Pertusis
Pertusis
PENDAHULUAN
Pertusis adalah suatu penyakit akut saluran pernapasan yang banyak menyerang anak
balita dengan kematian yang tertinggi pada anak usia di bawah satu tahun yang disebabkan
infeksi Bordetella pertusis. Seperti halnya penyakit infeksi saluran pernapasan akut lainnya,
pertusis sangat mudah dan cepat penularannya.Tindakan penanggulangan penyakit ini antara
lain dilakukan dengan pemberian imunisasi. WHO menyarankan sebaiknya anak pada usia
satu tahun telah mendapatkan imunisasi dasar DPT sebanyak 3 dosis dengan interval
sekurang-kurangnya 4 minggu dan booster diberikan pada usia 15 - 18 bulan dan 4 - 6 tahun
untuk mempertahankan nilai proteksinya. Di Nederland, pemberian imunisasi dasar pada
umur 3 - 6 bulan dan booster pada umur satu tahun dengan cakupan imunisasi sebesar 90%,
praktis penyakit ini tak tampak lagi. Walaupun demikian banyak terjadi hambatan, antara lain
anak tidak dapat menerima vaksinasi sebanyak tiga kali dan juga jarak waktu vaksinasinya
tidak dapat tepat. Hal ini terutama banyak. didapat di negara-negara yang sedang
berkembang. Menurut perkiraan WHO (1983) hanya 30% anak-anak negara sedang
berkembang yang menerima vaksinasi DPT sebanyak 3 dosis 5,6.
Di Indonsia, penyakit ini menempati urutan ke tiga penyebab kematian pada anak
balita. Secara konvensional pencegahan penyakit ini dilakukan dengan pemberian imunisasi
dasar pada bayi usia 3 bulan dengan selang waktu di antara dosis satu bulan sebanyak 3 dosis.
Booster diberikan pada anak usia 3 dan 5 tahun. Sejak tahun 1975, Indonesia telah mengikuti
PPI dengan pemberian imunisasi dasar DPT 3 dosis pada anak usia 3-14 bulan dengan
interval 1-3 bulan. Pada pelaksanaannya masih banyak hambatan, mengingat secara geografis
Indonesia beriklim tropis dan terdiri dari beribu-ribu pulau dan fasilitas kesehatan yang
kurang memadai, sedang syarat mutlak keberhasilan program adalah tingginya persentase
populasi target yang harus dicakup yaitu sebesar 80% atau lebih, sehingga sirkulasi kuman
patogen dapat diputuskan1,5.
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.Definisi
Pertusis adalah infeksi pernapasan akut yang diuraikan dengan baik pada tahun 1500.
Prevalensi di seluruh dunia sekarang berkurang hanya karena imunisasi aktif. Syndenham
yang pertama kali menggunakan istilah pertusis pada tahun 1670. Penyakit ini di tandai oleh
suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang sangat spasmodik dan paroksimal disertai nada
yang meninggi , karena penderita berupaya keras untuk menarik nafas sehingga pada akhir
batuk sering di sertai bunyi yang khas (whoop), sehingga penyakit ini disebut Whooping
Cough1,2,3,4,6.
Karena tidak semua penderita dengan penyakit ini mengeluarkan bunyi whoop, maka
oleh beberapa ahli, penyakit ini disebut Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau
batuk yang sangat intensif. Selain penyakit ini juga sering disebut Tussis Quinta, batuk
rejan3,4,6.
Penyakit ini dapat ditemukan pada semua umur,mulai dari bayi sampai dewasa.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotika dan program imunisasi maka mortalitas dan
morbilitas penyakit ini menurun, namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu
masalah kesehatan bila mengenai bayi – bayi.
II.2.Etiologi
Pertusis pertama kali dapat di isolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou,
kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media buatan.
Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu B. pertusis, B.parapertusis, B.bronkiseptika, dan
B. avium. Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis dan perlu dibedakan dengan sindrom
pertusis yang disebabkan oleh Bordetella parapertusis dan Aadenovirus (tipe1,2,3 dan 5).
Bordetella pertusis termasuk kokobasilus, Gram negative, kecil, ovoid, ukuran panjang 0,5 –
1 um dan diameter 0,2 – 0,3 um, tidak bergerak, tidak berspora. Dengan pewarnaan toloidin
biru, dapat terlihat granula bipolar metakromatik dan mempunyai kapsul. Untuk melakukan
biakan B. pertusis, diperlukan suatu media pembenihan yang disebut bordet gengou (potato
3
blood glycerol agar) yang ditambah penisilin G 0,5 ug/ml untuk menghambat pertumbuhan
organism lain. Dengan sifat – sifat pertumbuhan kuman aerob murni, membentuk asam, tidak
membentuk gas pada media yang mengandung glukosa dan laktosa, sering menimbulkan
hemolisis.
Organisme yang didapatkan umumnya tipe virulen (disebut fase 1). Pasase dalam
biakan dapat merangsang pembentukan varian yang avirulen (fase 2, 3 atau 4). Strain 1
berperan untuk penularan penyakit dan menghasilkan vaksin yang efektif. Bordetella pertusis
dapat mati dengan pemanasan pada suhu 500C selama setengah jam, tetapi bertahan pada
suhu rendah (00 – 100C).
4
Faktor-faktor kevirulenan Bordetella pertusis :
Secara morfologis terdapat beberapa kuman yang menyerupai Bodetella Pertusis seperti
Bordetella Parapertusis dan Bordetella Bronchoseptica. Untuk membedakan jenis – jenis
kuman ini, maka di tentukan dengan reaksi aglutinasi yang khas atau tes tertentu1,2,3,4,6.
Pertusis merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang tinggi, dimana
penularan ini terjadi pada kelompok masyarakat yang padat penduduknya dengan tingkat
penularannya mencapai 100%. Pertusis dapat ditularkan melalui udara secara :
Droplet
Bahan droplet
Memegang benda yang terkontaminasi dengan secret nasofaring.
Epidemi penyakit ini pernah terjadi di beberapa Negara, seperti amerika serikat
selama tahun 1977 – 1980 terdapat 102.500 penderita pertusis. Di Jepang tahun 1947 terdapat
152.600 pendeirta dengan kematian 17.00 orang. Pada tahun 1983 di Indonesia di perkirakan
819.500 penderita dengan kematian 23.100 orang. Data yang diambil dari profil kesehatan
jawa barat 193, jumlah pertusis tahun 1990 adalah 4.970 kasus dengan CFR (case fatality
rate) 0,20%, menurun menjadi 2.752 kasus pada tahun 1991 dengan CFR 0%, kemudian
turun lagi menjadi 1.379 kasus dengan CFR 0% pada tahun 1992. Pada tahun 1999,
diperkirakan sekitar 48,5 juta kasus pertusis dilaporkan terjadi pada anak-anak di seluruh
dunia. WHO memperkirakan sekitar 600.000 kematian setiap tahun disebabkan oleh pertusis,
terutama pada bayi yang tidak diimunisasi3,4,5.
5
Usia Dari tahun 1999-2002, dari semua pasien pertusis:
Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan dapat menyerang semua umur
mulai 2 minggu sampai 77 tahun dan terbanyak pada penderita di bawah 1 tahun, di mana
makin muda usia makin berbahaya. Banyak peneliti melaporkan bahwa pertusis bervariasi
sepanjang tahun mengikuti musim beberapa Negara. Di amerika serikat dapat di jumpai
sepanjang tahun dengan puncaknya di akhir musim panas.
Pertusis lebih sering menyerang anak wanita dari pada anak pria. Banyak peneliti
mengemukakan bahwa bayi kulit lebih hitam pada usia muda mempunyai insinden lebih
tinggi daripada bayi kulit putih, diduga perbedaan rasial ini dihubungkan dengan tingkat
kekebalan.
6
II.5.Patologi
Di samping itu dapat dijumpai perubahan - perubahan patologis di organ lain seperti
hati dan otak. Pada otak dapat dijumpai adanya perdarahan otak atrofi kortikal. Perdarahan
pada otak dapat masif dan mengenai parenkim atau ruang subaraknoid terutama pada pertusis
enselopati.
7
II.6.Patogenesis
8
perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak bila sel mengalami regenerasi, hal
ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotik terhadap proses penyakit4,6.
II.7.Manifestasi Klinik
Masa inkubasi pertusis 6 – 10 hari (rata – rata 7 hari), dimana perlangsungan penyakit
ini 6 – 8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung 3 stadium yaitu
stadium kataralis (prodromal, preparoksimal), stadium akut paroksismal (paroksismal,
spasmodik), dan stadium konvalesens. Manisfestasi klinis tergantung dari etiologi spesifik,
umur dan status imunisasi. Gejala pada anak yang berumur <2 tahun yaitu batuk paroksismal
(100%), whoops (60 – 70%), emesis (66 – 80%), dispnue (70 – 80%) dan kejang (20 – 25%).
Pada anak yang lebih besar manifestasi klinis tersebut lebih ringan dan lama sakit lebih
pendek, kejang jarang pada anak >2tahun. Suhu jarang >38,40C pada semua golongan umur.
Penyakit yang disebabakan Bordetella parapertusis atau Bordetella bronkiseptika pada semua
golongan umur lebih ringan daipada Bordetella pertusis dan juga lama sakit lebih pendek.
Ketiga stadium pertusis diuraikan dibawah ini.
Gejala awal menyerupai gejala infeksi saluran nafas atas yaitu timbulnya rinore
(pilek) dengan lendir yang cair dan jernih, injeksi pada konjungtiva, lakrimasi, batuk ringan
dan panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertusis belum dapat
ditegakan karena sukar dibedakan dengan common cold.
Selama stadium ini, sejumlah besar organisme tersebar dalam inti droplet dan
penderita sangat infeksius, namun tidak tampak sakit. Pada tahap ini kuman paling mudah di
isolasi. Selama masa ini penyakit sering tidak dapat dibedakan dengan coomon cold.
9
Batuk yang timbul mula – mula malam hari, kemudian pada siang hari dan menjadi
semakin hebat. Sekret pun banyak dan menjadi kental dan melengket. Pada bayi lendir dapat
viskuos mukoid, sehingga dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, bayi terlihat sakit berat
dan iritabel.
Selama stadium ini, batuk menjadi hebat yang ditandai oleh whoop (batuk yang
berbunyi nyaring) sering terdengar pada saat penderita menarik napas pada akhir serangan
batuk. Batuk dengan sering 5 – 10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernapas dan pada
akhir serangan batuk anak menarik napas dengan cepat dan dalam sehingga terdengar bunyi
melengking (whoop) dan diakhiri dengan muntah.
Pada anak –anak yang lebih tua, bunyi whoop ini sering tidak terdengar. Juga pada
bayi yang lebih muda serangan batuk hebat tidak di sertai bunyi whoop, tetapi penderita
sering dalam keadaan lemas, lelah, apneu, sianosis, muntah.
Batuk paroksimal dapat berlangsung terus menerus, selama beberapa bulan tanpa
adanya infeksi aktif dan dapat menjadi lebih berat. Selama serangan , muka penderita
menjadi merah atau sianotis, mata tampak menonjol, lidah menjulur keluar dan gelisah. Pada
akhir serangan, penderita sering sekali memuntahkan lendir kental. Batuk mudah
dibangkitkan oleh stres emosional (menangis,sedih,gembira) dan aktifitas fisik.
Juga pada serangan batuk nampak pelebaran pembuluh mata yang jelas di kepala dan
leher, bahkan terjadi petekie di wajah,perdarahan subkonjungtiva dan sklera bahkan ulserasi
frenulum lidah.
Walaupun batuknya khas, tetapi d luar serangan batuk, anak akan keliatan seperti
biasa. Setelah 1 – 2 minggu serangan batuk makin meningkat hebat dan frekuen, kemudian
menetap dan biasanya berlangsung 1 – 3 minggu dan berangsur –angsur menurun sampai
whoop dan muntah menghilang.
10
II.7.3.Stadium Konvalesen (1 – 2 minggu)
Ditandai dengan berhentinya whoop dan muntah – muntah di mana puncak serangan
paroksimal berangsur – angsur menurun. Batuk biasanya masih menetap untuk beberapa
waktu dan akan menghilang sekitar 2 – 3 minggu. Pada beberapa penderita akan timbul
serangan batuk paroksimal kembali dengan gejala whoop dan muntah – muntah. Episode ini
terjadi berulang – ulang untuk beberapa bulan malahan bisa sampai 1 – 2 tahun.
II.8.Diagnosis
IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitive dan spesifik untuk
mengetahui infeksi alami dan tidak tampak setealah imunisasi pertusis. Pemeriksaan lain
yaitu toraks dapat memperlihatkan infiltrate perihiler, atelektasis atau empisema.
II.9.Diagnosis Banding
Bordetella Parapertusis
Penyakitnya lebih ringan, kira- kira 5% dari penderita pertusis. Dapat diidentifikasi secara
khusus dengan tes aglutinasi.
11
Bordetella Bronchoseptica
Gejala penyakitnya sama dengan parapertusis, namun lebih sering didapatkan pada binatang,
dan mungkin ditemukan dalam saluran pernapasan pada orang yang kontak dengan binatang
tersebut.
Penyebabnya biasanya klamidia trakomatis. Pada bayi menyebabkan pneumonia, oleh karena
terkena infeksi dari ibu. Infeksi saluran pernapasan terjadi 2 – 12 minggu setelah lahir dengan
gejala – gejala pernapasan cepat, batuk paroksimal, tanpa demam ,eosinofilia. Pada thorak
foto terlihat konsolidasi paru dan hiperinflasi. Diagnosis dengan isolasi yaitu ditemukannya
klamidia dari cairan saluran pernapasan. Penyakit ini disebut juga Eosinophilic Pertusoid
Pneumonitis.
Gejala –gejala hampir sama dengan pertusis, seperti penyebab penyakit sebelumnya. Hanya
dapat dibedakan dengan biakan dan kenaikan titer antibody.
II.10.Komplikasi
Karena batuk – batuk hebat, kuman masuk ke tuba eustachi kemudian masuk ke telinga
tengah sehingga menyebabkan otitis media.
12
Bronchitis
Batuk mula – mula kering, setelah beberapa hari timbul lendir jernih kemudian menjadi
purulen. Pada auskultasi terdengar suara pernapasan kasar atau ronki kasar atau ronki kering.
Atelektasis
Emfisema pulmonum
Terjadi oleah karena batuk – batuk yang hebat sehingga alveoli pecah.
Bromkiektasis
Terjadi karena pelebaran bronkus akibat tersumbat oleh lendir yang kental dan dapat disertai
dengan infeksi sekunder.
Kolaps alveoli paru akibat baatk paroksimal yang lama pada anak – anak sehingga
dapat menyebabkan hipoksia berat pada bayi dapat menyebabkan kematian yang tiba –
tiba1,2,3,4.
13
Epitaksis.
Hernia.
Prolaps rekti.
Malnutirsi karena anoreksia dan infeksi sekunder.
II.11.Pengobatan1,2,3,4,6
II.11.1.Antimikroba
Berbagai antimikroba telah dipakai dalam pengobatan pertusis namun tidak ada
antimikroba yang dapat mengubah perjalanan penyakit ini terutama diberikan pada stadium
paroksimal. Oleh karena itu obat – obat ini lebih dianjurkan pemakaiannya pada stadium
kataralis yang dini.
II.11.2.Kortikosteroid
II.11.3.Salbutamol
14
Beberapa peneliti menganjurkan bahwa salbutamol efektif terhadap pengobatan pertusis
dengan cara kerja sebagai berikut :
II.11.4.Terapi suportif
Cara terbaik untuk mengontrol penyakit ini ialah dengan imunisasi. Banyak laporan
mengemukakan bahwa terdapat penurunan kejadian pertusis dengan adanya pelaksanaan
program imunisasi1,2,3,4,5,6.
II.12.1.Imunisasi pasif
II.12.2.Imunisasi aktif
Diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella Pertusis yang telah
dimatikan unrtuk mendapatkan imunisasi aktif. Vaksinasi pertusis diberikan bersama – sama
15
dengan vaksin difteri dan tetanus. Dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan
tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu. Beberapa peneliti menyatakan bawa
vaksin pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik sedangkan
waktu epidemik dapat diberikan lebih awal lagi yaitu pada umur 2 minggu dengan jarak 4
minggu. Anak berumur lebih dari tujuh tahun tidak lagi memerlukan imunisasi rutin. Hasil
imunisasi pertusis tidak permanen oleh karena proteksi menurun selama adolesens, walaupun
demikian infeksi pada pasien yang lebih besar biasanya ringan hanya merupakan sumber
infeksi Bordetella pertusis pada bayi non imun. Vaksin pertusis monovalen (90,25 ml,i.m)
telah dipakai untuk mengkontrol epidemi diantara orang dewasa yang terpapar. Salah satu
efek samping setelah imunisasi pertusis adalah demam3,4,5.
Kontak erat pada usia kurang dari 7 tahun yang sebelumnya telah diberikan imunisasi
hendaknya diberi booster. Booster tidak perlu diberikan bila telah diberikan imunisasi dalam
waktu 6 bulan terakhir, juga diberikan eritromisin 50mg/kgBB/24jam dalam 2 – 4 dosis
selama 14 hari. kontak erat pada usia lebih dari 7 tahun juga perlu diberikan erirtromisin
sebagai priofilaksis4.
16
kontak diputuskan. Jika kontak tidak dapat diputuskan hemdaknya eritromisin diberikan
sampai pasien berhenti batuk atau setelah pasien mendapat eritromisin selama 7 hari. vaksin
pertusis monovalen dan eritromisin diberikan pada waktu terjadi4,5.
II.13.Prognosis
Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang lebih baik.
Pada bayi resiko kemtaian (0,5 – 1 %) disebabkan enselopati. Pada observasi jangka panjang,
apneu atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual dikemudian hari4.
BAB III
PENUTUP
III.1.Kesimpulan1,2,3,4,5,6
Pertusis di tandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang sangat spasmodik
dan paroksimal disertai nada yang meninggi. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua
umur,mulai dari bayi sampai dewasa. Penyebabnya adalah Bordetella pertusis. Pertusis
merupakan penyakit menular dengan tingkat penularan yang tinggi, dimana penularan ini
17
terjadi pada kelompok masyarakat yang padat penduduknya dengan tingkat penularannya
mencapai 99%, dapat ditularkan melalui udara secara droplet, bahan droplet, memegang
benda yang terkontaminasi dengan sekret nasofaring.
Penyebaran penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan dapat menyerang semua umur
mulai 2 minggu sampai 77 tahun dan terbanyak pada penderita di bawah 1 tahun, di mana
makin muda usia makin berbahaya.
Masa inkubasi pertusis 6 – 10 hari (rata – rata 7 hari), dimana perlangsungan penyakit
ini 6 – 8 minggu atau lebih. Perjalanan klinis penyakit ini dapat berlangsung 3 stadium yaitu
stadium kataralis (prodromal, preparoksimal), stadium akut paroksismal (paroksismal,
spasmodik), dan stadium konvalesens.
Pencegahan dan kontrol adalah Imunisasi pasif dapat diberikan Human Hiperimmune
Globulin, Imunisasi aktif diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman Bordetella
Pertusis yang telah dimatikan unrtuk mendapatkan imunisasi aktif. Vaksinasi pertusis
diberikan bersama – sama dengan vaksin difteri dan tetanus. Dosis pada imunisasi dasar
dianjurkan 12 IU dan diberikan tiga kali sejak umur 2 bulan, dengan jarak 8 minggu.
Prognosis tergantung usia, anak yang lebih tua mempunyai prognosis yang lebih baik.
Pada bayi resiko kematian (0,5 – 1 %) disebabkan enselopati. Pada observasi jangka panjang,
apneu atau kejang akan menyebabkan gangguan intelektual dikemudian hari1,2,3,4.
19
Daftar pustaka
20