1. Keadaan Umum
Diorit adalah salah satu jenis batuan beku dalam (Batuan Plutonis), bertekstur feneris, mineralnya
berbutir kasar hingga sedang, warnanya agak gelap. Batuan diorite
mengandung feldspar plagioklas calsiksodik dalam jumlah yang besar dengan tipe sodik yang
banyak. Plagioklasnya melebihi ortoklas, kwarsa tidak ada, tetapi mengandungaugit dalam jumlah
sedikit. Harnbledia biasanya lebih banyak dari biotit. Diorite sangat mirip dengan gabro, tetapi diorit
plagioklasnya lebih asam (sodik) daripada labradorit. Batuan dengan plagioklas yang lebih basa
disebut dengan gabro. Jika banyak penokris disebut dengan porfir diorit. Diorit terdiri dari kurang
lebih 65% plagioklas dan 35%mineral silikat gelap seperti biotit dan augit. Mineral-mineral
accesorisnya kwarsa, apotik, kalsit, klorit, granit, dan epidot. Varietas yang umum adalah diorite
hornblende. Warna diorit cerah abu-abu gelap hijau keabu-abuan.
2. Kriteria Pemasaran
Batuan diorit merupakan batuan beku luar yang terjadi akibat pembekuan magma
intermiadite sampai basa dipermukaan atau dekat permukaan bumi. Sifat fisik batuan ini, seperti
berat jenis : 2,3- 2,7, kuat tekan : 600 - 2000 kg/cm2 dan tahan terhadap proses pembudaran.
Persyaratan mutu batu alam untuk bahan bangunan dapat di lihat pada Tabel 1.
Batu alam untuk
Penutup Batu
Sifat - sifat Pondasi bangunan Tonggak
lantai hias
dan batu
atau atau
Berat Sedang Ringan tepi jalan
trotoir tempel
1. Kuat tekan rata-rata,
minimum (kg/cm2) 1500 1000 800 * 500 600 200
5. Penyerapan air 5 5 8 5 5 5 *
maksimum % 12 **
6. Kekekalan bentuk,
dengan Na2SO4 bagian:
a. Hancur, maksimum 12 12 12 12 12 12
%
b. Retak/peah/padat Tidak retak dan tidak cacat Tidak retak dan tidak cacat
Tabel 1
Dalam pemasarannya batu diorite dapat difragmentasi sesuai dengan kebutuhan hilirnya.
Contohnya dimensi untuk pondasi bangunan akan berbeda dengan diorite untuk pengeras jalan.
3. Cara Pengolahan
1. Crushing
Dalam pekerjaan konstruksi, seperti pada pembuatan jalan dan beton bangunan, kadang-kadang
diperlukan syarat khusus untuk gradasi butiran-butiran pengisinya. Gradasi butiran untuk memenuhi
syarat yang dituntut tadi sulit sekali dijumpai di alam tanpa pengerjaan/pengolahan apalagi dalam
jumlah yang cukup besar. Untuk mendapatkan butiran yang juga disebut agregat diperlukan
pemecahan-pemecahan lebih lanjut, sehingga didapat gradasi yang diinginkan, maka dilakukan proses
crushing.
Crushing adalah suatu proses ukuran batu yang bertujuan untuk menghasilkan ukuran produk yang
sesuai dengan permintaan konsumen. Pada pekerjaan crushing ini, diperlukan beberapa kali pengerjaan
pemecahan. Tahap-tahap pekerjaan itu beserta jenis crusher yang digunakan adalah :
a. Pemecahan tahap pertama, menggunakan alat jaw crusher (pemecah tipe rahang).
b. Pemecahan tahap kedua, menggunakan alat impact crusher (pemecah tipe pukulan).
c. Pemecahan tahap ketiga, menggunakan alat cone crusher (pemecah tipe konus).
Pemecahan tahap pertama dan pemecahan tahap kedua termasuk ke dalam primary crusher.
Sedangkan pemecahan tahap ketiga termasuk ke dalam secondary crusher.
Batuan ini banyak terdapat di daerah Banjarnegara dan Pemalang, Jawa Tengah. Diorit dapat
digunakan untuk batu ornamen dinding, maupun lantai bangunan gedung, pengeras jalan, pondasi,
dan lain-lain.
Batuan yang dipergunakan untuk fondasi bangunan ringan, sedang, waduk air, jalan, jembatan,
bantalan rel kereta api, kaki lima, teraso.
Bahan pembuatan monumen, patung dan lain-lain.
5. Keterdapatan
Merupakan batuan hasil terobosan batuan beku (instruksi) yang Terbentuk dari hasil peleburan lantai
samudra yang bersifat mafic pada suatu subduction zone. biasanya diproduksi pada busur lingkaran
volkanis, dan membentuk suatu gunung didalam cordilleran ( subduction sepanjang tepi suatu benua,
seperti pada deretan Pegunungan). Terdapat emplaces yang besar berupa batholiths ( banyak beribu-
ribu mil-kwadrat) dan mengantarkan magma sampai pada permukaan untuk menghasilkan gunung api
gabungan dengan lahar andesite. Batuan ini banyak terdapat di daerah Banjarnegara dan Pemalang.
BATU APUNG
1. Keadaan Umum
Batuapungiatau Pumis (pumice) ldah istilah tekstural untuk batuan vulkanik yang merupakan lava
berbuih terpadatkan yang tersusun atas piroklastik kaca yang amat mikrovesikular dengan
dinding batuan beku gunung berapi ekstrusif yang bergelembung, amat tipis dan tembus cahaya. Batu
apung adalah produk umum letusan gunung (pembentukan Plinius dann ignimbrit) dan umumnya
membentuk zona-zona di bagian atas lava silikat. Batu apung bervariasi dalam hal kepadatannya
menurut ketebalan bahan padat antargelombang; banyak sampel yang mengapung di air. Setelah
letusan Gunung Krakatau, berton-ton batu apung hanyut ke Lautan Teduh lebih dari 20 tahun, beserta
batang pohon yang mengapung dengannya. Batu apung banyak digunakan untuk membuat beton ringan
atau yang kepadatannya rendah dan insulatif. Juga digunakan sebagai bahan penggosok,
seperti pelitur, penghapus pensil, pengelupas kosmetik, dll.
Pada umumnya, endapan batu apung terletak dekat ke permukaan bumi, sehingga
penambangannya dilakukan dengan cara tambang terbuka dan selektif. Pengupasan tanah
penutup dapat dilakukan dengan alat-alat sederhana (secara manual) ataupun dengan alat-alat
yang mekanis, seperti bulldozer, scraper, dan lain-lain. Lapisan endapan batu apungnya sendiri
dapat digali dengan menggunakan excavator antara lain backhoe atau power shovel, lalu dimuat
langsung ke dalam truk untuk diangkut ke pabrik pengolahan.
2. Kriteria Pemasaran
Batu apung dalam pemasarannya bergantung pada ukuran butirnya, ukuran butir ini
menentukan penggunaan dan pemanfaatan pada industri hilir. contohnya pada industri cat diperlukan
ukuran butir yang cenderung kasar, berbeda dengan industri kosmetik yang membutuhkan batu apung
berukuran buir cenderung halus.
Batu apung juga dapat diolah menjadi keramik tembikar untuk meningkatkan nilai tambah
pemasarannya. Harga jual batu apung yang telah diolah menjadi keramik tembikar akan jauh lebih
mahal jika dibandingkan dengan batu apung yang belum diolah.
3. Cara Pengolahan
Untuk menghasilkan batu apung dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan ekspor atau
kebutuhan di sector konstruksi dan industri, batu apung dari tambang diolah terlebih dahulu, antara lain
dengan menghilangkan pengotor dan mereduksi ukurannya. Gambar 9. Batu apung yang telah dipilah
sesuai ukuran Secara garis besar, proses pengolahan batu apung terdiri atas:
a. Pemilahan (sorting); untuk memisahkan batu apung yang bersih dari batu apung yang masih banyak
pengotornya (impuritis), dan dilakukan secara manual atau dengan scalping screens.
b. Peremukan (crushing); dengan tujuan untuk mereduksi ukuran, dengan menggunakan crusher,
hammer mills, dan roll mills.
c. Sizing; untuk memilah material berdasarkan ukuran yang sesuai dengan permintaan pasar, yang
dilakukan dengan menggunakan saringan (screen).
d. Pengeringan (drying); dilakukan jika material dari tambang banyak mengandung air, yang salah
satunya dapat dilakukan dengan menggunakan rotary dryer.
Kegunaan batuapung seperti terlihat pada Tabel 2, yaitu sebagai bahan mentah untuk membuat bahan-
bahan poles, untuk logam, mortar dan beton. Bahkan batu apung di dalam dunia pembangunan masa
kini, terutama dalam membuat rumah-rumah, nampaknya batu apung dapat digunakan juga untuk
membuat bata ringan.
Batu apung juga digunakan untuk membuat bata yang tahan terhadap api juga sebagai bahan
toilet/sabun tangan, sebagai bahan untuk mengasah, sebagai bahan plester, filter. Batu apung
digunakan untuk membuat genteng dan bahan cat, tooth paster, powder, abrazive, rubber filter, asphalt
filter. Juga di dalam industri keramik batu apung di gunakan juga.
Electro-plating Halus
5. Keterdapatan
Keterdapatan batu apung di Indonesia selalu berkaitan dengan rangkaian gunung api Kuarter sampai
Tersier muda. Tempat dimana batu apung didapatkan antara lain:
Jambi: Salambuku Lubukgaung, Kec. Bangko, Kab. Sarko (merupakan piroklastik halus yang
berasal dari satuan batuan gunung api atau tufa dengan komponen batu apung diameter 0,5-
0,15 cm terdapat dalam formasi Kasai).
Lampung: sekitar Kepulauan Krakatau terutama di P. Panjang (sebagai hasil letusan gunung
Krakatau yang memuntahkan batu apung).
Jawa Barat: Kawah Danu, Banten, sepanjang pantai laut sebelah barat (diduga hasil kegiatan
Gunung Krakatau); Nagreg, Kab. Bandung (berupa fragmen dalam batuan tufa); Mancak,
Pabuaran Kab. Serang (mutu baik untuk agregat beton, berupa fragmen pada batuan tufa dan
aliran permukaan); Cicurug Kab. Sukabumi (kandungan SiO2 = 63,20%, Al2O3 = 12,5% berupa
fragmen pada
batuan tufa); Cikatomas, Cicurug, Gunung Kiaraberes Bogor.
Daerah Istimewa Yogyakarta; Kulon Progo pada Formasi Andesit Tua.
Nusa Tenggara Barat: Lendangnangka, Jurit, Rempung, Pringgasela (tebal singkapan 2-5 m
sebaran 1000 Ha): Masbagik Utara Kec. Masbagik Kab. Lombok Timur (tebal singkapan 2-5 m
sebaran 1000 Ha); Tanah Beak, Kec. Batukliang Kab. Lombok Tengah (dimanfaatkan sebagai
campuran beton ringan dan filter); Kopang, Mantang Kec. Batukliang Kab. Lombok Barat (telah
dimanfaatkan untuk batako, sebaran 3000 Ha); Narimaga Kec Rembiga Kab. Lombok Barat (tebal
singkapan 2-4 m, telah diusahakan rakyat).
Maluku: Rum, Gato, Tidore (kandungan SiO2 = 35,92-67,89%; Al2O3 = 6,4- 16,98%).