Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan “Asuhan Kebidanan
pada Ny “M” dengan Ca Endometrium di Ruang 9 RSUD Saiful Anwar Malang.
Asuhan kebidanan ini tersusun berkat bantuan dan bimbingan serta arahan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Bapak Dody Riyadi SKM,M.M, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes
Malang
2. Ibu Temu Budiarti, S.Pd,M.Kes, selaku Ketua Jurusan Kebidanan Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang
3. Ibu Sri Rahayu,S.Kep,Ns,M.Kes, selaku Kaprodi D IV Kebidanan Klinik Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang sekaligus sebagai pembimbing Institusi
4. Ibu Anis Chabiba Amd.Keb selaku Pembimbing Klinik Di Ruang 9 RSUD Saiful
Anwar Malang.
5. Serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan laporan selanjutnya. Semoga laporan asuhan kebidanan ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca pada umumnya dan khusunya bagi penulis sendiri

Malang, Mei 2013

Penulis

0
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka kejadian
tertinggi, terutama di negara-negara maju. Di seluruh dunia, setiap tahun, 142,000
perempuan terdiagnosis, dan sebanyak 42.000 perempuan meninggal karena penyakit ini
(Amant, 2005). Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat sekitar 40.880 kasus
baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker endometrium. Pada tahun 2007,
diperkirakan 1 dari 38 perempuan di Amerika Serikat terdiagnosis kanker endometrium.
Insiden kanker endometrium berdasarkan data dari Office of National Statistic meningkat
dari dua per 100.000 perempuan per tahun di bawah usia 40 tahun sampai 40-50 per
100.000 perempuan per tahun pada dekade ke-6, ke-7 dan ke-8. Angka kematian di
Amerika Serikat meningkat dua kali antara tahun 1988 dan 1998. Di regional Asia
Tenggara di mana Indonesia termasuk di dalamnya insiden kanker endometrium mencapai
4,8 persen dari 670.587 kasus kanker pada perempuan. Sementara kanker payudara
sebanyak 30,9%; serviks 19,8% dan ovarium 6,6%. (Anderton.C.2012)
Peningkatan angka kejadian karsinoma endometrium berkaitan dengan meningkatnya
status kesehatan sehingga usia harapan hidup kaum wanita semakin tinggi yang
menyebabkan jumlah wanita yang berusia lanjut semakin banyak yang diiringi dengan
penggunaan terapi hormone pengganti untuk mengatasi gejala-gejala menopausenya.
Kanker endometrium umumnya ditemukan pada penderita berusia 60 keatas. Selain
itu,telah ditemukan bahwa peningkatan kejadian obesitas juga memegang peranan penting
dalam meningkatnya angka kejadian kanker endomerium. Kanker endometrium lebih
banyak menyerang para wanita yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke atas.
Tingginya kemampuan ekonomi selanjutnya mengakibatkan gizi yang mereka peroleh
berlebihan sehingga berubah menjadi obesitas. Karena prevalensi faktor resiko ini semakin
meningkat, maka insiden kanker endometrium juga semakin meningkat akhir-khir ini. Di
masa depan, dengan makin tingginya angka penderita obesitas maka angka kejadian
kanker endometrium diperkirakan akan makin bertambah, yang sudah terbukti di Amerika
Serikat. (Schorge JO.2008)
Pasien dengan kanker endometrium biasanya mencari perhatian medis sejak awal
akibat adanya keluhan perdarahan vagina, dan biopsi endometrium akan mengarahkan
diagnosis dengan cepat. Hal ini menyebabkan meskipun kanker endometrium menempati
urutan ke empat kanker yang paling sering terjadi namun kanker endometrium tersebut
1
menempati urutan ke delapan kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan.
Terapi primer untuk kebanyakan penderita kanker endometrium adalah histerektomi
disertai dengan bilateral salpingo-oophorectomy (BSO) dan limfadeneknomi. Tiga
perempat dari pasien terdiagnosis saat menderita kanker endometrium stadium satu yang
dapat disembuhkan dengan operasi. Pasien dengan stadium yang lebih lanjut biasanya
memerlukan kombinasi pascaoperasi kemoterapi, radioterapi, atau keduannya.
(Wikipedia.org)
Dari pernyataan diatas penulis tertarik untuk menyusun asuhan kebidanan pada ibu
dengan Ca Endometrium.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melaksanakan manajemen kebidanan pada ibu dengan Ca
Endometrium
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan mahasiswa dapat :
a. Melakukan Pengkajian data
b. Melakukan Identifikasi Diagnosa dan Masalah
c. Melakukan Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
d. Menentukan kebutuhan segera
e. Menyusun rencana asuhan (intervensi)
f. Melaksanakan rencana asuhan (implementasi)
g. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang diberikan
C. Sistematika Penulisan
BAB I Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
1.2. Tujuan
1.3. Sistematika Penulisan
BAB II Tinjauan Teori
BAB III Tinjauan Kasus
3.1. Pengkajian Data
3.2. Identifikasi Diagnosa dan Masalah
3.3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
3.4. Identifikasi Kebutuhan Segera
3.5. Intervensi
2
3.6. Implementasi
3.7. Evaluasi
BAB IV Pembahasan
BAB V Penutup
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Daftar Pustaka

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP TEORI KANKER ENDOMETRIUM


1. Definisi
Kanker endometrium merupakan tumor ganas primer yang berasal dari endometrium
atau miometrium. Sebagian besarnya merupakan adenokarsinoma (90%). Karsinoma
endometrium terutama adalah penyakit pada wanita pascamenopause, walaupun 25%
kasus terdapat pada wanita yang berusia kurang dari 50 tahun dan 5% kasus terdapat
pada usia dibawah 40 tahun. Umur rata-rata penderita kanker endometrium adalah 55-
66 tahun. Insidensi kanker endometrium pada wanita premenopause 5 kali lebih rendah
daripada wanita yang telah mengalami menopause, Insidensi ini meningkat sesuai
bertambahnya usia kemudian menetap setelah umur 70 tahun
(Anderton,2012)

Sebagian besar kanker endometrium adalah adenokarsinoma (75 %), yang berasal
dari lapisan tunggal dari sel-sel epitel yang melapisi endometrium dan membentuk
kelenjar endometrium. Ada banyak subtipe mikroskopis karsinomaendometrium,
termasuk jenis common endometrioid, di mana sel kanker menyerupai gambaran
endometrium normal, Papillary serous carcinoma yang agresif serta clear cell
carcinoma.
Kanker endometrium adalah neoplasma yang mempunyai 2 tipe dengan patogenesis
berbeda pada masing-masing tipenya. Tipe pertama adalah estrogen dependen dan tipe
kedua estrogen independen. Perubahan genetik molekular yang terdapat pada

4
karsinoma endometrium tipe I dan tipe II berbeda dan mungkin dapat membantu dalam
menjelaskan sifat-sifat klinisnya.
a. Tipe I Estrogen dependen
Tipe I berhubungan dengan meningkatnya kadar estrogen dalam darah, yang
umumnya menyerang wanita pre dan perimenoupause. Pada anamnesis didapatkan
riwayat terpapar estrogen dan berasal dari atipikal endometrial hiperplasia. Tipe ini
berdiferensiasi baik, minimal invasif, sehingga mempunyai prognosis yang baik.
Pada beberapa kasus mungkin didapatkan diabetes, penyakit liver, hipertensi,
obesitas, infertilitas, dan gangguan menstruasi. Pada kenyataannya, lesi tipe I
berpotensi dapat diecegah melalui pengenalan risiko pada pasien, diagnosis lesi
prekursor (hiperplasia endometrium atipikal), dan pengobatan yang sesuai.
(Anderton,2012)

b. Tipe II Estrogen Independen


Tipe ini bisanya didapatkan pada wanita postmenopause, kurus, dan fertil atau
wanita dengan siklus hormonal yang normal. Tipe II lebih agresif dan mempunyai
prognosis lebih buruk daripada tipe I. Tipe II paling sering didapat pada wanita Afro-
Amerika. Yang termasuk kanker endometrium tipe II adalah :
1) high-grade endometrioid cancer,
2) uterine papillary serous carcinoma,
3) uterine clear cell carcinoma.

Terdapat 3 lokasi dimana kanker endometrium sering terjadi yaitu fundus, tuba dan
isthmus. Hal ini berkaitan dengan pengaruh hormonal pada lapisan uterine di lokasi
tersebut.
(Anderton,2012)

2. Epidemiologi
Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan angka
kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Di seluruh dunia, setiap tahun,
142,000 perempuan terdiagnosis, dan sebanyak 42.000 perempuan meninggal karena
penyakit ini (Amant, 2005). Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat
sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar 7.100 kematian terjadi karena kanker
endometrium. Pada tahun 2007, diperkirakan 1 dari 38 perempuan di Amerika
Serikat terdiagnosis kanker endometrium. AS dan Kanada memiliki rerata insidensi

5
tertinggi di seluruh dunia, sementara negara berkembang dan Jepang memiliki rerata
insidensi 4-5 kali lebih rendah.
(Schorge JO, et al. 2008)
3. Etiologi
Penyebab pasti kanker endometrium tidak diketahui. Kebanyakan kasus kanker
endometrium dihubungkan dengan endometrium terpapar stimulasi estrogen secara
kronis. Salah satu fungsi estrogen yang normal adalah merangsang pembentukan
lapisan epitel pada rahim. Sejumlah besar estrogen yang disuntikkan pada hewan
percobaan di laboratorium menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.
Adanya hubungan antara pajanan estrogen dengan kanker endometrium telah
diketahui selama lebih dari 50 tahun. Satu faktor risiko yang paling sering dan paling
terbukti untuk adenokarsinoma uterus adalah obesitas. Jaringan adiposa memiliki enzim
aromatase yang aktif. Androgen adrenal dengan cepat dikonversi menjadi estrogen di
dalam jaringan adiposa pada individu yang obes. Estrogen yang baru disintesis ini juga
memiliki bioavailabilitas yang sangat baik karena perubahan metabolik yang
berhubungan dengan obesitas menghambat produksi globulin pengikat hormon seks
oleh hati. Individu yang obes mungkin mengalami peningkatan drastis pada estrogen
bioavailabel yang bersirkulasi dan pajanan ini dapat menyebabkan penumbuhan
hiperplastik pada endometrium.
Dasar pemikiran yang menganggap estrogen sebagai faktor etiologis berasal dari tiga
sumber:
a. aktivitas biologis estrogen dan progesteron pada endometrium
b. data pada hewan dan manusia mengenai pengaruh dietilstilbestrol (DES) terhadap
karsinogenesis
c. hubungan antara kanker endometrium dengan hiperplasia endometrium dalam
kaitannya dengan hubungan antara hiperplasia dengan pajanan estrogen yang tidak
dihambat dan bcrlangsung lama.
Bukti yang paling kuat untuk sensitivitas endometrium yang tinggi terhadap hormon
steroid ovarium adalah perubahan dramatis yang terjadi pada jaringan ini selama siklus
menstruasi. Pada siklus wanita normal: endometrium mengubah morfologinya setiap
hari.
Pada fase folikular siklus: estrogen menstimulasi proliferasi epitel yang menutupi
kelenjar endometrium dan stroma di bawahnya. Estrogen menginduksi produksi
reseptorya sendiri dan reseptor progesteron selama fase ini. Progesteron yang disekresi

6
dengan cepat setelah ovulasi menahan aktivitas proliferasi pada kelenjar-kelenjar dan
mengkonversi epitel menjadi keadaan sekretorik. Stroma merespons progesteron
dengan angiogenesis dan maturasi fungsional. Jika kehamilan terjadi, perubahan-
perubahan ini akan mempersiapkan endometrium untuk implantasi. Dipercaya bahwa
efek mitogenik yang poten dari estrogen pada epitel kelenjar endometrium
mempercepat tingkat mutasi spontan dari onkogen yang merupakan predisposisi
dan/atau gen penekan tumor. Hal ini mengarah pada suatu transformasi neoplastik.
Data pada hewan dan manusia yang dikumpulkan setelah berkembangnya pajanan
DES menambah bukti biologis untuk potensi karsinogenik dari estrogen di saluran
reproduksi. DES adalah agonis estrogen nonsteroid yang merupakan salah salu estrogen
sintetik pertama yang dikembangkan. DES tersebut diberikan kepada lebih dari dua juta
wanita pada tahun 1940-1970 sebagai pengobatan terhadap ancaman keguguran
spontan (miscarriage).
Pada tikus. pajanan neonatal terhadap DES menghasilkan kanker endometrium pada
95% binatang saat berusia 18 bulan. Pada wanita, pajanan DES pranatal mengarah pada
kelainan struktur saluran reproduksi dan pada adenokarsinoma sel jemih vagina dan
serviks. Aktivitas karsinogenik pada DES tampaknya dimediasi sebagian oleh aktivasi
reseptor estrogen. Apakah pajanan DES pranatal akan menyebabkan kanker
endometrium pada manusia akan ditentukan setelah penelitian kohort pada wanita-
wanita ini berlangsung sampai menopause. Mekanisme genetik molekular mengenai
bagaimana DES menyebabkan karsinoma sel jernih mungkin sama dengan bagaimana
estroge alami menyebabkan kanker endometrium tipe I. Ketidakstabilan genetik telah
ditunjukkan pada kedua tumor ini.
4. Faktor Resiko
a. Faktor resiko reproduksi dan menstruasi.
Kebanyakan peneliti menyimpulkan bahwa nulipara mempunyai risiko 3x lebih
besar menderita kanker endometrium dibanding multipara. Hipotesis bahwa
infertilitas menjadi factor risiko kanker endometrium didukung penelitian-penelitian
yang menunjukkan resiko yang lebih tinggi untuk nulipara dibanding wanita yang
tidak pernah menikah.
(Schorge JO, et al. 2008)
Perubahan-perubahan biologis yang berhubungan dengan infertilitas dikaitkan
dengan risiko kanker endometrium adalah siklus anovulasi ( terpapar estrogen yang
lama tanpa progesteron yang cukup), kadar androstenedion serum yang tinggi

7
(kelebihan androstenedion dikonversi menjadi estron), tidak mengelupasnya lapisan
endometrium setiap bulan (sisa jaringan menjadi hiperplastik) dan efek dari kadar
estrogen bebas dalam serum yang rendah pada nulipara. Salah satu fungsi estrogen
yang normal adalah merangsang pembentukan lapisan epitel pada rahim. Sejumlah
besar estrogen yang disuntikkan kepada hewan percobaan di laboratorium
menyebabkan hiperplasia endometrium dan kanker.
(Schorge JO, et al. 2008)
b. Usia menarche dini (<12 tahun)
berkaitan dengan meningkatnya risiko kanker endometrium walaupun tidak selalu
konsisten. Benyak penelitian menunjukkan usia saat menopause mempunyai
hubungan langsung terhadap meningkatnya kanker ini. Sekitar 70% dari semua
wanita yang didiagnosis kanker endometrium adalah pakcamenopause. Wanita yang
menopause secara alami diatas 52 tahun 2,4 kali lebih beresiko jika dibandingkan
sebelum usia 49 tahun.
(Schorge JO, et al. 2008)
c. Hormon.
1) Hormone endogen.
Risiko terjadinya kanker endometrium pada wanita-wanita muda berhubungan
dengan kadar estrogen yang tinggi secara abnormal seperti polycystic ovarian
disease yang memproduksi estrogen.
2) Hormone eksogen pascamenopause.
Terapi sulih hormone estrogen menyebabkan risiko kanker endometrium
meningkat 2 sampai 12 kali lipat. Peningkatan risiko ini terjadi setelah pemakaian
2-3 tahun. Risiko relatif tinggi setelah pemakaian selama 10 tahun.
d. Kontrasepsi oral.
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin. Sebaliknya pengguna
kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan kadar progesterone tinggi
mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko kanker endometrium setelah 1-5
tahun pemakaian.
e. Tamoksifen.
Beberapa penelitian mengindikasikan adanya peningkatan risiko kanker
endometrium 2-3 kali lipat pada pasien kanker payudara yang diberi terapi
tamoksifen. Tamoksifen merupakan antiestrogen yang berkompetisi dengan estrogen

8
untuk menduduki reseptor. Di endometrium, tamoksifen malah bertindak sebagai
faktor pertumbuhan yang meningkatkan siklus pembelahan sel.
f. Obesitas.
Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium. Kelebihan 13-22 kg BB
ideal akan meningkatkan risiko sampai 3 x lipat. Sedangkan kelebihan di atas 23 kg
akan meningkatkan risiko sampai 10x lipat. obesitas adalah penyebab paling umum
dari kelebihan produksi estrogen endogen. Jaringan adiposa berlebihan akan
meningkatkan aromatisasi androstenedion perifer menjadi estrone. Pada wanita
premenopause, tingkat estrone memicu umpan balik peningkatan abnormal pada
aksis-hipofisis-ovarium hipotalamus. Hasil klinisnya adalah oligo-atau anovulasi.
Dengan tidak adanya ovulasi, endometrium terkena stimulasi estrogen hampir terus
menerus tanpa efek progestasional berikutnya dan terjadi gangguan menstruasi.
g. Faktor diet.
Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh peran nutrisi,
terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi sereal, kacang-
kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein, menurunkan risiko kanker
yang memproteksi melalui fitoestrogen.
h. Kondisi medis.
Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 x lebih besar berisiko
terkena kanker endometrium jika disertai diabetes. Tingginya kadar estrone dan
lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi
menjadi faktor risiko pada wanita pancamenopause dengan obesitas.
i. Faktor genetik.
Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan
risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu juga dengan riwayat kanker
endometrium dalam keluarga.
j. Merokok.
Wanita perokok mempunyai resiko ½ kali jika dibandingkan yang bukan perokok
(faktor proteksi) dan diperkirakan menopause lebih cepat 1-2 tahun.
k. Ras.
Kanker endometrium sering ditemukan pada wanita kulit putih.
l. Faktor risiko lain.

9
Pendidikan dan status sosial ekonomi diatas rata-rata meningkatkan risiko terjadinya
kanker endometrium akibat konsumsi terapi pengganti estrogen dan rendahnya
paritas.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan utama yang dirasakan pasien kanker endometrium adalah perdarahan pasca
menopause bagi pasien yang telah menopause dan perdarahan intermenstruasi bagi
pasien yang belum menopause. Keluhan keputihan merupakan keluhan yang paling
banyak menyertai keluhan utama
Gejalanya bisa berupa:
a. Perdarahan rahim yang abnormal
b. Siklus menstruasi yang abnormal
c. Perdarahan diantara 2 siklus menstruasi (pada wanita yang masih mengalami
menstruasi)
d. Perdarahan vagina atau spotting pada wanita pasca menopause
e. Perdarahan yang sangat lama, berat dan sering (pada wanita yang berusia diatas 40
tahun)
f. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
g. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
h. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
i. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
(Schorge JO, et al. 2008)
6. Deteksi Kanker Endometrium
Sebagian besar kanker endometrium terdiagnosis pada stadium dini. Hal ini
dikarenakan wanita menopause cenderung memeriksakan dirinya ke dokter apabila
terdapat perdarahan vaginal. Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisik termasuk melakukan pap smear dan pemeriksaan
pelvik.
Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik pada kanker
endometrium. Pada pemeriksaan pelvik, dokter memeriksa daerah sepanjang
kandungan apakah terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah mana yang terasa
sakit jika diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas dokter menggunakan alat
spekulum. Teknik pemeriksaan ini sebenarnya harus rutin dilakukan oleh wanita untuk
mengetahui kondisi vaginanya

10
Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker endometrium.
Pada pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari lapisan uterus
(endometrium) kemudian dilihat sediaan tersebut di mikroskop. Karena kanker
endometrium dimulai di dalam uterus, kelainannya tidak selalu dapat dideteksi dengan
pap smear. Karena itu, sampel dari jaringan endometrium harus diambil dan dilihat
dengan mikroskop untuk dideteksi apakah terdapat sel kanker atau tidak. Salah satu
prosedur dibawah ini dapat dilakukan
Biopsi endometrium : Mengambil sebagian kecil jaringan endometrium, dengan
memasukkan selang yang kecil dan fleksibel melalui serviks kedalam uterus. Selang ini
kemudian akan mengikis sebagian kecil jaringan endometrium sehingga kemudian
didapatkan sampel jaringan. Patolog kemudian akan memeriksa sampel sel kanker di
bawah mikroskop.
Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator
kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Memasukkan kamera
(endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan sampel untuk di
PA-kan. Sampe jaringan endometrium yang didapatkan dari kuretase kemudian
diperiksa di mikroskop.
USG transvaginal. Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang dimasukkan ke
dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan dinding rahim. Ketebalan
dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan dengan pap smear atau biopsi. Pada
pemeriksaan USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm pada usia
perimenopause. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya
keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum
uteri/endometrium yang inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas dengan ukuran 6,69
x 4,76 x 5,67 cm. Pemeriksaan USG transvaginal diyakini banyak penelitian sebagai
langkah awal pemeriksaan kanker endometrium, sebelum pemeriksaan-pemeriksaan
yang invasif seperti biopsi endometrial, meskipun tingkat keakuratannnya yang lebih
rendah, dimana angka false reading dari strip endometrial cukup tinggi. Sebuah meta-
analisis melaporkan tidak terdeteksinya kanker endometrium sebanyak 4% pada
penggunaan USG transvaginal saat melakukan pemeriksaan pada kasus perdarahan
postmenopause, dengan angka false reading sebesar 50%. USG transvaginal dengan
atau tanpa warna, digunakan sebagai tehnik skrining. Terdapat hubungan yang sangat
kuat dengan ketebalan endometrium dan kelainan pada endometrium. Ketebalan rata-
rata terukur 3,4±1,2 mm pada wanita dengan endometrium atrofi, 9,7±2,5 mm pada
11
wanita dengan hiperplasia, dan 18,2±6,2mm pada wanita dengan kanker endometrium.
Pada studi yang melibatkan 1.168 wanita, pada 114 wanita yang menderita kanker
endometrium dan 112 wanita yang menderita hiperplasia, mempunyai tebal
endometrium 5 mm. Metode non-invasif lainnya adalah sitologi namun akurasinya
sangat rendah.
Papanicolau Test adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias
Papanicolau, untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human
papilomavirus. Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa dengan
mikroskop (PA). Cara untuk mendapatkan sampel adalah dengan aspirasi sitologi dan
biopsy hisap (suction biopsy) menggunakan suatu kanul khusus. Alat yang digunakan
adalah novak, serrated novak, kovorkian, explora (mylex), pipelly (uniman), probet.
Pap smear tidak sensitif untuk mendiagnosa kanker endometrium. Pada pemeriksaan
pap smear, 50% dari penderita kanker endometrium menunjukkan hasil yang normal.
Sel endometrium yang jinak terkadang ditemukan saat pemeriksaan pap smear pada
wanita diatas 40 tahun Bia sel ini ditemukan, maka resiko kanker pada wanita tersebut
adalah 3-5%. Pada wanita premenopause, temuan ini kurang akurat, terutama bila hasil
didapatkan saat penderita sedang haid. Pada penderita yang memakai terapi hormon,
resiko keganasan berkurang (1-2%)
Pada pemeriksaan kanker endometrium dapat ditemukan hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium bukan kanker namun dapat berkembang menjadi kanker.
Salah satu tipe hiperplasia, atypical adenomatous hyperplasia, berkembang menjadi
kanker pada 1 dari 3 penderita.
Untuk menentukan stadium kanker endometrium, serangkaian pemeriksaan dibawah
ini harus dilakukan sebelum operasi :
a. Cek darah lengkap untuk memeriksa anemia dan kelainan darah.
b. Antigen kanker 125. Pemeriksaan CA-125 diperlukan untuk mengetahui apakah
kanker telah bermetastasis atau belum.
c. Intravenous Pyelogram untuk memeriksa fungsi ginjal
d. Foto roentgen untuk mengetahui apakah sel kanker telah bermetastasis ke uterus.
e. Pemeriksaan imaging dilakukan sebelum operasi untuk melihat apakah kanker telah
menyebar ke abdomen dan pelvis. Ini dilakukan juga untuk membuat perencanaan
terapi. Pemeriksaan imaging meliputi :
f. Computed Tomography (CT) scan abdomen dan pelvis

12
g. Magnetic Resonance Imaging (MRI) abdomen dan pelvis. MRI juga dapat
membedakan kanker endometrium dari penyebaran servikal primary endocervical
adenocarcinoma.
h. Setelah diagnosis kanker endometrium ditegakkan, operasi dilakukan untuk
mengangkat uterus, serviks, ovarium, tuba falopi. Prosedur ini dinamakan
Histerektomi dengan bilateral salphingo-oophorectomy. Kadang kelenjar limfe
pelvis juga diangkat. Jaringan yang diangkat kemudian diperiksa untuk menentukan
stadium kanker.
(Schorge JO, et al. 2008)
7. Klasifikasi Histopatologis
Sembilan puluh persen tumor ganas endometrium/ korpus uterus adalah
adenokarsinoma. Sisanya ialah karsinoma epidermoid, adenoakantoma, sarcoma, dan
karsino-sarkoma.
(Schorge JO, et al. 2008)
a. Endometrioid Adenocarcinoma
Tipe histologi kanker endometrium yang paling sering ditemui adalah endometrioid
adenokarsinoma (75% dari total kasus). Karakteristik tumor ini adalah terdapat
kelenjar yang mirip dengan endometrium normal. Hiperplasia endometrium
berhubungan dengan tumor grade rendah dan jarang menginvasi endometrium.
Apabila kelenjar berkurang dan digantikan sel yang padat, tumor diklasifikasikan
sebagai grade yang lebih tinggi. Apabila terdapat endometrium yang atrofik, sering
dihubungkan dengan grade tinggi dan sering bermetastasis.
(Dean L.2012)

13
b. Serous Carcinoma
5-10% kanker endoetrium adalah tipe serous carcinoma. Serous carcinonma adalah
tumor tipe II yang sangat agresif dan berasal dari endometrium yang atrofik. Tipe ini
biasanya terdapat pada wanita berusia lanjut. Terdapat pola pertumbuhan papiler
yang kompleks ditandai dengan nulkear atipik. Sering disebut uterine papillary
serous carcinoma (UPSC), secara histologis menyerupai kanker ovarium epitelial,
dan terdapat psammoma bodies pada 30 persen pasien.
(Schorge JO, et al. 2008)

c. Clear Cell Carcinoma


Kurang dari 5 % kanker endometrium adalah tipe clear cell carcinoma. Penampakan
mikroskopik didominasi oleh sel padat, kistik, tubular atau papiler. Biasanya
merupakan gabungan dari 2 atau 3 tipe tersebut. Endometrial clear cell
adenocarcinoma adalah serupa dengan jenis clear cell yang terdapat di ovarium,
vagina, dan serviks. Tidak ada karakteristik khusus, namun seperti UPSC, cenderung
ganas, dan invasif. Pasien biasanya terdiagnosis saat penyakitnya sudah lanjut dan
prognosisnya buruk.
(Schorge JO, et al. 2008)

14
d. Mucinous Carcinoma
Sekitar 1 sampai 2 persen kanker endometrium adalah tipe mucinous. Sebagian
besar endometrioid adenocarcinoma mempunyai komponen fokal. Umumnya, tumor
mucinous mempunyai gambaran glandular dengan sel yang kolumnar dan stratifikasi
minimal. Hampir semua aadalah stadium 1 dan grade 1 dengan prognosis yang baik.
Karena epitelium endoservikal menyatu dengan segmen bawah uterus, diagnosis
masih sulit dibedakan dengan adenokarsinoma yang primer. Oleh sebab itu,
dibutuhkan imuno-staining, selain ini MRI juga dapat digunakan untuk membedakan
asal tumor.

e. Karsinoma Campuran
Kanker endometrium dapat berupa kombinasi dari dua atau lebih tipe histologik.
Karsinoma campuran, terdiri dari paling tidak dua tipe dengan masing –masing tipe
minimal melingkupi 10 % dari seluruh tumor. Kecuali tipe serous dan clear cell,
kombinasi lain biasanya tidak signifikan. Karsinoma campuran biasanya merupakan
campuran antara kanker endometrium tipe I dan tipe II.
f. Undifferentiated Carcinoma
Pada 1-2 % kanker endometrium, tidak ada bukti adanya diferensiasi glandular,
sarkomatous, atau squamous. Tumor yang tidak berdeferensiasi ini mempunyai
karakteristik proliferasi epitel monotonous, ukurannya medium tumbuh dari sel yang
padat dan tidak mempunyai pola yang spesifik. Prognosisnya lebih buruk dari
endometrioid adenokarsinoma diferensiasi buruk.
g. Tipe yang jarang
Kurang dari 100 kasus squamous cell carcinoma endometrium telah dilaporkan.
Diagmosis ditegakkan dari tidak adanya komponen adenokarsinoma dan tidak ada
hubungan dengan squamous epithelium serviks. Biasanya prognosisnya buruk.

15
Transisional cell carcinoma endometrium juga adalah kasus yang jarang, dan untuk
menegakkan diagnosis, tidak boleh ada metastasis dari kandung kemih dan ovarium.
(Schorge JO, et al. 2008)
8. Klasifikasi Endometrium
Saat ini, stadium kanker endometrium ditetapkan berdasarkan surgical staging,
menurut The International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) 2010 :

(Schorge JO, et al. 2008)


9. Penatalaksanaan
Radiasi atau histerektomi radikal dan limfadenektomi pelvis merupakan pilihan
terapi untuk adenokarsinoma endoserviks yang masih terlokalisasi, sedangkan staging
surgical yang meliputi histerektomi simple dan pengambilan contoh kelenjar getah
bening para-aorta adalah penatalaksanaan umum adenokarsinoma endometrium
a. Pembedahan
Kebanyakan penderita akan menjalani histerektomi (pengangkatan rahim). Kedua
tuba falopii dan ovarium juga diangkat (salpingo-ooforektomi bilateral) karena sel-
sel tumor bisa menyebar ke ovarium dan sel-sel kanker dorman (tidak aktif) yang
mungkin tertinggal kemungkinan akan terangsang oleh estrogen yang dihasilkan
oleh ovarium. Jika ditemukan sel-sel kanker di dalam kelenjar getah bening di
sekitar tumor, maka kelenjar getah bening tersebut juga diangkat. Jika sel kanker
telah ditemukan di dalam kelenjar getah bening, maka kemungkinan kanker telah
menyebar ke bagian tubuh lainnya. Jika sel kanker belum menyebar ke luar

16
endometrium (lapisan rahim), maka penderita tidak perlu menjalani pengobatan
lainnya.
b. Radioterapi
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker.
Terapi penyinaran merupakan terapi lokal, hanya menyerang sel-sel kanker di daerah
yang disinari. Pada stadium I, II atau III dilakukan terapi penyinaran dan
pembedahan. Angka ketahanan hidup 5 tahun pada pasien kanker endometrium
menurun 20-30% dibanding dengan pasien dengan operasi dan penyinaran.
Penyinaran bisa dilakukan sebelum pembedahan (untuk memperkecil ukuran tumor)
atau setelah pembedahan (untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa). Stadium I
dan II secara medis hanya diberi terapi penyinaran. Pada pasien dengan risiko
rendah (stadium IA grade 1 atau 2) tidak memerlukan radiasi adjuvan pasca operasi.
Radiasi adjuvan diberikan kepada :
1) Penderita stadium I, jika berusia diatas 60 tahun, grade III dan/atau invasi
melebihi setengah miometrium.
2) Penderita stadium IIA/IIB, grade I, II, III.
3) Penderita dengan stadium IIIA atau lebih diberi terapi tersendiri
(Prawirohardjo, 2006)
Ada 2 jenis terjapi penyinaran yang digunakan untuk mengobati kanker
endometrium:
1) Radiasi eksternal : digunakan sebuah mesin radiasi yang besar untuk
mengarahkan sinar ke daerah tumor. Penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5
kali/minggu selama beberapa minggu dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit. Pada radiasi eksternal tidak ada zat radioaktif yang dimasukkan ke dalam
tubuh.
2) Radiasi internal (AFL): digunakan sebuah selang kecil yang mengandung suatu
zat radioaktif, yang dimasukkan melalui vagina dan dibiarkan selama beberapa
hari. Selama menjalani radiasi internal, penderita dirawat di rumah sakit.
c. Kemoterapi
Adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker. Kemoterapi merupakan terapi
sistemik yang menyebar keseluruh tubuh dan mencapai sel kanker yang telah
menyebar jauh atau metastase ke tempat lain.

17
Kemoterapi pada Kanker Endometrium
Adjuvan AP (Doxorubicin 50-60 mg/m2,
Cisplatinum 60 mg/m2 dengan

Kemoradiasi Cis-platinum 20-40 mg/m2 setiap


minggu (5-6 minggu)
Xelloda 500-1000mg/hari (oral)
Gemcitabine 300mg/m2
Paclitacel 60-80 mg/m2, setiap
minggu (5-6 minggu)
Docetaxel 20 mg/m2setiap minggu
(5-6 minggu)

penelitian clinical trial fase II . Kemoterapi yang dipakai antara lain Daxorubicin,
golongan platinum, fluorouracil, siklofosfamid, ifosfamid, dan paclitaxel. Hasil
penelitia menunjukkan kanker endometrium pasca operasi yang diikuti kemoterapi
kombinasi memiliki angka survival lebih tinggi.Berikut ini rekomendasi pemberian
kemoterapi:
Karakteristik penderita Rekomendasi
Tumor stadium lanjut atau Kemoterapi
rekuren (cisplatin/doxorubicin/paclitaxel)
Tumor stadium lanjut atau Hormonal therapy (oral progestin atau
rekuren dengan reseptor magestrol asetat)
positif dan/atau grade 1 atau 2

Tumor stadium III-IVA Operasi diikuti kemoterapi

d. Terapi Hormonal
1) Terapi primer
Salah satu keunikan kanker endometrium adalah merespon terapi hormon.
Progestin digunakan sebagai terapi primer wanita yang mempunyai resiko tinggi
operasi. Namun terapi ini jarang dilakukan. Ini bisa saja merupakan satu-satunya
pilihan terapi paliatif dalam beberapa kasus. Pada kasus yang jarang lainnya, pada
adenocarcinoma stadium 1 yang sulit di operasi, intrauterine progestional dapat
membantu. Namun terapi ini harus digunakan dengan hati-hati.
2) Terapi Hormonal Adjuvan
Single-agent progestin telah menunjukkan aktifitas pada penderita dengan
stadium lanjut. Tamoxifen memodulasi ekspresi dari progesteron reseptor dan

18
meningkatkan efikasi progestin. Tamoksifen dan progestin sebagai terapi adjuvan
telah menunjukkan tingkat respon yang tinggi. Secara umum, toksisitas sangat
rendah, kombinasi ini paling sering digunakan untuk penyakit rekuren.
3) Terapi Pengganti Estrogen
Karena dugaan kelebihan estrogen sebagai penyebab perkembangan kanker
endometrium, ada kekhawatiran bahwa penggunaan estrogen pada wanita dengan
kanker endometrium dapat meningkatkan resiko kekambuhan atau kematian.
Namun, efek seperti itu belum ada penelitiannya. Gog meneliti efek terapi
pengganti estrogen secara acak pada 1236 wanita yang telah menjalani operasi
kanker stadium I dan II dengan memberikan estrogen atau plasebo. Hasilnya
terdapat kekambuhan yang rendah. Karena beresiko dan keamanannya belum
terbukti, pasien harus diberi konseling hati-hati sebelum memulai rejimen
estrogen pasca operasi.
(Schorge JO, et al. 2008)
10. Patofisiologi
Fibroblas Growth Factor Reseptor 2 (FGFR2) adalah reseptor tirosin kinase yang
berperan dalam proses biologikal. Mutasi pada FGFR telah dilaporkan pada 10-12%
dari kanker endometrium identik dengan penemuan yang didapatkan dari kelainan
kraniofasial kongenital. Inhibisi pada FGFR2 diharapkan akan menjadi terapi
masadepan bagi penderita kanker endometrium. Beberapa peneliti menduga terdapat
dua peran FGFR2 dalam mempengaruhi endometrium, yaitu dengan menghambat
proliferasi sel endometrium pada siklus menstruasi dan sebagai onkogen pada
karsinoma endometrial. (Chiang W.2012)
Selain itu, kadar hormon sex estrogen yang tinggi juga dapat menyebabkan
peningkatan masa dan jumlah sel lapisan uterus jika tidak terdapat cukup progesteron,
salah satu hormon sex yang penting pada wanita. (Chiang W.2012)
Siklus menstrual normal, rata-rata berlangsung 28 hari, terdapat 2 fase. Pada 2
minggu pertama, estrogen adalah hormon seks yang dominan. Estrogen menyebabkan
lapisan sel uterus bertumbuh dan bertambah jumlahnya. Pada 14 hari selanjutnya,
hormon sex yang dominan adalah progesteron. Progesteron menyebabkan kematangan
sel sehingga lapisan uterus dapat menerima dan menutrisi ovum yang sudah
difertilisasi. (Chiang W.2012)

19
Apabila tidak terdapat cukup progesteron, sel pada lapisan uterus (epitelium) akan
bertumbuh dan bermultiplikasi semakin banyak. Hal ini disebut hiperplasia simpleks.
Apabila situasi ini terus berlanjut, akan terbentuk kelenjar baru pada lapisan uterus. Hal
ini disebut hiperplasia kompleks. Akhirnya, sel menjadi atipikal dan menunjukkan
perilaku yang menyimpang. (Koplajar M.2012)
Kadar estrogen yang tinggi tanpa diimbangi progesteron dapat ditemukan pada
beberapa kondisi seperti : anovulasi dalam jangka waktu yang lama, mengkonsumsi
estrogen dalam waktu lama, tumor penghasil estrogen, malfungsi tiroid, penyakit hepar.
(Koplajar M.2012)

20
B. KONSEP MANAJEMEN
1. Pengkajian
A. Data Subjektif
1. Biodata
Nama :Selain sebagai identitas, upayakan agar bidan memanggil
dengan nama panggilan sehingga hubungan
komunikasi antara bidan dan pasien menjadi lebih akrab.
Umur :Umur rata-rata penderita kanker endometrium adalah 55-
66 tahun. Insidensi kanker endometrium pada wanita
premenopause 5 kali lebih rendah daripada wanita yang telah
mengalami menopause, Insidensi ini meningkat sesuai
bertambahnya usia kemudian menetap setelah umur 70 tahun
Suku/bangsa :Data ini berhubungan dengan sosial budaya yang dianut
oleh pasien .dan keluarga.
Agama :Sebagai dasar bagi bidan dalam memberikan dukungan
mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga.
Pendidikan :Tanyakan pendidikan tertinggi yang klien tamatkan.
Informasi ini membantu klinisi memahami klien sebagai
individu dan memberi gambaran kemampuan baca tulisnya.
Pekerjaan :Mengetahui pekerjaan pasien adalah penting untuk
mengetahui apakah klien berada dalam keadaan utuh dan
untuk mengkaji potensi kelahiran prematur dan pajanan
terhadap bahaya lingkungan kerja yang dapat merusak janin.

Alamat :Memudahkan komunikasi dan kunjungan rumah serta tahu


lingkungan pasien.
2. Alasan Datang
3. Keluhan Utama
a. Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
b. Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
c. Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
d. Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
e. Siklus menstruasi yang abnormal

4. Riwayat Kesehatan yang Lalu dan Sekarang

21
Data penting tentang riwayat kesehatan pasien yang perlu bidan ketahui, yaitu
apakah pasien atau sedang menderita penyakit, seperti penyakit jantung, diabetes
melitus, ginjal, hipertensi, atau hepatitis. (Sulistyowati: 114)
Wanita premenopause dengan diabetes meningkatkan 2-3 x lebih besar berisiko
terkena kanker endometrium jika disertai diabetes. Tingginya kadar estrone dan
lemak dalam plasma wanita dengan diabetes menjadi penyebabnya. Hipertensi
menjadi faktor risiko pada wanita pancamenopause dengan obesitas.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seorang wanita dengan riwayat kanker kolon dan kanker payudara meningkatkan
risiko terjadinya kanker endometrium. Begitu juga dengan riwayat kanker
endometrium dalam keluarga.
6. Riwayat Kebidanan
Meliputi riwayat kehamilan persalinan dan nifas
7. Riwayat KB
Peningkatan risiko secara bermakna terdapat pada pemakaian kontrasepsi oral yang
mengandung estrogen dosis tinggi dan rendah progestin. Sebaliknya pengguna
kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progestin dengan kadar progesterone tinggi
mempunyai efek protektif dan menurunkan risiko kanker endometrium setelah 1-5
tahun pemakaian.
8. Pola Kebiasaan Sehari-Hari, terdiri dari:
a. Nutrisi
Perbedaan pola demografi kanker endometrium diperkirakan oleh peran nutrisi,
terutama tingginya kandungan lemak hewani dalam diet. Konsumsi sereal,
kacang-kacangan, sayuran dan buah terutama yang tinggi lutein, menurunkan
risiko kanker yang memproteksi melalui fitoestrogen.
b. Eliminasi
c. Istirahat
d. Aktivitas
e. Kebersihan
9. Pola Seksual
10. Data Psikososial dan Spiritual

B. Data Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Keadaan Umum
Untuk mengetahui data ini, bidan perlu mengamati keadaan pasien secara
keseluruhan. Hasil pengamatan akan bidan laporkan dengan kriteria:
1) Baik. Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika pasien memperlihatkan
respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain.
22
b. Lemah. Pasien dimasukkan dalam kriteria ini jika ia kurang atau tidak
memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain. Kesadaran
Untuk dapat mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien, bidan dapat
melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis
(kesadaran maksimal) sampai dengan koma (pasien tidak dalam keadaan
sadar).
c. Tekanan Darah
d. Nadi : 60-90 x/menit
e. Pernapasan : 16-24 x/menit
f. Suhu : 36,5-37,5o C
g. Berat Badan : Obesitas meningkatkan risiko terkena kanker endometrium.
Kelebihan 13-22 kg BB ideal akan meningkatkan risiko sampai
3x lipat. Sedangkan kelebihan di atas 23 kg akan meningkatkan
risiko sampai 10x lipat.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala :Bersih/kotor, warna, mudah rontok/tidak.
Muka :Pucat atau tidak
Mata :Sklera putih/tidak, konjungtiva merah/pucat/tidak, ada
gangguan penglihatan atau tidak.
Telinga :Ada sekret/tidak, ada gangguan pendengaran/tidak
Hidung :Ada sekret/tidak, ada polip/tidak.
Mulut :Warna, integritas jaringan (lembab, kering, atau pecah-pecah),
kebersihan, caries, stomatitis. Bagaimana
Leher :Apakah vena terbendung di leher (misalnya pada penyakit jantung),
apakah kelenjar gondok membesar atau kelenjar limfa membengkak.

Abdomen :
Genetalia :Warna, keputihan, oedem/tidak, ada bekas episiotomi/tidak, ada
condiloma atau tidak
Ekstremitas:pergerakan bebas/tidak, oedem/tidak, ada kelainan/ tidak, ada
varises/tidak
3. Data Penunjang
a. Pemeriksaan pelvik merupakan langkah awal pemerikasaan fisik pada kanker
endometrium. Pada pemeriksaan pelvik, dokter memeriksa daerah sepanjang
kandungan apakah terdapat lesi, benjolan, atau mengetahui daerah mana yang
terasa sakit jika diraba. Untuk daerah kandungan bagian atas dokter
menggunakan alat spekulum.
b. Biopsi endometrial diperlukan untuk menegakkan diagnosis kanker
endometrium. Pada pemeriksaan biopsi, akan diambil sebagian kecil dari
lapisan uterus (endometrium) kemudian dilihat sediaan tersebut di mikroskop.
Karena kanker endometrium dimulai di dalam uterus,
23
c. Dilatasi dan kuretase : Caranya yaitu leher rahim dilebarkan dengan dilatator
kemudian hiperplasianya dikuret. Hasil kuret lalau di PA-kan. Memasukkan
kamera (endoskopi) kedalam rahim lewat vagina. Dilakukan juga pengambilan
sampel untuk di PA-kan. Sampe jaringan endometrium yang didapatkan dari
kuretase kemudian diperiksa di mikroskop.
d. USG transvaginal. Transvaginal ultrasound, adalah suatu alat yang
dimasukkan ke dalam rahim dan berfungsi untuk mengetahui ketebalan
dinding rahim. Ketebalan dinding yang terlihat abnormal akan dicek lanjutan
dengan pap smear atau biopsy. Pada pemeriksaan USG didapatkan tebal
endometrium di atas 5 mm pada usia perimenopause. Pemeriksaan USG
dilakukan untuk memperkuat dugaan adanya keganasan endometrium dimana
terlihat adanya lesi hiperekoik di dalam kavum uteri/endometrium yang
inhomogen bertepi rata dan berbatas tegas dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67
cm.
e. Papanicolau Test adalah metode skrining ginekologi, dicetuskan oleh Georgias
Papanicolau, untuk mendeteksi kanker rahim yang disebabkan oleh human
papilomavirus. Pengambilan sampel endometrium, selanjutnya di periksa
dengan mikroskop (PA).
Untuk menentukan stadium kanker endometrium, serangkaian pemeriksaan dibawah
ini harus dilakukan sebelum operasi :
a. Cek darah lengkap untuk memeriksa anemia dan kelainan darah.
b. Antigen kanker 125. Pemeriksaan CA-125 diperlukan untuk mengetahui apakah
kanker telah bermetastasis atau belum.
c. Intravenous Pyelogram untuk memeriksa fungsi ginjal
d. Foto roentgen untuk mengetahui apakah sel kanker telah bermetastasis ke uterus.
e. Pemeriksaan imaging dilakukan sebelum operasi untuk melihat apakah kanker telah
menyebar ke abdomen dan pelvis. Ini dilakukan juga untuk membuat perencanaan
terapi. Pemeriksaan imaging meliputi :
f. Computed Tomography (CT) scan abdomen dan pelvis
g. Magnetic Resonance Imaging (MRI) abdomen dan pelvis. MRI juga dapat
membedakan kanker endometrium dari penyebaran servikal primary endocervical
adenocarcinoma.
h. Setelah diagnosis kanker endometrium ditegakkan, operasi dilakukan untuk
mengangkat uterus, serviks, ovarium, tuba falopi. Prosedur ini dinamakan

24
Histerektomi dengan bilateral salphingo-oophorectomy. Kadang kelenjar limfe
pelvis juga diangkat. Jaringan yang diangkat kemudian diperiksa untuk menentukan
stadium kanker.
2. Identifikasi Diagnosa/Masalah
Dx : P......Ab......dengan Ca Endometrium
Ds : ibu mengatakan
Nyeri perut bagian bawah atau kram panggul
Keluar cairan putih yang encer atau jernih (pada wanita pasca menopause)
Nyeri atau kesulitan dalam berkemih
Nyeri ketika melakukan hubungan seksual.
Siklus menstruasi yang abnormal
Do :
a. Pada pemeriksaan USG didapatkan tebal endometrium di atas 5 mm pada
usia perimenopause. Pemeriksaan USG dilakukan untuk memperkuat
dugaan adanya keganasan endometrium dimana terlihat adanya lesi
hiperekoik di dalam kavum uteri/endometrium yang inhomogen bertepi
rata dan berbatas tegas dengan ukuran 6,69 x 4,76 x 5,67 cm.

KU : baik
Kesadaran : composmentis
TTV : TD : 100/60 – 130/90 mmHg
N : 60-90 x/menit
S : 36,5-37,5o C
R : 16-24 x/menit
Berat badan : .........kg
3. Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial
Langkah III merupakan langkah ketika bidan melakukan identifikasi diagnosis atau
masalah potensial dan mengantisipasi penanganannya. Langkah ini membutuhkan
antisipasi bila memungkinkan dilakukan pencegahan. (Salmah, 2006: 160)
4. Kebutuhan Segera
Pada langkah ini bidan menetapkan kebutuhan terhadap tindakan segera, melakukan
konsultasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain berdasarkan kondisi klien.
(Salmah, 2006: 161)
5. Intervensi
Dx : P......Ab......dengan Ca Endo
Kehamilan Resiko Tinggi dengan Skor
Pudji Rohyati.....
Tujuan : Kehamilan berjalan dengan normal sampai persalinan
tanpa penyulit
25
KH : - KU baik
- DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
- TTV dalam batas normal
TD : 100/60 – 130/90 mmhg
N : 60-90 x/menit
S : 36,5-37,5o C
R : 16-24 x/menit
Intervensi
a. Pembedahan
b. Radioterapi
c. Kemoterapi
d. Terapi Hormonal

6. Implementasi
Sesuai dengan intervensi
7. Evaluasi
Sesuai kriteria hasil

26
DAFTAR PUSTAKA

Unknown. Endometrium. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Endometrium tanggal 18


Januari 2012
Prawirohardjo.S. 2008.Ilmu Kandungan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo..
Anderton.C. Uteri Cancer Map. Diunduh dari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/ad/Corpus_uteri_cancer_worl
d_map_-_Death_-_WHO2004.svg tanggal 18 Januari 2012
Chiang. W. Uterine Cancer. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/258148-
overview#a0104 tanggal 21 Januari 2012
Schorge JO, et al. Endometrial Cancer. Dalam: Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM,
Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG. Williams Gynecology.
USA:McGraw-Hill. 2008;9.
Koplajar M. Uterine Cancer for Laymen and Student. Diunduh dari
http://www.cancerlinks.org/Endometrial/index.html tanggal 21 Januari 2012
Salmah, dkk. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC.

27

Anda mungkin juga menyukai