Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

UVEITIS ANTERIOR

Oleh :

Dani Kartika Sari


(1618012076)

Perseptor :

dr. H. Yul Khaizar, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI........................................................................................................... ii

I. PENDAHULUAN............................................................................................1

II. TINAJUAN PUSTAKA..................................................................................2

III. KESIMPULAN..............................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................ ...........18

1
BAB I

PENDAHULUAN

Istilah “uveitis” menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis),

corpus ciliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau

koroid (koroiditis). Uveitis juga bisa terjadi sekunder akibat radang kornea (keratitis),

radang sclera (skleritis), atau keduanya (sklerokeratitis). Uveitis biasanya terjadi pada

usia 20-50 tahun dan berpengaruh pada 10-20% kasus kebutaan yang tercatat di

negara-negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang

dibandingkan di negara-negara maju karena lebih tingginya prevalensi infeksi yang

bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberculosis dan tuberculosis di

negara-negara berkembang (Vaughan, 2012).

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Uvea

Uvea terdiri dari iris, korpus siliare dan khoroid. Bagian ini adalah lapisan

vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu

permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak

bersambungan dengan permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera

anterior dari kamera posterior, yang masing-masing berisi aqueus humor. Di

dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen

pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan lapisan

epitel pigmen retina ke arah anterior. Perdarahan iris didapatkan dari sirkulus

major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang

sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara

intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus siliares. Iris

3
mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada

prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas

parasimpatis yang dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang

ditimbulkan oleh aktivitas simpatik (Vaughan, 2012).

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,

membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm).

Korpus siliaris terdiri dari suatu zona anterior yang berombakombak, pars plikata

dan zona posterior yang datar, pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars

plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari kapiler-kapiler dan vena yang

bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan berlobang-lobang

sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2

lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang

merupakan perluasan neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah

luar, yang merupakan perluasan dari lapisan epitel pigmen retina. Prosesus

siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueus

humor. Musculus ciliaris, tersusun dari gabungan serat-serat longitudinal,

sirkular, dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah untuk mengerutkan dan

relaksasi serat-serat zonula. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa

sehingga lensa dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek berjarak dekat

maupun yang berjarak jauh dalam lapang pandang. Serat-serat longitudinal

musculus ciliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula untuk memengaruhi

besar porinya. Pembuluh darah yang memperdarahi corpus ciliaris berasal dari

circulus arteriosus major iris. Persarafan sensoris iris oleh saraf-saraf siliaris.

4
Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Koroid

tersusun atas tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil.

Semakin dalam pembuluh terletak di dalam khoroid, semakin lebar lumennya.

Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal sebagai khoriokapilaris. Darah

dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena vortex, satu di

masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh

membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di

antara khoroid dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus

optikus. Disebelah anterior, koroid bergabung dengan corpus ciliare. Kumpulan

pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar retina yang mendasarinya

(Vaughan, 2012).

2.2. Definisi dan Klasifikasi

Uveitis adalah inflamasi di uvea yaitu iris, badan siliar dan koroid yang dapat

menimbulkan kebutaan. Uveitis adalah peradangan atau imflamasi yang terjadi

pada lapisan traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris

dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses

autoimun. Klasifikasi uveitis berdasarkan (Miserocchi, dkk).

Klasifikasi uveitis berdasarkan lokasi atau posisi anatomis lesi yaitu uveitis

anterior, uveitis intermedia, uveitis posterior dan panuveitis atau uveitis difus.

Ada juga yang membagi berdasarkan derajat keparahan menjadi uveitis akut,

uveitis subakut, uveitis kronik dan uveitis eksaserbasi. Pembagian lain uveitis

berdasarkan patologinya yaitu uveitis granulomatosa dan uveitis non-

granulomatosa. Dan ada juga pembagian uveitis berdasarkan demografi yang

berdampingan dengan faktor terkait seperti jenis kelamin, ras, usia, geografis,

5
unilateral/bilateral dan lain-lain; serta pembagian uveitis berdasarkan etiologinya

(Zara, 2012).

Klasifikasi uveitis berdasarkan anatomis :

Tipe Primary site of Includes


inflamation
Uveitis anterior Bilik mata depan Iritis, Iricocyclitis
Uveitis intermediate Vitreous Pars planitis
Uveitis posterior Retina atau koroid Choroiditis fokal,
multifocal, difus
chorioretinitis,
retinochoroiditis, retinitis,
neuroretinitis
Panuveitis Bilik mata depan, vitreous,
retina atau choroid
Tabel 1. Klasifikasi uveitis berdasarkan anatomis(Zierhut, 2007)

2.3. Uveitis Anterior

2.3.1. Definisi

Uveitis anterior didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai

traktus uvealis bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai

bagian anterior badan siliaris (iridosiklitis).

2.3.2. Etiologi

Secara umum uveitis disebabkan oleh reaksi imunitas. Uveitis sering

dihubungkan dengan infeksi seperti herpes, toksoplasmosis dan sifilis. Reaksi

imunitas terhadap benda asing atau antigen pada mata juga dapat

menyebabkan cedera pada pembuluh darah dan sel-sel pada traktus uvealis.

Uveitis juga sering dikaitkan dengan penyakit atau kelainan autoimun, seperti

lupus eritematosus sistemik dan artritis reumatoid. Uveitis anterior akut

umumnya terjadi di satu mata namun pada kasus kronik dapat melibatkan

6
kedua mata. Uveitis anterior akut dapat disebabkan oleh trauma, pasca-

operasi, dan reaksi hipersensitivitas.

Autoimun Artritis idiopatik juvenile, spondylitis


ankilosa, sindrom reiter, Kolitis Ulserativa,
Uveitis terinduksi lensa, Sarkoidosis,
Penyakit Crohn, psoriasis
Infeksi Sifilis, Tuberkulosis, Morbus Hansen,
Herpes Zoster, Herpes simpleks,
Onkoserkiasis, leptospirosis
Keganasan Sindrom Masquerade (Retinoblastoma,
Leukimia, Limfoma, Melanoma maligna)
Lain-lain Idiopatik, Uveitis traumatik, Ablatio retina,
Iridosiklitis heterokromik Fuchs, krisis
glaukomatosiklitik
Tabel 2. Penyebab uveitis anterior(Vaughan,2012)

2.3.3. Gejala dan Tanda

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri,

penurunan tajam penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan

kronis gejala uveitis anterior yang ditemukan dapat minimal sekali, meskipun

proses radang yang hebat sedang terjadi. Gejala uveitis anterior umumnya

ringan-sedang dan dapat sembuh sendiri, namun pada uveitis berat, tajam

penglihatan dapat menurun. Tanda uveitis anterior akut adalah injeksi siliar.

2.3.4. Patofisiologi

Uveitis anterior menyebabkan spasme otot siliar dan sfingter pupil

yang menimbulkan nyeri tumpul/berdenyut serta fotofobia. Jika disertai nyeri

hebat, perlu dicurigai peningkatan tekanan bola mata. Spasme sfingter pupil

mengakibatkan miosis dan memicu sinekia posterior. Penurunan tajam

7
penglihatan terutama akibat kekeruhan cairan akuos dan edema kornea

walaupun uveitis tidak selalu menyebabkan edema kornea (Sitompul, 2016).

injeksi siliar pada uveitis anterior akut terjadi akibat vasodilatasi arteri

siliaris posterior longus dan arteri siliaris anterior yang memperdarahi iris

serta badan siliar. Di bilik mata depan terdapat pelepasan sel radang,

pengeluaran protein (cells and flare) dan endapan sel radang di endotel kornea

(presipitat keratik). Presipitat keratik halus umumnya akibat inflamasi

nongranulomatosa dan presipitat keratik kasar berhubungan dengan inflamasi

granulomatosa (Ilyas, 2012).

2.3.5. Klasifikasi

a. Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa

sakit, injeksi, fotofobia dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan

sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan oleh dilatasi pembuluh-

pembuluh darah limbus.

Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP) pada permukaan posterior

kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP

adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi

KP dapat memberikan petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya

terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari kornea. Terdapat 4 jenis

KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP.

Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster dan Fuch’s uveitis

syndrome. Medium KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior

akut maupun kronis. Large KP biasanya jenis mutton fat biasanya

8
terdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP baru

terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu, akan

berubah menjadi lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan

mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di kamera anterior. Jika

terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.

Gambar 2. Gambaran Keratic Presipitates pada Uveitis Anterior

b. Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan

berangsur kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah

sirkumkornea. Sakitnya minimal dan fotofobianya tidak seberat bentuk

non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur karena

terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat

dengan slit-lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan,

flare dan sel-sel putih di tepian pupil (nodul Koeppe). Nodul-nodul ini

sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma iris

disebut nodul Busacca.

9
Non-Granulomatosa Granulomatosa
Onset Akut Tersembunyi
Nyeri Nyata Tidak ada atau ringan
Fotofobia Nyata Ringan
Penglihatan Kabur Sedang Nyata
Merah sirkumkorneal Nyata Ringan
Keratic precipitate Putih halus Kelabu besar “mutton fat”
Pupil Kecil dan tidak teratur
Kecil dan tak teratur
Sinekia Posterior Kadan-kadang Kadang-kadang
Nodul iris Tidak ada Kadang-kadang
Lokasi Uvea anterior Uvea anterior, posterior,
atau difus
Perjalanan Penyakit Akut kronik
Kekambuhan Sering Kadang kadang
Tabel 3. Perbedaan uveitis granulomatosa dan nongranulomatosa(Vaughan,

2012)

2.3.6. Diagnosis

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan

anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien,

misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian

riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita oleh pasien.

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain :

a. Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa

ketika mata disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih

ke daerah pelipis atau daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul

dan menghilang segera setelah muncul.

b. Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari

yang dapat menambah rasa tidak nyaman pasien

c. Kemerahan tanpa sekret mukopurulen

10
d. Pandangan kabur (blurring)

e. Umumnya unilateral

2. Pemeriksaan Oftalmologi

a. Visus : Visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun

b. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah

daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh

penurunan produksi cairan akuos akibat radang pada korpus siliaris.

Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat perubahan aliran keluar

(outflow) cairan akuos

c. Konjungtiva : Terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada

kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva

d. Kornea : KP (+), Udema stroma kornea

e. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior

f. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular

presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior

dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

g. Camera Oculi Anterior (COA) : Sel-sel flare dan/atau hipopion

Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari proses

inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada pemeriksaan slitlamp

dapat digunakan untuk grading. Grade 0 sampai +4 ditentukan dari :

0 : Tidak ditemukan sel

+1 : 5-10 sel

+2 : 11-20 sel

+3 : 21-50 sel

+4 : > 50 sel

11
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah

iris yang mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel

bukan indikasi bagi pengobatan. Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang

sama dengan pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut :

0 : Tidak ditemukan flare

+1 : Terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti

+2 : Moderat, iris terlihat bersih

+3 : Iris dan lensa terlihat keruh

+4 : Terbentuk fibrin pada cairan akuous

Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit

terkait HLA B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

Gambar 3. Gambaran Hipopion pada Uveitis Anterior

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk

uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau

menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik. Akan tetapi pada

keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan

maka diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada

pria muda dengan iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka

diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.

12
Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus

selalu dipertimbangkan khususnya pada kasus-kasus iridosiklitis kronis.

Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor

serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan. Perujukan ke ahli penyakit

anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton fat

memberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya

dilakukan dan pemeriksaan terhadap enzim lisozim serum serta serum

angiotensine converting enzyme sangat membantu.

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk

penatalaksanaan pasien dengan uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan

dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk rekurens. Sebagai

contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang

terkait dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan

histoplasmosis dapat berguna, demikian pula antibodi terhadap

toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran kliniknya,

seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha

penegakan diagnosis etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau

konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi dalam pemeriksaan

foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis

reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus

paranasal, ahli penyakit gigi dan mulut pada kasus uveitis dengan fokus

infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.

2.3.7. Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:

13
a. Konjungtivitis. Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon

pupil normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit,

fotofobia atau injeksi siliaris.

b. Keratitis atau keratokonjungtivitis. Pada keratitis atau

keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit dan

fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan

herpes zoster dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.

c. Glaukoma akut. Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan

sinekia posterior dan korneanya “beruap”.

2.3.8. Terapi

Terapi utama uveitis adalah pemberian kortikosteroid dan agen

antimidriatik/sikloplegik. Selama pemberian terdapat hal-hal yang perlu

diperhatikan yaitu, kemungkinan defek epitel dan trauma tembus harus

disingkirkan pada riwayat trauma, harus diperiksa sensibilitas kornea dan

tekanan intraocular untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes simplex

atau zoster. Terapi topical yang agresif dengan prednisolone acetate 15, satu

atau dua tetes pada mata yang terkena setiap 1 atau 2 jam saat terjaga,

biasanya mampu mengontrol peradangan anterior. Prednisolone acetat adalah

suatu suspense dan harus dikocok selama 30-40 menit sebelum tiap

penggunaan. Hematropin 2-5%, dua sampai empat kali sehari, membantu

mencegah terbentuknya sinekia dan meredakan rasa tidak nyaman akibat

spasme siliaris (Vaughan, 2012).

Diperlukan pengobatan segera untuk mmencegah kebutaan.

Pengobatan uveitis anterior adalah dengan steroid yang diberikan pada siang

14
hari dalam bentuk tetes dan malam hari bentuk salep. Steroid sistemik bila

perlu diberikan dalam dosis tunggal seling sehari yang tinggi kemudian

diturunkan sampai dosis efektif. Steroid juga dapat diberikan subkonjungtiva

dan peribulbar.

Sikloplegik diberikan untuk mengurangi rasa sakit, melepas sinekia

yang terjadi, memberi istirahat pada iris yang meradang. Pengobatan spesifik

diberikan jika kuman penyebab diketahui. Bila terdapat glaucoma maka

diberikan asetazolamida. Penyulit uveitis anterior adalah terbentuknya sinekia

posterior dan sinekia anterior perifer yang akan menyebabkan glaucoma

sekunder (Ilyas, 2012).

15
BAB III
KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan

traktusuvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid.

Klasifikasi uveitis berdasarkan anatomi dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu,

uveitis anterior, uveitis intermediet, uveitis posterior dan panuveitis. Uveitis

anterior didefinisikan sebagai peradangan yang mengenai traktus uvealis

bagian anterior yaitu iris (iritis) dan dapat pula mengenai bagian anterior

badan siliaris (iridosiklitis). Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah

untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi penglihatan mata.

Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan

sepertisemula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah

memperburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Traktus Uvealis dan Sklera. Dalam :

Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2012. 150-157.

2. Kanski J. Uveitis. In: Clinical Ophthalmology. Third Edition. London :

Butterworth Heinemann, 1994. 151-155.

3. Hollwich F. Oftalmologi. Edisi kedua. Jakarta: Binarupa Aksara, 1993. 117 -

138.

4. Ilyas S. Uveitis Anterior. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Jakarta:

FKUI, 2002. 180-181.

5. Zierhut M, Deuter C, Murray P. Classification of Uveitis – Current

Guidelines. European ophthalmic review 2007. 77-78.

17

Anda mungkin juga menyukai