PRISTIAN YULIANA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Ekstraksi Senyawa Tanin
dan Saponin dari Tanaman serta Efeknya terhadap Fermentasi Rumen dan
Metanogenesis In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Pristian Yuliana
NIM D152114011
RINGKASAN
Methane is the second largest contributor after CO2 toward the greenhouse
gas in the upper atmosphere and have the ability to retain heat 25 times greater
than CO2. Ruminant livestock sector in particular was one of the contributors to
the accumulation of anthropogenic methane (about 28%). Plants of tropical origin
are plant that have high content of secondary metabolites compounds such as
polyphenolics (tannins) and saponins. Tannins and saponins can be used as natural
additives in order to improve the efficiency of livestock production, including to
reduce methane emissions. Source of tannins used in this study were Mahogany
(Swietenia mahogany) leaves as a source of condensed tannins and Harendong
(Clidemia hirta) leaves as a source of hydrolyzed tannins. These plants Mahogany
and Harendong contain condensed tannins (86g/kg dry matter) and hydrolyzable
highest (202 g/kg dry matter), compared to respectively 27 other plants. Source of
saponin used in this study was lerak (Sapindus rarak) fruit, which has high
saponin content (26.95%). Forage as a substrate in this study was a mixture of
Brachiaria humidicola and Indigofera sp (1:1 w/w) as fiber and protein source.
The study aimed obtain to the optimize the extraction process of condensed tannin
from mahogany leaves, hydrolyzed tannins from harendong leaves and saponins
from lerak fruit and using different solvents to investigate the effects of tannins
and saponins compounds on in vitro methanogensis and rumen fermentation.
Tannins and saponins extraction, were done separately using different
solvents mixture as treatments, namely; P1 (100% water), P2 (75% water + 25%
methanol), P3 (50% water + 50% methanol), P4 (25% water + 75% methanol), P5
(100% methanol), P6 (75 % water + 25% acetone), P7 (50% water + 50%
acetone, P8 (25% water + 75% acetone) and P9 (100% acetone). Tannin and
saponin extracts were added into each incubation bottle containing Brachiaria
humidicola grass and Indigofera sp. legume (1:1 w/w) according to the following
treatments (in four replicates): R1: substrate (control), R2: substrate + 0.5 mgml-1
tannin extract, R3: substrate + 1 mgml-1 tannin extract, R4: substrate + 0.5 mgml-1
saponin extract, R5: substrate + 1 mgml-1 saponin extract, R6: substrate + 0.5
mgml-1 tannin extract + 0.5 mgml-1 saponin extract, and R7: substrate + 1 mgml-1
tannin extract + 1 mgml-1 saponin extract. Parameters measured total phenol, total
tannins, total saponins, total gas production, methane production and concentrate,
total bacteria population, total protozoa population, ammonia production, Dry
Matter Digestibility (DMD), Organic Matter Digestibility (OMD).
The results revealed that combination of 75% water + 25% methanol was
best solvent mixture for extracting condensed tannins from mahogany leaves
while mixture of 25% water + 75% acetone was the best for hydrolyzed tannin
extraction from the harendong leaves. 100% methanol was the best for extraction
of saponins from fruit lerak. The highest gas production was shown by adding
substrate + saponin extract 1 mgml-1 and combination of tannin extract 1 mgml-1
+ saponin extract 1 mgml-1 rumen fluid. The highest reduction in methane
emissions was achieved by adding combination of tannin extract 1 mgml-1 +
saponin extract 1 mgml-1 rumen fluid. Protozoa population tended to be reduced
by treatments and the lowest protozoa population was found in combination of
tanin extract dan saponins, however the bacteria population was not affected by
treatments. Ammonia product, DMD and OMD were not affected significant by
treatments. It can be concluded that the extraction of tannins and saponins from
plants was strongly influenced by composition of the solvent used to extract them.
Optimal solvent for the extraction of condensed tannins was 25% water + 75%
methanol, whereas for hydrolyzed tannin extraction was 25 % water + 75%
acetone. Optimal solvent for the extraction of saponins was 100% methanol.
Provision of tannins and saponins simultaneously as many as 1 mgml-1 in vitro
incubation solution reduced methane emission by 17% without reducing the level
of feed digestibility of 60% and 25.50 mM ammonia and acted as defaunating
agent.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
EKSTRAKSI SENYAWA TANIN DAN SAPONIN DARI
TANAMAN SERTA EFEKNYA TERHADAP FERMENTASI
RUMEN DAN METANOGENESIS IN VITRO
PRISTIAN YULIANA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : Ekstraksi Senyawa Tanin dan Saponin dari Tanaman serta Efeknya
terhadap Fermentasi Rumen dan Metanogenesis In Vitro
Nama : Pristian Yuliana
NIM : D152114011
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian adalah mitigasi gas metana, dengan judul Ekstraksi
Senyawa Tanin dan Saponin dari Tanaman serta Efeknya Terhadap Fermentasi
Rumen dan Metanogenesis In Vitro. Penelitian dilakukan sejak bulan Mei 2013
sampai Oktober 2013 di BPTP Ciawi, Bogor, Jawa Barat.
Sebagian data dari hasil penelitian akan di publish journal The Indonesian
Tropical Animal Agriculture (JITAA) dengan judul “Extractions of Tannis and
Saponins From Plants Sources and their Effect on Methanogenesis and Rumen
Fermentation In Vitro”. Saat ini sampai tahap penalaahan oleh mitra bestari
JITAA.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Erika Budiarti Laconi
MS, Bapak Dr Anuraga Jayanegara S Pt MSc dan Dr Elizabeth Wina MSc selaku
pembimbing dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti MS sebagai penguji yang telah
banyak memberi saran dan masukan untuk penyempurnaan isi thesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, saudara kembar
Pristian Yuliani serta seluruh keluarga dan teman satu penelitian, atas segala do’a,
bantuan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Pristian Yuliana
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Manfaat Penelitian 3
METODE 3
Bahan 4
Prosedur Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 9
SIMPULAN DAN SARAN 26
Simpulan 26
Saran 27
DAFTAR PUSTAKA 27
LAMPIRAN 33
RIWAYAT HIDUP 37
DAFTAR TABEL
1 Komposisi nutrisi bahan pakan sebagai subtrat pakan in vitro 10
2 Kandungan total fenol dan total tanin dari daun mahoni (Swietenia
mahagoni) menggunakan komposisi pelarut yang berbeda dalam
ekstraksinya (n=3) 12
3 Kandungan total fenol dan total tanin dari daun harendong (Clidemia
hirta) menggunakan komposisi pelarut yang berbeda dalam
ekstraksinya (n=3) 13
4 Kandungan total saponin dari buah lerak (Sapindus rarak)
menggunakan komposisi pelarut yang berbeda dalam ekstraksinya
(n=3) 13
5 Produksi total gas, konsentrasi gas metana dan penurunan konsentrasi
gas metana 15
6 Pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri, protozoa dan konsentrasi
N-NH3 19
7 Pengaruh perlakuan terhadap rataan kecernaan bahan kering dan
kecernaan bahan organik 24
DAFTAR GAMBAR
1 Kinetika produksi total gas (ml) in vitro dari subtrat yang ditambahkan
ekstrak tanin dan/atau saponin 14
2 Kinetika produksi gas metana (ml) in vitro dari substrat yang
ditambahkan ekstrak tanin dan/atau saponin 16
3 Kinetika konsentrasi gas metana dalam total gas (%) in vitro dari
substrat yang ditambahkan ekstrak tanin dan/atau saponin 18
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanasan global merupakan gejala alam yang mulai secara intensif
diteliti sejak tahun 1980-an. Gejala alam ini disebabkan oleh efek gas rumah
kaca (green house effect) yang terjadi akibat peningkatan akumulasi gas
karbondioksida (CO2) dan beberapa jenis gas lainnya (CH4, N2O, CFC) di
lapisan atmosfer. Peningkatan ini merupakan akibat negatif dari aktivitas
industri, sisa pembakaran bahan bakar minyak bumi, serta kegiatan
pertanian dan peternakan, terutama ternak ruminansia (Thorpe 2009).
Metana merupakan kontributor terbesar kedua setelah CO2 terhadap
gas rumah kaca di lapisan atmosfer dan memiliki kemampuan meretensi
panas 25 kali lipat lebih besar dari CO2 (Vlaming 2008). Sektor peternakan
khususnya ruminansia merupakan salah satu kontributor akumulasi gas
metana anthropogenic (sekitar 28%) (Beauchemin et al. 2008). Selain
berdampak pada pemanasan global, emisi gas metana dari ternak ruminansia
juga mengakibatkan terjadinya kehilangan energi pakan yang seharusnya
dapat digunakan untuk menunjang produktivitas. Jumlah energi yang hilang
dari ternak ruminansia sekitar 8 – 14% dari total energi tercerna (Cottle et
al. 2011). Oleh karena itu diperlukan upaya untuk meminimalisasi produksi
gas metana dari ternak ruminansia.
Salah satu pendekatan meminimalisasi emisi gas metana pada ternak
ruminasia adalah melalui strategi pemberian pakan. Hal ini bermanfaat pada
jangka panjang untuk mengurangi laju akumulasi gas rumah kaca dan
jangka pendek untuk mengurangi kehilangan energi pada ternak ruminansia.
Berbagai upaya telah dilakukan dan terbukti efektif dalam menurunkan
emisi gas metana pada ternak ruminansia. Salah satunya dengan
menggunakan antibiotik seperti monensin (Fuller and Johnson 1981;
Grainger et al. 2008). Namun, penggunaan antibiotik sebagai feed additif
memiliki efek negatif terhadap ternak (Jayanegara 2009). Oleh karena itu
diperlukan senyawa alami yang dapat menggantikan antibiotik untuk
mereduksi gas metana.
Tanaman asal tropis merupakan tanaman yang tinggi akan kandungan
senyawa metabolit sekunder seperti polifenol (tanin) dan saponin. Tanin
adalah suatu senyawa polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit
dan kelat, yang bereaksi dengan dan menggumpalkan protein, atau berbagai
senyawa organik lainnya termasuk asam amino dan alkaloid. Tanin adalah
senyawa polifenolik larut dalam air yang merupakan anti nutrisi bagi
ruminansia dengan membentuk kompleks dengan protein (Goel et al.,
2005). Menurut Patra (2010) tanin memiliki berat molekul relatif yang
tinggi dan mampu membentuk kompleks dengan protein karena adanya
sejumlah gugus hidroksil fenolik. Tanin terdapat pada buah-buahan, legume
dan semak, serealia dan biji-bijian. Saponin merupakan glikosida steroid
atau triterpenoid yang banyak terdapat pada tanaman. Saponin memiliki
kemampuan untuk membentuk senyawa stabil yaitu seperti busa sabun
dalam larutan air. Saponin terdiri atas gula yang biasanya mengandung
glukosa, galaktosa, asam glukoronat, xylosa, rhamnosa atau methylpentosa
yang berikatan membentuk glikosida dengan hydrophobic aglycone
2
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat
Waktu Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari tepung daun
Mahoni (Swietenia mahagoni) sebagai tanaman sumber tanin terkondensasi,
daun Harendong (Clidemia hirta) sebagai tanaman sumber tanin
terhidrolisis dan buah lerak (Sapindus rarak) sebagai tanaman tinggi
saponin, metanol, aseton, H2SO4, folin, aquades, cairan rumen, vaselin,
larutan buffer, asam borat, asam sulfat, vanillin etanol, tepung rumput
Brachiaria humidicola dan Indigofera sp.
Metode Penelitian
Penelitian Tahap 1
menit pada 3000 gravitasi dan suhu 40C. Supernatan yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain. Sisa substrat yang ada kemudian
ditambahkan sebanyak 5 ml larutan sesuai perlakuan dan diproses sesuai
prosedur sebelumnya. Analisa tanin menggunakan metode Makkar (2003)
dan dikalibrasi dengan menggunakan larutan standart 0.1 mgml-1 tanin acid
(Merck). Total fenol dan total tanin diukur dengan metode Makkar (2003)
yang sudah dimodifikasi Folin-Ciocalteu menggunakan polyvinyl-
polypyrrlidone (PVPP) untuk memisahkan phenol tanin dari NTP kemudian
dibaca menggunakan UV-Vis spektrofotometer (UV-vis spectrophotometer,
U-1800, 5930482, High Technology Corporation, Tokyo, Japan) dengan
panjang gelombang 724 nm.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan analisis Sidik Ragam
ANOVA menggunakan SPSS 16.0. Apabila berbeda nyata maka akan
dilanjutkan dengan Uji Duncan (Steel and Torrie 1993). Data yang outlier
dikeluarkan berdasarkan justifikasi statistik agar sebaran data normal.
dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3
ulangan.
6
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan aktivitas tanin dan saponin ke-
i dan ulangan ke- j
μ = nilai tengah umum
i = banyaknya perlakuan ( A, B, C dan D )
j = banyaknya ulangan ( 1, 2, 3, dan 4 )
τi = pengaruh perlakuan ke- i
εij = pengaruh sisa dari percobaan
Penelitian Tahap 2
Inkubasi in vitro
Sampel diinkubasi in vitro berdasarkan metode Theodorou et al
(1994). Substrat dimasukkan kedalam botol inkubasi sebanyak 1000 mg.
Hasil ekstrak tanin dan saponin ditambahkan sebanyak 0.5 ml, 1 ml dan 2
ml (0.5 mg, 1 mg, 2 mg) sesuai perlakuan. Inkubasi in vitro menggunakan
cairan rumen dan larutan buffer. Cairan rumen diambil pada pagi hari dari
sapi Friesian Holstein sebelum diberi makan dengan metode stomach tube.
Setelah dikoleksi, cairan rumen dibawa ke laboratorium ditambahkan pada
buffer tereduksi. Larutan rumen-buffer dialirkan gas CO2 selama proses
sebelum sebelum dimasukkan ke dalam tabung untuk menjamin kondisi
anaerob dalam reaksi. Larutan buffer-rumen dimasukan ke dalam masing-
masing botol inkubasi sebanyak 100 ml dan langsung ditutup rapat dengan
tutup karet. Setiap botol in vitro dimasukkan ke dalam water bath (Lab
master, Anax-Pty, Limited) bersuhu 39oC dan diinkubasi selama 48 jam.
7
Pengukuran Metana
Pengukuran gas metana dilakukan dengan metode Fievez et al.
(2005). Gas total yang diperoleh pada syringe (Sigma-Aldrich Z314382-
1EA, Poulten & Graf GmbH Wertheim, Germany) kemudian, gas dialirkan
ke dalam selang sistem konektor T yang terhubung dengan larutan NaOH 5
N dan syringe pengukur metana. CO2 terikat oleh larutan NaOH 5 N dan
metana mengalir ke syringe ke 2. Volume syringe menunjukkan nilai total
metana.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis statistik dengan analisis Sidik Ragam
ANOVA menggunakan SPSS 16.0. Data yang berbeda nyata diuji lanjut
dengan Uji Duncan (Steel and Torrie 1993). Data outlier dikeluarkan
berdasarkan justifikasi statistik agar sebaran data normal. Percobaan
dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4
kelompok sebagai ulangan. Kelompok merupakan perbedaan antar inkubasi
(cairan rumen).
Model matematika dari rancangan yang digunakan sebagai berikut :
Yij = µ + Ki + Pj + єij
Keterangan:
Yij : Pengamatan Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
i = 1, 2, 3,…………,k
j = 1, 2, 3,…………,p
µ : Rataan Umum
Ki : Pengaruh Kelompok ke-i
Pj : Pengaruh Perlakuan ke-j dan
Єij : Galat Kelompok ke-i dan Perlakuan ke-j
Tabel 2 Kandungan total fenol dan total tanin dari daun mahoni (Swietenia
mahagoni) menggunakan komposisi pelarut yang berbeda dalam
ekstraksinya (n=3)
Tabel 3 Kandungan total fenol dan total tanin dari daun harendong
(Clidemia hirta) menggunakan komposisi pelarut yang berbeda
dalam ekstraksinya (n=3)
penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan oleh Skhirtladze et al. (2011)
dengan menggunakan 80% metanol pada tanaman yucca.
Hal ini dikarenakan struktur saponin dan bahan yang digunakan
berbeda. Oleh karena itu pelarut-pelarut tersebut digunakan untuk
mengekstrak kandungan polifenol/tanin atau saponin dari mahoni,
harendong dan lerak. Efek ekstrak tanaman yang tertinggi tersebut
digunakan pada tahapan penelitian selanjutnya yaitu sistem fermentasi
rumen in vitro. Jenis tanin yang terdapat dalam daun harendong adalah jenis
tanin terhidrolisis atau hydrolysable tannin (Jayanegara et al. 2011) yang
dapat menyebabkan toksisitas dan bahkan kematian pada ternak (Makkar et
al. 2007), maka dalam proses ekstraksi selanjutnya hanya daun mahoni yang
digunakan dalam uji in vitro. Jenis tanin yang terdapat dalam daun mahoni
adalah jenis tanin terkondensasi atau condensed tannin yang relatif aman
dikonsumsi oleh ternak.
200.00
180.00
160.00
140.00 R1
R2
Total gas(ml)
120.00
100.00 R3
80.00
R4
R5
60.00
R6
40.00
R7
20.00
0.00
0 10 20 30 40 50 60
Waktu inkubasi (jam)
Gambar 1 Kinetika produksi total gas (ml) in vitro dari substrat yang ditambahkan
ekstrak tanin dan/atau saponin ; R1: Substrat, R2: Substrat + ekstrak tanin 0.5
mgml-1 cairan rumen, R3: Substrat + ekstrak tanin 1 mgml-1 cairan rumen,
R4: Substrat + ekstrak saponin 0.5 mgml-1 cairan rumen, R5: Substrat +
ekstrak saponin 1 mgml-1 cairan rumen, R6: Substrat + ekstrak tanin 0.5
mgml-1 + ekstrak saponin 0.5 mgml-1, R7: Substrat + ekstrak tanin 1 mgml-1 +
ekstrak saponin 1 mgml-1.
15
juga melaporkan hal serupa bahwa meningkatnya produksi gas oleh ekstrak
tanaman yang mengandung saponin disebabkan oleh meningkatnya gula
mudah larut dari ekstrak tanaman iniMetana merupakan hasil dari
fermentasi oleh mikroba rumen terhadap komponen pakan. Kinetika
produksi gas metana pada gambar 3 mengikuti pola kinetika produksi total
gas pada gambar 1. Gas metana yang terbentuk semakin banyak dengan
semakin lamanya waktu inkubasi, namun dengan kecepatan gas metana
yang terbentuk semakin berkurang. Satuan yang lebih relevan dalam
mempresentasikan hasil mengenai upaya mitigasi gas metana adalah
konsentrasi secara relatif terhadap total produksi gas, adalah dalam satuan
%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa supplementasi tanin dan atau
saponin cenderung berpengaruh nyata (P<0.1) terhadap menurunkan
konsentrasi gas metana. Kinetika konsentrasi gas metana (%) dalam total
gas ditampilkan pada Gambar 2. Secara umum pada semua perlakuan tidak
memberikan efek peningkatan konsentrasi gas metana pada awal inkubasi,
kemudian mulai menurun pada jam ke-8, dan stabil pada jam ke-24 hingga
jam ke-48. Hal ini diduga terjadi karena pada awal inkubasi metana yang
dihasilkan merupakan hasil fermentasi substrat dan buffering larutan buffer
diperkirakan sudah berhenti pada jam ke-8 sehingga inkubasi setelahnya
murni fermentasi substrat.
45.00
40.00
35.00
R1
30.00
R2
CH4 (ml)
25.00
R3
20.00
R4
15.00
R5
10.00
R6
5.00
R7
0.00
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54
Waktu inkubasi (jam)
Gambar 2 Kinetika produksi gas metana (ml) in vitro dari substrat yang ditambahkan
ekstrak tanin dan/atau saponin; R1: Substrat, R2: Substrat + ekstrak tanin 0.5
mgml-1 cairan rumen, R3: Substrat + ekstrak tanin 1 mgml-1 cairan rumen,
R4: Substrat + ekstrak saponin 0.5 mgml-1 cairan rumen, R5: Substrat +
ekstrak saponin 1 mgml-1 cairan rumen, R6: Substrat + ekstrak tanin 0.5
mgml-1 + ekstrak saponin 0.5 mgml-1, R7: Substrat + ekstrak tanin 1 mgml-1 +
ekstrak saponin 1 mgml-1.
al. 2008). Hal serupa juga dapat dipengaruhi oleh keadaan biologis atau pH
rumen pada saat terjadi fermentasi.
35.00
30.00 R1
CH4(% total gas)
R2
R3
25.00
R4
R5
20.00 R6
R7
15.00
0 10 20 30 40 50
Periode inkubasi (jam)
Gambar 3 Kinetika konsentrasi gas metana dalam total gas (%) in vitro dari substrat
yang ditambahkan ekstrak tanin dan/atau saponin; R1: Substrat, R2: Substrat
+ ekstrak tanin 0,5 mgml-1 cairan rumen, R3: Substrat + ekstrak tanin 1 mgml-
1
cairan rumen, R4: Substrat + ekstrak saponin 0,5 mgml -1 cairan rumen, R5:
Substrat + ekstrak saponin 1 mgml-1 cairan rumen, R6: Substrat + ekstrak
tanin 0,5 mgml-1 + ekstrak saponin 0,5 mgml-1, R7: Substrat + ekstrak tanin 1
mgml-1 + ekstrak saponin 1 mgml-1.
Mikroba Rumen
Populasi bakteri dan protozoa dari fermentasi rumen in vitro pada
masing-masing perlakuan bila dilihat secara trendline cenderung dapat
menurun seperti terlihat pada Tabel 6 yang secara statistik tidak berbeda
nyata (P>0.05). Meskipun pemberian ektraksi tanin dan atau saponin pada
perlakuan tidak memberikan pengaruh secara nyata pada populasi bakteri
(P>0.05) dan cenderung menurunkan populasi protozoa (P>0.1). Pada tanin
dapat terlihat bahwa pemberian ekstrak tanin secara numerik terjadi
penurunan bakteri sebesar 2.22% dan 0.95% (R2-R3). Pada saponin terjadi
penurunan bakteri sebesar 1.67% dan 2.40% (R3-R4). Pada kombinasi
ekstrak tanin dan saponin terjadi penurunan sebesar 2.23% dan 2.17% (R6-
R7). McSweeney et al. (2001) melaporkan bahwa tanin menghambat
pertumbuhan bakteri sellulolitik dan bakteri proteolitik. Hal ini terjadi
karena tanin langsung menghambat pada pertumbuhan bakteri metanogen.
Tanin berperan sebagai antimetanogenik sehingga berdampak langsung
pada metanogen cerna rumen dan efek tidak langsung pada produksi
hidrogen akibat penurunan kualitas pakan yang lebih rendah. Hal ini
berbeda dengan dengan penelitian ini, hal ini disebabkan oleh jenis tanin
yang digunakan oleh penelitian ini adalah tanin terkondensasi dari daun
mahoni sementara pada Mcsweeny et al. (2001) adalah tanin hidrolisis.
Pada saponin dapat terlihat bahwa pemberian ekstrak saponin diindikasikan
tidak menurunkan bakteri (R4-R5). Hal ini dapat disebabkan karena
protozoa memakan bakteri, terutama bakteri amilolitik karena protozoa
21
Produksi Amonia
Kadar amonia diperoleh dari hasil fermentasi protein dalam pakan.
Protein dalam pakan yang masuk ke dalam rumen akan didegradasi dan
difermentasi menjadi oligopeptida, asam amino, asam lemak bercabang dan
menjadi amonia. Kecepatan deaminasi biasanya lebih lambat daripada
kecepatan pada proses proteolisis, oleh karena itu terdapat konsentrasi asam-
asam amino dan peptida yang lebih besar setelah makan, kemudian diikuti
oleh konsentrasi amonia sekitar 3 jam setelah makan. Hasil utama degradasi
asam amino adalah asam lemak bercabang dan amonia. Amonia yang
dibebaskan dimanfaatkan oleh mikroba untuk pertumbuhannya dan
membentuk protein tubuh. Kandungan amonia atau N-NH3 rumen
merupakan pencerminan dari aktivitas degradasi protein pakan dan
endogenous protein oleh mikroba rumen melalui mekanisme keseimbangan
N dari tubuh ternak. Pengaruh tanin dan saponin terhadap produksi amonia
ditunjukkan pada Tabel 6.
Penambahan ektrak tanin dan atau saponin secara tunggal maupun
kombinasi pada perlakuan tidak berbeda secara nyata (P>0.05) menurunkan
kandungan N-NH3. Amonia merupakan sumber nitrogen utama bagi
mikroba rumen karena amonia yang dibebaskan dalam rumen sebagian
dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein mikroba (Arora 1989).
Sekitar 3.5-14 mM amonia (NH3) digunakan oleh mikroba rumen sebagai
sumber N untuk proses sintesis selnya. Sementara McDonald et al. (2002)
menyatakan bahwa konsentrasi NH3 yang optimum untuk menunjang
sintesis protein mikroba dalam cairan rumen sangat bervariasi, berkisar
antara 6-21 mM. Konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan pada perlakuan
penambahan ekstrak tanin dan/saponin berkisar 24.92 hingga 30.89 mM
yang ditunjukkan pada Tabel 6 dan nilai tersebut masih optimal untuk
pertumbuhan mikroba rumen. Hal ini belum menunjukkan efek negatif
terhadap amonia walaupun secara numerik menurunkan sebesar 11.37-
22
Hal ini sesuai dengan pendapat Meissner et al. (1993), bahwa fermentasi
pakan yang mengandung tanin di dalam rumen menghasilkan konsentrasi
amonia yang lebih rendah dibandingkan dengan pakan yang tidak
mengandung tanin.
Penurunan konsentrasi amonia disebabkan oleh tanin ekstrak daun
mahoni membentuk kompleks dengan protein Brachiaria humidicola,
Indigofera sp. dan menjadikan senyawa kompleks tanin-protein tersebut
tidak mudah larut sehingga menurunkan degradabilitasnya. Menurut Utomo
(2005), adanya kompleks protein-tanin di dalam rumen menyebabkan
bakteri kesulitan mendegradasi protein menjadi amonia, yang dibutuhkan
untuk sintesis protein mikroba, sehingga kecernaan protein dalam rumen
menurun. Sementara penambahan ekstrak saponin secara tunggal (R4-R5)
maupun kombinasi (R6-R7) tidak memberikan pengaruh berbeda nyata
(P>0.05) dalam menurunkan konsentrasi amonia, namun secara kuantitas
diindikasikan dapat menurunkan nilai amonia dibandingkan kontrol (R1).
Hal ini disebabkan karena beberapa saponin menyebabkan penurunan
konsentrasi amonia di rumen (Lu and Jorgensen 1987; Lu et al. 1987;
Makkar et al. 1998). Saponin menurunkan protozoa karena protein rendah.
Pemberian saponin dapat menekan produksi amonia pada inkubasi 48 jam.
Hal ini mengindikasikan bahwa pada awal jam fermentasi, degradasi protein
pakan terjadi tanpa adanya penundaan dan juga tidak adanya inhibasi
aktivitas deaminasi pada saponin (Koening et al. 2000). Penurunan pada
produksi amonia pada fermentasi akhir seharusnya lebih kepada perbedaan
komposisi mikroba sebagai hasil defaunasi. Komunitas mikroba dengan
hadirnya level tinggi metabolit sekunder saponin mengurangi banyak
protozoa, dan oleh karena itu selama protozoa lisis pada fermentasi tahap
selanjutnya, kurangnya memproduksi amonia karena protozoa
menyumbang 10-40% total rumen nitrogen (Van Soest 1994).
Kecernaan
Simpulan
Ektraksi tanin dan saponin dari tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis
maupun komposisi pelarut yang digunakan untuk mengekstraknya. Pelarut
yang optimal untuk ekstraksi tanin terkondensasi dari daun mahoni adalah
25% air + 75% metanol, sedangkan untuk ekstraksi tanin terhidrolisis dari
daun harendong adalah 25% air + 75% aseton. Pelarut yang optimal untuk
ekstraksi saponin dari buah lerak adalah 100% metanol. Pemberian tanin
dan saponin secara bersamaan sebanyak 1 mg/ml larutan inkubasi in vitro
mampu menurunkan metana sebesar 17% tanpa mengurangi tingkat
kecernaan pakan 60% dan amonia 25.50 mM serta bertindak sebagai agen
defaunasi.
.
27
Saran
Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan observasi lebih lanjut
mengenai proporsi optimal dari masing-masing ekstrak dalam menurunkan
emisi gas metana (di dalam penelitian ini proporsi ekstrak tanin dan saponin
yang diujikan hanya tunggal, yakni 1:1 w/w). Perlu juga diuji lebih lanjut
mengenai efek asosiatif tersebut pada kondisi substrat yang berbeda, yakni
tinggi hijauan atau tinggi konsentrat, mengingat proses pemberian pakan
ternak pada tataran aplikatifnya dapat berbasis salah satu di antara kedua
pemberian pakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Wang CJ, Wang SP, Zhou H. 2009. Influences of flavomycin, ropadiar, and
saponin on nutrient digestibility, rumen fermentation, and methane
emission from sheep. Anim Feed Sci Technol. 148: 157–166.
Widyobroto BP, Budhi SP , Agus A. 2007. Pengaruh aras undegraded
protein dan energi terhadap kinetik fermentasi rumen dan sintesis
protein mikrobia pada sapi perah. Jurnal Pengembangan Peternakan
Tropis (Journal of the Indonesia Tropical Animal Agriculture) 32
(3): 194-200.
Wina E, Susana IWR, Tangendjaja B. 2010. Biological activity of tannins
from Acacia mangium bark extracted by different solvents. Med.
Pet.103-107.
Wina E, Muetzel S, Hoffman E, Makkar HPS, Becker K. 2005. Saponins
containing metanol extract of Sapindus rarak affect microbial
fermentation, microbial activity and microbial community structure
in vitro. Anim Feed Sci Technol. 121: 159–174.
Wina E, Muetzel S, Becker K. 2006. The dynamics of major fibrolytic
microbes and enzyme activity in the rumen in response to short and
long term feeding of Sapindus rarak Saponins. J Appl Microbiol. 100:
114-122.
33
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP