Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN FISFAR

diposting oleh erlian-ff07 pada 27 April 2012


di a. Semester 6 : Fisika Farmasi - 7 komentar

KRISTAL

1. Kristalin : Zat padat yang susunan atomnya teratur dan berulang dalam ruang tiga
dimensi, sehingga membentuk suatu struktur.
2. Amorf : Zat padat yang susunan atomnya tidak teratur.

(lebih mudah cepat larut dalam air dari pada kristalin karena ikatan antar molekulnya tidak kuat)

1. Semi kristalin : Zat padat yang tersusun dari Kristalin dan Amorf (contoh :
avicell, paravin, selilose mikrokristalin)
2. Habit Kristal : Kristal yang mana bentuk eksternalnya berbeda sedangkan bentuk
internalnya sama, biasanya terjadi karena adanya kejenuhan dari suatu
larutan/rekristalisasi.
3. Polimorf : Senyawa organic yang memiliki bentuk Kristal dan energi yang
berlainan.

a.Monotropi : Modifikasi polimorf ysng terjadi secara irreversible yang berlangsung satu arah
dari bentuk metastabil kebentuk stabil.

b.Enantiotrop : Perubahan terjadi secara reversible pada tekanan dan suhu tertentu.

1. Pseudopolimorf / polimorf semu : Suatu senyawa hidrad atau solvate yang membentuk
struktur Kristal pada saat rekristalisasi.
2. Kristal Real / polikristalin : Polikristalin yang tidak sempurna disebabkan kacacatan
atau defek dari Kristal.
3. Kristal ideal : Kristal tunggal yang sempurna tanpa cacatn pada penempatan kisi-kisi
kristalnya.
4. Kristal Hidrat : senyawa kristal padat yang mengandung air kristal (H2O).
5. Kristal Solvat : obat yang bergabung dengan molekul pelarut untuk menambah bentuk
Kristal.
6. Kristal simetri : suatu Kristal yang memiliki titik pada titik yang identik pada sisi yang
berseberangan pada permukaan Kristal.

KELARUTAN

- Kelarutan : Kadar zat terlarut yang membentuk larutan jenuh pada suhu tertentu.
- Larutan : Suatu system homogen yang terdiri dari dua komponen atau lebih. (ada
interaksi antara solute dengan solven)

- Interaksi Solut dengan Solven :

1. Pelepasan molekul dari fase solute pada suhu tertentu


2. Pembentukan rongga dalam solven yang cukup besar untuk menerima solute
3. Mengakomodasi solute dalam rongga solven.

- Solven Polar

~ Tetapan dielektriknya tinggi

~ Larut pada pelarut polar

~ Ada jembatan Hidrogen

- Solven non polar

~ Tetapan dielektrik rendah

~ Tidak dapat membentuk ikatan hydrogen

~ Larut dalam pelarut non polar

- Solven semipolar

~ Sebagai intermediate solven

~ Menginduksi senyawa nonpolar dengan derajat kepolaran tertentu

~ meningkatkan interaksi gugus solute nonpolar dengan solven polar

- Cara Peningkatan kelarutan:


~. Penyesuaian pH

~. Pembentukan garam atau ester yang larut

~. Pembentukan senyawa yang kompleks

~. Pelarut campuran

~. Hidrotropi

~. Solubilisasi Misel (surfaktan)

- Factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan

1. Factor fisika ( Suhu dan Tekanan)


2. Strukturv molekul dan muatan elektrik
3. Faktor kimia ( Reaksi asam-basa,senyawa kompleks, solubilisasi, kosolvensi,
penambahan zat lain)

~. Salting Out : Peristiwa adanya zat terlarut tertentu yang mempunyai kelarutan lebih besar
dibanding zat utama, akan menyebabkan penurunan kelarutan zat utama atau terbentuknya
endapan karena ada reaksi kimia

~. Salting in : adanya zat terlarut tertentu yang menyebabkan kelarutan zat utama dalam solvent
menjadi lebih besar.

~. Hidrotripi : Adalah peningkatan kelarutan dari bahan yang tidak larut atau sdikit larut dengan
bahan-bahan yang tidak aktif pada permukaan (seperti NaCl dan Urea).

DISOLUSI

- Proses dimana suatu senyawa dapat melarut.

- Laju disolusi : jumlah senyawa obat terlarut persatuan waktu pada kondisi antar muka
cair/padat, suhu dan komposisi pelarut standar.

- Tahapan proses disolusi

1. Melarutnya bahan padat pada permukaan


- Terbentuknya lapisan jenuh (stagnant layer)

- Berlangsung cepat

1. Difusi solute dari stagnan layer ke media

- Kondisi “sink” adalah kondisi dimana volume media relative besar, yaitu 3x volume
saturasi/ 3x volume dimana penjenuhan suatu zat.

- Metode uji disolusi

1. Alat
2. Wadah (kapasitas 1000ml, gelas dengan dasar bundar)
3. Media disolusi (pH toleransi o,5 ; tidak ada gelembung yang terlarut karena dapat
mempengaruhi hasil)
4. Suhu
5. Kecepatan pengadukan
6. Uji kesesuaian alat
7. Waktu pengambilan sampelLokasi pengambilan sampel
8. Kriteria penerimaan

- Faktor yang mempengarugi laju disolusi

1. Sifat isiko kimia bahan obat


2. Formulasi

Pemilihan eksipien

1. Prosesing

Urutan penambahan bahan, dan cara tabletasi seperti CK, CL, GB.

1. Kemasan dan cara penyimpanan

Kelembabab

1. Alat disolusi dan parameter pengujian

-. Geometri dan kesejajaran


-. Kecepatan pengadukan

-. Lokasi pengambilan sampel

-. Vibrasi

-. Tipe alat pengaduk

1. Media disolusi

-. Gas terlarut ~ dapat mengubah pH media

-. pH media

-. Vol media

-. Suhu media

-. Pola aliran dalam media

-. Sorps

Laju disolusi obat secara in vitro dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:

1. Sifat fisika kimia obat

Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif
dapat diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena
kelarutan terjadi pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju
disolusi. Obat berbentuk garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam
maupun basa bebas. Obat dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika
pelarutan yang berbeda meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal
secara umum lebih keras, kaku dan secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf,
kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf lebih mudah terdisolusi daripada bentuk kristal
(Shargel dan Yu, 1999
Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel, maka luas permukaan zat tersebut akan semakin meningkat sehingga
akan mempercepat kelarutan suatu zat.
Sifat Fisika Kimia Obat
Sifat fisika kimia obat berpengaruh besar terhadap kinetika disolusi. Luas permukaan efektif dapat
diperbesar dengan memperkecil ukuran partikel. Laju disolusi akan diperbesar karena kelarutan terjadi
pada permukaan solut. Kelarutan obat dalam air juga mempengaruhi laju disolusi. Obat berbentuk
garam, pada umumnya lebih mudah larut dari pada obat berbentuk asam maupun basa bebas. Obat
dapat membentuk suatu polimorfi yaitu terdapatnya beberapa kinetika pelarutan yang berbeda
meskipun memiliki struktur kimia yang identik. Obat bentuk kristal secara umum lebih keras, kaku dan
secara termodinamik lebih stabil daripada bentuk amorf, kondisi ini menyebabkan obat bentuk amorf
lebih mudah terdisolusi daripada bentuk Kristal.

Anda mungkin juga menyukai