Anda di halaman 1dari 18

.

:l
., . . : ii i

FAKTOR.FAKTOR RISIKO DAN DIAGT'.IOSIS TROMBOSIS VENA


KHUSUSNYA TROMBOSIS VENA DALAM DAN TROMBO-trMIIOLI
PARU

Ibnu Purwanto

Sub-Bagian Hcmatologi, Bagian Penyakit Dalam, RS f)r. Sardjito


FK UGM, Yogyakafla

ABSTRAK

Trombosis adalah penycbab kematian utama di Amclika Serikat. Mcskipun data


tcntang trombosis di Iidonesia masih belum dapat mencerminkan insindensi yang
dkumt, namun trombosis tclah menjadi problem morbiditas dan mortalitas.
Masalah yang paling utama adalah problen diagnosis terutama pada fasilitas-
fasilitas kesehatan dan rumah sakit yalg lasilitas diagnostiknya kur-ang rnernadai.
Oleh karena itu pembahasdn trombosis vena dalr faktor-laktor risiko sefia
diagnosisnya perlu untuk dikemukakan, khususnya tombosis vena dalam dan
fombo-emboli pan]. Faktor risiko ttombosis dapat dibagi menjadi dur yai[u
faktor risiko yang diturunkan dan faktor risiko yang didapat. Faktor risiko yang
ditururkan antara lair1 adalah faktor-faktor V Leiden, defisiensi plasminogen,
delisiensi faktor XII, disfibrinogenemia, malfungsi vcna kongenital, defisiensi
anti trombin, serta defisiensi protein C dxn S. Scdungkrn lcktor ri\iko yang
didapat autara lain lrauma dan tildakan bedah, keganasan, kehamilan, pemakaiun
terapi hormonil, gagal iantung, perjalanan panjang dcngan pesawat tcrbang,
hipcrhomosisteinenlia, antibodi anti-fosfolipid, hiperviskositas dan
jmobilitas.

Kata kunci: trombosis vena dalam - trombo-emboli paru fakror risiko.

PI]NDAHULUAN
Trombosis adalah pembentukan suatu massa abnormal yang berasal dari
komponen darah (tlornbus) di dalam pembuluh darah. Tronbosis adalah penyebab
komatian utama dj Amerika Serikat, hanpir 2 juta populasi dj Amcrika Se kat
meninggal setiap tahrnnya sebagai konsektlensi dari fombosis arterial dan
trombosis vena. Kurang lebih harnpir seimbang tangka tcrjadinya trombosis vena
dalam (.leep vein thraxtbo.rislD\'l'f), pulnonary trontbo-enboli (PTE) atau trombo
emboli paru (TEP), trombosis serebral vaskuler, serangan iskhemi serebral yang
transien, trombosis aflerior coronary, trombosis vaskuler rctinal dan beberapa
1

cpisode trombosis lainnya.

5
Data di Amerika menunjukkan insidensi tombosis vena dalam (DVT)

mencapai 159 per 100.000 atau sekitar 450 000 kasus pertahun. lnsiden emboli
paru I pulmonary etnboli.llrl 139 per 100 000 atau sekitar 355.000 kasus per tahun'

Didapatkan 94 per 100.000 atau sekitar 240.000 kematian yang diambil dari
dalam otopsi. Sebagai perbandingan data dari kasus-kasus tlombosis arterial,
didapatkan insiden infark miokardial 600 per 100000 atau sekirar 1.500.000
kasus per tahun dan diantam kasus tersebut berakibat fatal 300 per 100 000 atau
2
sekitar 750.000 kasus kematian per tahun
Data tentang trombosis di Indonesia nasih belum dapat mencerminkan
insindensi yang akurat. Aian tetapi kejadian hombosis akan tetap menjadi
problem diagnosis terutama pada fasilitas-fasilitas kesehatan-&umah sakit dengan
fasilitas diagnostik yang kurang memadai oleh karena itu pembahasan trombo\is
vena mengenai faktor faktor risiko dan diagnosis perlu untuk dikemuk0tan
khususnya DVT dan diagnosis dan faktor resiko dari TEP

Pcmhahasan Masalah
Pada banyak kasus DVT/TVD adalah berhubungan dengan sumbatan
aliran darah yang bersifat lokal atau adanya defek pembuluh darah yang
menyebabkan hambatan aliran darah yang biasanya terjadi pada ekstremitas
bawah kemudian di femoral dan vena iliaka di sebelah atas pada vena tungkai
kaki. Walaupun demikian juga dapat diakibatkan oleh penyebab kelainan
sistemik yang menyebabkan menyebabkan pcningkatan resiko trombosis.r Pada
pembahasan ini akan dibahas mengenai beberapa faktor resiko dan diagnosis
TVD/DVT dan TEP/PTE.
Faktor Risiko
Dari Up to Date Vol 12 no .2 tahun 2004 dapat disampaikan suatu

penelitian yang melibatkan 19.293 subyek penderita longitudinal dengan kohort


prospektif ternyata disimpulkan hipertensi, dislipidemia, inaktivitas fisik'
merokok dan orang yang mengkonsumsi alkohol tidak berhubungan langsung
dengan meningkatnya trombosis vena. Sebaliknya umur, obesitas, diabetes

r16
mellitus, ras kolit hitam dan laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk
a
terjadinya trombosis.
Selain faktor yang disebut di atas faktor risiko trombosis dapat dibrgi
25
menjadi dua: Faktor risiko yang diturunkan dan faktor risiko yang didapar.
Fakto| risiko yang diturunkan antara lain adalah faktor-faktor V Leiden' dcfisienri
plasminogen, defisionsi laktor XII, disfibrinogenemia, malfungsi vena
koigenital, defisiensi anti trombin, defisiensi protein C dan S. sedangkan faktor
risiko yang didapat antara lain: trauma dan tindakan bedah, keganasan, kehamilan'
pemakaian terapi honnonal, gagal jantung, perjalanan panjang dcngan pesawat
terbang, hiperhomosisteinemia, antibodi anti-lbsfolipid, hiperviskositas dan
rmobrlrtils,

A. Faktor Risiko yang diturunkan


t- Frktor V Leiden
Faktor V beredar dalam plasma sebagai kofaktor inaktif. Setelah aktif
faktor V (faktor Va) ini akan berfungsi sebagai kofaktor perubahan protrombin

menjadi trombin. Faktor V Leiden meNpakan mutasi produk gen yang tidak
mudah dipecah oleh protein C aktif(resistensi prctein C aktiO. Akibatnya

pcnonaktivan faktor Va menjadi lambat. Hal ini merupakan prcdisposisi untuk

terjarlinya trombosis.l
2. Mutasi Faktor II (protrombin) G 20201A
Mutasi pada gen G 20201A pertama ditemukan dari suatu penclitian pada
1996 sejumlah 28 krsus dengan catatan medis mendcrita trombosis vena dan
diantara mereka mempunyai keterkaitan hubungan kekerabatan. Mutasi pada gen
G 20201A ini
akan menyebabkan poningkatan protrombin plasma dan
mengakibatkan kemungkinan untuk terjadinya hombosis dua kali lebih besar
a
dibandingkan populasi normal.
3. Delisicnsi anti trombin III (AT III)
Defisiensi AT Ill adalah merupakan kelainan autosomal dominan dinana

akan terjadi penurunan efektifitas anti koagulan (inhibitor alami) terhadap faktor
X aktif (Xa) dan trombin . Hal ini akan memudahkan untuk te{adinya trombus. "

I l'1
Kadar AT III dapat diukur dengan radioimmunoassay dimana kadar 5070

menunjukkan faktor resiko yang sangrt kuat untuk terjadinya bombosis dan
kadar 60-800/o menunjukkan resiko tromboisis sedang.5
4. Densiensi protin C dan S

Protein C diketemukan pada tahun 1960 tctapi secara klinis defisiensi


protein C bdru bisa diketahui secara penuh pada tahu 1981 yaitu tipe I da11II (Ens,
2001). Protein C adalah protein hati yang tergantung vitamin K dan berikatan
dengan prctein permukaan scl cndotel lrzltbontodulin sefta diubah menjadi suatu
protease aktif oleh trombin. Protein C aktil be$ama protein S melakukan
proteolisis atas laktor Va dan VIIa yang meighentikan pembentukan fibrin.
Protein C aktifjuga dapat mcrangsang fibrinolisis tlan mempercepat lisis bekuan.
Bila terdapat defisiensi kedua protcin ini akan dapat timbul trombosis vena.
l
Protein S adalah kofaktor untuk aktivasi Protein C. Protein S beredar
dalam plasma dalam dua bentuk: sekitar 50olo adalah protein S bebas atau
berfungsi sebagai protein aktiL Scdangkan 50% lainya berikatan dengan protein

banding C4b dalam inhibitor komplemen pathway.5

B. Faktor risiko yang didapat


l. Antibodi antifosfblipid
Antibodi antifoslblipid (AFA) merupakan antibodi yang secara langsung
menyerang fosfolipid lain atau ikatan protein plasma terhadap anion fosfolipid.
Pasien dengan AFA mempunyai resiko menderita trombosis vena maupun
hombosis arteri, kehilangan janin yang bcrulang dan atau trombositopeni.
Kelainan mungkin berhubungan dengan penyebab primor atau berhubungan
dengan sistemik lupus edthematosus (SLE) dan pcnyakit rematik lain.a Fosfolipid

anion ini merupakan bagian luar membran sel sehingga sering tetkena injury
berupa iskemia, trauma, toksin, kematian sel alafiiah (apoptosis), pendangan,
inleksi dan interaksi obat.3
Ada 4 jenis AFA yajtu antibodi yang memberikan hasil positif palsu pada
tes serologi ryptili.!, Lupus antikoagulan (LA), anti cardiolipin antibodies (ACA)
e
dan anti 02 glikoprotein I (anti 02 GPI).

ll8
Lupus antikoagulan adalah antibodi langsung terhadap protein plasma
yang mengikat fosfolipid (misalnya protrombin, annexin V). Adanya ikatan LA

dan tosfolipicl dipermukaan protrombin akan menghambat perubahan protrombin


menjadi hombin schingga akan menghambat koagulasi Adanya LA ini ditandai
dengan pemanjangai dctivate.l partial tbomboplastin time (APTT)' kaolin
clo ing thte (KCT), /i.t,{re thronhoplastin ilthibition teit dan dilute Russell"t
t)iper venom tite
(dRVVT). Meskipun dinamai antikoagulan' manifest$i
klinisnya jarang menimbulkan pardatahan dan adanya antibodi ini bcrkaitan erat
e
dengan peningkatan risiko tlombosis.

Antibodi antikardiolipin adalah antibodi yang berikatan dengan prolein


plasma (seperti p2 GPI, annexin V), kemudian bereaksi dengan anion fosfolipid

scperti kardiolipin dan fosfatidilserin. Mekanisn'le aksi dari ACA dalam


menimbulkan trombosis belum jelas, kemungkinarr antibodi ini mamacu
trombosis melalui atinitasnya terhadap beberapa lbsfblipid yang terlibat dalam
e
hemostasis.

Antibodi anti p2 GPI merupakan antibodi terhadap ll2 GPI 02 GPI


merupakan suatu ikatan fosfolipirl yang berfungsi menghambat proses koagulasi'
agregasi trombosit scrta menghambat perubahan protrombin mcniadi tromhin
Akibat adanya AFA ini proscs tadi tidak berialan sehingga dapat menjadi faktor
e
predisposisi untuk tcrjadinya irombosis.

2. Hiperhomosistcinmia

Homosistein merupakan asam amino perantara yang berasal dari


perrbahan nethia,nin? ke cyrleile.Homosisteinuria atau hiperhomosisteinemi
dapat merupakan kelainan genctik maupun kelainan yang didapat

Hiperhomosistein yang terjadi secara genetik kebanyakaD adalah homozjgot uniDk


termolabil mutan da methylenetetrulrydrofblate rel'iclare (MTHFR)'
Hiperhomosisteinemia dapat juga merupakar gambaran akibat kurangnya

konsumsi asam folat. vitamin B6 atau Bl2. K.tdar asam folat dan vitamin Bl2
khususnya merupakan faktor yarg sangat menentukaD terhadap konscnttxri

homosistein. Kadar homosistcin berbanding tcrbalik dengan konsentrasi asam

I t9
folat. Pentingnya asam folat dalam hal patogenesis hiperhomosisteinemi pemah
diteliti pada 1.041 pasien usia lanjut. Penelitian tersebut menemukan dua pertiga
pasien dengan peningkatan kadar homosistein ternyata mempunyai kadar asam
folat dalam plasma di bawah normal. l0
Tingginya kadar homosistein ini dapat memicu teiadtnya vLtculf,ir injury
termasuk penebalan intima, hipertuopi otot pembuluh damh dan akumulasi
trombosit. Kesemua faktor tadi merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya
lo
trombosis.

3.Imobilisasi
Stasis vena berhubungan dengan bedrcst disertai dengan immobilisasi
merupakan faktor risiko penting terhadap kejadian trombosis vena. Sebuah
penelitian terhadap 101 pasien yang hanya dapat tiduran pada saat dirawat
dilakukan pemeriksaan dengan |2S-fibtinogen uptake test. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan b^hwa l3qo da.ri semua pasien dan 20Vo pasien yang
mondok oleh karena gagal jantung kongestif atair pneumonia mempunyai hasil
a
positif terhadap res tersebut.

4. Perjalanan udara
Masih konhoversial apakah riwayat perjalanan sebelumnya menyebabkan
peningkatan risiko tromboemboli. Sebuah penelitian kasus konfol menemukan
bahwa riwayat perjalanan sebelumnya (rata-rata 5,4 jam) mempunyai kejadian
tromboemboli vena hampir 4 kati lebih besai dibanding control. rr Sebaliknya
sebuah penelitian lain terhadap 788 pasien didapatlan hasil tidak ada peningkatan

hombosis vena setelah perjalanan atau periode perjalanan yang panjang (lebih
l'?
dari 5 jam).

5. Gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan keadaan yang menggambarkan
keadaan hiperkoagulabilitas yang dapat menyebabkan trombus. Risiko DVT
13
paling besar terjadi pada pasien gagaljantung kanan.

120
6. Usia
Sebuah penelitian melaporkan bahwa angka insidensi tahunan untuk DVT
meningkat dad 17 per 100.000 pada umur 40-49 tahun menjadi 232 per 100.000
pada umur antara 70-79 tahun. Namun beberapa faktor risiko seperti imobilisasi

dan keganasan juga berkorelasi dengan umur.4

7. Sindroma nefrotik
Pasien sindroma nefrotik mempunyai peningkatan insidensi tromboemboli
vena maupun arteri, terutama DVT dan vena renalis Kadar AT III dalam plasma

pasien sindroma nefrotik sering menurun oleh karena peningkatan ekskesi AT TTT

lewat udn. Kadar antigenik protein C dan S umumnya meningkat tetapi secara
fi.rngsional aktivitas protein S menurun. Hal ini menunjukkan bahwa hipemktivitas
trcmbosit atau peningkatan viskositas damh secara keseluruhan memheri
a
kontribusi terhadap diatesis trombosis pada pasien sindroma nefrotik.
8. Pembedahan dan trauma
Mekanisme aktivasi sistem koagulasi setelah pembedahan atau trauma
masih belum sepenuhnya diketahui. Kemungkinan hirl ini disebabkan oleh

penumnan aliran darah vena pada ekstremitas bawah' menurunnya fibrinolisis,


immobilisasi, pelepasan atau pemaparan tissue factot dan berkurangnya
a
antikoagulan endogen seperti AT IlI
9. Lain-lain
Faktor risiko lainnya yang merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
trombosis adalah keganasan (oleh karena adanya hiperkoagulabilitas), pemakaian
tamoxifen (menginduksi penwunan AT III dan meningkatkan faktor von
Willebrand), pemakaian kontmsepsi oral dan terapi sulih hormol serta riwayat
tromboemboli sebelumnya.

t2l
t-
II. Diagnosis

A. TVD atau DVT

l.Anamnesis

Dari riwayat penyakit yang dapat di gali, TVD biasanya terlihat jelas pada

ekstremitas bawah. TVD pada ekstremitas bawah ini seringkali terlihat pertama
kali sebagai msa penuh yang mengganggu pada insersi otot betis bawah.
Pemsaan ini lama kelamaan disertai msa panas dan pembengkakan.
Pembengkakan disertai rasa nyeri. Rasa nyeri bertambah bila dipakai untuk
ra
aktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat.

2. Pemeriksaan Fisik
Akan dijumpai kelemahan mungkin fimbul sepanjang aliran vena yang
terlibat. Disamping itu biasanya juga didapatkan adanya peningkatan turgor
jaringan lunak yang terkena dan distensi vena superficial.rJ

Tanda dan Gejala

Dijumpai adanya rasa penuh yang mengganggu pada insersi otot beris
bawah.15 Karmel L. Tambunanr6 menyebutkan gejala klinis yang bisa timbul pada
TVD adalah tumor, dolor, kalor, rubor dan fungsiolesa. Hirsh dan I-eerl
menggunakan model klinik seperti terlihat pada tabel I untuk memperkirakan
kemungkinan seseomng terkena TVD. Kemungkinan seseorang terkena TVD bila
skore-nya I atau lebih.Bila skore-nya kurang dari I kemungtinan bukan TVD.

122
Tabel I Clitrical nodel for predicting pretest probability for DVT

AcLive cnncer ( trcatmenr ongonrg or within previous 6 nro


or palliati\rc ) I
Paralysis,pnrcsis or rocenr phster jmnrobiljzation ot!hc
towcr extrcnrities I
Rccently bedridden > 3 d or mrjor surgery wjthin :l wk
I

l,ocalized lcnderncss atong the distribuln r ofthe decp venons sysrcm


I
Enrire leg swoltcn I
Calf swclling 3 cn > nsyrnptomatic sjde ( mcasurcd I 0 cm below
tibial ruberos ity ) 1

Pitting edemn contined ro ihc symptomatic leg I


Collateral superficirl veins ( nonvadcosc ) I
Altenr ive drrgnosts r\ Iitet) or grecter thar ihar ofDVT
ID.patients wiih sympionrs in boih lgs, the more sympromatic leg
is used. p.etest probabitity
c{lculatcd as lhe rotatscorc : high /3; moderaie I or 2t low S0
(Sumber: Hirsh J. 11d1,2002)

Pasien dergan gejala-gejala


klinik tenebur perlu diwaspadai kemungkinan
TVD. Untuk memperolch hasil yang lebih t0pat diperiukan pemeriksarn yang
obyektif. Pemeriksaan dengan kompresi ultrasonografi merupakan pilihan
pertama pada pcnnulaan.Namun pemcriksaan venografi tetap
mcrupakai gold

Pendekatan untuk mendiagnosis TVD dapat dilakukan scbagai berikut.


Pasicn TVD dipertimbangkan besarnya kemungkinan untuk tcrkena
TVD secara
klinis. Bila kemungkinannya rcndah, dilakukan pemeriksaan D dimer. Bila
pemeriksaan D,dimer hasilnya negatil, diagnosis TVD
dapat disingkirkan. Bila
hasilnya positif" perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi vena.
Jika hasil
pemeriksaan uitrasonografi (USG) vcna hasilnya positif, diagnosis
TVD dapar
ditegakkan. Jika mcmberikan hasil negatif, diagnosis TVD tlisingkirkan. r7

Pada pasien dengan pertimbanganklinis masuk kategori sedang atau tinggi


dapat dilakukan pemeriksaan ultmsonografi vena. Bila hasilnya positjf,
diagnosis
TVD dapat ditegakkan.sedangkan bila hasilnya negatif, perlu dilakukan
pemeriksaan D-dimer. Jika hasil perneriksaan D-dimer negatif,
diagnosis TVD
dapat disingkirkan.lT Jikt hasil pcmeriksaan positif, perlu dilakukan
pemeriksaan

123
serial USG vena atau langsung dilakukan venografi. Jika memberikan hasil
positif, diagnosis TVD dapat ditegakkan. Bila hasilnya negatif, diagnosis TVD
disingkirkan.

Signs or symptoms ofsuspected DVT

J
clinical probability
I

J J
low clinical probability Intermediate or high clinical probability
J J
D-dimer test venous ultrasonography

JJ
I

negative positive positive negative

I I I
V v + V
:r
exchde DVT venous USG Dx DVT D-dimer test

positive negative positive negative


J J J J
diagnose DVT exclude DVT

positive negative
J J
diagnoseDvT excl.DVT

Gambar 2. Algorithm fordiagnosing DVT (Sumber: Jack Hirsh rd1..2002)

2 . Pemeriksaan Penunjang

2.1. Ultrasonografi komprsi vena


Peme ksaan ini merupakan pemeriksaan pilihan pertama pada pasien
dengan pertimbangan klinis tinggi atau sedang untuk terkena TVD. Pada keadaan
normal penekanan secara manual dengan menggunakan transducer tethadap
permukaan kulit di atas pembuluh darah vena akan menyebabkan dinding vena

124
mengalami kolaps.l5 Tidak didapatkannya dinding vena yang dapat ditekan
dengan menggunakan probe IJSG sepanjang vena femolal atau popliteal atau
keduanya mcrupakan diagnosis TVD proksimal Pcmeriksaan dengan

ultrasonografi ini mempunyai nilai prediksi yang tinggi pada pasien yang diserrri
dengan keluhan akibat trombosis. Angka sensitivitas dan spcsifisitasnya lebih drri

957o.r7re Sebuah penelitian cololr terhadap 1702 pasien dcngan gejala klini\
suspek TVD, setelah dilakukan pemeriksaan USG komprcsi, 1290 pasien

dinyatakan negatif. Enam bulan kenudian hr:r,ya O,1o/a pasien yang rnenga]ami
komplikasi tromboemboli.re Kelcmahan ultrasonografi kompresi yaitu bil'
trombus pada distal. Angka sensitivitas dan spesifitasnya bcrkisar 60- 70"/'-l?
Karena angka sensitivitas dan spesifitas yang rendah iri maka ser-ing
menghasilkan negatif palsu, sehingga perlu dilanjutkan dengan perneriksaan
venografi.ls
Keterbatasan dari USG kompresi ini adalah tidak dapat mendetck\i
trombus yang tedsolasi pada tena illiaco ata\t vena.lbnoralis superficialis tanpa
mcn!gunakan rh,luctor canll.
l'
2.2. Magnetic Resona ce venoTaphJ (l.trRy )
Pcmeriksaan ini dapat nenentukan secara rinci sistem vena dan dapat juga
memperkirakan usia thrombus MRl ini sangat membantu untuk evaluasj pasien

yang dicurigai mende ta trombosis vena pclvis dan TVD pada ckstremitas atas'
MRV juga merupakan tes pemeriksaan keduajika secara klinis sangat meidukung
ke arah TVD, tctapi hasil pemeriksaan USG komprcsi memberikan hasil ncgative

z.3.Venograli kontras
Pemeriksaan ini bermanfaat jika terdapat ketidakscsuaian ant^ra hasil

pemcriksaan USG kompresi dengan gejala klinis (gejala klinis tidak mcndukung

TVD tetapi hasil USG-nya menddkung atau gejala klinis nengarah ke TVD telcpi
hasil USG tidak mendukung ke arah TVD). Hrl yang perlu dipcrhatikan adalah

bahwa venogmfi kontras tidak dapat untuk menentukan diagnosis.jika disana


r5
terdapat obstruksi komplet pada vena yang rnenghalangi jalannya zat kontras

125
2.1. Plate let s c intigr.tp h!
Pemeriksaan ini menggunakan htdium oxine labeting dan bermantaat
untuk diagnosis TVD seda untuk evaluasi elek pemberian terapi antikoagulan.li

2.5. PemeriksaanD-dimer
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan objektif pefiama yang dilakukan
pada pasien dengan pertimbangan klinis rendah untuk terkena TVD. D_dimcr jni

akan tordeteksi dalam darah pada kadar diatas 500 lg/ml. Kadar D-dimer akan
meningkat bukan halya pada hombosis akut, tetapi juga pada kondisi waktu
hamil, infeksi atau malignansi.l? Konsentrasi D dimer yang rendah dapar
dipergunakan dengan baik untuk menyingkirkan diagnosis trombosis yang akut
sebaliknya konsentrasi di atas nomal mempunyai potensi untuk terjadi
trombosis vena maupun trombosis arterial. Selama berlangsungnya TVD yang
akut maka konsentasi D-dimer plasma meningkat sangat tinggi bisa sampai 100
20
kelipatan kadar nonnal.

2.6. Ultrasonografi rena alau renograli {ecara scrial


Bila terdapat ketidakcocokan antara pemeriksaan klinjk, hasil pemeriksaan
ultrasonograli vena dan hasil pemeriksaan D-dimer, perlu dilakukan peme ksaan
ultrasonografi vena secara serial atau venogmfi. pasien dcngan pertimbangur
klinis untuk terkena TVD masuk kateSori kelas scdang atau tinggi, tetapi iika
hasil ultrasonograti vena menunjukkan hasil negatif, perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut untuk mencad adanya hombosis vena betis/tungkai bawah. rl
Pada pemcriksaan lanjutan ini bisa dilakukan pcmeriksaan ultrasonogmfi
ulangan dalam lima sampai tujuh hari setelah pemeriksaan pertama. Tctapi bila
gejala semakin memburuk atau tambah brat, pemeriksaan ulangan ini bisa
dilakukan segcra.Mesklpun peme ksaan ultrasonografi kompresi ini aman dan
sesuai untuk kebanyakan pasien, sebaiknya pada pasien yang tak munglin
kembali lagi untuk pemeriksaan USG kompresi ulangan atau pasien mempunlai
gejala berat dan dari gejala klinis kemungkinan besar menderita TVD, perlu
r7
dilakukan venografi.

126
B. Diagnosis TVD yang berulang
Pendekatan diagnosis untuk pasien TVD berulang, sama dengan
pendekatan diagnosis TVD yang baru diderita pettama kali 'r Beberapa pu.i.n
ditang lagi dcngan keluhan bengkak dan r0sa sakit pada kaki, warna kulit gclap
atau kehitaman dan sering berkembang menjadi luka pa a naleoli yang disebut
I gejala pasca trombosis Qtost thronfuotic syndrome).t8

C, Tromboemboli paru (TEP) atau Pulmonary Thromboemboliism (PTE)


Pasien dengan TEP/PTE yang berat akan memunjukkan gcjala dan tallda-

tanda yang bersifat sistomik seperti nyeri dada, sesak nafas, naf'as yang cePat
neningkatnya tekanan vcnajugularis , hipotensi sampai dengan syok. sianosis d,n
penurunan kesadaran. Adanya nyeri pleuritik, batuk-batuk, hemoptisis biasanya
menunjukkitn kesan omboli dengan masa yang kecil yang terlebih di bagirn

bawah atau dekat pleura.2l


Pendekatan diagnosis tromboemboli paru harnpir sama dengan TVD oleh

karena biasanya konfirmasi TVD bisa tanda-tanda yang menyertai PTE


sebelumnya. Hal ini diakibatkan TVD yang asimtomatik akan mempunyri
2r
potensi menjadi tromboemboli paru.

12'7
Signs or symptoms of suspected recunent DVT
J
clinical probability,CUS'D-dimer

all other combinations new noncompressible


normal CUS and
venous sTment
negirtive D dimer
Y
+ diagnosis recurent DvT
exchde recurent DVT

moderate or high clinical suspicion or


low clinical probability and negative
D-dimer positive, or Previous CUS
D-dimer and CUS abnormal but
not available
Unchanged from Previolls
I I

+ V
venography
Serial venous USG
I
I

negative
New nonc'ompressible CUS unchanged
filling defecr
venous segment
I
v V
I
tI

exclude
Diagnose
diagnose
",.",}o"
fecurent DVT recunent DVT recurrent
recunent DVT
DVT

Gambar 3. Diagnosis ofrecurent DVT


(Sumber : H;rsh&Jack e, ai.'2002 )

Pemriksaan tambahan Pada TEP


Lung Scaning
sinar gama menggunakan
Scaning paru dengan menggunakan radionuklir
inhavena akan dapat menangkap
albumin yang dilabel yang disuntikkan secara
yang diakibatkan kemungkinan
gambamn defek aliran kapiler-kapilfl pulmonal

i
I
128
adanya tromboemboli dan Tomografi (CT) scan toraks dengan menggunakan
angiograf kontns standar menghasilkan semsitivitas diagnotik 607..
Ekhokardio$afi sangat membantu untuk menyingkirkan differensial
diagnosis dari kasus-kasus kardiologi. Pada tromboemboli paru dapat dijumpci
komplikasi dekompensata kordis kanan oleh karona disfungsi ventrikel kanan
yang sebelumnya tidak dijumpai.'?r

Pendekatan tromboemboli paru disarankan dengan menggunakan


pendekatan secara terintegrasi dengan tahapan-tahapan menuju diagnosis yang

tepat seperti gambar dibawah ini :

Gambar l. Strategi Diagnosis PTE| Suatu Pendekatan Diagnosis yang lntegratif


U/S: ultrasound; PAgram: pulmonary arteriogram.

D. Diagnosis Banding
Diagnosis banding DVT diantaranya adalah :

. Plebitis tanpa trombosis


. Tromboplebitissuperfisial
. lnsufisiensi vena tanpa trombosis akut
. Ruptur kista Baker

r29
Hematom

Selulitis
Limpangitis
Limpedema
Edema perifer oleh karena penyakitjantung koogestif, penyakit hati, gagal
l5
ginlal atau sindroma nefrotik.

Tes Penyaring untuk Trombofilia

Tes penyaring inj meliputi pemedksaan antitrombin dan prctein C, kadar


prctein S bebas, uji resistensi plotein C yang teraktivasi dengan pemeriksaan
DNA untuk laktor V Leiden. Uji molekuler untuk mutasi protrombin G20210A,
tes pembekuan pospolipid-based untuk anti koagulan lupus, Elisa untuk antibodi
anti pospolipid dan kadar homosistein puasa.
l

I I e. fen) rnng rni drlik LrkJn prda I

'l'
il' . Episode trombosis idiopatik pada umur 50 tahun atau kurang.
. Mempunyai riwayat 2 episode atau lebih trombus yang berulang
terutama bila kejadian trombosis tak diprovokasi.

. Trombosis pada kasus yangjarang (c?rcbruL mesenteic)


. Dari riwayat keluarga didapatkan adanya 2 atau lebih saudara yang
mendedta hombosis vena.
. Wanita yang mengalami TVD selama kehamilan atau pada saat

mendapatkan terapi honnonal.


. Wanita dcngan riwayat abofius berulang yang tak dapat diielaskan
sebabny'l.

RANGKUMAN
Telah dibahas faktor-faktor risiko dal diagnosis trombosis vena dalam dan

trombocmboli paru. Diagnosis trombosis vena dalam dan tromboemboli


sebaiknya dilakukan dengan pendekatan yang terintegrasi agar dihasilkan
diagnosis yang tepat.

I30
DAFTAR PUSTAKA

l. Bick. Il. L.. 2003. lnlroduction of thnnbosis proficicnt and cost effective
approachces to thrombosis . Hematology Oncol.Clin. W.Am I 7: I -8
ofdccp
2. Silvcrstein, IIcit,.l.A. Mahr, D- M. ct al. 1988. Trends. In lhe incidcncc
vcin thronrbosis and pulmonary embolism I a 25-year population Based
stu.Ly.
3. Linker, C. A.2004. Uypercorglllable statc in: Currcnt Mcdical Diagnosis &
Trcatment. 5l'r' cdition Pp.5l0 5 12.
4. Bauer-. K.A, : l-il, (i. Y. H., 2004. Ovcrvicw ol thc callses of Vcnous
th.onbosis. UpToDrte, vol 12. No.2
5. Ens, G. E. , 1988. Disorder leading to Thrornbosis io Clinical Hernatology,
I'rinciples, I'rocedurc, Conelations 2"d cdition . pp. 675 680.
6. Rodgcrs, G. M., 1999. Thro0rbosis xnd Antithronrbolic Therapy in Wintrobe's
ClinicalHemrtology 10'r' Edition, pp 1133-1767, Williams & Walkins A
Waverly Company
7. Hmdin. R.1.2001. Bleeding and l'hrollllrosis in E. Braunwald K.J.. A.S. Fauci
lsselbacher, J. D. Wilson, J.B. Maftin,, D. L. Kaspcr S.L. Hauser, f).L. Lorlgo
eds Ha(ison's Principles of lntcrnal Meclicire, l5'' ecl McGraw-Hill
Conpenics , New York
8. Grossct, A. B, M. Rodgers, G. M., 1999. Acquired coagulation Disorder-irr :
wintrobe's CJinicalHematology loth Edition, pp 1733-1767, Williarns &
Waikins A Waverly Company
9. Bcrmas, B. L., 200,1- Clinical manifbstation and cliagnosis oI the antiibsfblipid
antibody syndromc. UpToDate. vo1 12, No.2
10. Rosenson, R. S. ; Kang D. S, 2004. Ovcrvicw of Hemocystein. UpToDatc, vol
12. No.2
11. Fcrari, E; Chevallier, J. Chapelir, A: Baudotry, M., 1999. Travel as a risk
Factor lbr Vcnous Thrornbocmbolic Disease : A Casc Contrc Study, Chest,
1 I5: ,140 ,149.

12. Kraajenhagen. R. A. : Haver-kamp. D; Koop an, M. M., 2000 . Travel aid


Risk of Vcnous'fhrombosis (Letter), Lancet, 356: 1492 1,193
13. Lip. G. Y; Ribbs C. tt., 1999. Does hcaft failure confer a hypcrcoagulable
srrre ? Virchov.s Triad revisited. J. Am. Col. Cardiac 33: I zt2zt
14. Creanger, M- A & Dzau V.J.,2001. Vascular Disease of thc Extremities ir E
Braunwald K.J.. A.S. Fauci.lssclbacher, J. D. Wilson, J.B. Martirl,, D. L.
Kasper S.L. Ilauser, D.L. Longo cds Hirlrison's Principles of Intenal
M(rdicille, l5'r' Mcclaw-Hill Conpenics. New YoIk, Vol. I, pp. 1434 1442
15. Gelland, E. V.. Paizaa, G., 9oldhaber, S.iZ., 2002, Venous Thromboembolisrn
Guidebook Critical Pathway in Cardiology. Vol L pp.26 43
16. Tambunrn. K. L., 2000. Taerapi Antikoagulan pada 'l rollbosis Vcna L)alam ,
dahn Currcnt Trertment in Intcrnal Medicine 2000. Llal. l9-2l Pusat
Intbrmasi clan I'enerbjtan Bagian IPD FK-UI Jakarta.
17. Hi|sh, J. Lee. A Y.Y.,2002. FIow we Diagnose and trcat Deep \cirr
thrombosis. Blood Vol 99. No. 9 (May l) . 2002 pp.3102-31 l0

l3l
18. Tambunan, K. L., 2002. Deteksi dan Tata Laksana Trombosis vena Dalam ,
dalam Penatalaksanaan Kedanmtan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam II 2002,
Hal 28-33. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian IPD FK-UI Jakarta.
19. Gmnt, B.J.B. 2002. Diagnosis of Suspected Deep Vein Thrombosis of The
Lower Extremity. UpToDate, vol 11, No. 2, ppl-8,
20. Cushman M, Falson A. R. Wang, L . et al. Fibrin fragmen D-dimer and the
risk of ifibril venous thrombosis, Blood. 1O1: 1243-1248.
21. Goldhaber, S. z, 20OL Pulmonary thromboembolism in A.S. Fauci, E.
Braunwald K.J. Isselbacher, J. D. Wilson, J.B. Martin,, D. L, Kasper S.L.
Hauser, D.L. Longo eds Hanison's Principles of Intemal Medicine, 15'h
McGmw-Hill Compenies , New York, Vol. I, pp. 1508-1513
22. Ire, R; Frenkel, E. P, 2003. Hyperhomocysteinemia and trombosis. Hematol.
Oncol. Clin. N. Am 17'35-102.

132

Anda mungkin juga menyukai