HIV-protease Inhibitors. N Engl J Med 1998; 338:1281-92.

26. Hammer SM. Management of newly diagnosed HIV infection. N Engl J Med 2005;

353:1702-10.

27. Royce R, Arlenesena, Cates W, Cohen MS. Sexual transmission of HIV. N Engl J Med

1998; 336:1072-78.

28. Stebbing J, Gazzard B, Douek DC. Where does HIV live? N Engl J Med 2004; 350:1872-

80.

29. Brogly S, Williams P, Seage III GR, Oleske JM, Dyke RV, McIntosh K. Antiretroviral

treatment in pediatric HIV infection in the United States from clinical trials to clinical

practice. JAMA. 2005; 293:2213-20.

30. Sanders GD, Bayoumi AM, Sundaram V, Bilir SP, Neukermans CP, Rydzak CE,

Douglass LR, et al. Cost-effectiveness of screening for HIV in the era of highly active

antiretroviral therapy. N Engl J Med 2005; 352:570-85.

18
31. Ghaffari G, Passalacqua DJ, Caicedo JL, Goodenow MM, Sleasman JW. Two-year

clinical and immune outcomes in Human Immunodeficiency Virusinfected children who

reconstitute CD4 T cells without control of viral replication after combination

antiretroviral therapy. Pediatrics 2004; 114:604-11.

19

Anda mungkin juga menyukai