Anda di halaman 1dari 18

Bisnis Ganas "Bajak Laut"

Lewat perburuan berbahaya di tengah samudera, mereka menangguk laba ratusan miliar rupiah.
Jum'at, 7 Mei 2010, 22:13 WIB
Heri Susanto, Harriska Farida Adiati, Zaky Al-Yamani, Elin Yunita Kristanti

Gudang harta karun di Pamulang (VIVAnews/ Zaky Al Yamani)


BERITA TERKAIT

 Mimpi Kaya Harta karun


 Berburu Harta Terpendam
 Tragedi Pemburu Harta Samudera
 Heymans: Aturan UNESCO Dorong Penjarahan
 Ada 3.000 Kapal Karam di Indonesia

VIVAnews – Enam tahun sudah, harta karun itu tersimpan di sebuah gudang bekas puluhan
kandang kuda di kawasan Pamulang, Tangerang Selatan. Jumlahnya sangat banyak, ada 271.834
keping barang berharga. Nilainya pun tak tanggung-tanggung, Rp 800 miliar.

Diangkat dari sebuah kapal yang karam seribu tahun lalu di perairan Cirebon, Jawa Barat,
barang-barang itu diidentifikasi milik armada yang beroperasi selama lima dinasti China kuno
(907-960 M). Barang langka itu juga beraneka jenis, bukan cuma keramik. Terselip juga, gading
gajah, cula badak, gelas dari Mesir, Mesopotamia dan Siria, perunggu China, kristal Tunisia,
golok emas kembar hingga batu permata yang konon milik keluarga nabi.

Sebagian dipajang di satu kandang yang berganti wujud jadi arena pameran. Dari deretan barang
ini, jelas terlihat harta karun yang dilelang pada 5 Mei lalu tersebut – meski tanpa peminat –
memang bukan barang main-main. Karenanya, delapan marinir menjaga ketat kompleks gudang
ini setiap hari. Beberapa ekor anjing juga tampak turut bersiaga.

***

Deretan barang langka ini menandakan para pemburu bukanlah orang sembarangan. Mereka
adalah sebuah tim yang beranggotakan para penyelam profesional, dari dalam dan luar negeri.
Jumlahnya, ada 39 orang, yakni 17 penyelam asing dan 22 penyelam lokal.
Bayangkan, selama 19 bulan dari April 2004 hingga Oktober 2005, mereka menyelam hingga 22
ribu kali guna mengangkat ratusan ribu keping barang tersebut. Lokasinya, berjarak 80 mil dari
Cirebon, yakni antara pulau Kalimantan dan Pulau Jawa.

Para penyelam ini adalah bagian dari anggota tim hasil kolaborasi antara dua perusahaan, yakni
Cosmix Underwater Research Ltd dengan perusahaan lokal, PT Paradigma Putra Sejahtera.
Cosmix dipimpin oleh Luc Heymans, sedangkan Paradigma dikomandani oleh Adi Agung
Tirtamarta. Perusahaan lokal inilah yang menjalin kontrak dengan pemerintah Indonesia.

Heymans (53 tahun), jebolan Sekolah Maritim di Inggris ini sudah cukup lama dikenal di
kalangan pemburu harta karun bawah laut. Sudah puluhan tahun, ia berpetualang menyelami
lautan luas. Bahkan, sejak usia 12 tahun, pria asal Belgia ini sudah mengikuti jejak arkeolog
memburu kekayaan yang tersembunyi di samudra.

Beraneka gelombang ganas, tingkat kedalaman hingga risiko bahaya di bawah laut sudah
ditaklukkannya. Di laut Philipina, ia pernah nyaris tercekik lantaran tiba-tiba tabung oksigennya
tidak berfungsi di kedalaman 50 meter. Tak mengherankan, jika oleh keempat putra-putrinya,
Heymans dijuluki “Si Bajak Laut”.

“Laut Jawa juga sulit ditaklukkan, banyak gelombang besar,” kata dia di sela-sela pelelangan
harta karun asal perairan Cirebon di Jakarta, 5 Mei 2010.

Namun, Heymans hanyalah satu dari banyak pemburu harta karun di berbagai belahan laut di
bumi ini. Nama lain yang juga kembali mencuat adalah Michael Hatcher (67 tahun), pemburu
asal Australia. Nama yang terakhir ini malah diburu oleh kepolisian Indonesia lantaran dituduh
telah menjarah artefak-artefak berharga di perairan Indonesia.

Temuan Hatcher yang diklaim paling terkenal adalah sisa-sisa peninggalan Kapal Tek Sing dari
China, yang dikenal dengan "Titanic dari Timur". Kapal yang juga disebut Bintang Sejati itu
karam saat berlayar dari China Selatan menuju Jakarta, Indonesia pada 1822.

Hatcher, menemukan “Titanic” pada 1999. Saat itu, ia menyewa beberapa ahli arkeologi untuk
mempelajari arsip-arsip VOC. Kemudian, secara kebetulan, dia menemukan catatan tentang
kapal Tek Sing, yang tenggelam pada 1822 di Laut China Selatan, wilayah Indonesia. Dari kapal
inilah, ia sukses mengangkat harta karun, antara lain sebanyak 350 ribu keping porselen China.

***

Namanya juga “harta karun”, barang-barang itu kemudian dilepas dengan harga yang membuat
mata terbelalak. Bayangkan, seperti dilansir Timesonline.com, 4 Mei 2010, dari keramik-keramik
jarahan itu, Hatcher menggondol duit Rp 180 miliar lewat pelelangan di Jerman pada 2000.
Konon, pemerintah Indonesia juga kebagian.

Itu baru dari kapal Bintang Sejati. Dari kapal asal Belanda, De Geldermalsten yang tenggelam di
Kepulauan Riau pada 1986, Hatcher sukses mengangkat emas dan 150.000 porselen bermutu
tinggi. Tak mengherankan, jika kapal yang dijuluki 'Harta Karun Nanking' itu disebut-sebut
sukses meraup dana sekitar US$ 40 juta atau Rp 360 miliar.

Keberhasilan Hatcher mengangkat kapal yang tenggelam pada 1752 ini kemudian dibukukan
dengan judul “Nanking Cargo”. Harta karun temuan Hatcher ini dilelang di balai lelang Cristie,
Amsterdam, Belanda. Hasilnya dibagi tiga, Hatcher, investor, dan pemerintah Belanda.

Cuma tiga pihak yang kebagian. Tapi, gara-gara ulah Hatcher ini, bukan hanya Pemerintah
Indonesia–-yang menjadi lokasi karamnya kapal-- yang gigit jari karena tak dapat satu sen pun.
Peristiwa ini juga membuat pemerintah China syok. Tiongkok mengklaim kapal dengan rute
Guangdong – Belanda itu mengangkut harta nenek moyang mereka. Karenanya, para arkeolog
bawah laut China menjuluki Mike Hatcher dengan sebutan “bencana”.

Seperti dimuat laman berita China.org.cn, China kecewa lantaran mereka tak bisa mengambil
kembali harta nenek moyang mereka. Setelah tragedi itu, China membentuk tim arkeolog guna
melacak dan berkejaran menyelamatkan harta karun sebelum didului pemburu semacam Hatcher.

"Meski bertujuan sama, untuk menemukan harta karun, namun kami berbeda. Arkeolog
menemukan untuk menjaga harta itu, sementara pemburu harta berusaha mencari keuntungan
sebesar mungkin," kata Direktur Pusat Arkeologi Bawah Laut China, Zhang Wei.

Zhang Wei memang bukan omong kosong. Buktinya, Hatcher sebenarnya menemukan hampir
sejuta porselen dari kapal “Titanic dari Timur.” Tetapi, setelah porselen didapat, Hatcher malah
memerintahkan anak buahnya menghancurkan 600.000 porselen. Cuma 365.000 yang
dipertahankan. Tujuannya, agar untung makin besar karena semakin langka barang, maka
harganya juga kian tinggi.

***

Sejumlah kasus tersebut memang menunjukkan bahwa harta karun kerap mengundang sengketa
sejumlah pemerintah. Masing-masing mengajukan klaim, baik karena asal-usul barang yang
dibawa, asal kapal hingga lokasi tenggelamnya kapal. Beberapa kali lelang juga pernah
dibatalkan, gara-gara klaim tersebut.

Meski begitu, para pemburu tetap saja melakukan perburuan. Bahkan, mereka kerap dituduh
sebagai penjarah barang berharga dalam lautan karena melakukannya secara ilegal. “Penjarahan
harta karun terjadi di seluruh tempat di mana mudah ditemukan kapal karam,” kata Heymans.

Mungkin karena itu pula, meski sudah dicekal pemerintah Indonesia, Hatcher tetap saja
memburu harta karun di sini. Dia diduga kini tengah berada di perairan Blanakan, Subang. Ia
disebut-sebut baru saja menemukan harta karun dari Dinasti Ming yang tenggelam di sana.
Nilainya lagi-lagi lumayan, diperkirakan lebih dari US$ 200 juta. Ehmm..., luar biasa! (Heri
Susanto)

Ada 3.000 Kapal Karam di Indonesia

Wawancara Sekretaris PanNas BMKT, Departemen Kelautan dan Perikanan, Dr Sudirman Saad.
Jum'at, 7 Mei 2010, 22:32 WIB

Umi Kalsum, Zaky Al-Yamani

Sudirman Saad (http://sudirman-nenemallomo.blogspot.com)

BERITA TERKAIT

VIVAnews – SEBERAPA besar potensi harta karun terpendam di laut Indonesia? Dari ribuan,
bahkan puluhan ribu kapal karam di laut nusantara, pemerintah hanya bisa memetakan kurang
dari 500 titik. Itu pun baru puluhan saja berhasil disurvei. Dari jumlah itu, baru pada 10 titik
dilakukan pengangkatan secara legal.

Banyaknya titik tak terjangkau, terutama ribuan bangkai kapal yang tenggelam pada zaman VOC
itu, mengundang kedatangan para pemburu harta karun ilegal. Lalu, apa sikap pemerintah
mencegah perburuan "tak resmi" harta karun itu?

Mengapa UNESCO keberatan dengan lelang harta karun yang digelar Indonesia pada Rabu, 5
Mei 2010 lalu? Sekretaris Panitia Nasional Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam (BMKT)
Departemen Kelautan dan Perikanan, Dr Sudirman Saad membeberkannya kepada VIVAnews
di kantor Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kamis 6 Mei 2010. Berikut petikan
wawancaranya:

Sebenarnya, seberapa besar potensi harta karun di perairan Indonesia?


Belum ada penelitian yang memiliki kredibilitas tinggi, sehingga masih ada perdebatan di situ.
Di satu sisi ada yang menyebut misalnya, 3.000 kapal yang karam di Indonesia. Yang lain
mengatakan 30.000.

Tapi DKP sendiri, apakah sudah ada prediksi atau data berapa titik lokasi yang diduga
kuat terdapat harta karunnya?

Kalau Panitia Nasional sendiri memperkirakan hanya ada 493 titik lokasi BMKT di seluruh
Indonesia.
Dari 493 titik, berapa titik sudah dieksplorasi?
Dari 493 titik, baru 59 yang sudah disurvei. Dan dari 59 lokasi itu, cuma ada 12 lokasi diketahui
ada isinya (BMKT). Artinya survei menujukkan memang itu layak diangkat karena masih
banyak peninggalan berharga. Selebihnya (47 lokasi survei) kosong atau rusak sama sekali.
Mungkin karena tenggelam dengan posisi kapal nungging, sehingga tidak cukup punya nilai
untuk diangkat. Baik dari nilai historis maupun ekonomis.

Apakah tidak bisa dideteksi melalui satelit, misalnya?


Satelit tidak bisa membedakan ini kapal BMKT atau bukan. Teknologi satelit belum sampai ke
sana. Jadi itu (493 titik BMKT) dari berbagai info. Banyak indikasi yang dipakai. Misalnya rute
pelayaran, dan kapal itu berlayar kemudian tidak kembali. Sehingga diperkirakan di perairan
tenggelam di Indonesia. Tapi di mana letaknya, perlu survei. Sehingga sekarang berkembang
berbagai cara untuk dilakukan berbagai penelitian. Atau kebetulan ada nelayan menemukan dan
kemudian melapor. Ada juga pengusaha mempunyai informasi tertentu kemudian dia melakukan
penelusuran. Setelah dia yakin, baru kemudian meminta izin.

Dari 493 titik ini, di wilayah mana diduga paling banyak harta karunnya?
Konsentrasi terbesar di Bangka Belitung dan Laut Jawa. Ada juga ditemukan di Ternate dan
sebelah selatan Sulawesi, dan gugusan kepulauan Selayar. Tapi terbanyak di Bangka Belitung.

Harta karun/BMKT yang dilelang kemarin termasuk dari 493 titik itu?
Iya, BMKT Cirebon termasuk dari 493 titik itu. Dan BMKT itu yang paling besar yang pernah
ditemukan. Selama ini biasanya yang berhasil ditemukan hanya sebanyak 31.000 artefak. Kalau
ini kan besar sekali hingga 272 ribu artefak. Dan menurut kawan kita si Luc Heymans, katanya
BMKT yang di Cirebon itu terbesar di Asia.

Dari data yang DKP miliki, 493 titik BMKT diduga terbanyak dari kapal asal mana?
Sebagian besar dari Cina.

Potensi ekonomi BMKT bisa diprediksi berapa kisarannya?


Potensi ekonomi itu yang tidak bisa dideteksi. Kalau kita tahu potensinya, pasti kita sudah
mengangkatnya sejak dulu. Tapi ini kan harus ada survei dulu.

Dengan kesuksesan pengangkatan BMKT di Cirebon, apakah akan ada tren peningkatan
perusahaan swasta mengajukan izin survei dan pengangkatan?
Kalau kita lihat trennya, sepertinya enggak. Karena perusahaan sama, yang mengangkat di
sekitar Cirebon beberapa tahun lalu enggak bernilai, pecah semua. Ini relatif. Tapi beruntung
bisa angkat besar. Yang lain belum ada yang seperti itu.

Legalitas izin pengangkatan BMKT apakah sudah ada payung hukumnya?


Kalau payung hukum, ada Keppres terbaru No. 12 tahun 2009. Sebelumnya juga sudah ada
Keppres, tapi terus diperbaharui Keppresnya. Isinya tentang Panitia Nasional pengangkatan dan
pemanfaatan barang berharga atau BMKT.

Kenapa bukan pemerintah melakukan survei, dan mengangkat harta karun itu?
Masalahnya kita belum tahu apa ada isinya di bawah. Pertanyaannya seperti kenapa pemerintah
tidak melakukan pengeboran minyak. Padahal pengeboran itu perlu survei dan eksplorasi dulu.
Dan eksplorasi menemukan minyak investasinya mahal, teknologinya juga. Tapi memang paling
ideal pemerintah seharusnya melakukan survei. Sehingga kita bisa memastikan potensi BMKT
ada di mana saja, baik dilihat dari sisi sejarah maupun dari sisi ekonomi.

Sejak kapan aturan perizinan eksplorasi BMKT laut bagi perusahaan swasta
diberlakukan?
Kalau tidak salah, sejak tahun 90-an. Waktu itu masih di bawah Menkopolkam. Dan saya belum
mengikuti datanya. Kalau dari 2000 sampai April 2010, total yang diberikan izin survey ada 18
dari pemerintah pusat, dari gubernur ada 8 izin dan dari Bupati ada 33. Total izin survei 59.
Sedangkan izin pengangkatan ada 10. Izin dari pemerintah pusat ada 6, dan dari Bupati ada 4.
Artinya kalau kita lihat, dari 59 izin survei, hanya 10 yang mengangkat. Berarti 49 kosong.
Sedikit sekali yang berisi. Yang 10 pengangkatan terbanyak di Bangka Belitung dan Laut Jawa.
Dari 6 pengangkatan atas izin pemerintah pusat, 5 sudah selesai dan satu yang masih sedang
mengangkat. Dan beberapa BMKT yang diangkat belum bisa dilelang karena nilainya tidak
memadai. Kalau tidak bernilai kan susah untuk dinilai.

Pemerintah daerah bisa juga memberikan izin?


Kalau Gubernur bisa memberikan ijin pada jarak 6 hingga 12 mil dari pantai. Bupati atau Wali, 0
hingga 6 mil. Selebihnya negara.

Kalau aturan lelang payung hukumnya apa?


Sesuai aturan yang ada sekarang. Itu kan ada adanya pelelangan memakai Peraturan Mentri
Keuangan No 184 tahun 2009. Di situ mengatur tentang tata cara lelang. Apa yang dilelang dan
sebagainya.

Sebenarnya berapa perusahaan swasta yang peduli pengangkatan BMKT?


Perusahaannya enggak banyak, sekitar 10 perusahaan. Di antara mereka terkadang satu
perusahaan ada yang punya tiga lokasi pengangkatan.

Mengenai maraknya perburuan BMKT ilegal, apa tanggapan pemerintah?


Saya tidak bisa memastikan banyaknya itu. Infonya dan datanya dari siapa kita juga tidak tahu.
Yang kita atau Panitia Nasional sudah deteksi, berdasarkan laporan yang ada, baru di Cirebon,
Pamanukan. Di tempat lain kita belum mendapat informasinya. Tapi memang cukup
menghebohkan yang dilakukan si Hatcher itu. Saya kira proses hukumya sudah berjalan.

Apakah pemerintah sudah memprediksi berapa kerugian negara akibat ulah Hatcher atau
pemburu ilegal lain?
Kita tidak bisa memprediksi berapa kerugian. Pertama karena kita tidak tahu berapa potensi di
dasar laut. Yang kedua, harga barang seperti ini kan tidak ada standarnya.

Tapi apakah pemerintah tidak memantau pelelangan dunia, siapa tahu para pemburu
ilegal menjual melalui lelang dunia?
Kayaknya agak susah (pemburu ilegal lelang di luar negeri). Karena pada umumnya kalau ada
lelang di luar sana, legalitas barang itu pasti dipertanyakan diangkat dari mana.
Ada 5 BMKT yang berhasil diangkat. Apakah sudah ada pengajuan izin pelelangan lagi di
Indonesia?
Ini (BMKT Cirebon) yang pertama dilelang. Belum ada lagi yang mengajukan izin lelang.
Karena barang yang mereka angkat tidak bernilai ekonomi. Termasuk PPS (PT Paradigma Putra
Sejahtera yang mengangkat BMKT di Cirebon) di beberapa lokasi kosong semua. Jadi belum ada
pengajuan izin lelang.

Selain BMKT Cirebon, bisa disebutkan jenis yang berhasil diangkat? Nilainya seperti apa?
Dari 6 pengangkatan salah satunya di Cirebon yang kemarin dilelang itu. Belum ada yang
nilainya setinggi kemarin. Saya juga baru mengikuti perkembangan ini.

Pemerintah juga mengawasi pengangkatan harta karun itu?


Setiap pengangkatan kita hitung sama-sama. Dari satu sampai barang terakhir yang diangkat.
Ada namanya dan nomornya. Dan pengangkatan diawasi oleh TNI AL, Polri, Budpar dan
Departeman Kelautan.

Apakah benar, UNESCO tidak setuju dengan lelang yang digelar Pemerintah Indonesia?
Memang UNESCO berharap lelang ditunda sampai ada pembicaraan dengan UNESCO.
Indonesia sebagai negara merdeka mempertimbangkan dan menghormati. Tapi proses sudah
berjalan secara legal tidak bisa diintervensi meski memang pada akhirnya tidak terjadi transaksi
pada lelang kemarin.

Alasan UNESCO minta lelang ditunda?


UNESCO menganggap Indonesia adalah salah satu negara yang peduli terhadap pelestarian
cagar budaya. Indonesia juga dianggap negara yang peduli untuk urusan kelautan. Jadi mereka
mengharapkan warisan budaya dan cagar budaya di dasar laut diminta dilestarikan. Jangan
sampai dilelang, karena dikawatirkan jika dilelang akan terpecah-pecah. Nilai sejarahnya tidak
lengkap.

Oleh karena itu Menteri Fadel pada 10 Mei ini akan datang, dan bertemu dengan UNESCO di
Bali. Ada acara di sana dan pimpinan UNESCO hadir. Lalu pada pertemuan itu diharapkan ada
pertukaran informasi dan diskusi mencari solusi.

Tampaknya menteri sendiri sudah punya arahan. Kalau memang UNESCO mau mendanai atau
mau bekerjasama sehingga ada dukungan pihak internasional untuk melestarikan temuan di
Cirebon, maka terbuka kemungkinan. Tapi tentu saja tidak boleh merugikan pihak swasta yang
sudah melakukan investasi. Karena dia punya posisi hukum yang kuat. Karena dia mendapatkan
izin. Kita juga punya regulasi untuk pengangkatan itu. Semua izin sudah dilewati.

Maka negara harus melindungi orang yang sudah bekerja, seperti ini.
Atau ada juga arahan beliau (Fadel), mungkin bisa dikumpulkan pengusaha-pengusaha China
baik yang ada di Indonesia atau di China sana untuk membuat satu konsorsium melestarikan ini.
Katakanlah mereka sepakat untuk mengumpulkan dana membuat museum khusus berisi artefak
dari 5 dinasti ini. Lalu kemudian kita bangun replika kapalnya persis seperti kapal yang karam
itu, dan bisa mobile dan bergerak.
Apakah DKP juga berencana mendirikan museum untuk harta karun ini?
Itu tugasnya Budpar

Lelang pertama tidak ada peserta, kapan lelang tahap dua digelar?
Belum ada keputusan bisa diadakan lelang ulang bisa juga tidak. Yang jelas barang tetap
diamankan dan dirawat sesuai stadar penyimpanan artefak. Dan kepentingan perusahaan tidak
bisa diabaikan karena sudah berinvestasi dan bekerja dan prosedur hukum sudah dilewati.

Tapi barang itu bisa enggak dijual tanpa melalui perantara lelang pemerintah?
Yang bisa menjual hanya pemerintah. Itu barang dikuasai negara.
Biaya penyimpanan ditanggung pemerintah? Soalnya kemarin investornya, Adi Agung
mengeluhkan biaya sewa tempat di Pamulang yang ia tanggung sendiri.

Seharusnya ditanggung negara. Tapi karena gudang negara di Cileungsi tidak cukup menampung
harta sebanyak itu, jadi masih menumpang di Pamulang sana. Tapi kunci gudang penyimpanan
ada di kita Panitia Nasional.

Gudang di Cileungsi untuk menyimpan harta karun yang diangkat dari mana?
Di Cileungsi BMKT dari Bangka Belitung. Macam-macam, ada keramik, koin. Saya tidak terlalu
ingat. Di tempat lain ada juga, tapi itu gudang penyimpanan milik swasta. Gudang milik
pemerihtah hanya di Cileungsi. Itu untuk menyimpan dari enam pengangkatan.

Mimpi Kaya Harta karun

Harta terpendam ratusan miliar rupiah diburu orang di laut nusantara. Lelangnya sepi?

Jum'at, 7 Mei 2010, 22:02 WIB

Maryadie

Menteri Kelautan Fadel Muhammad lelang harta karun di laut Cirebon (Antara/ Ujang Zaelani)
VIVAnews-LELAKI itu mengangkat tangan. Lalu terjun ke laut. Arus gelombang awal April
2004 itu sedang memuncak. Kapal motor yang ditumpangi bergoyang kencang. Dia terus
menyelam. Di kedalaman 50 meter air lebih tenang. Arus tak kencang. Suasana hening.

Di dasar laut seperti itu, yang ditakutkan bukan raksasa hiu--yang dalam sekali gerak bisa
merobek tubuh--tapi ubur-ubur beracun. Disengat hewan kecil ini membuat kulit gatal tak
terkira. Melepuh dan terbakar.

Beruntung, pagi itu rombongan ubur-ubur tidak berpawai. Bersama dua kawannya, pria ini
bekerja leluasa. Dari dasar laut itu, mereka mengangkat rupa-rupa benda. Perunggu, jamrud,
kristal, emas, berlian dan rupa-rupa barang berharga.

Paimo, nama pria bertubuh garing itu, saban hari terjun ke laut. Dia seorang penyelam. Bekerja
di PT Paradigma Putera Sejahtera, perusahaan swasta yang rajin memburu harta karun di
sejumlah wilayah di Indonesia. Sepanjang April itu, Paimo membenamkan diri di laut Jawa.

Harta karun yang dikumpulkan dari Cirebon itu jadi cerita heboh sepanjang dua pekan
terakhir. Semua media melansir gambar aneka harta karun itu. Semua barang antik itu adalah
peninggalan lima dinasti dari Tiongkok. Dilelang di Jakarta. Total nilai Rp 800 miliar.

Bukan cuma harga selangit itu yang membuat publik terkagum-kagum, jenis harta karun yang
dilelang itu juga bikin tercengang.
Lihatlah sebuah batu permata yang berukuran besar itu. Konon batu permata itu merupakan
peninggalan Dinasti Fatimiyah, keturunan Nabi Muhammad SAW.

Dari seluruh harta karun yang dilelang itu, batu permata itu yang paling langka. Sejumlah catatan
menyebutkan bahwa di sekujur dunia, cuma ada 40 batu sejenis.

Harta dari masa lalu itu terbenam di laut Jawa. Persis dititik tengah antara Pulau Jawa dan
Kalimantan. Sekitar 80 mil dari bibir pantai Cirebon. Kapal pembawa harta karun itu
diperkirakan nyungsep di situ tahun 984 masehi.

Memikul harta karun dari laut dalam seperti itu, tentu saja bukan pekerjaan gampang. Bukan
sekedar mampu menyelam, fisik juga harus tangguh. Paimo, misalnya, harus menggendong
tabung baja oksigen seberat 80 kilogram saat menyelam.

Para penyelam itu juga harus mengantongi sertifikat APPI (Asosiasi Penyelam Profesional
Indonesia) yang merupakan standar internasional. Mereka harus tahu persis kapan waktu yang
tepat menyelam, rupa-rupa teknik menghadapi laut ganas dan paham berapa lama harus
membenam diri di air.

Waktu yang ideal untuk menyelam sekitar dua jam. Waktu dua jam itu dibagi dua. Selama 25
menit di dasar laut. “Tidak boleh lebih,” kata Paimo kepada VIVAnews. Sedang sekitar satu 1
jam 35 menit adalah waktu untuk turun dan naik ke permukaan laut.

Selama proses pengangkutan harta karun di pusat laut Jawa itu, kisah Paimo, para penyelam
selalu bergerak dalam tim. Satu tim minimal tiga diver – sebutan untuk penyelam. Mereka
biasanya berbagi tugas.

Dua diver bertugas mengambil barang dari kapal karam dan satu orang mengangkat keping harta
karun itu ke sebuah keranjang berukuran 2 x 1,5 meter. Keranjang itu ditarik petugas di kapal
motor.

Walau kapal harta karun itu cuma karam di kedalaman 56 hingga 58 meter, aturan untuk para
penyelam ini sangat ketat. Ada tahapan saat mereka naik ke permukaan laut. Semua tahapan itu
penting bagi tubuh beradaptasi dengan tekanan air.

Jika mengabaikan aturan itu, maka sangat berbahaya. Salah satu bahaya yang ditakutkan adalah
terserapnya zat nitrogen tabung ke dalam tubuh.

Meremehkan aturan ini adalah sebab kecelakaan dan lumpuhnya sejumlah penyelam di masa
tua. Karena semua aturan ditaati, tidak satu pun penyelam yang mengangkut harta karun di laut
Jawa itu celaka.

***

Kisah perburuan harta karun di Laut Jawa itu bermula dari seorang nelayan. Sang nelayan—kata
Presiden Direktur PT. Paradigma Putra Sejahtera, Adi Agung Tirtamarta ---bercerita bahwa ada
harta karun di laut Cirebon.

Adi Agung yang sudah lama berburu harta karun itu tentu saja penasaran. Tapi si nelayan tidak
tahu di mana persisnya letak harta karun itu terpendam. Informasi itu kemudian dianggap kabar
burung.

Dua tahun kemudian seorang nelayan lain tidak sekedar mengulang cerita yang sama, tapi juga
memberi bukti. Dia membawa sebuah keramik tua. Adi Agung terbelalak. Bertahun-tahun
memburu harta karun, dia paham betul bahwa itu keramik dari masa lalu.
Adi pun bergegas. Mengerahkan sejumlah jagoan pemburu harta mengendus informasi
itu. Mengurus perijinan ke pemerintah Desember 2003.

Dari pengendusan yang dilakukan timnya, Adi kian yakin dengan adanya harta karun itu.
Segenap persiapan awal lalu dilakukan. Survei dilakukan Februari 2004.

Untuk urusan survei ini, dia bekerjasama dengan perusahaan Cosmix Archeology Underwater
Research and Recovery Ltd, milik Luc Heymans asal Belgia. Tim survei ini memastikan harta itu
terpendam di kejauhan 80 mil dari Cirebon.

Sesudah memastikan posisi harta karun itu, Adi mengajukan ijin kedua yaitu ijin pengangkatan.
Ijin itu keluar. Maka proses pengangkatan dimulai April 2004. Berakhir Oktober 2005. "Butuh
setahun setengah lebih," katanya kepada VIVAnews.

Proses pengangkatan selama itu melibatkan 39 penyelam berpengalaman. Dia menyewa 17 diver
asing asal Australia, Inggris, Jerman, Perancis dan Belgia. Sebanyak 22 penyelam lokal. Total
penyelaman sebanyak 22 ribu. Dan semuanya, “ Zero acccident," kata Adi bangga.

Biaya mengangkut harta karun itu tidak sedikit. Dibutuhkan US$ 10 juta – atau sekitar Rp 94
miliar pada kurs Rp 9400-- untuk seluruh proses.

***

Dari Cirebon harta karun itu diangkut ke Pamulang. Ke sebuah areal pacuan kuda. Dari jalan
raya, tempat itu tampak sepi. Luasnya 9,4 hektar. Setelah dibersihkan, semua harta karun dikunci
di 20 istal kuda.

Penjagaan kawasan itu sangat ketat. Ada belasan herder, ada satuan pengaman. Pengamanan itu
dibantu oleh sejumlah marinir, petugas polisi dan petugas Pannas BMKT--Panitia Nasional
Barang Berharga Muatan Kapal Tenggelam.

Semua harta karun itu dilelang Rabu, 5 Mei 2010. Jumlah harta yang dilelang 27.834 keping
. Lelang ini melibatkan Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad. Tapi lelang itu
batal. Sebabnya, peserta lelang sangat minim.

Luc Heymans, Direktur Cosmic Archeology Underwater Research and Recovery, tidak terkejut
atas kegagalan panitia lelang barang berharga menarik minat calon peserta. Heymans bahkan
sudah memperkirakan bahwa lelang tidak akan menarik peserta lelang.

"Saya tidak kecewa dan saya tidak terkejut. Tentu saja sudah mengira demikian," kata Heymans.

Heymans bisa memahami karena ada aturan yang menyulitkan peserta lelang. Yaitu mendeposit
uang sebesar US$ 16 juta terlebih dulu. "Well, saya cuma membatin, setidaknya saya akan dapat
air minum gratis, kue gratis, dan kopi," kata Heymans tertawa.
Heymans memastikan bahwa tidak akan ada orang yang bersedia memberikan deposito 20
persen dari nilai keseluruhan harta karun itu. Dia mengusulkan agar pemerintah melakukan
promosi besar-besaran agar harta karun itu laku.

Menteri Perikanan dan Kelautan Fadel Muhammad prihatin dengan lelang sepi peminat ini.
Meski tidak ada peminat, lelang akan terus digelar hingga ada keputusan presiden kapan
dihentikan. Fadel berjanji akan mengundang sejumlah pengusaha asal Tiongkok. Sebab,
kalangan ini yang dinilai paling potensial.

Sesungguhnya, kata Adi Agung, banyak yang berminat. Mereka mundur lantara harus
setor deposito senilai 20 persen dari nilai keseluruhan barang. "Jadi sekitar US$ 16 juta dollar
harus disetor untuk mengikuti lelang," katanya.

Laku atau tidak, lelang harta karun ini dipertanyakan sejumlah pengamat dan sejarahwan.
Menurut mereka, benda-benda langka itu dinilai jauh lebih berharga jika tidak dijual, terutama
kepada pihak asing.

Ketua Komunitas Jelajah Budaya, Kartum Setiawan menilai barang itu lebih berharga jika tetap
menjadi barang dan tidak ditukar menjadi uang. Sebab itu sejarah untuk generasi mendatang.

Peninggalan peradaban umat manusia itu, lanjutnya, sudah menjadi koleksi pribadi para
kolektor kaya. "Benda itu kemudian diletakkan di rumah mewah, hanya dinikmati oleh orang-
orang tertentu saja," kata dia.

Pengamat budaya, Joe Marbun, mencurigai lelang ini untuk kepentingan perusahaan. "Barang-
barang ini kan diambil dari dasar laut pakai jasa perusahaan. Tentu perusahaan ini harus balik
modal dong," katanya.

Bisnis harta karun memang gurih. Itu sebabnya banyak pula yang pemburu yang bergerak secara
ilegal. Menurut Paimo, untuk para penyelam ilegal itu gajinya sekitar Rp 30 juta per bulan. “
Beberapa teman saya sesama penyelam ada yang bekerja seperti itu," kata Paimo.

Lelaki berusia 32 tahun ini mengaku tidak tertarik masuk jalur gelap itu. Dia beralasan, "Saya
tidak mau bekerja seperti orang yang dikejar-kejar." Dibanding jalur gelap itu, Paimo menerima
gaji jauh lebih kecil, Rp 5 juta sebulan.

Dengan gaji segitu, dia mengaku berbahagia sebagai penyelam. Sebab selain mendapat gaji,
juga bisa menunggang seekor hiu loreng yang melintas di laut lepas. Hiu jenis ini, katanya, tidak
suka makan daging.

Berburu Harta Terpendam


Infografik
Jum'at, 7 Mei 2010, 22:05 WIB
Nezar Patria
Tragedi Pemburu Harta Samudera

Tak semua pencari harta karun beruntung. Ada yang berakhir di penjara, dan nyaris gila.

Jum'at, 7 Mei 2010, 22:29 WIB

Renne R.A Kawilarang

Mel Fisher (www.thelifeofadventure.com)

BERITA TERKAIT

VIVAnews--MUNGKIN anda penggemar kisah Indiana Jones, atau terpesona dengan aksi Lara
Croft di film Tombs Raider. Tokoh pemburu harta karun karya Hollywood itu memang berhasil
mencitrakan para pemburu harta karun sebagai petualang hebat, dan menegangkan.

Tapi cerita nyata para pemburu harta terpendam itu tak kalah seru. Mereka bekerja dengan
kesabaran luar biasa, bertahun-tahun. Pengorbanannya besar. Ada yang kehilangan saudara, atau
tak bisa menikmati hasil akibat terganjal aturan pemerintah setempat. Ada pula yang berakhir di
penjara.

Di dunia nyata, ada sederet nama pemburu harta karun legendaris. Sebut saja Mel Fisher,
Heinrich Schliemann, dan Michael Hatcher. Naluri mereka tajam, bak Indiana Jones di film.
Lewat kerja mereka, sejumlah harta terpendam ditemukan, dengan nilai yang membuat para
pedagang silau.

Mel Fisher, misalnya. Ini adalah legenda bagi pemburu harta karun di Amerika Serikat. Dia
penemu bangkai kapal Spanyol, Nuestra Senora de Atocha. Kapal layar tipe galeon itu
tenggelam akibat badai di perairan Florida pada tahun 1622.

Setelah dua setengah abad terpendam, rongsokan kapal itu ditemukan pada 20 Juli 1985. Kerja
keras Fisher dan anak buahnya tidak percuma. Dari bangkai kapal itu, mereka menemukan
bongkahan emas dan perak seberat 40 ton, 114.000 koin perak dan emas, permata asal
Kolombia,dan benda berharga lain.

Permata itu dikenal berkualitas terbaik di dunia. Benda itu berasal dari pertambangan Muzo di
Kolombia. Berdasarkan perhitungan, seperti tercantum dalam laman pribadi
www.melfisher.com, total benda itu bernilai US$450 juta.

Konon, itu baru setengah dari harta tenggelam bersama Atocha, yang berhasil ditemukan
Fisher. Bahkan, bagian dari kapal diduga menyimpan setengah harta lagi masih belum kelihatan.

Selain mengamankan harta dari kapal Atocha, perusahaan Fisher, Salvors Inc., juga menemukan
bangkai sejumlah kapal di perairan Florida. Itu termasuk Santa Margarita, yang diyakini
“saudara” dari Atocha karena tenggelam di tahun sama. Selain kapal pengangkut harta, Fisher
juga berhasil menemukan bangkai kapal pengangkut budak, Henrietta Marie.

Lahir di negara bagian Indiana pada 21 Agustus 1922, Fisher bukanlah berasal dari keluarga
berada. Di masa kecil, dia tertarik buku cerita tentang harta karun, dan sudah berangan-angan
suatu ketika bisa menemukannya sendiri di bawah laut.

Fisher kecil sudah merintis impiannya dengan melakukan kreasi menggelikan. “Saya ingat suatu
ketika pernah membuat helm selam dari ember, selang air, dan pompa sepeda sebagai penyedia
udara,” kenang Fisher.

Sempat direkrut sebagai tentara Amerika, dan bertugas di Prancis dan Jerman selama Perang
Dunia Kedua, Fisher memutuskan meninggalkan kampung halaman mengadu nasib ke California
pada usia 30 tahun.

Di sana, Fisher sempat menjadi peternak ayam sebelum akhirnya membuka toko peralatan selam.
Dia pun mendalami ilmu di Universitas Purdue. Pada 1953, Fisher menikah dengan Dolores
(Deo) Horton, yang kemudian menjadi mitra bisnisnya.

Pasangan itu memiliki empat anak. Tiga diantaranya lelaki, yaitu Dirk, Kim, dan Kane dan
seorang perempuan bernama Taffi. Fisher akhirnya mencoba peruntungan lain yang
mengasyikkan bagi mereka berjiwa petualang: dia menjadi pemburu harta karun di bawah laut.

Dia mengajak keluarganya ikut berburu. Apalagi istrinya, Deo, sangat cakap dalam menyelam.
Deo belakangan dikenal sebagai perempuan pertama belajar menyelam, dan berhasil mengukir
rekor dunia dengan tetap bertahan di bawah laut selama 50 jam. Jadilah perburuan harta karun
menjadi ladang penghidupan keluarga Fisher.

Tapi, peristiwa tragis menimpa keluarga besar itu. Pada 13 Juli 1975, putra sulungnya, Dirk,
beserta menantunya, Angel, dan seorang penyelam tewas setelah kapal mereka tumpangi
terbalik. Padahal, satu pekan sebelumnya mereka menemukan lima meriam yang diyakini berasal
dari kapal Atocha. Misi pertama itu secara keseluruhan merenggut lima nyawa.
Namun, mengikuti tekad almarhum putranya, Fisher dan timnya meneruskan pencarian. Sepuluh
tahun kemudian, usaha itu tak percuma. Bangkai kapal Atocha dan sebagian hartanya berhasil
ditemukan.

Fisher pun merekrut seorang arkeolog, Duncan Mathewson, untuk meneliti barang-barang itu,
sekaligus mendukung misi eksplorasi Atocha. Konon Mathewson sengaja direkrut
mengantisipasi opini miring atas Fisher.

Sebenarnya, perburuan harta karun bukanlah perbuatan melanggar hukum di AS, termasuk di
negara bagian Florida. Namun, para arkeolog menilai bahwa tidak elegan bila misi perburuan itu
tidak menyertakan arkeolog profesional. Etika itu akhirnya mengubah operasi internal Fisher dan
timnya.

Melihat Fisher kian mengeruk keuntungan dari penemuannya di perairan Florida, pemerintah
setempat pada 1975 mengklaim temuan Fisher adalah juga milik negara. Maka pemerintah
Florida dengan paksa menyita artifak yang ditemukan Fisher, dan kelompoknya.

Fisher pun tak mau tinggal diam. Dia melakukan perlawanan secara hukum dengan menyewa
David Paul Horan sebagai pengacara. Tujuh tahun kemudian, setelah menghadiri 141 kali
sidang, Mahkamah Agung memenangkan gugatan diajukan Fisher kepada Pemerintah
Florida. Fisher berhak mendapatkan kembali barang-barang yang ditemukan dari Atocha,
Margarita. Pengacaranya, Marie, bisa meyakinkan hakim, bahwa kapal-kapal itu ditemukan pada
wilayah di luar otoritas pemerintah Florida.

Tapi Mahkamah Agung mensyaratkan perusahaan Fisher harus menyumbangkan 20 persen dari
temuan benda berharga kepada pemerintah negara bagian Florida. Dia tak keberatan dengan
syarat itu. Fisher yakin, banyak harta karun yang dia temukan itu terlalu penting untuk dijual ke
segelintir kalangan.

Maka, pada 1982 Fisher pun mendirikan museum, dan satu yayasan Mel Fisher Maritime
Heritage Society. Musium dan yayasan nirlaba itu khusus menunjukkan kepada publik benda-
benda berharga peninggalan Spanyol di era kolonial maupun di tahun awal Benua Amerika
ditemukan para penjelajah Eropa.

Pada 19 Desember 1998, Fisher wafat di usia 76 tahun. Dia tetap dikenang sebagai pemburu
harta karun tersukses di zamannya. “Begitu menemukan koin-koin emas berserakan di dasar laut,
maka kita tidak akan pernah melupakannya,” demikian Fisher pernah berkata.

***

KARIR Fisher rupanya mengilhami seorang pemuda, Frederick “Cork” Graham. Tapi nasibnya
berbeda. Dia gagal meraih harta terpendam, dan justru dijebloskan ke penjara di Vietnam.

Lelaki kelahiran 29 November 1964 itu tergoda ajakan temannya mencari harta karun, yang
konon, dikubur oleh Kapten Kidd di suatu tempat di Vietnam. Kisah tragisnya itu diceritakan
kembali oleh Cork dalam buku The Bamboo Chest: An Adventure in Healing the Trauma of
War” pada 2004. Kisah Cork juga ada pada satu bab di buku The Sacred Art of Hunting: Myths,
Legends, and the Modern Mythos pada 1999

Dalam bukunya itu, Cork mengaku sempat berdomisili di Vietnam dari 1968 hingga 1972. Saat
itu, dia ikut ayahnya, yang bekerja sebagai tukang listrik di negara itu. Setelah drop out dari
College of San Mateo, Cork kembali ke Asia Tenggara pada April 1983, kali ini bercita-cita
sebagai seorang pewarta foto.

Tiba di Bangkok, Thailand, Cork berencana meliput perang yang dilancarkan rezim Khmer
Merah di Kamboja. Namun, tidak ada media mau mempekerjakan Cork karena dia belum
berpengalaman di bidang jurnalistik, apalagi meliput di wilayah konflik.

Cork lalu mencoba peruntungan lain. Dia diundang ikut berburu harta karun di Pulau Phu Quoc,
Vietnam. Konon, di situlah seorang bajak laut di abad ke-17 bernama Kapten Kidd menyimpan
harta hasil rampokan. Ketua tim ekspedisi adalah Richard Wright, yang sebelumnya dikenal
sebagai “aktor gagal.” Tak punya penghasilan di negeri orang, Cork pun mencoba kesempatan
itu.

Mereka berdua bertemu pada 7 Juni 1983. Knight saat itu mengaku telah mengantungi peta
warisan kakeknya yang menunjukkan harta Kapten Kidd. Peta itu konon sudah berusia 300
tahun. Sehari kemudian, berangkatlah mereka dari pantai Pattaya menuju Vietnam dengan
perahu sewaan.

Bukan harta yang dilihat, justru malang yang dijumpa. Pada 16 Juni 1983, mereka berdua
dicokok aparat keamanan Vietnam karena masuk secara ilegal. Pemerintah Vietnam pun baru
melaporkan penahanan pemburu harta yang gagal itu kepada Inggris pada 1 September, atau
sekitar tiga bulan kemudian.

Pada November, mereka dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat, dan masing-masing
harus membayar denda US$10.000 atau dijatuhi hukuman kurungan. Semua peralatan yang
mereka bawa, termasuk perahu sewaan, juga disita.

Keluarga Cork dan Knight mengaku tidak punya uang membayar denda, dan memohon kepada
pemerintah Vietnam dengan alasan kemanusiaan. Namun Vietnam tidak mau mendengar, dan
justru menyarankan Amerika dan Inggris turut menanggung pembayaran denda bagi warganya.
Ironisnya, pemerintah Amerika dan Inggris tidak sudi menanggung denda itu.

Pada 18 Mei 1984, Cork akhirnya dibebaskan setelah keluarganya mengumpulkan uang
US$10.000 guna membayar denda. Sedangkan Knight baru dibebaskan 20 Agustus lantaran
keluarganya hanya punya uang US$2.000, namun akhirnya bisa mendapat seorang donatur dari
London yang sanggup menanggung sisa denda.

Dua asisten mereka, yang warga Thailand lebih malang lagi. Mereka mendekam di penjara
selama 44 bulan dan baru bebas berkat bantuan pengusaha yang juga membantu membebaskan
Knight.
Pulang ke Amerika, bukan simpati yang didapat, Cork malah menerima ejekan. Surat kabar
terkemuka, Washington Post, misalnya, menggambarkan perburuan harta karun oleh Cork di
Vietnam itu sebagai tindakan konyol, mengingat para sejarawan belum sepakat apakah benar
Kapten Kidd dan kapal bajak lautnya pernah mampir di lepas pantai kawasan Indochina. Konon
lagi sampai menyembunyikan harta karun di sana.

Belakangan Cork pun menyesali kekhilafannya. “Itu benar-benar bodoh,” kata Graham,
mengisahkan petualangannya itu dalam buku “The Bamboo Chest: An Adventure in Healing the
Trauma of War” pada 2004.

Bukannya jadi kaya raya, Cork pulang kampung dengan berat badannya susut 40 pon (sekitar 18
kg). Dia juga menderita gangguan stress pasca trauma (Post-Traumatic Stress Disorder –
PTSD).

Cork sempat menjadi pewarta foto lepas di Amerika Tengah, sebelum akhirnya menenangkan
diri di Alaska. Dia tampaknya kapok menjadi pemburu harta karun. Belakangan, Cork memilih
jadi konsultan spesialis gangguan PTSD.

Anda mungkin juga menyukai