Anda di halaman 1dari 18

UJIAN TENGAH SEMESTER

ETIKA PERIKLANAN
Dosen : Berliani Ardha, SE, M.Si

Disusun oleh :

Nama : Titis Setyorini


NIM : 44315120013

UNIVERSITAS MERCU BUANA


MARKETING COMMUNICATION AND ADVERTISING
JAKARTA
2017
Jawablah soal-soal di bawah ini dengan singkat tapi lengkap di lembar jawaban.

1. Jelaskan hubungan antara etika dengan budaya.

JAWAB:

Etika dan kebudayaan itu tidak dapat kisah pisahkan. Kedua nya saling melekat dan
saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Etika diperlukan dalam mengatur perilaku individu
agar lebih mengutamakan kepentingan orang banyak. Sedangkan aktifitas periklanan memberi
dampak sosial budaya dan ekonomi tertentu bagi khalayaknya.

Karena ketika suatu komunitas itu menciptakan batasan dan aturan-aturan dalam etika
tentu lah berdasarkan dari kebiasaan dan juga hukum yang berlaku di tempat tersebut. Karena
terkadang suatu etika itu tidak lah berlaku sepanjang masa, tekadang terjadi pelapukan dan
pemudaran nilai-nilai etika. Untuk membentuk ataupun membuat batasan-batasan etika yang
baru diperlukanlah kebudayaan. Karena kebudayaan itu merupakan kebiasaaan-kebiasaan
yang berlaku pada suatu komunitas tertentu.

Disinilah keterkaitan kebudayaan. Karena ukuran etis, patut dan tidak patut, layak dan
tidak layak, nista atau mulia, memalukan atau tidak perlu dianggap malu, semuanya merupakan
bagian dari unsur-unsur kebudayaan . Dan itu semua merupakan syarat untuk menciptakan
etika.

2. Jelaskan hubungan antara etika dengan hukum positif dari sisi teoritis. Berikan
contohnya!

JAWAB :

Secara teoritis, dilihat dari sisi luasnya cakupan, etika seharusnya selalu lebih luas
cakupannya daripada hukum positif (ya, etika yang lebih luas, bukan hukum positif!). Hukum
adalah himpunan bagian dari etika. Pengertiannya adalah: hukum positif adalah sesuatu yang
dibuat karena badan regulator pemerintah berpendapat bahwa pedoman perilaku yang ada
pada etika dinilai perlu ditulis dalam suatu dokumen resmi negara berikut sanksi yang tegas.
Dalam situasi ideal, hukum positif tidaklah mencakup semua aspek yang ada pada cakupan
etika. Seseorang dapat saja tidak sejalan dengan etika tanpa harus otomatis dinilai melanggar
hukum positif. Tapi, setiap pelanggaran terhadap hukum positif adalah otomatis merupakan
tindakan yang tidak etis.

Contoh sederhana untuk menggambarkan hubungan etika dengan hukum positif:


sebagai seorang dosen, penulis menggunakan celana pendek, kaos oblong dan sendal jepit
saat mengajar. Perilaku tersebut pasti akan dinilai tidak etis oleh manajemen perguruan tinggi
tersebut. Tapi tindakan tersebut pastinya tidak melanggar hukum positif manapun. Seorang
dosen yang mengajar sambil merokok, padahal perguruan tinggi tersebut sudah menerapkan
aturan pemerintah mengenai area bebas merokok berarti melanggar hukum positif sekaligus
melanggar etika perguruan tingginya.

Dalam dunia periklanan, bahwa kondisi teoritis antara etika dan hukum positif tersebut
sudah sangat kacau-balau. Banyak undang-undang di Indonesia yang mencampur-adukkan
antara area cakupan etika dan area cakupan hukum positif.

3. Beberapa praktisi periklanan memandang adanya panduan beriklan secara


beretika sebagai suatu usaha untuk membatasi kreatifitas mereka. Bagaimana
seharusnya praktisi periklanan menilai peran etika periklanan dalam tugas mereka
sehari-hari?

JAWAB:

Sikap mengabaikan etika periklanan adalah suatu kesalahan fatal. Tanpa mempelajari
etika periklanan maka sebenarnya tidaklah pantas seseorang menyebutkan dirinya sebagai
bagian dari masyarakat periklanan.

Suatu iklan agar mempunyai efek persuasif yang tinggi haruslah mampu “berbicara
dalam bahasa konsumen”, dengan kata lain, ia harus komunikatif. Dalam usahanya membuat
suatu iklan menjadi komunikatif, insan periklanan berusaha mencari tahu hal-hal apa saja yang
akan menarik perhatian mereka; hal-hal yang saat ini menjadi trend dan disukai (atau akan
disukai) oleh konsumennya. Contoh sederhananya: bila produk saya adalah untuk kaum
remaja, maka menggunakan dialek yang dipahami oleh kaum remaja akan lebih komunikatif.
Atau menggunakan peristiwa-peristiwa yang disukai oleh kaum remaja (berkemah, pesta, jalan-
jalan bersama dan sebagainya).
Hal-hal yang dicari di atas erat kaitannya dengan unsur budaya yang ada pada suatu
kelompok masyarakat. Budaya itu mungkin sudah berakar lama, mungkin pula sedang dalam
proses perubahan. Dalam industri periklanan dikenal istilah consumer insights yang diyakini
oleh praktisi periklanan sebagai sesuatu yang dapat membuat pesan iklannya menarik dan
mudah dipahami oleh kelompok konsumennya.

Consumer insights yang dimaksud seharusnya berupa positive consumer insights,


karena di sisi lain terdapat negative consumer insights. Hal terakhir inilah yang sering dilupakan
dan diabaikan oleh para praktisi periklanan. Budaya konsumen juga memberikan “pagar-pagar”
terkait dengan hal-hal yang tidak mereka sukai. Mereka mungkin mudah memahaminya, tapi
dalam konotasi yang negatif. Dengan demikian, pemahaman atas positive consumer insights
tidaklah menjamin suatu pesan akan komunikatif bila tidak memperhatikan negative consumer
insights.

Kitab Etika Pariwara Indonesia (EPI) adalah kitab panduan yang disusun oleh para
praktisi periklanan senior dari berbagai latar-belakang. Kitab tersebut disusun berdasarkan
pengalaman mereka dan perbandingan etika periklanan yang ada di negara-negara lain. Pada
dasarnya, kitab tersebut adalah suatu panduan budaya konsumen (di Indonesia) yang terkait
dengan negative consumer insights.

Praktisi periklanan Indonesia justru seharusnya wajib berterima-kasih dengan adanya


kitab tersebut karena kitab tersebut memudahkan mereka untuk memahami hal-hal yang tidak
disukai oleh konsumen Indonesia tanpa harus melakukan penelitian sendiri.

Kreatifitas periklanan bukanlah kreatifitas “liar”. Seseorang boleh saja menjadi seorang
kreatif yang “liar” bila ia seorang seniman murni (pure artist). Seorang Pablo Picasso, misalnya,
tidak akan peduli apakah lukisannya akan disukai atau dicemooh oleh pemirsanya (dan pada
kenyataannya pada saat hidupnya, lukisannya lebih sering dicela karena berbeda dari “pakem”
saat itu). Ia melukis lebih berdasarkan panggilan hatinya, bukan karena pesanan seseorang.

Akhir kata, etika periklanan adalah suatu komponen penting untuk menjaga daya-tahan
dunia iklan. Tanpa adanya etika periklanan, iklan akan berisi banyak kebohongan dan ketidak-
jujuran. Akibatnya? Masyarakat akan mengacuhkan iklan dan industri periklanan akan mati.
Jadi, komponen industri periklanan yang tidak mendukung etika periklanan sebenarnya adalah
pihak-pihak yang justru menginginkan matinya industri ini!
4. Beberapa peraturan hukum positif di Indonesia secara langsung ataupun tidak
langsung memasukkan unsur etika di dalamnya. Apa dampak dari masuknya
unsur etika periklanan dalam peraturan hukum positif tersebut?
JAWAB:
Dengan adanya etika periklanan dalam peraturan hukum positif di Indonesia bisa
mengurangi kecurangan dan penyalahgunaan yang selalu dilakukan oleh para pembuat iklan.
Iklan di Indonesia semakin berkembang dan terus mengalami peningkatan sehingga jumlah
iklan di Indonesia menjadi tidak terkendali karena tanpa pengawasan yang ketat dari lembaga-
lembaga terkait.
Iklan yang sangat lepas dari pengawasan adalah iklan-iklan yang beredar tayangannya
di televisi. Iklan-iklan tersebut sudah banyak yang melanggar hukum dan etika menurut undang-
undang yang sah dan diakui oleh negara. Hal ini tentunya menjadi sesuatu yang sangat miris
melihat perusahaan-perusahaan hanya memikirkan tentang manfaat beriklan itu sendiri yang
tentunya dapat meningkatkan penjualannya. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan tidak
mengetahui atau menyadari bahwa iklan-iklan yang dibuat oleh mereka ternyata melanggar
undang-undang tentang periklanan.
Ada juga perusahaan yang mengerti tentang undang-undang dan juga sudah menyadari
bahwa ini adalah perbuatan yang salah tetapi, perusahaan tetap mencoba menanyangkan iklan
tersebut dalam beberapa kali tayang dengan harapan memperoleh keuntungan.
Banyak iklan di televisi yang ditetapkan melanggar hukum dan etika yang berlaku
seperti contohnya dalam kasus iklan jajanan anak-anak yakni “Gerry Bischoc edisi Berhadiah
Mainan Angry Birds” dan “Gerry Pasta – Coklatnya ga abis – abis”. Apakah pelanggaran yang
dilakukan kedua iklan ini sehingga tidak lagi tayang di televisi ? Kedua iklan ini melanggar
peraturan yang dibuat Etika Pariwara Indonesia tentang Hiperbolasi yakni peraturan Etika
Pariwara Indonesia no.113 dan Khayalak anak yang diatur dalam no.127.
Dengan masuknya etika periklanan dalam hukum positif diharapkan perusahaan bisa
mentaati setiap aturan yang berlaku dan menayangkan iklan tanpa adanya penyalahgunaan
yang sudah tercantum dengan jelas dalam aturan etika periklanan. Jika semua perusahaan
mentaati etika periklanan dengan baik, maka khalayak akan merasa tidak akan pernah tertipu
dan merasa diberdayakan lagi oleh tayangan iklan yang tidak sesuai etika.

5. Jelaskan asas swakramawi yang dianut oleh Etika Pariwara Indonesia!

JAWAB:
Secara sederhana, swakramawi dalam industri periklanan mendasarkan dirinya pada
keyakinan bahwa: “suatu etika periklanan akan lebih efektif justru kalau ia disusun, disepakati,
dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri.”

Penyusunan dan penegakan etika periklanan yang tercantum dalam EPI ini dilakukan
sejalan dengan prinsip-prinsip swakramawi (self-regulation) yang dianut oleh industri periklanan
secara universal. Prinsip-prinsip dimaksud memberi rujukan bahwa suatu etika periklanan akan
lebih efektif justru kalau ia disusun, disepakati, dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri.

Prinsip tersebut juga mengakui bahwa meskipun telah disusun, disepakati, dan
ditegakkan oleh para pelakunya sendiri, akan tetap terbuka kemungkinan ada saat-saat ia
kurang diindahkan. Karena itu diperlukan upaya terus-menerus untuk menyosialisasikan dan
mengkoordinasikan gerak langkah penegakkannya oleh segenap komponen industri periklanan.

6. Sebutkan dan uraikan secara singkat 4 (empat) alasan mengapa asas swakramawi
diterapkan dalam penyusunan Etika Pariwara Indonesia.

JAWAB:

1. Swakrama menyiratkan kepercayaan yang amat besar dari industri periklanan kepada
para pelakunya. Kepercayaan ini selanjutnya diyakini akan memberi mereka dorongan
naluriah yang luar biasa untuk senantiasa berperilaku yang sesuai dengan lingkungan
sosial-budaya mereka.
2. Sebagai bagian dari masyarakat, penerapan swakrama pada komunitas periklanan akan
sangat membantu dalam menegakkan sendi-sendi peradaban dalam kehidupan
bermasyarakat.
3. Swakrama dapat meniadakan – setidaknya meminimalkan – campur tangan dari mereka
yang kurang memahami periklanan, termasuk pamong (government) atau para penegak
hukum, yang justru dapat menghambat perkembangan industri periklanan.
4. Dari aspek hak asasi dan demokrasi, ia juga merupakan wujud dari kebebasan
berpendapat dari komunitas periklanan kepada pihak-pihak lain.

7. Jelaskan dan berikan contoh apa yang dimaksud dengan “iklan harus jujur, benar
dan bertanggung-jawab” sebagai salah satu asas yang dianut oleh Etika
Periklanan Indonesia.

JAWAB:
Dalam kitab Etika Pariwara Indonesia, disebutkan 3 asas utama periklanan; yaitu:
Iklan dan pelaku periklanan harus:
1. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
2. Bersaing secara sehat.

3. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan agama, budaya, negara, dan
golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Mari kita bahas lebih detil lagi aspek “jujur dan benar” ini. Masyarakat sering-kali dengan
mudah “menuduh” bahwa mayoritas iklan yang dilihatnya adalah suatu “kebohongan”. Memang
ada iklan yang bohong dan menyesatkan. Tapi tidak semua. Memahami menilai apakah suatu
iklan etis ataukah tidak (benar ataukah bohong) dapat membantu masyarakat umum menjadi
konsumen iklan yang lebih bijaksana dan cerdas.

Melanjutkan perbandingan antara iklan dan berita di atas, dapat diuraikan di sini
bagaimana memahami unsur “jujur dan benar” di antara ke duanya. Semua orang tahu dan
paham bahwa suatu berita (idealnya) harus selalu mengandung kejujuran dan kebenaran. Iklan
(idealnya) juga harus jujur dan benar! Lalu, apa bedanya? Kutipan berikut ini semoga dapat
memperjelas perbedaan unsur “jujur dan benar” antara berita dan iklan.

News should always tell the truth, and only about the whole truth. Advertising, on the other
hand, should also always tell the truth, but not necessarily the whole truth!

Berita yang mengikuti etika jurnalistik haruslah dengan jujur mencari kebenaran yang
sedalam-dalamnya. Berita tidak boleh berpihak. Bila ada pendapat yang pro, ia juga harus
mengulas pendapat yang sebaliknya. Walaupun seorang Nurdin Halid dikecam banyak
masyarakat atas tindakannya, berita yang baik haruslah tetap memberikan kesempatan
pembelaan kepada Nurdin Halid dengan menuliskan pendapatnya serta pendapat pihak-pihak
yang mendukungnya. Berita haruslah menjunjung tinggi “kejujuran dan kebenaran” ini, di atas
uang, tekanan politik bahkan tekanan masyarakat sekalipun!

Iklan yang beretika adalah iklan yang menyatakan kebenaran dan kejujuran juga! Tapi
iklan tidaklah akan efektif bila ia tidak mempunyai unsur persuasif. Akibatnya, tidak akan ada
iklan yang akan menceritakan the whole truth dalam pesan iklannya. Sederhananya, iklan pasti
akan mengabaikan informasi-informasi yang bila disampaikan kepada pemirsanya malah akan
membuat pemirsanya tidak tertarik untuk menjadi konsumen produk/jasanya. Sebuah produk
sepeda motor misalnya, tidak akan menyebutkan atau menyampaikan dalam pesannya bahwa
bila si pengendara sepeda motor tersebut belum pernah naik motor dia bisa celaka. Meskipun
dalam iklannya, sepeda motor itu hanya akan menyebutkan hal-hal yang baik saja, semua hal-
hal baik tersebut haruslah benar dan jujur!

Suatu produk air mineral yang menyampaikan pesannya bahwa airnya berasal dari
sumber di daerah A padahal sebenarnya berasal dari daerah B adalah iklan yang tidak jujur dan
bohong. Iklan yang menyatakan bahwa harga produk A adalah yang termurah tapi sebenarnya
ada produk lain yang lebih murah adalah iklan yang tidak jujur dan bohong.

Seringkali, kita juga mendengar pendapat adanya “iklan yang tidak mendidik”. Sejak
awal mulanya muncul, iklan bukanlah suatu pesan untuk memberikan pendidikan kepada
masyarakat. Berita dapat menjadi alat pendidikan. Iklan adalah suatu alat ekonomi yang
bertujuan khusus yaitu menjual produk atau jasa. Iklan selalu bertujuan mendapatkan
keuntungan; yaitu dengan harapan produk/jasa yang diiklankan menarik makin banyak
konsumen.

Iklan dapat berfungsi menginformasikan kepada konsumen atas keberadaan suatu


produk/jasa dan apa saja keunggulan produk tersebut (tidak akan disebutkan apa
kelemahannya, kecuali untuk beberapa jenis produk tertentu yang diatur secara khusus oleh
pemerintah – seperti rokok dan obat-obatan). Bila iklan “harus mendidik”, maka hal itu harus
dipahami dengan batasan/koridor di atas. Dengan demikian, haruslah dipahami bahwa menjadi
konsumen yang cerdas, tidaklah cukup hanya dengan melihat/memperhatikan isi iklan!

Setiap kali kita melihat iklan maka yang terpapar ke kita adalah hal-hal yang baik.
Padahal, pasti ada hal-hal lain yang menjadi kelemahan dari produk tersebut yang tidak
disampaikannya. Menjadi konsumen yang cerdas berarti:
1. Menganalisa apakah informasi/pesan iklan (hal-hal yang baik) sudah jujur dan benar?
2. Mencari informasi-informasi tambahan yang tidak disebutkan dalam pesan iklan tersebut

Untuk membantu konsumen menganalisa kebenaran dan kejujuran suatu iklan, kitab
Etika Pariwara Indonesia (EPI) dapat dipakai sebagai panduannya. Kitab ini bukan hanya milik
dari masyarakat periklanan. Kitab ini adalah milik seluruh masyarakat Indonesia yang berperan
sebagai konsumen iklan di Indonesia.

Salah satu cara mudah (tapi bukan satu-satunya) untuk mencari informasi-informasi
tambahan yang tidak disebutkan dalam pesan iklan adalah dengan membaca label produk,
buku panduan pemakaian, lembar garansi, persyaratan dan sejenisnya. Produk/jasa yang
beretika tinggi pasti akan mencantumkan dengan lebih lengkap informasi-informasi tentang
produknya di sana. Bila tidak, kita pantas mencurigai adanya itikad tidak baik pada produk
tersebut. Dalam era internet, kini akan sangat jauh lebih mudah mencari informasi-informasi
tambahan lainnya selain dari sumber-sumber di atas.

8. Sebutkan dan jelaskan apa saja keterbatasan dari Etika Pariwara Indonesia.

JAWAB:

1. Tatanan

Pedoman etika (code of ethics) periklanan ini disusun dalam dua tatanan pokok, yaitu
tata krama (code of conducts) atau tatanan etika profesi, dan tata cara (code of
practices) atau tatanan etika usaha. Meskipun demikian, keduanya beserta semua yang
terkandung pada bagian-bagian Pendahuluan, Mukadimah, Ketentuan, Penjelasan,
Penegakan, dan Lampiran harus diperlakukan sebagai satu kesatuan utuh yang tak
terpisahkan.

2. Keberlakuan

EPI ini berlaku bagi semua iklan, pelaku, dan usaha periklanan yang dipublikasikan atau
beroperasi di wilayah hukum Republik Indonesia. 18

3. Kewenangan

EPI mengikat ke dalam maupun ke luar. Ke dalam, ia mengikat orang-perorang yang


berkiprah dalam profesi apa pun di bidang periklanan, serta semua entitas yang ada
dalam industri periklanan. Ke luar, ia mengikat seluruh pelaku periklanan – baik sebagai
profesional maupun entitas usaha – terhadap interaksinya dengan masyarakat dan
pamong.
Dalam pengertian masyarakat, termasuk konsumen dari produk yang beriklan, khalayak
sasaran, ataupun khalayak umum penerima pesan periklanan, serta anggota
masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Dalam pengertian pamong, termasuk
semua lembaga resmi, baik di tingkat pusat maupun daerah.

9. Perhatikan baik-baik iklan billboard Outbondholic Ancol


di sebelah kanan ini. Apakah iklan ini mengandung
unsur yang melanggar EPI? Bila ya, sebutkan di
bagian mana pelanggaran tersebut, mengapa
bagian tersebut melanggar EPI dan berikan saran
bagaimana sebaiknya iklan ini direvisi agar sesuai
dengan EPI!
JAWAB :

Iklan disamping melanggar EPI. Karena Iklan tidak


boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti
“paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan
“ter“, dan atau yang bermakna sama, tanpa secara
khas menjelaskan keunggulan tersebut yang harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang
otentik.

Dalam iklan billboard Outbondholic Ancol, kata-kata “longest, higest dan largest”
memiliki arti terpanjang, tertinggi dan terbesar/terlebar yang jeals sekali menggunkaan
kata superlative “ter”. Padahal tidak ada bukti nyata baik secara lisan maupun tertulis
pernyataan bahwa Outbondholic Ancol merupakan outbond terpanjang, tertinggi dan
terbesar. Kata-kata “longest, highest dan largest” harus ditegaskan lagi apakah penilaian
ini berlaku pada pembandingan beberapa tempat outbond di seluruh dunia, di Indonesia,
ataukah hanya di Jakarta saja? 3 kata superlative ini bisa menjadikan iklan billboard ini
sebagai iklan yang menipu public, karena pada kenyataannya masih ada banyak tempat
outbond di seluruh penjuru dunia yang melebihi tempat outbond di Ancol.

Revisi iklan :
 hilangkan kata superlative (longest, highest, largest) karena kata kata ini jelas
sekali melanggar aturan etika periklanan.

 Lalu ganti dengan tulisan yang membuat pengunjung penasaran ingin kesana,
misalnya “Uji Adrenalinmu DISINI!“

10. Perhatikan iklan TV Bismart di bawah ini. Iklan tersebut menampilkan 2 orang adik-
kakak. Sang kakak ditampilkan sangat pintar (bisa menjawab soal-soal perhitungan
yang rumit) dan juga sangat kuat (dengan satu tangan ia bisa mengangkat tempat
tidur di mana adiknya sedang duduk di atasnya). Menurut anda, apakah iklan ini
melanggar EPI? Jelaskan!

JAWAB:

Iklan ini jelas sangat melanggar EPI. Pertama, menggunakan kata Hiperbolisasi yaitu
Bismart Kuat dan Smart. Tidak mungkin hanya dengan memakan sebungkus bismart akan
menjadi kuat dan smart. Hal ini akan membuat dampak anak anak tidak mau makan makanan
lain selain bismart. Dari iklan ini kita tahu bahwa tidak mungkin bisa seorang anak mengangkat
tempat tidur dengan 1 tangan dimana diatasnya ada adiknya yang duduk di atasnya. Hal ini
sangat berlebihan dan bisa menimbulkan percobaan kepada anak-anak untuk meniru adegan
tersebut sehingga timbullah bahaya.

Kedua, dari segi khalayak dan pemeran anak-anak. Iklan yang ditujukan kepada
khalayak anak-anak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak
jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau
kepolosan mereka. Anak-anak yang polos akan senantiasa meniru adegan dalam iklan Bismart
tersebut, yaitu memakan Bismart kemudian mencoba mengangkat tempat tidur dengan satu
tangan. Iklan seperti ini tentu saja sangat mengganggu dan merusak jasmani dan rohani anak
anak. Dari segi pemeran anak-anak, Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam
adegan adegan yang berbahaya, menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh anak-anak.

11. Iklan Energen Sereal di bawah ini menceritakan seorang anak yang terlambat bangun
sehingga tidak sempat sarapan. Sang Ibu memberikan Energen yang mengandung
Oats, Sereal dan Susu. Klaim/janji dari Energen Sereal adalah minuman sehat
bernutrisi, 4 sehat 5 sempurna. Bagaimana penilaian anda atas janji dari produk ini?
Jelaskan!
JAWAB:

Energen tidak boleh memberikan janji


klaim bahwa Energen Sereal adalah
minuman sehat bernutrisi, 4 sehat 5
sempurna. Karena tidak ada susu sereal
yang dapat menggantikan kandungan
menu 4 sehat 5 sempurna dalam seporsi
lengkap gambar yang saya berikan
disamping ini. Apakah ada penelitian
secara khusus oleh pihak energen sereal
bahwa minuman serealnya bisa menggantikan menu lengkap 4 sehat 5 sempurna?
Energen tidak boleh memberikan janji seperti ini yang tentu saja akan memberikan
dampak negative bagi beberapa khalayak yaitu membuat khalayak jadi tidak makan
apapun selain Energen Sereal. Hal ini bisa menipu banyak khalayak demi keuntungan
belaka.

12. Iklan TV dari produk CDR di bawah ini menyatakan bahwa sebanyak apapun juga
makanan/minuman yang anda santap sehari-harinya (disimbolkan dengan gelas susu,
kaleng sarden dan brokoli raksasa), tidak akan pernah mencukupi kebutuhan kalsium
oleh tubuh kita. Bagaimana pendapat anda akan iklan ini? Jelaskan!
JAWAB :

Iklan CDR telah menyalahgunakan Etika Periklanan tata karma isi iklan dalam bab 2.5
tentang vitamin, mineral, dan suplemen, yang berbunyi:

2.5.1 Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI atau badan yang berwenang untuk itu.

2.5.2 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa vitamin, mineral atau
suplemen selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan yang sudah sempurna nilai gizinya.

2.5.3 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi kesan bahwa penggunaan vitamin,
mineral dan suplemen adalah syarat mutlak bagi semua orang, dan memberi kesan sebagai
obat.

2.5.4 Iklan tidak boleh menyatakan bahwa kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan
dapat diperoleh hanya dari penggunaan vitamin, mineral atau suplemen.

2.5.5 Iklan tidak boleh mengandung pernyataan tentang peningkatan kemampuan


secara langsung atau tidak langsung.

Iklan CDR sangat melanggar etika periklanan dari point 2.5.1 hingga 2.5.5. Vitamin dan
suplemen dalam sebuah tablet evervescent CDR hanyalah berupa tambahan nutrisi saja yang
jika kita tidak meminumnya tidak akan membuat tubuh menjadi kekurangan kalsium dan sakit.
CDR tidak dapat menggantikan khasiat dan keunggulan dari makanan dan minuman yang kita
makan seperti susu, brokoli dan ikan sarden. Dikhawatirkan dengan melihat tayangan ini,
banyak khalayak akan minum CDR dan tidak perlu lagi makan brokoli, sarden dan minum susu.

13. EPI memungkinkan suatu iklan menampilkan perbandingan secara langsung antara
satu produk dengan produk pesaingnya. Apa saja persyaraannya agar pendekatan
perbandingan langsung tersebut boleh digunakan? Berikan contoh (dalam bentuk cerita)
iklan yang menggunakan pendekatan perbandingan langsung dan tidak bertentangan
dengan EPI!
JAWAB :
Persyaratan perbandingan langsung :

 Perbandingan

- Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-


aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.

- Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi,


sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas.
Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau
verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut.

- Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak


menyesatkan khalayak.

 Perbandingan Harga

- Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan


produk, dan harus disertai dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.

Contoh iklan perbandingan langsung :

Sifat komparatif iklan di Indonesia masih dalam jalur etika. Di luar negeri (USA) justru dilakukan
terang-terangan. Contohnya Coca cola Vs Pepsi. Berikut ini akan dipaparkan bagaimana dua
merek produk minuman katagori soft drink “berseteru” merebut pasar di USA.

Setelah sukses dengan bahasa kompanye


iklan “It’s The Real Thing” pada tahun 1969
Kemudian tahun 1990 memposisikan dirinya
kembali sebagai “The Real Thing” dengan
slogannya “You Can't Beat the Real Thing”
yang artinya bahwa Coca-Cola merupakan
minuman cola yang asli dan original alias
klasik. Ini berarti selain Coca Cola pastilah
tiruan. Menghadapi kampanye iklan ini Pepsi membalasnya dengan menyatakan dirinya
“Generation next” ada ekpresi artinya Coca-Cola sudah terlalu kuno dan tua. Persaingan antara
Coca-Cola dengan Pepsi sudah berlangsung lama. Untuk penguasaan market share pada
tahun 1980 di USA Coca-Cola menguasai 24,3% sedangkan Pepsi 18,0%. Sisanya dikuasai
oleh 8 merek lainnya masing-masing dibawah 6 %. Termasuk didalamnya Diet Pepsi sebesar
2,6%

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat table penguasaan market share Soft Drinks di USA.

Nampaknya untuk mengatasi persaingan hampir setiap tahun Coca-Cola melakukan perubahan
slogan. Kita dapat membayangkan
bagaimana ketatnya persaingan antara
Coca-Cola melawan Pepsi untuk
memperoleh penguasaan market share.
Gambar berikut ini merupakan contoh-
contoh iklan Coca-cola dengan berbagai
slogannya.

Perang alias tarung bebas terbuka antara Pepsi


dengan Coca-cola rupanya sangat seru dan menjadi
daya tarik public. Situs-situs diinternet banyak
memanfaatkan peseteruan diantara mereka. Gambar-
gambar menarik yang menggambarkan pesan yang
menjatuhkan baik dalam kata-kata maupun bentuk
visual. Tidak jelas apakah gambar-gambar di situs web
yang banyak menekan Coca-Cola tersebut bersumber
dari Pepsi ataui hanya kreatifitas orang-orang saja.
Seluruh public mencuraigai bahwa semua itu datang
dari kubui Pepsi sendiri, karena belakangan Pepsi
lebih agresif mengkompanyekan serangan terhadap Coca-Cola.
Gambar-gambar berikut ini merupakan gambar ilustrasi tentang serangan Pepsi terhadap Coca-
Cola.

Ternyata merek memiliki sifat seperti manusia, cerdik


dalam memanfaatkan keadaan. Serangan Pepsi yang
gencar belakangan rupanya tidak terlalu dibalas oleh
Coca-Cola. Layaknya seperti manusia yang teraniaya
akhirnya justru memperoleh simpati dari masyarakat.
Coca-Cola dianggap sebagai produk yang lebih dewasa,
tidak arogan dalam menangani keadaan. Disinilah Pepsi
akhirnya kurang memperoleh simpati. Perkembangan
tersebut membuat Pepsi menjadi sadar, kemudian
menghentikan kampanye kerasnya, mulai dengan cara
yang lembut dan berupaya merebut simpati public. Pada
bulan April 2000 diwujudkan oleh Pepsi dalam pesan
iklannya sebagai “We Love Coca-Cola” sebuah ending
yang manis dan politis.

Sumber: tulisan ini diadopsi dari Agung Teja


Kusuma, Kasus Iklan Komparatif Pepsi VS Coca
Cola, dalam Dasar-Dasar Pengiklanan, 2003

14. EPI memberikan beberapa pedoman terkait


iklan yang menampilkan uang kertas.
Mengapa kita harus berhati-hati bila
menampilkan uang kertas pada
(khususnya) iklan materi cetak? Bagaimana suatu iklan dapat tetap menampilkan uang
kertas pada suatu iklan materi cetak dengan etis?

JAWAB :

Pedoman EPI tentang Penampilan Uang

- Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan
norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun
pelecehan yang berlebihan.

- Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang
untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah.

- Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan
skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.

- Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang
dapat terlihat jelas.

Suatu iklan dapat tetap menampilkan uang kertas pada suatu iklan materi cetak dengan
etis bila memiliki tujuan sesuai dengan isi iklannya, misalnya iklan sabun mandi cair seharga Rp
20.000 dimana uang kertas 20ribuan tersebut dimuat didalam iklan dengan tulisan diberikan
tambahan tulisan “seharga” diatas uang kertas Rp 20.000 tersebut. Iklan tersebut boleh
menampilkan uang kertas di dalam iklannya dan diletakkan diposisi yang tepat dengan tidak
menampilkan unsur uang lebih besar daripada unsur iklannya.

15. Suatu layanan penerbangan menampilkan iklan promosi mereka. Dalam iklan tersebut
disebutkan bahwa mereka menawarkan harga tiket Jakarta – Singapura hanya USD 20
per orang dengan keterangan tambahan “limited seat”. Apakah pernyataan tersebut
melanggar EPI? Jelaskan? Bila melanggar, bagaimana sebaiknya iklan tersebut
direvisi?

JAWAB :
Iklan tersebut melanggar EPI. Karena Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan
masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama. Kata “limited seat” berarti “kursi
terbatas” sama saja dengan kata “selama persediaan masih ada”. Jumlah “limited seat”
disini tidak dijabarkan secara detail berapa jumlah kursi maksimal yang layanan
penerbangan itu iklankan. Seharusnya, layanan penerbangan itu tidak menggunakan
kata “limited seat” namun menampilkan jumlah kursi yang disediakan untuk penawaran
harga USD 20, misalnya “Nikmatilah perjalanan penerbangan Jakarta-Singapura hanya
dengan mambayar USD 20 per orang” dengan keterangan tambahan “ Hanya tersedia
100 kursi saja”.

16. Perhatikan iklan LA Movie di samping


kanan ini. Bagaimana pendapat anda
terhadap iklan tersebut? Jelaskan!
JAWAB :

Iklan LA Movie disamping kanan ini


menurut saya tidak melanggar etika
walaupun disponsori oleh perusahaan
rokok LA light.

Dari segi penataan gambar dan tulisan


tidak memiliki arti hiperbola dan
cenderung simple namun tujuan dari
iklan tersebut telah dapat dimengerti oleh
khalayak yang melihatnya.

Anda mungkin juga menyukai