Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMASI FISIKA 1

SIFAT PADATAN DAN

POLIMORFISME OBAT

Dosen Pengampu :

Dr. Fikri Alatas, M.,Si.,Apt.

Disusun oleh :

Audita Prima Wiadi

3311151138

Kelas D

UNIVERSITAS JENDRAL AHMAD YANI

FAKULTAS FARMASI

CIMAHI

2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah ini, Dan juga kami
berterima kasih pada Bapak Dr. Fikri Alatas selaku Dosen mata kuliah farmasi fisika 1 yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai sifat padatan, saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya
berharap adanya kritik dan saran agar makalah yang saya buat kedepannya akan lebih baik
lagi, mengingat tidak ada yangsempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
pemanfaatan yang lebih baik untuk makalah ini di waktu yang akan datang. Terimakasih

Cimahi Mei 2017,

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam dunia kefarmasian para apoteker dan pakar-pakar kimia senantiasa


merancang sediaan obat supaya mampu menrancang terobosan baru dalam
menciptakan suatu produk yang berkualitas, baik dari segi kesetabilan obat maupun
efek yang ditimbulkan. Sudah sepantasnya, sebagai seorang farmasis kita harus
selalu menggali informasi terkini mengenai teknologi obat dari berbagai segi.
Diantara semua sifat dan reaksi yang penting untuk kita ketahui bersama yang
paling kami soroti disini yaitu mengenai sifat padatan dan polimorfisme obat. Dimana ini
merupakan suatu tahapan yang yang sangat berperan penting dalam menentukan
hasil suatu efek obat dalam tubuh manusia. Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-
obat yang relatif tidak larut dalam air telah lama menjadi masalah pada industri
farmasi. Obat-obat tersebut umumnya mengalami proses disolusi yang lambat demikian
pula laju absorpsinya.
Dalam hal ini partikel obat terlarut akan diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak
diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna.
Disolusi obat adalah suatu proses pelarutan senyawa aktif dari bentuk sediaan padat ke
dalam media pelarut. Pelarutan suatu zat aktif sangat penting artinya karena ketersediaan
suatu obat sangat tergantung dari kemampuan zat tersebut melarut ke dalam media pelarut
sebelum diserap ke dalam tubuh.
Suatu bahan obat yang diberikan dengan cara apapun dia harus memiliki daya
larut dalam air untuk kemanjuran terapeutiknya. Senyawa-senyawa yang relatif tidak
dapat dilarutkan mungkin memperlihatkan absorpsi yang tidak sempurna, atau tidak
menentu sehingga menghasilkan respon terapeutik yang minimum. Daya larut yang
ditingkatkan dari senyawa-senyawa ini mungkin dicapai dengan menyiapkan lebih
banyak turunan yang larut, seperti garam dan ester dengan teknik seperti mikronisasi
obat atau kompleksasi. Melihat pentingnya tentang disolusi dan difusi dalam suatu
sediaan maka dibuatlah makalah ini sebagai suatu manfaat dan pengetahuan bagi para
farmasis.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana bentuk polimorfik dengan struktur urutan susun berbeda?
1.2.2 Apa saja tipe-tipe polimorfisme?
1.2.3 Apa saja sifat-sifat padatan obat?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sifat-sifat padatan obat
2. Untuk mengetahui tipe-tipe polimorfisme
BAB II

ISI

2.1 BENTUK POLIMORFIK DENGAN STRUKTUR URUTAN SUSUN


BERBEDA

Molekul memiliki komposisi yang sama tetapi memiliki struktur yang berbeda disebut
isomer. Peristiwa yang sesuai untuk padatan kristal disebut polimorfisme. Perbedaan struktur
ini adalah modifikasi atau bentuk polimorf. Modifikasi berbeda tidak hanya pada penataan
ruang atom mereka, tetapi juga dalam sifat fisik dan kimianya.
Perbedaan struktural dapat terdiri dari variasi kecil dalam orientasi molekul sampai
susunan atom yang sama sekali berbeda. Modifikasi yang berbeda dari senyawa sering
ditunjuk oleh huruf kecil Yunani huruf , , ..., dll. Misalnya -sulfur, -sulfur, atau dengan
angka romawi, misalnya timah-I, timah-II, dll. Bentuk polymorf mineral telah dalam banyak
kasus telah diberi nama sepele, seperti -kuarsa, -kuarsa, tridimit, kristobalit, coesite,
keatite, dan stishovite untuk bentuk SiO2 bentuk.
Yang lebih sistematis (tapi tidak selalu jelas) adalah sebutan oleh simbol Pearson;
penggunaannya direkomendasikan oleh IUPAC (International Union of Pure dan Applied
Chemistry). Sebuah simbol PEARSON terdiri dari huruf kecil untuk sistem kristal (singkatan
pada Tabel 3.1, hal. 24), huruf besar untuk jenis tersebut berpusat pada kisi (Gambar 2.6, hal.
8) dan jumlah atom dalam sel unit. Contoh: sulfur-oF128 adalah ortorombik, fcc dan
memiliki 128 atom per sel satuan (-sulfur).
Uanium adalah contoh baik untuk menunjukka polimorfisme. Logam uranium bisa
memiliki 3 sturkutur kristal yang berbeda. Setiap struktur ada pada fase tertentu, seperti
gambar di bawah ini :

1. Fase alfa () dari suhu kamar hingga 663oC


2. Fase beta () dari suhu 663oC hingga 764oC
3. Fase gamma () dari suhu 764oC hingga titik lelehnya 1133oC
Contoh lain adalah hematit (Fe2O3) dimana terdiri dari fasa -Fe2O3, -Fe2O3, -Fe2O3,
fasa -Fe2O3 (campuran fase dan ). -Fe2O3 memiliki struktur rhombohedral. Itu terjadi
secara alami sebagai mineral hematit yang merupakan hasil utama dari penambangan, dan
memiliki sifat antiferomagnetic hingga mencapai suhu kritis 950 K. Itu mudah dibuat
menggunakan thermal decomposition dan presipitasi pada fasa cair. Sifat magnetiknya
bergantung pada beberapa factor yaitu tekanan, ukuran partikel, dan intensitas medan
magnetik.
-Fe2O3 memiliki struktur kristal FCC, bersifat metastabil, pada suhu 500oC berubah
menjadi fasa alpha. Dapat dibuat dengan mereduksi hematite dengan menggunakan karbon,
pyrolysis dari larutan besi (III) klorida, atau thermal decompotition dari besi (III) sulfat.
- Fe2O3 memiliki struktur kristal kubik, bersifat metastabil, berubah menjadi fasa
alpha pada temperatur yang tinggi. Di alam berbentuk sebagai maghemite. Bersifat
ferrimagnetik, dan pada ukuran partikel yang ultra halus yang lebih kecil daripada 10 nm
bersifat superparamagnetik.
- Fe2O3 memiliki struktur kristal rhombik, menunjukkan sifat antara fasa alpha dan
gamma, sehingga tidak dapat dibuat dari bentuk murni; itu selalu merupakan campuran antara
fasa alpha dan fasa gamma. Bahan dengan perbandingan fasa epsilon yang tinggi dapat dibuat
dengan thermal transformation dari fasa gamma. Fasa epsilon bersifat metastabil, berubah
menjadi fasa alpha pada suhu antara 500 - 750oC.

Bentuk polimorfik dengan struktur yang memiliki urutan susun berbeda seperti
lapisan disebut polytypes. Bentuk polimorf dari senyawa tergantung pada persiapan dan
kondisi kristalisasi: metode sintesis, temperatur, tekanan, jenis pelarut,
pendinginan atau pemanasan tingkat, kristalisasi dari fase solusi, fusi atau gas, dan kehadiran
benih kristal.
Ketika suatu senyawa yang dapat membentuk beberapa modifikasi mengkristal,
pertama modifikasi dapat membentuk yang senyawa dengan termodinamika tidak stabil di
bawah kondisi yang diberikan; setelah itu
mengkonversi ke bentuk lebih stabil (Ostwald aturan langkah). Selenium adalah contoh:
Ketika unsur selenium dibentuk oleh reaksi kimia dalam larutan, maka endapan merah dalam
modifikasi yang terdiri dari molekul Se8, ini kemudian berubah perlahan-lahan ke dalam
bentuk yang lebih stabil berwarna abu-abu
yang terdiri dari rantai molekul polimer. Kalium nitrat merupakan contoh lain: pada suhu
kamar -KNO3 stabil, tetapi di atas 128oC -KNO3 yang stabil. Larutan encer pada suhu
kamar -KNO3 mengkristal pertama, kemudian setelah beberapa saat atau ketika dipicu oleh
sedikit stres mekanik, maka bertransformasi menjadi -KNO3.
Energi nukleasi mengatur agar dapat modifikasi mengkristal pertama. Energi ini
tergantung pada energi permukaan. Sebagai aturan, energi nukleasi berkurang dengan
penurunan permukaan energi. Modifikasi memiliki energi nukleasi terkecil untuk mengkristal
pertama. Sebagai energi permukaan tergantung pada adsorpsi partikel asing, urutan
kristalisasi dari bentuk polimorf dapat dipengaruhi oleh kehadiran zat asing.

2.2 TIPE-TIPE POLIMORFISME

Berdasarkan perbedaan dalam sifat termodinamika, polimorf dapat diklasifikasikan :

1. sistem enantiotropic : ikatan transisi reversible antara polimorf mungkin terjadi pada suhu di
bawah titik leleh.
2. sistem monotropic: tidak terjadi ikatan transisi reversibel antara polimorf pada suhu dibawah
titik leleh.
Beberapa aturan untuk menentukan secara kualitatif sifat enantiotropic atau monotropic
hubungan antar polimorf :
1. Suhu panas dari ketentuan transisi, aturan fusi, aturan infrared dan aturan kepadatan.

2. Sifat termodinamika dari setiap fase kristal suatu zat sebagai fungsi dari suhu.

3. Menetapkan urutan stabilitas antara berbagai polimorf telah dipelajari dengan menggunakan
tekanan terhadap plot suhu.

A. Packing Polimorfisme
Packing polimorfisme merupakan kejadian dimana konformasi molekul yang relatif
kaku dapat dibuat menjadi struktur tiga dimensi yang berbeda, dengan melalui mekanisme
antar molekul yang berbeda pula.
B. Polimorfisme Konformasi
Dimasukkannya molekul pelarut yang berbeda dalam kisi kristal dapat menyebabkan adanya
pola kemasan yang berbeda, dan juga telah ditemukan untuk mempengaruhi konformasi
molekul paroxetine hydrochloride dalam dua bentuk solvat.
C. Fase Transformasi pada Sediaan Padat
Penataan molekul ke dalam struktur baru selama fase transformasi mungkin atau mungkin
tidak melibatkan fasa pelarut atau uap.
Untuk menjelaskan mekanisme transisi fisik solid-solid, ada empat langkah :
(a) melonggarkan molekul dalam fase awal
(b) pembentukan larutan semi padat
(c) nukleasi fase padat baru
(d) pertumbuhan fase baru
D. Prediksi Polimorf
Tantangan utama dalam mengelola fenomena berbagai bentuk padat suatu obat adalah
ketidakmampuan untuk memprediksi jumlah formulir yang dapat diharapkan dalam kasus
tertentu. Prediksi ini akan melibatkan kuantifikasi dari gaya antarmolekul dalam setiap
struktur kristal yang diusulkan serta kemampuan untuk mendalilkan kemasan mode
kemungkinan untuk sebuah molekul yang diberikan dalam semua konfigurasinya.
Prediksi teoritis akurat polimorf dari penelitian terhadap dinamika molekuler dan generasi
struktur kristal akan menjadi sangat penting luar biasa dalam penelitian obat.

2.3 SIFAT PADATAN OBAT

Pada saat ini para pakar menyadari bahwa efek obat tidak semata-mata tergantung pada
faktor zat aktif yang berkhasiat saja, tetapi juga tergantung pada bentuk sediaan terutama
formulasinya. Salah satunya yaitu bentuk kristal zat aktif. Namun demikian, tidak semua zat
padat dapat membentuk kristal. Zat padat yang tidak mempunyai struktur kristal dikenal
dengan zat amourphous atau zat amorf. Partikel-partikel dari zat amorf tidak mempunyai
bentuk tertentu dan permanen. Bentuk amorf yang merupakan yang akan lebih cepat pada
saat proses absopsi berlangsung. (partana, 2008)

a. KRISTAL
Dalam beberapa bahan kristalin partikel penyusunnya tersusun sehingga
keteraturannya kadang nampak dengan mata telanjang. Kristal yang umum kita liat
adalah natrium klorida, tembaga sulfat hidrat, dan kuarsa. Lokasi partikel penyusun
padatan kristalin (ion, atom-atom molekul) biasa nya dengan kisi, dan lokasi setiap
partikel disebut titik kisi. Satuan pengulangan terkecil kisi disebut dengan sel satuan.
Sel satuan paling sederhana adalah kubus. tiga sumbu kubus dan bebrapa sel satuan
lain tegak lurus satu sama lain, namum untuk sel satuan lain sumbu-sumbu itu tidak
saling tegak lurus. Faktor yang mendefinisikan sel satuan adalah jarak antara titik dan
sudut antar sumbu. Faktor-faktor ini disebut dengan tetapan kisi. Ditahun 1848,
kristalografer Prancis August Bravais (1811-1863).
Mengklasifikasikan kisi kristal berdasarkan simetrinya, dan menemukan bahwa
terdapat 14 jenis kisi kristal (ksi bravais). Besarnya sel satuan dapat ditentukan
dengan hukum Bragg, yang diusulkan oleh fisikawan Inggris William Lawreence
Bragg (1890-1971) ditahun 1912.
Untuk mendapatkan informasi detil susunan akurat partikel dalam kristal, pengukuran
intensitas puncak difraksi perlu dilakukan struktur padatan kristal terdisi atas :
1. Susunan terjejal
Banyak senyawa khususnya kristal logam dan molekular mempunyai sifat umum
yang memaksimalkan keraparannya dengan menyusun partikel-partikelnya serapat
mungkin. Struktur kristal semacam ini disebut dnegan struktur terjejal.
2. Kubus berpusat badan
Beberapa logam, seperti logam alkali, mengkristal dalam kisi kubus berpusat
badan yang mengandung bola yang terletak dipusat kubus dan disudut-sudut sel
satuan. Cara penyusunan ini disebut dengan kisi kubus berpusat badan.
3. Analisis kristalografi sinar x
Teknik analisis kristalografi sinar x pertama dikenalkan diawal abad 20, dan sejak
itu telah digunakan dengan meluas untuk penentuan struktur berbagai senyawa
teknik ini dengan sempurna telah menyelesaikan berbagai masalah yang
sebelumnya tidak dapat diselesaikan. Tahap awal dicapai oleh William Henry
Bragg (1862-1942).
Hingga beberapa tahun terakhir, analisis kristalografi sinar x hanya dilakukan para
spesialis, yakni kristalografer apapun molekul targetnya sungguh pengukuran dan
pemprosesan data yang diperlukan memerlukan pengetahuan dan pengalaman
yang banyak. Namun kini, berkat perkembangan yang cepat dan banyak dalam
bidang hardware maupun software kristalografi sinar x, pengukuran kristalografi
sinar x telah menjadi mungkin dilakukan dengan trainning yang lebih singkat.
Kini, bahkan kimiawan sintesis yang minat utama nya sintesis dan melakukan
analisis kristalografi sinar x sendiri. Akibatnya molekul target yang dipelajari oleh
para spesialis menjadi semakin rumit, dan bahkan struktur protein kini dapat di
elusidasi bila masa molekulnya tidak terlalu besar. Kini, pengetahuan tentang
analisis kristalografi dipeprlukan semua kimiawan selain NMR. Difraksi cahaya
terjadi dalam zat bila jarak antara partikel-partikel nya yang tersusun teratur dan
panjang gelombang cahaya yang digunakan sebanding. Gelombang terdisfraksi
akan saling menguatkan bila gelombangnya se fase, tetapi akan saling meniadakan
bila tidak se fase. Bila kristal dikenai sinar x monokromatis akan diperoleh pola
difraksi. Pola difraksi ini bergantung pada jarak antar titik kisi yang menentukan
apakah gelombang akan saling menguatkan atau meniadakan.

b. AMORF
Amorf (amorphous), merupakan definisi struktural dari suatu material dimana
atom-atomnya tersusun secara tidak teratur, sehingga panjang dan sudut ikatan
antar atom juga tidak teratur. Kasus inilah yang diketahui sebagai bentuk
penyimpangan struktural. Susunan partikel dalam padatan amorf sebagian teratur
dan sedikit agak mirip dengan padatan kristalin. Namun, keteraturan ini terbatas
dan tidak muncul di keseluruhan padatan. Banyak padatan amorf disekitar kita-
gelas, karet dan politena memiliki keteraturan sebagian. Fitur padatan amorf dapat
dianggap intermediate antara padatan dan cairan. Baru-baru ini perhatian telah
difokus kan pada bahan buatan seperti fiber optik dan silikon amorf. Sudut dan
panjang ikatan antar atom pada struktur amorf sangat tidak teratur akibat tidak
keteraturan ini beberapa teori zat padat menjadi tidak berlaku (misal Teorema
Bloch. Efek Hall, dan sebagainya). Oleh karena itu analisa sifat-sifat nya sebagian
besar menggunakan metode pendekatan material kristalinnya dengan mengaacu
pada hasil-hasil pengukuran ekspermental.
BAB III
PENUTUP

Sediaan obat terdapat dalam bentuk kristal padat karena stabilitas dan kemudahan
penanganan selama berbagai tahap pengembangan obat. Padatan kristal bisa berbentuk
polimorf.

Dalam bidang farmasi bentuk kristal padatan obat sangat berperan dalam parameter

sediaan obat yaitu menentukan laju disolusi dan transportasi obat

Kristal polymorph adalah sebuah zat yang dapat dinyatakan dalam dua atau lebih zat yang

memiliki bentuk kristal yang berbeda berdasarkan fenomena struktur.


DAFTAR PUSTAKA

Goeswin Agoes 2008 Pengembangan Sediaan Farmasi . ITB : Bandung


Partana ,Crys Fajar . 2008 KIMIA Bogor : Quadra
Soewandi,Sunandi Nurono . 2007 . Polimorfisme Diklofenak Natrium . J Sains
Tek.Far,12(1)2007
Vlack,Lawrence H.Van 2004 . Elemen-Elemen Ilmu dan Rekayasa Material Edisi ke 6
Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai