Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN MATERI KULIAH FARMASI FISIKA II

POKOK BAHASAN KRISTALOGRAFI


MATERI POLIMORFISME BAHAN AKTIF FARMASI

T3. EF. Kelompok (29-31, 64 )

Anggota :

1. Priskila Glory R.N (24185513A)


2. Elita Rahma R (24185514A)
3. Verdy Napitupulu (24185515A)
4. Dendi Rudini (24185554A)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2019
I. Judul Pokok Bahasan
Kristalografi Farmasi

II. Judul Materi Bahasan


Kristalografi Obat Menjelaskan tentang polimorfisme bahan aktif farmasi

III. Deskripsi Singkat Materi Bahasan

Produk farmasi diformulasikan dari bahan aktif farmasi (BAF) dengan sejumlah bahan
tambahan dan sebagian besar berupa sediaan padatan. Sediaan padatan lebih banyak
dikembangkan karena lebih stabil dan mudah dalam pembuatannya. Hal ini merujuk pada
sifat molekul obat yang umumnya lebih stabil dalam keadaan padat dibandingkan dalam
bentuk cair yang mudah dan cepat terdegradasi. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas seorang
formulator untuk membuat formula produk farmasi yang stabil secara fisik dan kimiawi,
mudah diproduksi, dan bioacceptable.
Bahan aktif farmasi dan bahan-bahan tambahan tersedia dalam beberapa bentuk kristal
yang berbeda, atau yang disebut polimorf. Polimorf adalah fasa kristal suatu senyawa sebagai
hasil kemungkinan dari dua atau lebih susunan molekul yang berbeda dalam kisi kristalnya
sehingga suatu senyawa dapat berada pada satu atau beberapa bentuk sistem kristal. Sifat
suatu senyawa yang memiliki lebih dari satu bentuk kristal disebut polimorfisme.
Bentuk polimorf hanya dapat dibedakan dalam keadaan padat, salah satunya dengan
metode difraksi sinar-X, sedangkan dalam bentuk larutan maupun uap mempunyai sifat
fisikokimia yang identik. Suatu senyawa menunjukkan fenomena polimorfisme apabila
senyawa tersebut dapat membentuk sistem kristal yang berbeda ketika dikristalkan pada
kondisi yang berbeda (pengaruh suhu, tekanan, dan kondisi penyimpanan). Tiap bentuk
polimorf suatu senyawa stabil pada suhu dan tekanan tertentu. Perubahan dari satu bentuk ke
bentuk lain pada tekanan dan suhu tertentu terjadi pada suatu titik yang disebut suhu transisi
atau titik transisi. Perubahan tersebut dapat bersifat reversibel maupun sebaliknya. Pada satu
kondisi tertentu, hanya ada satu bentuk polimorf yang stabil, sedangkan lainnya metastabil
atau tidak stabil yang cenderung untuk terus berubah menuju bentuk yang stabil secara tak
reversibel. Oleh karena itu, penting untuk mempelajari sifat dan karakteristik polimorf bahan
aktif farmasi, identifikasi, serta karakterisasi secara menyeluruh bentukan polimorf sebagai
wawasan dalam memilih bahan aktif farmasi yang nantinya akan memperlihatkan sifat yang
tepat untuk produk farmasi.
IV. Uraian Pokok Bahasan dan Materi Bahasan
1.1 Definisi
Polimorfisme adalah suatu senyawa mengkristalisasi dalam bentuk lebih dari satu
spesies kristalin dengan perbedaan kisi internal. Stabilitas kimia, sifat prosessing atau
ketersediaan hayati berubah akibat polimorfisme.

Senyawa organik maupun senyawa anorganik yang memiliki minimal dua bentuk
kristal yang berbeda dalam bentuk padatnya disebut bentuk polimorfisme. Bentuk
polimorfisme ini pada umunya dibedakan atas dua golongan yaitu:

1. Bentuk stabil
2. Bentuk meta stabil

Bentuk stabil lebih dikenal sebagai bentuk “kristal”, sedangkan bentuk amorf pada
umunya tidak dalam bentuk metastabil yang lebih populer dengan sebutan bentuk “amorf”.
Bentuk amorf  ini tidak dalam bentuk stabil karena pada proses pembuatan atau pada proses
penyimpanannya dapat berubah menjadi bentuk kristal yang lebih stabil. Perubahan bentuk
amorf menjadi bentuk kristal dapat disebabkan oleh beberapa faktor suhu, dan tekanan dalam
waktu cepat atau lambat. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam pemilihan bahan zat
berkhasiat yang berupa amorf perlu diperhatikan apakah bentuk kristal pada awalnya. Sebab
apabila pemilihan tersebut terjadi kekeliruan dalam pemilihan bentuk-bentuk tersebut dapat
menyebabkan tidak stabilnya sedian farmasi yang dihasilkan.

Walaupun bentuk amorf pada umunya mudah larut, sehingga akan diperoleh
bioavailablitas yang lebih besar dibandingkan dengan bentuk kristal yang stabil, tetapi oleh
karena itu sifatnya mudah mengalami perubahan bentuk menjdai bentuk yang stabil, maka
disarankan untuk tidak menggunkan bentuk kristal amorf dalam sediaan farmasi.

Perbedaan antara bentuk amorf dengan bentuk kristal adalah pada perbedaan dalam
bentuk kelarutan, titik leleh dan pola difraksi sinar x-nya. Ada beberapa senyawa yang
memiliki bnetuk polimorfisme  yang dikenal adalah kortison asetat dengan empat bentuk
polimorfi, dimana satu bentuk diantaranya stabil dalam media cair. Kloramfenikol palmitat
dengan bentuk polimorfik dengan satu bentuk stabil dalam media cair dan lain-lain.
Untuk mengetahui bentuk polimerfik suatu bahan berkhasiat atau bahan pembantu
dapat digunakan salah satu dari beberapa cara sebagai berikut:

1. Disolusi, pengamatan terhadap bentuk amorf yang memiliki kecepatan disolusi lebih
besar.
2. Difraksi sinar X, setiap bentuk kristal memiliki susunan kisi kristal yang berbeda dan
perbedaan tersebut akan tampak dalam perbedaan spektra sinar X.
3. Analisa inframerah, adanya perbedaan pada penyusunan kristal akan berpengaruh
terhadap energi ikatan molekul sehingga akan berpengaruh pula terhadap spektra
inframerahnya.
4. Differential Scanning Colorimetry and Differenstial thermal analysis.

Perubahan satu bentuk polimorfik menjadi bentuk lainnya, juga akan melibatkan
perubahan energi dimana panas yang terbentuk dideteksi oleh alat tersebut.

Perbedaan utama dari solida dan bentuk fisik lain adalah apakah padatan berbentuk
kristalin atau amorf. Pada karakterisasi Kristal,atom dan molekul ditetapkan secara berulang
dalam susunan tiga dimensi,sedangkan pada bentuk amorf, atom atau molekul tersusun secara
acak seperti dalam suatu cairan.

Semua bentuk amorf dan bentuk kristalin akan dikonversi menjadi bentuk kristalin
stabil. Polimorf menstabilkan akan dikonversi menjadi bentuk stabil secara pelahan-lahan
atau secara cepat (bergantung zatnya), dan ini merupakan hal yang sangat penting dalam
farmasi adalah bentuk yang cukup stabil untuk menjamin usia guna-sediaan dan ketersediaan
hayati.

Masalah yang terkait dengan keberadaan polimorfisme tidak stabil, kadang-kadang


dapat diatasi dengan penambahan eksipien yang memperlambat tranformasi, misalnya
metilselulosa untuk novobiosin.

I. Polimorfisme Bahan Obat Farmasi

1) Polomorfise Simetidin

Telah diketahui bahwa simetidin memiliki tiga bentuk polimorf A, B dan C. Pada
umumnya energi termal atau tribomekanik akan mengubah polimorf simetidin. Dalam hal ini,
transformasi polimorfik tersebut akan diikuti melalui perubahan disolusi. Polimorf simetidin
dihasilkan melalui metode rekristalisai dari berbagai pelarut yang berbeda. Karakterisasi
dengan menggunakan DSC, difraktometer Sinar-X serbuk, dan mikroskop electron (SEM).
Penggilingan bahan baku dan polimorf simetidin selama 30. 60, 90, 120, dan 150 menit
diikuti dengan uji disolusinya. Transformasi polimorfik terjadi pada polimorf C menjadi
bentuk stabil , sedangkan polimorf A dan B masing masing masih dalam bentuk stabil.
Polimorf A, B, dan C masing masing menunjukkan crystal habit dan difraktogram yang
berbeda. Produk penggilingan bahan baku, A, B, dan C menunjukkan habit yang mirip. Profil
disolusi menunjukkan bahwa hasil penggilingan bentuk murni dan polimorf simetidin tidak
meningkatkan laju disolusi tetapi bahkan menurunkan. Dapat disimpulkan bahwa polimorf A
merupakan bentuk yang paling stabil di antara bentuk polimorf simetidin diikuti B dan C.
Dalam profil disolusi, polimorf C menunjukkan laju disolusi terendah dan penggilingan tidak
meningkatkan laju disolusi simetidin. Dengan demikian dalam pemilihan bahan baku
simetidin diperlukan pemahaman terhadap polimorf yang sebaiknya digunakan dengan tujuan
untuk memperoleh sediaan yang baik.

2) Polimorfisme Oleum Cacao


a. Bentuk α melebur pada 24°C diperoleh dengan pendinginan secara tiba-tiba sampai
0oC.
b. Bentuk β diperoleh dari cairan oleum cacao yang diaduk pada suhu 18-23 0 C titik
leburnya 28-31 oC
c. Bentuk stabil β diperoleh dari bentuk β’, melebur pada 34-35 0C diikuti dengan
kontraksi volume
d. Bentuk γ melebur pada suhu 18oC, diperoleh dengan menuangkan oleum cacao suhu
20oC sebelum dipadatkan ke dalam wadah yang didinginkan pada suhu yang sangat
dingin. Pembentukan polimorfisa ini tergantung dari derajat pemanasan, proses
pendinginan dan keadaan selama proses.

Pembentukan kristal non stabil dapat dihindari dengan cara :


 Jika massa tidak melebur sempurna, sisa-sisa krsital mencegah pembentukan
krsital non stabil.
 Sejumlah kristal stabil ditambahkan ke dalam leburan untuk mempercepat
perubahan dari bentuk non stabil ke bentuk stabil. (istilahnya “seeding”).
 Leburan dijaga pada temperatur 28-32 0C selama 1 jam atau 1 hari.

3) Identifikasi Senyawa Polimorfisme Senyawa Gemfibrozil dengan Metode Kristalografi

Gemfibrozil merupakan salah satu senyawa obat yang berkhasiat sebagai senyawa
antihiperlipidemia. Sediaan gemfibrozil umumnya berupa tablet atau kapsul. Dalam proses
pembuatan sediaan, senyawa obat akan mengalami perlakuan antara lain pelarutan,
pemanasan, penggilingan, granulasi, pengempaan, dan lainnya. Proses tersebut dapat
menyebabkan terjadinya transformasi polimorfik. Oleh karena itu, dinilai perlu untuk
melakukan pemeriksaan keberadaan senyawa polimorfik gemfibrozil dengan metode
kristalografi.

Tujan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi adanya polimorf gemfibrozil melalui
perlakuan-perlakuan tertentu. Gemfibrozil diberikan perlakuan seperti pelarutan,
penggilingan dan peleburan. Kemudian dilakukan identifikasi antara lain pemeriksaan titik
lebur, habit kristal, gugus-gugus dalam molekul, pola difraksi sinar-X, sifat termal, dan uji
pelarutan. Kristal gemfibrozil n-heksan memilki suhu lebur 58,0; asam asetat 58,8; dan
metanol-air (1:1) 58,3oC. Habit kristal gemfibrozil perdagangan dan asam asetat berbentuk
kristal tidak beraturan yang kasar, sedangkan n-heksan dan metanol-air berbentuk balok.
Identifikasi gugus-gugus dalam molekul secara spektrofotometer IR menghasilkan puncak-
puncak pada bilangan gelombang yang sama (2923, 1704, 1511, 1608 cm-1). Termogram
setiap sampel menunjukkan puncak endotermik pada temperatur 61-62 oC. Difraktogram
setiap sampel menunjukkan puncak-puncak difraksi pada 2O yang sama yaitu pada 12,2;
14,0; 12,5; 17,4 dan; 16,8o. Gemfibrozil perdagangan menunjukkan jumlah terlarut paling
besar daripada kristal gemfibrozil lainnya

4) Polimorfisme Diklofenak Natrium

Bentuk kristal natrium diklofenak adalah monoklin jika di rekristalisasi dan diuapkan
perlajan atau dari aseton. Bentuk lainnya adalah orthorombus hasil rekristalisasi dari metanol
panas yang diuapkan perlahan. Bentuk pseudo-polimorfismenya adalah diklofenak natrium
tetrahidrat dan pentahidrat.
Untuk meneliti perubahan-perubahan polimorfi senyawa natrium diklofenak ini, dilakukan
dengan cara :

 Rekristalisasi larutan jenuh dalam berbagai pelarut


 Perlakuan mekanik
 Perlakuan termik
 Pemeriksaan habit kristal
 Pemeriksaan difraksi sinar x serbuk
 Pemeriksaan dengan DSC
 Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

GAMBAR KETERANGAN
Habit diklofenak natrium hasil
rekristalisasi dari pelarut etanol
(pembesaran : mikroskop 40x,
kamera 15x)

Habit diklofenak natrium hasil


rekristalisasi dari pelarut aseton
(pembesaran : mikroskop 40x,
kamera 15x)
Habit diklofenak natrium hasil
rekristalisasi dari pelarut
etanol:air (1:1), (pembesaran :
mikroskop 40x, kamera 15x)

Habit diklofenak natrium hasil


rekristalisasi dari pelarut
aseton:air (1:1), (pembesaran :
mikroskop 40x, kamera 15x)
Mikrofotograf SEM kristal
diklofenak natrium hasil
rekristalisasi sebelum(1) dan
sesudah(2) pemanasan 70oC.
Keterangan : pelarut rekristalisasi
(a) etanol, (b) etanol:air (1:1), (c)
aseton, (d) aseton:air (1:1)

V. Pentingnya Materi Bahasan Dalam Perkuliahan Farfis II

Polimorfisme adalah kemampuan bhaan berada dalam lebih dari satu bentuk padat.
Polimorfisme dapat menunjukan sifat seperti suhu lebur, morfologi, difraktrometri sinar
X serbuk, spektrometri inframerah, laju disolusi interinsik, kelarutan dan stabilitas. Pada
tempertaur dan tekanan  tertentu, hanya satu bentuk Kristal polimorfisme ( bahan ) yang
secara termodinamika stabil.

Bentuk yang diinginkan adalah bentuk yang tidak akan berubah-ubah sehingga tidak
akan mengalami perubahan dalam sediaan misalnya disolusi. Bentuk polimorfisme stabil
selalau menunjukkan kelarutan yang kecil pada temperature tertentu.

VI. Referensi
1. Goeswin Agoes. 2008.  Pengembangan Sediaan Farmasi. ITB : Bandung
2. Putri, Sabrina. 2011. Oleum cacao. http://id.scribd.com/doc/56234011/Oleum-Cacao-
Makalah. (21/01/2014)
3. Soewandi, Sunandi Nurono. 2007. Polimorfisme Diklofenak Natrium. J.Sains Tek.
Far., 12(1)2007.

Anda mungkin juga menyukai