Anda di halaman 1dari 14

Case Report Session

Limfedema

Disusun Oleh :

Nurul Utami 1301-1211-0005


Windi Yuliarini 1301-1211-0038

Preseptor :
Prof. H. Hendro S. Yuwono, dr., Ph.D., Sp.B-(K)V

SUB-BAGIAN ILMU BEDAH VASKULAR


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN
BANDUNG
2011
I. STATUS PASIEN
Keterangan Umum
Nama : Ny. H
Umur : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kp.Sirnagalih, Bandung
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Swasta
Tanggal Pemeriksaan : 21 November 2011

Anamnesis
Keluhan Utama : Bengkak kaki kanan
Anamnesis khusus :
Sejak ± 9 bulan SMRS, os mengeluh bengkak pada kaki kanannya, disertai dengan
pegal dan nyeri saat digunakan untuk berjalan. Os juga terkadang mengeluh kaki kanannya
kesemutan. Bengkak berkurang saat bangun tidur di pagi hari, terutama jika kaki diangkat.
Keluhan sesak dan demam disangkal. Buang air kecil dan buang air besar tidak ada kelainan.
Os mengeluh kakinya bengkak sejak os hamil, yaitu sejak usia kehamilannya 8 bulan.
Saat itu, kedua kaki os bengkak.
Tidak ada riwayat merokok. Tidak ada riwayat diabetes mellitus. Tidak ada riwayat
hipertensi atau penyakit jantung. Tidak ada riwayat trauma. Tidak ada riwayat keluhan serupa
pada keluarga.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 86x/mnt
- Respirasi : 20x/mnt
- Suhu : Afebris

Status Generalis
Kepala : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor,
refleks cahaya positif pada kedua mata.
Leher : JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba membesar, kel.thyroid tidak
teraba
Thoraks : Bentuk dan gerak simetris
Cor: bunyi jantung S1/ S2 murni reguler
Pulmo: VBS ki=ka
Abdomen : Datar, lembut
Hepar dan lien tidak teraba
Bising usus (+) normal

Status Lokalis
a/r manus dekstra dan sinistra : bengkak -/-
Phalanges tidak tampak sianosis
- A. brachialis : pulsasi teraba baik
- A. radialis : pulsasi teraba baik
- A. ulnaris : pulsasi teraba baik
a/r pedis dekstra dan sinistra : bengkak +/-, non pitting
Phalanges tidak tampak sianosis
- A. femoralis : pulsasi teraba baik
- A. poplitea : pulsasi teraba baik
- A. tibialis posterior : pulsasi teraba baik
- A. dorsalis pedis : pulsasi teraba baik

Pemeriksaan Penunjang :
 Pemeriksaan laboratorium:
Hematologi: Ht : 42
PT-INR Eritrosit : 4,79
PT : 12,6 Leukosit : 8.900
INR : 0,95 Trombosit : 296.000
APTT : 31,2 Index eritrosit:
Fibrinogen : 445,8 MCV : 67,9
D-Dimer kuantitatif: 0,2 MCH : 29,4
Darah lengkap: MCHC : 33,5
Hb : 14,1 Hitung Jenis Leukosit
Basofil: 0
Eosinofil: 2
Batang: 0
Segmen: 64
Limfosit: 20
Monosit: 6
Kimia kinik:
Ureum : 33
Kreatinin : 1,11
GDS : 92

Urine/ Feses
Makroskopis urine:
Warna urin : kuning
Kejernihan : agak keruh
Kimia urine:
Blood : 10
Berat jenis : 1,025
pH : 5,0
Nitrit :-
Protein :-
Glukosa :-
Keton :-
Urobilinogen: < 0,2
Bilirubin :-
Mikroskopis urine:
Eritrosit :3
Leukosit : 10
Sel epitel : 20
Bakteri :-
Kristal :-
Silinder :-
Resume
Seorang wanita, berusia 28 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada kaki
kanannya. Keluhan dialami os sejak ± 9 bulan SMRS. Pegal (+), nyeri saat digunakan untuk
berjalan (+), kesemutan (+). Bengkak berkurang saat bangun tidur di pagi hari, terutama jika
kaki diangkat.
Os mengeluh kakinya bengkak sejak os hamil, yaitu sejak usia kehamilannya 8 bulan.
Saat itu, kedua kaki os bengkak.
Tidak ada riwayat merokok. Tidak ada riwayat diabetes mellitus. Tidak ada riwayat
hipertensi atau penyakit jantung. Tidak ada riwayat trauma. Tidak ada riwayat keluhan serupa
pada keluarga.
Dari pemeriksaan fisik, pada status lokalis, kaki kanan os edema (+), non pitting. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan bahwa kadar fibrinogen darah meningkat,
kreatinin darah meningkat, sel batang dan limfosit rendah, serta didapatkan lekosit yang
tinggi di urin.

Diagnosis Banding
1. Limfedema a/r ekstrimitas inferior dextra ec sekunder post partum
2. Limfedema a/r ekstrimitas inferior dextra ec filariasis
3. Deep vein thrombosis

Diagnosis Kerja
Limfedema a/r ekstrimitas inferior dextra ec sekunder post partum

Usulan Pemeriksaan
1. USG Doppler
2. Apus darah tepi  Mikrofilaria
3. Lymphangioscintigraphy
4. Limfografi
5. EKG

Penatalaksanaan
1. Medikamentosa: Ardium 2 x 1
2. Lyphopress
Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
Anatomi

Limfedema adalah penyakit yang melibatkan drainase sistem limfatik. Humum Straling
(1896) menyatakan bahwa endotel pembuluh darah kapiler merupakan membran
semipermeabel yang berada di antara cairan plasma darah dan cairan interstitial, sehingga
kecepatan dan arah dari pertukaran cairan (filtrasi) pada kapiler dan venul terjadi berdasarkan
empat tekanan:
1. Tekanan hidrostatik plasma darah dalam lumen kapiler (Pc)
2. Tekanan hidrostatik cairan di lumen di dalam interstitial (Pi)
3. Tekanan osmotik koloid plasma dalam lumen kapiler (πp); fungsinya untuk menahan
cairan tetap di dalam lumen
4. Tekanan osmotik koloid abluminal semipermeabel (πi); fungsinya untuk menarik/
menahan cairan dalam jaringan interstitial

Persamaan Landis-Starling (hipotesis Starling) menyebutkan bahwa:


Jv = LpA [(Pc-Pi) – σ (πp-πi)]
Dimana Jv adalah kecepatan filtrasi kapiler, Lp adalah permeabilitas hidraulik, dan A adalah
dinding pembuluh darah. Osmosis adalah pencampuran da buah cairan melalui dins=ding sel
atau selaput yang banyak porinya.

σ adalah koefisien refleksi, yang merupakan ukuran kemampuan osmotik suatu membran
semi-permeabel terhadap protein. σ = 0 menunjukkan membran yang bocor total, seluruh
partikel protein plasma mampu melewatinya. σ = 1 berarti membran semipermeabel yang
sempurna menahan protein plasma, karena 100% protein plasma tidak berhasil melewati
membran. Nilai σ normal adalah 0,80-0,95.

Cairan akan mengalir dari ujung distal distal arteriol melalui kapiler ke arah ujung venule dan
pembuluh limfe menggunakan perbedaan tekanan hidrostatik yang terus menurun besarnay
sepanjang pembuluh kapiler. Cairan tersebut dapat terus mengalir dibantu dengan adanya
getaran yang berasal dari pulsasi arteri, kontraksi otot, dan gerakan mengurut dari distal ke
proksimal, sehingga gerakan aliran bertambah kuat untuk masuk ke dalam pembuluh kapiler
limfe menuju collecting lymphatic dan seterusnya,
Cairan interstitial masuk ke kapiler melalui endothelial cell junction yang terbuka.
Endothelial cell junction tersebut mempunyai permeabilitas tinggi terhadap air, protein
plasma di interstitial, dan partikel halus. Bila tekanan interstitial melebihi tekanan intra
lumen, endothelial cell junction akan terbuka sehingga cairan dari interstitial akan masuk ke
dalam lumen kapiler limfe. Sebaliknya, jika tekanan interstitial kurang dari tekanan intra
lumen, junction akan tertutup dan cairan di dalam lumen tidak dapat memasuki interstitial.

Permukaan luar dari kapiler limfe tertambat pada jaringan di sekitarnya dengan bantuan
filamen fibril yang menjulur keluar yang disebut anchoring filaments, yang mencegah kapiler
limfe agar tidak kolaps pada saat tekanan interstitial tinggi.

Pada saat terjadi tekanan hidrostatik yang meningkat akibat sumbatan pada kelenjar, katup-
katup pembuluh limfe menjadi tidak berfungsi dan lama-kelamaan rusak akibat pembuluh
tertekan dan tersumbat oleh fibrosis.

LIMFEDEMA

Definisi
Limfedema merupakan pembengkakan yang umumnya terjadi pada ekstrimitas, yang
diakibatkan oleh pengumpulan cairan limfe dalam ruang interstitial. Limfedema merupakan
penyakit kronis yang perjalanannya perlahan tetapi progresif.

Cairan limfe ini terdiri dari molekul protein dalam jumlah banyak yang akan menimbulkan
infeksi kronis dan akhirnya dapat menyebabkan terbentuknya fibrosis yang berlebih di daerah
subkutan. Hal ini dapat menyebabkan bentuk kulit yang tidak sehat, tidak rata, kasar,
berbenjol-benjol seperti kutil, dan hiperkeratosis.

Pembuluh limfe di bagian iintradermal melebar dan menimbulkan fibrosis dan


papillomatosis. Kepadatan daerah dermis menyebabkan edema non pitting.

Epidemiologi
Filariasis adaah penyebab tersering dari limfedema. Pada tahun 2008, tercatat sebanyak 83
negara mengalami endemi filariasis, dengan jumlah penderita sebanyak 120 juta orang.
Etiologi
Penyebab limfedema diklasifikasikan menjadi primer dan sekunder. Limfedema primer
terjadi karena kelainan perkembangan sistem limfatik, terdiri dari 3 bentuk: limfedema
kongenital, limfedema praecox, dan limfedema tarda.

Limfedema sekunder merupakan kelainan yang didapat pada sistem limfatik. Sering
disebabkan oleh filariasis. Penyebab lainnya adalah removal KGB regional melalui operasi,
radiasi, infeksi, dan kompresi atau invasi tumor.

Faktor Risiko
1. Tempat tinggal di daerah tropis atau subtropis
2. Tingkat pendidikan rendah
3. Tingkat sosioekonomi rendah

Klasifikasi
Berdasarkan Allen, maka limfedema dibagi menjadi:
1. Limfedema primer
a. Limfedema kongenital: Dapat melibatkan ektremitas bawah tunggal, beberapa
ekstremitas, genital, atau wajah. Edema biasanya muncul sebelum usia 2 tahun
dan diasosiasikan dengan sindrom herediter (Turner syndrome, Milroy syndrome,
Klippel-Trénaunay-Weber syndrome).
b. Limfedema praecox: Bentuk paling sering dari limfedema primer, merupakan
94% kasus limfedema primer. Paling sering diderita oleh wanita, terutama pada
usia anak-anak atau remaja. Edema biasanya terjadi di betis dan kaki.
c. Limfedema tarda: Sekitar <10% kasus limfedema primer merupakan jenis
limfedema tarda. Edema paling sering muncul setelah usia >35 tahun.
2. Limfedema sekunder: Lebih sering terjadi dibandingkan limfedema primer. Terjadi
akibat adanya obstruksi atau gangguan aliran limfatik. Di AS, limfedema di tangan
paling sering terjadi akibat diseksi nodus aksilari. Penyebab lain terjadinya limfedema
sekunder antara lain terapi radiasi, trauma, infeksi, dan keganasan. Secara global,
filariasis (disebabkan oleh Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori)
merupakan penyebab paling sering terjadinya limfedema sekunder.

Diagnosis Klinis
Tanda dan Gejala
1. Merasa berat dan cepat lelah di ekstremitas.
2. Ukuran ekstremitas bertambah di siang hari dan menurun di malam hari ketika pasien
berada di tempat tidur, namun ukuran ekstremitas tidak pernah kembali normal.
Pembengkakan terjadi perlahan-lahan dan tanpa nyeri.
3. Di ekstremitas bawah, edema terjadi di dorsal kaki memberi gambaran buffalo hump
dan jari-jari kaki tampak berbentuk persegi (stemmer’s sign).
4. Awalnya, dapat terjadi pitting edema, namun lama-kelamaan menjadi non-pitting
edema di mulai di bagian distal.
5. Pada kasus lebih lanjut, dapat terjadi hiperkeratosis di kulit dan keluar cairan dari
vesikel yang berisi limfe, fissuring pada kulit, dan onychomycosis.

Pemeriksaan Laboratorium
Apus darah tepi  mikrofilaria (khusus Brugia Malayi dilakukan di malam hari).

Pemeriksaan Penunjang
1. USG Duplex: Untuk membedakan edema awal pada limfedema dengan insufisiensi
vena. Namun, pemeriksaan ini sifatnya invasive dan tedious.
2. Lymphoscintigraphy: Paling sering digunakan untuk menentukan adanya abnormalitas
limfatik. Teknik ini sudah menggantikan limfografi. Tc-99m atau Human Albumin
Serum (HAS) colloid disuntikkan interdigitalis pada kaki. Gambaran pembuluh
limfatik dan kelenjar limfe dicatat oleh kamera-gamma, dilihat apakah terjadi
disfungsi atau obstruksi aliran pembuluh limfe.
3. Limfografi: Dilakukan untuk pasien dengan limfangiektasis atau fistula limfatik, dan
untuk pasien yang sedang dipertimbangkan untuk dilakukan rekonstruksi
mikrovaskuler. Dilakukan dengan cara menyuntikkan cairan berwarna biru, sejenis
metilen biru, di subkutis interdigitalis jari kaki. Selanjutnya, setelah tampak pembuluh
limfe yang menangkap cairan biru, segera dilakukan kanulasi/ kateterisasi. Melalui
kanul/ kateter tersebut disuntikkan zat kontras (kontras larut lipid), sambil dilakukan
foto dengan sinar-X.

Komplikasi
Selulitis rekuren merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.

Diagnosis Banding
1. Insufisiensi vena sering sulit dibedakan dengan limfedema. Namun, pada insufisiensi
vena biasanya terdapat lipodermatosklerosis di gaiter region (This region is located
circumferentially around the lower leg from approximately mid calf to just below the
medial and lateral malleoli), ulkus kulit, dan vena varikosis.
2. Kondisi pitting edema bilateral dapat diasosiasikan dengan keadaan CHF, gagal
ginjal, atau keadaan hipoproteinemia.

Manajemen
Aspek paling penting mengenai manajemen limfedema adalah tidak ada penyembuhan untuk
suatu limfedema. Tujuan manajemen limfedema yang utama adalah meminimalisasi
pembengkakan dan mencegah infeksi rekuren. Dengan mengontrol pembengkakan
ekstremitas yang kronis, maka kita dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan, rasa berat di
ekstremitas, dan rasa tightness di ekstremitas, serta memperlambat progresi penyakit.

Terapi Konservatif
Terapi konservatif juga dapat dilakukan untuk pasien pasca-operasi, dengan tujuan mencegah
perkembangan lebih lanjut terjadinya limfedema.
1. Pemijatan dengan menggunakan alat lymphapress
Dikombinasikan dengan penggunaan compression stockings. Pemijatan dapat
dilakukan dengan alat lymphapress di bagian rehabilitasi medik. Selain itu, pemijatan
juga dapat dilakukan oleh diri sendiri atau oleh orang lain (dengan perlahan dan tidak
terlalu menekan permukaan kulit, dengan memakai minyak pelumas sejenis body
lotion atau minyak tawon, dan bahan lainnya yang tidak mengiritasi) mulai dari kaki
ke arah lutut dan paha dan dilakukan setiap hari. Diasosiasikan dengan pengurangan
edema dalam jangka waktu panjang dan berkurangnya angka kejadian infeksi setiap
tahunnya.
2. Pembalutan (Bandaging)
Dilakukan dengan memasangkan (rolling) mulai dari jari-jari sampai dengan
proksimal ekstremitas. Selain pembalut, juga digunakan kaus elastis (low-stretch
bandage) yang khusus dapat digunakan pada ekstremitas yang menderita. Pembalut
atau kaus yang dipakai harus setiap hari dicuci dan diganti dengan yang baru atau
yang bersih, sehingga terhindar dari infeksi. Balutan tidak boleh terlalu ketat, agar
tidak nyeri. Kaus yang dipilih untuk membalut disesuaikan dengan ukuran
ekstremitas.
Penggunaan balutan, berguna untuk mempertahankan penurunan ukuran lingkar
ekstremitas dalam jangka waktu panjang, selain itu juga melindungi dari peningkatan
kronis tekanan intrinsik yang dapat menyebabkan penebalan kulit dan subkutis.
Pembalutan juga berguna untuk melindungi ekstremitas dari trauma eksternal.
3. Diuretika
Apabila terapi diuretika berhasil mengurangi limfedema, berarti pembengkakan yang
terjadi bukanlah suatu limfedema. Namun, diuretika berguna pada kasus edema
campuran.
4. Obat-Obatan Per Oral: Golongan Benzopyrones
Mekanisme kerjanya dalam mengurangi pembengkakan adalah dengan menimbulkan
proteolitik dan merangsang peningkatan jumlah makrofag (dari monosit) yang aktif,
sehingga penumpukan protein yang berasal dari ekstravasasi cairan limfe berhasil
teratasi (protein ditangkap oleh makrofag), inflamasi jaringan berkurang,
pembengkakan berkurang, oksigenasi jaringan membaik, dan fibrosis berkurang
(karena makrofag dapat mengangkut kelebihan kolagen jaringan yang dihasilkan
fibroblas).
5. Nutrisi
Jenis makanan yang dianjurkan adalah yang mengandung MCT (medium-chain TG)
yang banyak dijumpai pada makanan yang berasal dari nabati. MCT akan diserap oleh
usus langsung menuju sirkulasi vena porta, sehingga tidak akan masuk ke dalam
cairan di pembuluh limfe. Penyumbatan aliran limfe oleh mikrofilaria akan
menyebabkan penumpukan volume cairan yang terhambat aliran cairannya di bagian
distal penyumbatan, menyebabkan dilatasi pembuluh limfe, peningkatan tekanan
hidrostatik, sehingga pada suatu saat akan terjadi ekstravasasi cairan limfe keluar dari
lumen pembuluh limfe ke cairan ekstravaskular dan interstisial di subkutis. Cairan
yang kaya akan protein tersebut akan menimbulkan inflamasi jaringan yang akan
menimbulkan fibrosis.
LCT (long-chain TG) merupakan asam lemak yang di reesterifikasi dan setelah
diserap usus akan masuk ke cairan limfe dalam bentuk kilomikron. LCT akan
diekstravasasi dan menimbulkan inflamasi jaringan.
6. Olahraga
Olahraga senam ringan sebanyak 2x seminggu atau jalan kaki setiap hari minimal 500
meter bolak balik, dengan ekstremitas yang menderita menggunakan pembalut elastis
atau stocking. Setelah olahraga, pasien harus duduk atau berbaring dengan ekstremitas
elevasi, agar gravitasi membantu memperlancar aliran limfe.
7. Complex Physical Therapy (CPT)
Terdiri atas 4 aspek, yaitu:
a. Perawatan kulit untuk mencegah dan mengobati infeksi
b. Pemijatan khusus
c. Terapi kompresi dengan menggunakan pembalut atau kaus bertekanan 20-30
mmHg, khususnya bagi yang limfedemanya belum terlalu besar.
d. Latihan gerakan fisik-ekstremitas (exercise) yang secara aktif dilakukan setelah
pemijatan.
Hasil CPT menunjukkan reduksi sebanyak rata-rata 60% dalam sekali masa
pengobatan (3 minggu) bersamaan dengan dilakukannya terapi kompresi, latihan fisik
aktif, dan obat-obatan benzopyrones.

Terapi Bedah
Pembedahan dilakukan apabila penanganan konservatif selama 6 bulan tidak memberikan
hasil (tidak ada perbaikan fisik pada lesi). Operasi eksisi (debulking atau tissue reducing
operation) mengangkat bagian atau seluruh jaringan yang edema. Teknik ini tidak
memperbaiki aliran limfatik, namun membuang jaringan yang berlebihan. Penerapan operasi
ini pada limfedema luas pada ekstremitas, memiliki angka keberhasilan yang rendah,
menimbulkan komplikasi nyeri dan gangguan mobilitas, komplikasi infeksi, dan angka
kekambuhan tinggi.
Rekonstruksi pembuluh limfe dengan indikasi adanya obstruksi aliran limfe, dilakukan
dengan operasi mikrolimfatik yaitu melakukan anastomosis pembuluh limfe ke vena terdekat
(anastomosis limfo-venosa end to end), atau anastomosis kelenjar limfe ke vena
(lymphonodovenous shunt), atau anastomosis pembuluh limfe ke pembuluh limfe (lympho-
lymphatic anastomosis).

Prognosis
Limfedema tidak dapat disembuhkan, namun dapat dilakukan pencegahan terjadinya
perkembangan limfedema yang lebih lanjut dan meminimalisasikan gejala yang muncul.
Limfedema yang terjadi kronis selama bertahun-tahun, memiliki peningkatan risiko
terjadinya keganasan yang jarang terjadi, yaitu limfangiosarkoma.

Anda mungkin juga menyukai