Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PENGOLAHAN AIR SANITASI

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Utilitas

disusun oleh:

1. Ayu Indah Wibowo (115061101111011)


2. Nanang Adi Siswondo (115061100111025)
3. Mutia Dhana F (115061100111007)
4. Rizka Dwi Octaria (115061101111017)

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIIVERSITAS BRAWIJAYA
2013
A. Pengertian Air Sanitasi
Air merupakan salah satu bahan utilitas. Dalam industri, air digunakan untuk memenuhi
kebutuhan industri khususnya air sanitasi. Air sanitasi digunakan untuk memenuhi kebutuhan
karyawan, laboratorium dan kebutuhan lainnya.Air memegang perananpenting dalam sebuah
industri dan harus memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan keperluan di dalam pabrik. (Said
dan Wahjono, 1999)
Pengertian air minum dan air bersih (air sanitasi) tidaklah berbeda karena keduanya
diperlukan untuk kebutuhan manusia dimana hendaknya aman atau tidak menimbulkan gangguan
pada manusia sendiri, mengungat bahwa pada dasarnya tidak ada air yang 100% di alam ini. Air
memiliki syarat-syarat tertentu yang sudah ditentukan maka syarat-syarat tersebut harus dipenuhi.
(Depkes RI, 1985)
Air sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat kualitas sebagai berikut:
1. Syarat fisik
- Warnaya jernih
- pH netral
- Di bawah suhu udara
- Tidak berbusa
- Kekeruhan kurang dari 1 ppm SiO2
- Tidak berbau
- Tidak berasa.
2. Syarat kimia
- Tidak mengandung logam berat seperti Pb, As, Cr, Cd, Hg
- Tidak mengandung zat-zat kimia beracun.
3. Syarat mikrobiologis
- Tidak mangandung kuman maupun bakteri, terutama bakteri patogen yang dapat merubah
sifat air. (Said dan Wahjono, 1999)
Di bawah ini merupakan standar baku air bersih berdasarkan SK Gubernur Jatim
No.413/1987:

(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Sumber air (air baku) untuk kegiatan industri tersedia dalam:


1. Air sungai
Sungai merupakan sumber air baku yang potensial bagi industri-industri berdiri sepanjang
sungai. Karakteristik tergantung pada :
-Asal aliran
-Penggunaan disepanjang aliran sungai.
-Struktur tanah disepanjang aliran sungai.
2. Air Rawa/ Danau/ Waduk
Pada umumnya kualitas air ini hampir sama dengan air sungai, Fluktuatif kualitasdan debit
airnya lebih kecil daripada air sungai.
3. Air Tanah
Air tanah merupakan cadangan air yang cukup besar, Keberadaannya merupakan siklusalam.
Fluktuasi kualitas dan debit airnya stabil (Said dan Wahjono, 1999). Air tanah dapat digolongkan
sebagai berikut:
a. Air tanah bebas yaitu air tanah yang tidak tertutup oleh lapisan yang kedua air disebut air
tanah dangkal 7 meter.
b. Air terkekang yaitu lapisan air tanah yang terdapat diantara dua lapisan kedap air disebut air
tanah dalam 15 30 meter.
Air tanah tumpangan yaitu air yang tertampung di atas lapisan kedap air, dimana lapisan itu
terbentuk di daerah tidak jenuh air disebut mata air.(Wagner dan Lenoix, 1958)
Keuntungan air tanah bila dipakai sebagai sumber air bersih (air sanitasi) adalah bebas dari
bakteri pathogen, umumnya dapat dipakai tanpa pengolahan terlebih dahulu, serta dapat diperoleh
di sekitar pemukiman masyarakat, seringkali praktis dan ekonomis untuk mendapatkan dan
membagikannya, lapisan tanah yang mengandung air dimana air itu diambil biasanya merupakan
penampungan alamiah. (Wagner dan Lenoix, 1958)
Kerugian air tanah bila dipakai sebagai sumber air bersih (air sanitasi) adalah kandungan
mineral tinggi dan biasanya membutuhkan pemompaan. (Wagner dan Lenoix, 1958)
B. Pengolahan Air Sanitasi
1. Pengolahan Air Sanitasi dari Air Tanah

(Sumber: Hardyanti dan Fitri, 2006)


a. Aerasi
Air dari sumur dalam dipompa dengan submersible langsung dialirkan melalui pipa yang
kemudian dipercikkan pada unit aerasi. Dengan penambahan unit aerasi ini kandungan Fe dapat
menurun hingga 32,39% bila dibandingkan dengan sebelum ada aerasi (Hardyanti dan Fitri, 2006).
Fe dalam air baku akan teroksidasi apabila berkontak dengan udara menjadi Fe2O3 yang dapat
mengendap. Endapan Fe2O3 akan disaring melalui proses filtrasi.

b. Bak Raw Water


Air dari bak aerasi dialirkan ke bak raw water secara gravitasi yang berkapasitas 875 m3
dengan dimensi bangunan 35 m x 10 m x 2,5 m dan freeboard 0,38 m dimana pada bagian atas
terdapat 4 buah manhole yang berfungsi sebagai lubang pemeriksaan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
c. Filtrasi
Unit filtrasi yang menggunakan media pasir kuarsa bertujuan untuk menyaring kotoran dan
partikel-partikel yang sangat halus, serta flok-flok dari partikel tersuspensi, selain itu juga untuk
mengurangi kadar Fe dan Mn. Kadar Fe yang rendah akan mengurangi kemungkinan timbulnya
karat pada perlengkapan perpipaan dan lain-lain. Dengan sand filterini kandungan Fe setelah
aerasi dapat menurun hingga 86,81%. Tipe filter yang digunakan adalah saringan pasir cepat
(rapid sand filter) dengan jenis pressure filter. Jumlah sand filter ada 3 buah, tetapi dalam
pengoperasiannya bekerja secara bergantian tergantung dari debit yang akan disaring. Pemilihan
filter ini karena akan memberi banyak keuntungan antara lain:
(1) Pemilihan pasir kuarsa sebagai media filter karena mudah didapat dan harga terjangkau.
(2) Tipe saringan pasir cepat karena kecepatan filtrasinya berkisar 7 10 m/jam dan jenis
pressure filter 15 20 m/jam lebih besar dibanding dengan saringan pasir lambat 0,1 0,3 m/jam,
(Darmasetiawan, 2001) sehingga air yang dihasilkan oleh filter jenis ini lebih banyak. Selain itu
saringan pasir cepat jenis pressure filter tidak membutuhkan area yang luas sehingga sangat efektif
dan efisien. (Husain, 1978) Untuk menjaga kualitas air yang dihasilkan oleh unit filtrasi ini maka
dilakukan perawatan berupa pencucian sistem backwash dan pencucian media pasir. Backwash
dilakukan setiap hari selama sekitar 15 menit. Air dari backwash ditampung pada bak penampung
backwash yang berkapasitas 250 m3 dengan dimensi 20 m x 5 m x 2,5 m dan freeboard 0,38 m
yang kemudian dikembalikan ke bak raw water setelah diendapkan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
d. Bak Hard Water
Air baku dari sand filterdipompakan ke bak hard water, yang berkapasitas 1125 m3 yang
berbentuk siku-siku (bentuk L) dimana pada bagian atas terdapat 5 buah manhole yang berfungsi
sebagai lubang pemeriksaan. (Hardyanti dan Fitri, 2006)
2. Pengolahan Air Sanitasi dari Air Permukaan

(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Tahap- tahap proses pengolahan air sanitasi :


a. Ekualisasi (Penampung awal)
Sumber air untuk keperluan sanitasi merupakan bak penampung. Untuk mengalirkan air
tersebut dipergunakan tiga pompa sentrifugal, letak pompa ini berada dibawah permukaan bak
penampung. Selanjutnya air dialirkan ke bak pengendapan awal (primary settling). (Said dan
Wahjono, 1999)
b. Sedimentasi awal
Air dari bak penampung yang dialirkan ke bak pengendapan (primary settling) mengandung
partikel-partikel padat kecil (lumpur, pasir, dan lain-lain). Sebagian partikel mudah mengendap
karena adanya gaya gravitasi, dan sebagian lagi tidak mudah mengendap sehingga dilakukan
proses koagulasi. (Said dan Wahjono, 1999)
c. Flokulasi dan Koagulasi
Air dari bak pengendapan awal (primary settling) dipompa ke Clarifier lewat tangki aerasi,
diberi larutan alum dan udara yang berfungsi sebagai pengaduk. Sisa kotoran yang terlarut dalam
air dipisahkan dengan flokulasi menggunakan alum dan soda abu, dimana proses koagulasi
dilakukan di tangki aerasi tersebut. Pada proses ini ditambahkan Poli Aluminium Klorida (PAC,
pengganti tawas), SC-500 dan Kaporit. PAC sebagai bahan koagulan akan menggumpalkan
koloid-koloid pengotor air. Gumpalan koloid itu kemudian diperbesar dengan flokulan SC-500
sehingga mudah mengendap. (Said dan Wahjono, 1999)
d. Pengolahan Secara Biologi
Air dari proses flokulasi dan koagulasi masih mengandung mikroba-mikroba yang
berbahaya, maka untuk membunuh kuman-kuman tersebut diberi kaporit (kalsium
hipoklorit) yang mengandung unsur Cl sebagai desinfektan. Efek oksidasi dari klorin akan
menghancurkan enzim yang dibutuhkan oleh kuman-kuman tersebut dan mampu membunuh
mikroorganisme dalam air. (Said dan Wahjono, 1999)
Kebutuhan Alum sekitar 80 ppm - 100 ppm, tetapi jika menggunakan PAC cukup dengan 30
ppm - 35 ppm dan apabila ditambahkan SC-500 sebagai flokulan akan menghasilkan air yang
bersih. Volume yang sempit pada tangki aerasi dan hembusan udara, menjadikan air mengalir
ke Clarifier dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi aliran turbulen dan tidak terjadi
pembentukan flok dalam perpipaan. Air kemudian dialirkan ke bagian tengah (ruang flokulasi).
Perbedaan diameter pipa inlet dengan ruang flokulasi yang sangat besar menyebabkan laju aliran
berubah dari turbulen menjadi laminer dan dengan pengadukan lambat (7 rpm) akan terbentuk inti
flok Al(OH)3. Dari ruang flokulasi air dialirkan ke ruang sedimentasi (diametetr 13,5 m) dimana
pada ruang ini inti flok membentuk flok yang lebih besar dan turun mengendap ke dasar Clarifier.
Inti flok dari ruang flokulasi sebelum masuk ke ruang sedimentasi akan melewati lapisan endapan,
sehingga sistem ini juga disebut Sludge Blanket Clarifier. Lapisan endapan (sludge) berfungsi juga
sebagai filter untuk flok. Endapan di dasar Clarifier dikumpulkan ke bagian pengeluaran sludge
dengan menggunakan scraper. Scrapper yang dipasang tersebut digerakkan oleh motor dengan
putaran tertentu. Supernatan(filtrat) dari Clarifier dialirkan ke Sand filter untuk lebih
menyempurnakan pemisahan flok. (Said dan Wahjono, 1999)
e. Filtrasi
Filtrat (air baku) dari Clarifier dialirkan secara gravitasi ke sand filtersebanyak 7 buah
sedangkan yang bekerja efektif 4 buah dengan masing-masing debit maksimum 50 m3/jam
sementara 3 buah yang lainnya dilakukan pencucian (backwashing). Air dari Clarifier dialirkan ke
bagian inlet filter diatas media pasir. Secara gravitasi air akan melewati pasir, sehingga flok yang
masih terbawa akan terperangkap (tersaring) diantara media pasir. Selama sand filter masih dalam
keadaan baik, tinggi air diatas lapisan pasir tidak melebihi tinggi air yang sudah ditentukan. Air
tersaring dialirkan dan ditampung pada Clear Water Tank. Pada saat kotoran telah mengisi
sebagian besar rongga dari bed pasir sehingga menyebabkan turunnya efisiensi laju air melalui
bed. Untuk pencucian, dipergunakan air bersih dari Clear Water Tank. Air dari bagian dasar,
dialirkan ke arah atas (up-flow) dengan laju aliran diatur agar lapisan pasir tidak terlalu terangkat
sehingga melewati pipa pembuangan. Proses pencucian dihentikan setelah keadaan air cucian
nampak sudah bersih atau pressure drop kembali seperti semula. Setelah pencucian selesai kondisi
semua katup dikembalikan seperti semula untuk proses penyaringan. Air produk
dari Clarifier sementara ditampung dalam Bak penampung. (Said dan Wahjono, 1999)
Untuk alternatif menggantikan sand filter, digunakan filter amiad dengan diameter screen 50
mikron dan mampu menyaring air dari Clarifier pengendapan agar lebih jernih. Amiad adalah
filter air yang bekerja secara otomatis dan secara periodik dapat melakukan back wash secara
otomatis. Untuk otomatis back wash bisa disetting berdasarkan kondisi tekanan atau waktu (0.5
bar atau 15 menit sekali). Dalam perawatan diperlukan pembersihan screen, dan pengoperasiannya
relatif mudah. Filter ini akan bekerja secara baik jika tekanan masuk minimun 2 bar. (Said dan
Wahjono, 1999)

Gambar: filtrasi amiad


Sumber : amiad water system
Air kemudian masuk ke Bak Ground dengan kapasitas 546 m3. Dalam setiap harinya proses
pengendapan air beroperasi 8 s/d 10 jam.Bak Ground merupakan tempat penyimpanan sementara
dan juga sebagai tempat pengendapan lumpur-lumpur yang masih terikut. Bak air bersih ini untuk
menampung produk dari proses pengendapan (Clear Water) atau air yang berasal dari sumur air
bawah tanah (ABT). Bak air bersih ini diberi atap untuk mencegah timbulnya ganggang, sehingga
air tetap terjaga kejernihannya. Kapasitas dari Bak air bersih ini adalah 1500 m3 dan terbuat dari
betsson. Dengan menggunakan pompa, air bersih di pompakan ke Elevated Tank dan selanjutnya
didistribusikan sebagai bahan baku air proses pelunakan dan sebagai persediaan air bersih ke
perkantoran dan unit-unit lain yang memerlukan air bersih. Elevated ini memiliki ketinggian 27
meter diatas permukaan tanah dan memiliki kapasitas total 500 m3 yang terdiri dari 400m3 adalah
air bersih (sanitasi) dan yang 100 m3 adalah Air Proses (Air Pendingin). (Said dan Wahjono, 1999)
3. PengolahanAir BersihSistem SaringanPasir Lambat
a. Saringan Pasir Lambat Konvensional (Down Flow)
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat konvensional
terdiri atas unit proses yakni bangunan penyadap, bak penampung, saringan pasir lambat dan bak
penampung air bersih. Unit pengolahan air dengan saringan pasir lambat merupakan suatu paket.
Air baku yang digunakan yakni air sungai atau air danau yang tingkat kekeruhannya tidak terlalu
tinggi. Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka
agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan
peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal dengan atau tanpa koagulasi
bahan dengan bahan kimia. Umumnya disain konstruksi dirancang setelah didapat hasil dari survai
lapangan baik mengenai kuantitas maupun kualitas. Dalam gambar desain telah ditetapkan proses
pengolahan yang dibutuhkan serta tata letak tiap unit yang beroperasi. Kapasitas pengolahan dapat
dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. (Said dan
Wahjono, 1999)
Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari sebuah bak yang terbuat dari beton,
ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung air dan media penyaring pasir
dengan arah penyaringan dari atas ke bawah. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah,
inlet, outlet dan peralatan kontrol. (Said dan Wahjono, 1999)
Air baku dialirkan ke tangki penerima kemudian dialirkan ke bak pengendap tanpa memakai
zat kimia untuk mengendapkan kotoran yang ada dalam air baku. Selanjutnya dilakukan
penyaringan air bersih. Kotoran yang mengendap pada media filter akan membentuk lapisan
biologis yang terdiri dari zat organik maupun anorganik. Dengan lapisan ini maka dapat
menghilangkan impurities secara biokimia. Biasanya ammonia konsentrasi rendah, zat besi,
mangan dan zat-zat yang menimbulkan bau, dapat dihilangkan dengan proses ini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyaringan ;
a. Susunan lapisan pasir : luas permukaan lapisan pasir, ketebalan lapisan pasir, diameter
butiran, jenis pasir, dan lama pemakaian media saring.
b. Suhu air : mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan.
c. Kecepatan penyaringan: mempengaruhi masa operasi filter sehingga masa operasi dapat
diperpanjang dan diperlukan tekanan pada lapisan pasir.
d. Kualitas air baku
Untuk sistem saringan pasir lambat konvensional dengan arah penyaringan dari atas ke
bawah terdapat dua tipe saringan yakni:
(1) Saringan pasir lambat dengan kontrol pada inlet (Gambar 3.1).
(2) Saringan pasir lambat dengan kontrol pada outlet. (Gambar 3.2).

Gambar 3.1: Komponen dasar saringan pasir lambat sistem kontrol inlet.
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 3.2 : Komponen dasar saringan pasir lambat sistem kontrol outlet.
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 3.3 skema saringan pasir lambat down flow yang digunakan unutk percobaan

(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

Kedua sistem saringan pasir lambat tersebut mengunakan sistem penyaringan dari atas ke
bawah ( down flow ). Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran
sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Biasanya saringan pasir lambat hanya terdiri dari
sebuah bak yang terbuat dari beton, ferosemen, bata semen atau bak fiber glass untuk menampung
air dan media penyaring pasir. Bak ini dilengkapi dengan sistem saluran bawah, inlet, outlet dan
peralatan kontrol. (Said dan Wahjono, 1999)
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada sistem saringan pasir lambat antara lain yakni:
(1) Bagian Inlet
Struktur inlet dibuat sedemikian rupa sehingga air masuk ke dalam saringan tidak merusak
atau mengaduk permukaan media pasir bagian atas. Struktur inlet ini biasanya berbentuk segi
empat dan dapat berfungsi juga untuk mengeringkan air yang berada di atas media penyaring
(pasir). (Said dan Wahjono, 1999)
(2) Lapisan Air di Atas media Penyaring (supernatant)
Tinggi lapisan air yang berada di atas media penyaring ( supernatant ) dibuat sedemikian
rupa agar dapat menghasilkan tekanan ( head ) sehingga dapat mendorong air mengalir melalui
unggun pasir. Di samping itu juga berfungsi agar dapat memberikan waktu tinggal air yang akan
diolah di dalam unggun pasir sesuai dengan kriteria disain. (Said dan Wahjono, 1999)
(3) Bagian Pengeluaran (Outlet)
Bagian outlet ini selain untuk pengeluran air hasil olahan, berfungsi juga sebagai weir untuk
kontrol tinggi muka air di atas lapisan pasir. (Said dan Wahjono, 1999)
(4) Media Pasir (Unggun Pasir)
Media penyaring dapat dibuat dari segala jenis bahan inert(tidak larut dalam air atau tidak
bereaksi dengan bahan kimia yang ada dalam air). Media penyaring yang umum dipakai yakni
pasir silika karena mudah diperoleh, harganya cukup murah dan tidak mudah pecah. Diameter
pasir yang digunakan harus cukup halus yakni dengan ukuran 0,2-0,4 mm. (Said dan Wahjono,
1999)
(5) Sistem Saluran Bawah (Drainage)
Sistem saluran bawah berfungsi untuk mengalirkan air olahan serta sebagai penyangga
media penyaring. Saluran ini tediri dari saluran utama dan saluran cabang, terbuat dari pipa
berlubang yang di atasnya ditutup dengan lapisan kerikil. Lapisan kerikil ini berfungsi untuk
menyangga lapisan pasir agar pasir tidak menutup lubang saluran bawah. (Said dan Wahjono,
1999)
(6) Ruang Pengeluaran
Ruang pengeluaran terbagi menjadi dua bagian yang dipisahkan dengan sekat atau dinding
pembatas. Di atas dinding pembatas ini dapat dilengkapi dengan weir agar limpasan air olahannya
sedikit lebih tinggi dari lapisan pasir. Weir ini berfungsi untuk mencegah timbulnya tekanan di
bawah atmosfir dalam lapisan pasir serta untuk menjamin saringan pasir beroperasi tanpa fluktuasi
level pada reservoir. Dengan adanya air bebas yang jatuh melalui weir, maka konsentrasi oksigen
dalam air olahan akan bertambah besar. (Said dan Wahjono, 1999)
Pengolahan air bersih dengan menggunakan sistem saringan pasir lambat konvensional ini
mempunyai keunggulan antara lain :
- Tidak memerlukan bahan kimia, sehingga biaya operasinya sangat murah.
- Dapat menghilangkan zat besi, mangan, dan warna serta kekeruhan.
- Dapat menghilangkan ammonia dan polutan organik, karena proses penyaringan berjalan secara
fisika dan biokimia. Sangat cocok untuk daerah pedesaan dan proses pengolahan sangat
sederhana. (Said dan Wahjono, 1999)
Sedangkan beberapa kelemahan dari sistem saringan pasir lambat konvensiolal tersebut
yakni antara lain :
- Jika air bakunya mempunyai kekeruhan yang tinggi, beban filter menjadi besar, sehingga sering
terjadi kebuntuan. Akibatnya waktu pencucian filter menjadi pendek.
- Kecepatan penyaringan rendah, sehingga memerlukan ruangan yang cukup luas.
- Pencucian media filter dilakukan secara manual, yakni dengan cara mengeruk lapisan pasir
bagian atas dan dicuci dengan air bersih, dan setelah bersih dimasukkan lagi ke dalam bak
saringan seperti semula.
- Karena tanpa bahan kimia, tidak dapat digunakan untuk menyaring air gambut.
Untuk mengatasi masalah sering terjadinya kebuntuan saringan pasir lambat akibat
kekeruhan air baku yang tinggi, dapat ditanggulangi dengan cara modifikasi disain saringan pasir
lambat yakni dengan menggunakan proses saringan pasir lambat Up Flow (penyaringan dengan
aliran dari bawah ke atas). (Said dan Wahjono, 1999)
b. Sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow
Teknologi saringan pasir lambat yang banyak diterapkan di Indonesia biasanya adalah
saringan pasir lambat konvesional dengan arah aliran dari atas ke bawah ( down flow ), sehingga
jika kekeruhan air baku naik, terutama pada waktu hujan, maka sering terjadi penyumbatan pada
saringan pasir, sehingga perlu dilakukan pencucian secara manual dengan cara mengeruk media
pasirnya dan dicuci, setelah bersih dipasang lagi seperti semula, sehingga memerlukan tenaga yang
cucup banyak. Ditambah lagi dengan faktor iklim di Indonesia yakni ada musim hujan air baku
yang ada mempunyai kekeruhan yang sangat tinggi. Hal inilah yang sering menyebabkan saringan
pasir lambat yang telah dibangun kurang berfungsi dengan baik, terutama pada musim hujan. (Said
dan Wahjono, 1999)
Jika tingkat kekeruhan air bakunya cukup tinggi misalnya pada waktu musim hujan, maka
agar supaya beban saringan pasir lambat tidak telalu besar, maka perlu dilengkapi dengan
peralatan pengolahan pendahuluan misalnya bak pengendapan awal atau saringan " Up Flow "
dengan media berikil atau batu pecah, dan pasir kwarsa atau silika. Selanjutnya dari bak saringan
awal, air dialirkan ke bak saringan utama dengan arah aliran dari bawah ke atas ( Up Flow ). Air
yang keluar dari bak saringan pasir Up Flow tersebut merupakan air olahan dan di alirkan ke bak
penampung air bersih, selanjutnya didistribusikan ke konsumen dengan cara gravitasi atau dengan
memakai pompa. (Said dan Wahjono, 1999)
Diagram proses pengolahan bersih dengan sistem saringan pasir lambat Up Flow
ditunjukkan pada Gambar 3.4. Dengan sistem penyaringan dari arah bawah ke atas ( Up Flow ),
jika saringan telah jenuh atau buntu, dapat dilakukan pencucian balik dengan cara membuka kran
penguras. Dengan adanya pengurasan ini, air bersih yang berada di atas lapisan pasir dapat
berfungsi sebagai air pencuci media penyaring (back wash). Dengan demikian pencucian media
penyaring pada saringan pasir lambat Up Flow tersebut dilakukan tanpa mengeluarkan atau
mengeruka media penyaringnya, dan dapat dilakukan kapan saja. (Said dan Wahjono, 1999)
Saringan pasir lambat " Up Flow " ini mempunyai keunggulan dalam hal pencucian media
saringan (pasir) yang mudah, serta hasilnya sama dengan saringan pasir yang konvesional.
Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan kebutuhan
yang diperlukan. (Said dan Wahjono, 1999)

Gambar 3.4 : Diagram proses pengolahan bersih dengan sistem saringan pasir lambat Up
Flow . (Sumber: Said dan Wahjono, 1999)
Gambar 3.5 Skema saringan pasir lambat up flow yang digunakan uneuk percobaan
(Sumber: Said dan Wahjono, 1999)

c. Kriteria Perencanaan Saringan Pasir Lambat


Untuk merancang saringan pasir lambat beberapa kriteria perencanaan yang harus dipenuhi
antara lain :
- Kekeruhan air baku lebih kecil 10 NTU. Jika lebih besar dari 10 NTU perlu dilengkapi dengan
bak pengendap dengan atau tanpa bahan kimia.
- Kecepatan penyaringan antara 5 - 10 m 3 /m 2 /Hari.
- Tinggi Lapisan Pasir 70 - 100 cm.
- Tinggi lapisan kerikil 25 -30 cm.
- Tinggi muka air di atas media pasir 40 - 120 cm.
- Tinggi ruang bebas antara 25 - 40 cm.
- Diameter pasir yang digunakan kira-kira 0,2-0,4 mm Jumlah bak penyaring minimal dua buah.
(Said dan Wahjono, 1999)
Secara umum, proses pengolahan air bersih dengan saringan pasir lambat Up Flow sama
dengan saringan pasir lambat Down Flowterdiri atas unitproses:

- Bangunan penyadap
- Bak Penampung / bak Penenang
- Saringan Awal.
- Saringan Pasir Utama.
- Bak Air Bersih.
- Perpipaan, kran, sambungan dll.
- Kapasitas pengolahan dapat dirancang dengan berbagai macam ukuran sesuai dengan
kebutuhan yang diperlukan. (Said dan Wahjono, 1999)
PERTANYAAN
1. Winda Fauzi Istiqomah (115061100111003)
a. Mengapa air dikatakan tercemar ketika suhu udara sama dengan suhu air?
Jawab : Karena banyaknya aktifitas metabolisme mikroorganisme dalam air yang
menyebabkan suhu air meningkat. Hal itu mengakibatkan oksigen terlarut dalam air berkurang.
b. Pada sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow tekanan yang didapatkan berasal darimana?
Jawab : Pada sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow menggunakan tekanan yang berasal dari
ketinggian air baku di atas media pasir yang disebut head loss. Head loss ini memberikan tekanan
yang cukup sehingga mampu mendorong air baku sehingga dapat melewati media pasir.
2. Vivi Anita Aprilia (115061107111005)
Bagaimana mekanisme terjadinya Biokimia dalam sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow?
Jawab : Proses Biokimia dalam sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow terjadi ketika zat
organik maupun anorganik tidak dapat melewati media pasir sehingga membentuk lapisan
biologis. Proses Biokimia ini tidak memerlukan bahan kimia tambahan karena proses ini terjadi
secara alami dengan terhambatnya kotoran zat organik maupun anorganik di atas lapisan atas
media pasir.
3. Alfonsina AAT (115061100111027)
a. Apa fungsi bak Ground pada pengolahan air sanitasi yang bersumber air permukaan?
Jawab : Fungsi bak ground merupakan tempat penyimpanan air bersih sementara yang berasal
dari tangki sand filtrasi dan juga sebagai tempat pengendapan lumpur-lumpur yang masih terikut
pada proses pengolahan air bersih.
b. Bagaimana mekanisme backwashing pada pengolahan air sanitasi yang bersumber air
permukaan?
Jawab : Air bersih yang ditampung pada clear water tank dipompakan ke sand filter dengan
arah aliran Up Flow sehingga koloid-koloid yang mengisi rongga pada media pasir akan terangkat
dan kemudian dialirkan ke filter amiad, dimana pada filter amiad ini dilakukan penyaringan air
dan secara periodik dapat melakukan backwashing secara otomatis.
c. Pada sistem Saringan Pasir Lambat, manakah jenis proses pengolahan air sanitasi yang
lebih bagus (sistem Down Flow kontrol inlet, sistem Down Flow kontrol outlet dan sistem Up
Flow)?
Jawab : Jenis proses pengolahan air sanitasi yang lebih bagus adalah sistem Up Flow. Hal ini
dikarenakan sistem Up Flow merupakan pembaharuan dari sistem Saringan Pasir Lambat Down
Flow. Pada sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow kontrol inlet maupun outlet memiliki
kekurangan pada pencucian media filternya. Pada sistem Down Flow dilakukan pengerukan pasir
untuk dicuci dengan air bersih sedangkan sistem Up Flow dengan air bersih sebagai backwashing
dengan cara membuka kran penguras sehingga air bersih mengalir melalui media pasir dan
kotoran-kotoran di media pasir dapat mengalir ke bawah.
4. Lilis Triyowati Andriani (1150601111009)
a. Untuk apa kandungan Fe dihilangkan pada proses filtrasi padahal pada proses aerasi sudah
dihilangkan?
Jawab : Pada proses aerasi, Fe dalam air baku akan teroksidasi apabila berkontak dengan udara
menjadi Fe2O3 yang dapat mengendap. Endapan Fe2O3 akan disaring melalui proses filtrasi.
b. Bagaimana cara menghilangkan nitrit dan H2S dalam air baku untuk diolah menjadi air
sanitasi?
Jawab : Untuk menghilangkan nitrit pada proses pengolahan air sanitasi dapat menggunakan
mikroorganisme yang dapat mereduksi nitrit menjadi NO kemudian menjadi N2O dan gas
nitrogen.
5. Dobita Amanda F (115061100111021)
Bagaimana cara mengontrol tekanan pada sistem Saringan Pasir Lambat Up Flow?
Jawab : Ketingggian air masuk diperhitungkan sehingga cukup memberikan tekanan untuk
melewati media pasir.
6. David Johan (115061100111013)
Apa fungsi dari kran penguras pada jenis sistem Saringan Pasir Lambat Down Flow kontrol
inlet dan kontrol outlet?
Jawab : Kran penguras bak air bersih pada sistem inlet dan outlet berfungsi untuk menguras air
bersih pada bak penampung air bersih sehingga dapat dilakukan pencucian bak penampung.
DAFTAR PUSTAKA

Hardyanti, Nurandani dan Fitri, Nurmeta Diana. 2006. Jurnal PresipitasiVol.1 No.1: Studi
Evaluasi Instalasi Pengolahan Air Bersih Untuk Kebutuhan Domestik Dan Non Domestik
(Studi Kasus Perusahaan Tekstil Bawen Kabupaten Semarang). Semarang: UNDIP Program
Studi Teknik Lingkungan.
Said, Nusa Idaman dan Wahjono, Heru Dwi. 1999. Teknologi Pengolahan Air Bersih dengan
Proses Saringan Pasir Lambat Up Flow. Jakarta: Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi
Teknologi Informasi, Materi, Energi dan Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi.

Anda mungkin juga menyukai