Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

EWING SARKOMA

Oleh :
Andika Firmantara
FAA 115 013

Fasilitator :
dr. Dewi Klarita Furtuna, M. Ked. Klin, Sp.MK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Pada tahun 1921, James Ewing mendeskripsikan sarkoma sel kecil pada
tulang. Sarkoma tersebut kini menyandang namanya, sarkoma Ewing. Sarkoma
Ewing adalah neoplasma ganas yang terdiri dari sel kecil bulat yang tidak membentuk
matriks.3 Namun, studi terkini menunjukkan bahwa tumor Ewing kemungkinan
berasal dari sel neuro-ektodermal dengan berbagai variasi derajat diferensiasi dari sel
primitif jaringan neural. Secara klinis, tumor ini memiliki karakter yang agresif
dengan ciri pertumbuhan yang cepat dan kemungkinan yang tinggi terjadinya
mikrometastasis.1
Sarkoma Ewing yang berasal dari tulang daerah wajah dan leher adalah hal
yang tidak umum terjadi. Ketika terjadi di rahang, maka angka kejadian pada
mandibula lebih sering daripada maksila. Pembengkakan, nyeri, leukositosis dan
demam adalah beberapa gejala Sarkoma Ewing, tetapi hal ini juga menyerupai gejala
dari suatu infeksi odontogen.2
Meskipun angka kejadiannya jarang akan tetapi sarkoma Ewing menyerang
usia muda dan dahulu memiliki prognosis yang buruk, sampai dikembangkan tata
laksana dalam beberapa dekade terakhir. Sarkoma Ewing adalah penyakit sistemik,
dengan sebagian besar pasien telah mengalami mikrometastasis saat diagnosis. Pada
pengamatan-pengamatan terdahulu bahwa pasien-pasien dengan sarkoma Ewing
berakhir dengan buruk bila ditatalaksana dengan radiasi atau amputasi tumor primer
saja. Kemoterapi memberikan perbaikan angka survival karena kemampuannya
mengendalikan mikrometastasis. Perbaikan protokol kemoterapi memberikan hasil
yang lebih baik dari beberapa dekade yang lalu. Kontrol lokal dilakukan dengan
reseksi tumor primer dan atau radioterapi.3
Perawatan yang sesuai untuk Sarkoma Ewing adalah eksisi bedah dari tumor
yang dilaksanakan bersama dengan radioterapi dan kemoterapi. Karena tinggi angka
kejadian rekurensi (20%) dari perawatan terapi saja, maka eksisi bedah radikal harus
dilakukan untuk meningkatkan kontrol lokal di saat memungkinkan. Hal ini berlaku
sama terhadap mandibula, karena teknik rekonstruksi saat ini dapat membantu
memperbaiki estetik dan kecacatan fungsional pada pasien. Radioterapi harus
dilakukan sebagai terapi neoadjuvan atau pada kondisi tumor radiosensitif primer
yang tidak dapat dilakukan reseksi. Kemoterapi juga harus dilakukan untuk menjaga
serta mencegah sekaligus merawat metastasis dari tumor. Gabungan dari bedah,
radioterapi, dan kemoterapi dapat secara signifikan meningkatkan rasio survival 5
tahun hingga kini dari 40% dapat mencapai 75%.4
Faktor utama dari prognosis meliputi lokasi tumor dan volumenya, serta ada
tidaknya metastasis. Tumor yang muncul pada tulang rahang memiliki prognosis yang
lebih baik daripada yang tumbuh pada tulang panjang. Anak dengan usia yang lebih
muda memiliki survival yang lebih baik daripada remaja yang lebih besar dan dewasa
muda. Gejala klinis seperti gejala sistemik (demam, anemia), tingginya kecepatan
sedimentasi eritrosit, trombositosis dan meningkatnya serum laktat dehidrogenase
biasanya memiliki prognosis yang buruk. Kenaikan serum laktat dehidrogenase
sebelum perawatan memiliki korelasi dengan adanya penyakit metastasis dan survival
yang lebih rendah terhadap kebebasan tanpa penyakit.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi, Epidemiologi, dan Etiologi


Sarkoma Ewing adalah suatu tumor ganas jaringan mesenkimal yang tersusun
atas sel bulat, kecil yang berasal dari jaringan neuro-ektodermal dimana dapat
ditemukan pada tulang dan jaringan lunak.1-4 Lokasi utama meliputi ekstremitas
bawah (41%), ekstremitas atas (9%), dinding dada (16%), pelvis (26%), tulang
belakang (6%), dan tulang tengkorak dan wajah (2%).3 Tulang wajah memiliki
angka kejadian yang jarang, dan tulang mandibula merupakan tulang yang paling
umum terkena. Sekitar 90% kasus yang dilaporkan terjadi pada mandibula sebagai
lesi primernya dan 10%nya telah bermetastasis. Angka kejadiannya lebih banyak
pada pasien di bawah usia 20 tahun (80%). Puncak angka kejadian berada pada usia
remaja (50%). Sarkoma Ewing tidak pernah terjadi pada individu berkulit hitam.
Berdasar jenis kelamin, laki-laki muda lebih sering daripada wanita muda dengan
rasio 1,4:1.5
Data dari Amerika Serikat menunjukkan rentangan 0,3 kasus per satu juta
pada anak di bawah 3 tahun sampai 4,6 kasus per satu juta pada remaja usia 15 – 19
tahun. Menurut registrasi tumor tulang Jepang, sarkoma Ewing adalah sarkoma
tulang tersering ketiga setelah osteosarkoma dan chondrosarkoma. Pada pasien di
bawah 20 tahun sarkoma Ewing merupakan sarkoma tersering setelah
osteosarkoma. Data dari register subdivisi Onkologi Orthopedi FKUI-RSCM tahun
1995 – 2008 mencatat rata-rata 2 kasus baru setiap tahunnya atau rata-rata 3% dari
seluruh kasus tumor muskuloskeletal tiap tahun.3
Sebenarnya, penyebab sarkoma Ewing masih diperdebatkan, terutama
mengenai sel-sel yang menjadi asal muasalnya. Sarkoma Ewing terkait dengan
translokasi kromosom spesifik yang kemudian membentuk gen gabungan/fusi yang
mengkode protein-protein. Gabungan gen terdiri dari domain transaktivasi EWS dan
domain pengikat DNA yang merupakan salah satu dari keluarga faktor transkripsi
yakni FLI1, ERG, ETV1, ETV4 dan FEV. Lebih dari 85% sarkoma Ewing terkait
dengan translokasi kromosom t(11;22) (q24;q12) yang menghasilkan gen gabungan
EWS-FLI-1. Protein yang dihasilkan bersifat sebagai faktor transkripsi aberan yang
menderegulasi program ekspresi gen sel-sel target, sehingga menampakkan fenotip
neuroektodermal primitif. Ekspresi gen gabungan ini yang diyakini berperan kunci
dalam patogenesis sarkoma Ewing. Sebuah studi menunjukkan gen gabungan EWS-
FLI-1 memiliki ekspresi yang stabil pada sel-sel punca mesenkim, yang dapat
menjadi petunjuk patogenesis lebih lanjut dari sarkoma Ewing dan bisa
menunjukkan sel-sel yang menjadi asal muasal. Walaupun terjadi translokasi
kromosom, penyakit ini tidak diturunkan dari orang tua kepada anaknya.1,2,3,6,7

B. Staging Sarkoma Ewing


Enneking dkk. menciptakan sistem staging untuk tumor muskuloskeletal untuk
membantu pembuatan keputusan dalam tata laksana. Sistem ini berdasarkan derajat
keganansan (grade) histologik tumor, perluasan lokal, dan keberadaan metastasis.
Grading neoplasma tergantung selularitas lesi dan gambaran sitologis dari sel-sel
neoplasma. Neoplasma low grade memiliki gambaran menyerupai sel-sel asal.
Neoplasma high grade memiliki sel-sel ganas yang yang tidak terdiferensiasi
sehingga sulit diidentifikasi sel-sel asalnya. Sebagian besar tumor tulang
digradasikan dari 1 sampai 4.3
Grading neoplasma memerlukan variasi morfologik. Sarkoma Ewing memiliki
sedikit variasi dari tumor ke tumor, sehingga tidak ada cara yang praktis untuk
melakukan grading. Sarkoma Ewing digolongkan sebagai highgrade. Tumor-tumor
dianggap terjadi di kompartemen anatomi. Sarkoma yang terkurung dalam tulang
adalah intrakompartemen, bila meluas ke jaringan lunak maka digolongkan ekstra-
kompartemen.3
Grading histologis dan deskripsi anatomis tumor digabungkan untuk
mendefinisikan stage pada Sarkoma Ewing:3
 Stage IA—low-grade, intrakompartemen
 stage IB—low-grade, ekstrakompartemen
 stage IIA—high-grade, intrakompartemen
 stage IIB— high-grade, ekstrakompartemen
 stage III dengan metastasis
Lesi high-grade seperti sarkoma Ewing termasuk pada stage II. Kebanyakan
pasien dengan sarkoma Ewing jatuh pada stage IIB atau III akibat perluasan di luar
kompartemen anatomik atau metastasis. Seperti telah disebut pencitraan untuk
staging adalah CT scan thorak dan bone scan.3
C. Manifestasi Klinis & Sistemik
Manifestasi klinis sarkoma Ewing dapat berupa manifestasi local maupun
sistemik. Manifestasi lokal meliputi : nyeri dan bengkak pada daerah tulang yang
terlibat dan umumnya bertumbuh dengan cepat.1,5 Massa tulang dan jaringan lunak
didaerah sekitar tumor sering dan bisa teraba fluktuasi dan terlihat eritema yang
berasal dari perdarahan dalam tumor. Selain itu terjadi pembesaran nodus limfatikus
terdekat.5
Manifestasi sistemik biasanya meliputi : ciri umum dari inflamasi yakni
demam, nyeri, parestesia, anemia, peningkatan laju endap darah (LED), peningkatan
serum laktat dihidrogenase (LDH) dan leukositosis. Riwayat demam biasanya tidak
konsisten dan nyeri bervariasi mulai dari sedang hingga sangat berat dan seringkali
terus menerus serta lebih berat di saat malam hari. Nyeri pada bagian tulang lain
dapat menjadi indikasi paling awal kemungkinan terjadinya metastasis.3,4,5

Gambar 1. Gambaran klinis dari Sarkoma Ewing pada mandibula, tampak benjolan
yang mendesak gigi geligi dari lengkung normal.1

D. Pemeriksaan Penunjang
Tes dan prosedur diagnostik berikut ini harus dilakukan pada semua pasien
yang dicurigai Ewing Sarkoma, antara lain:1-10
1) Pemeriksaan darah:
a) Pemeriksaan darah rutin
b) Transaminase serum hepar
c) Alkali fosfatase
d) Laju Endap Darah (LED)
e) Laktat dehidrogenase (LDH)
Kenaikan kadar enzim ini berhubungan dengan adanya atau
berkembangnya metastase

2) Pemeriksaan radiologis:
a) Foto rontgen :
Gambaran radiologis sarkoma Ewing: tampak lesi destruktif
yang bersifat infiltratif yang berawal di medulla; pada foto terlihat
sebagai daerah-daerah radiolusen. Tumor cepat merusak korteks dan
tampak reaksi periosteal. Kadang-kadang reaksi periostealnya tampak
sebagai garis-garis yang berlapis-lapis menyerupai kulit bawang dan
dikenal sebagai onion skin appearance. Gambaran ini pernah dianggap
patognomonis untuk tumor ini, tetapi biasa dijumpai pada lesi tulang
lain. Tumor dapat meluas sampai ke jaringan lunak dengan garis-garis
osifikasi yang berjalan radier disertai dengan reaksi periosteal tulang
yang memberikan gambaran yang disebut sunray appearance.
Interpretasi radiologis pada Sarkoma Ewing di mandibula dapat
memiliki diagnosis banding antara lain: Sarkoma osteogenik,
neuroblastoma, limfosarkoma, histiositosis X, rhabdomyosarkoma,
osteomyelitis dan carcinoma metastatik.

Gambar 2. Gambaran Radiologis Sarkoma Ewing pada mandibula, tampak adanya


“sun ray” appereance yang merupakan pertumbuhan tulang dari mandibula.5
Gambar 3. Gambaran
Radiologis Sarkoma Ewing
pada ekstremitas bawah.
Tampak adanya tampilan
“moth eaten” pada gambar
A dan gambaran khas
“Onion skin” pada gambar
B yang merupakan ciri khas
dari Sarkoma Ewing.3

b) CT scan:
Pada daerah yang dicurigai neoplasma (misal : pelvis,
ekstremitas, kepala) dan penting untuk mencatat besar dan lokasi masa
dan hubungannya dengan struktur sekitarnya dan adanya metastase
pulmoner. Bila ada gejala neurologis, CT scan kepala juga sebaiknya
dilakukan.

Gambar 4. Gambaran CT scan potongan potongan transversal dan sagital pada pasien
Sarkoma Ewing. Tampak adanya benjolan pada berukuran besar pada tulang maksilla
yang melibatkan zygoma dan rongga nasal.8

3) Pemeriksaan invasif:
a) Biopsi dan aspirasi sumsum tulang. Aspirasi dan biopsi sampel
sumsum tulang pada jarak tertentu dari tumor dilakukan untuk
menyingkirkan adanya metastase.
b) Biopsi insisi atau biopsi aspirasi dengan jarum pada massa tumor
sangat penting untuk mendiagnosis Sarkoma Ewing. Jika terdapat
jaringan lunak, biopsi pada daerah ini biasanya lebih memungkinkan.
Massa tumor terlihat seperti lapisan-lapisan sel bulat,
menyerupai limfosit tetapi lebih besar. Sel-sel mitotik jarang dijumpai,
stroma intercelullar berjumlah sedikit dan sebagian besar dari massa
tumor bisa jadi mengalami nekrotik. Sel-sel tumor terletak di tengah-
tengah area dan membentuk rosette, seperti rosette Homer-Wright, hal
yang spesifik untuk neuroblastoma.

Gambar 5. Gambaran histopatologis pada Sarkoma Ewing. Tampak gambaran sel berdiferensiasi
buruk bentuk bulat monomorfik dengan inti sel bulat hingga oval.3,5

E. Diagnosis
Perkembangan terakhir dari mikroskop, sitogenetik immunohistokimia dan
teknik genetik molekuler telah meningkatkan keakuratan dari diagnosis banding
Sarkoma Ewing. Penggunaan imunohistokimia dan sitogenetik dapat membantu
dalam diagnosis dari tumor ini. Secara umum sel-sel tumor Sarkoma Ewing positif
terhadap Vimentin dan CD99 dan negatif pada penanda sel saraf, skeletal, vaskular
dan sel limfoid.1,3,5
Pada studi akhir-akhir ini menunjukkan bahwa antigen Mic2 sangat sensitif
pada produksi gen Mic2 (CD99) untuk semua kelompok tumor Sarkoma Ewing
dengan lebih dari 95% dari kasus-kasus yang dilaporkan menunjukkan nilai yang
positif untuk penanda ini. Bahkan, ekspresi dari protein CD99 tidak hanya konklusif
untuk Sarkoma Ewing karena sel tumor bulat yang lain seperti karsinoma sel
Merkel, osteosarkoma sel kecil, limfoma T-limfoblastik dan sarkoma sinovial yang
berdiferensiasi buruk dapat memberikan ekspresi terhadap penanda ini.1,3,5

F. Penatalaksanaan
Tata laksana Sarkoma Ewing memerlukan kemoterapi sistemik digabungkan
dengan pembedahan atau radioterapi atau keduanya untuk kontrol lokal tumor.
Dengan penggunaan regimen terapi multimodal termasuk kombinasi kemoterapi,
pembedahan, dan radioterapi, angka kesembuhan 50% atau lebih dapat dicapai.
Secara umum pasien mendapatkan kemoterapi sebelum tindakan untuk kontrol
lokal. Pada pasien yang menjalani pembedahan, margin bedah dan respon histologik
perlu dipertimbangkan dalam tata laksana pasca bedah.1,2,3

 Kemoterapi
Dasar kemoterapi kombinasi untuk sarkoma Ewing dimulai tahun 1974
ketika Rosen et al dari Memorial Sloan-Kettering Cancer Center
memperkenalkan kombinasi vincristine, actinomycin dan doxorubicin
(VACD) yang memberikan survival jangka panjang pada 12 pasien sarkoma
Ewing. Sekarang ini kemoterapi untuk sarkoma Ewing selalu melibatkan
vincristine, doxorubicin, ifosfamide, dan etoposide.1,5,9
Protokol kemoterapi di Amerika Serikat secara umum menggunakan
vincristine, cyclophosphamide, dan doxorubicin kemudian digilirkan dengan
ifosfamide/ etoposide. Protokol Eropa secara umum mengabungkan
vincristine, doxorubicin dan alkylating agent dengan atau tanpa etoposide
dalam satu siklus. Durasi kemoterapi primer berkisar antara 6 bulan sampai 1
tahun.1
Seperti halnya protokol-protokol kemoterapi lain, protokol kemoterapi
untuk sarkoma Ewing terus diuji coba untuk intensifikasi. Asumsi dari
intensifikasi adalah bahwa kemoterapi memiliki kurva respon-dosis, sehingga
memberikan terapi lebih banyak akan membunuh lebih banyak sel tumor,
sehingga meningkatkan kemungkinan tata laksana yang sukses. Intensifikasi
didukung oleh kemajuan modalitas suportif, salah satunya adalah identifikasi
sitokin seperti granulocyte colony-stimulating factor (G-CSF) yang akan
mempercepat penyembuhan neutrofil.3
 Kontrol lokal
Tata laksana untuk sarkoma Ewing menyeimbangkan agresivitas terapi
untuk memaksimalkan kontrol lokal dengan meminimalisasi morbiditas.
Kontrol lokal sarkoma Ewing dapat dilakukan dengan radioterapi dan atau
pembedahan.1-8 Pasien yang menerima radioterapi sebagai satu-satunya
modalitas (radioterapi definitif) terapi umumnya adalah pasien-pasien yang
sudah memiliki faktor prognosis buruk seperti ukuran tumor yang besar
dengan lokasi yang sulit sehingga radioterapi sulit dilakukan dan pembedahan
tidak mungkin dilakukan.3
Untuk mengontrol sarkoma Ewing diperlukan dosis radiasi di atas 40
Gy, penggunaan dosis yang lebih rendah akan memberikan rekurensi lokal
yang cukup besar. Radioterapi definitif menggunakan dosis antara 55 dan 60
Gy. Bila pembedahan dilakukan sebelum atau sesudah radioterapi maka dosis
yang diberikan adalah antara 45 dan 55 Gy. Dosis ini diberikan dalam
fraksinasi harian 1,8-2 Gy, hiperfraksinasi diberikan dua kali sehari sebesar
1,6 Gy.1,3,5,10
Kontrol lokal kombinasi lebih dipilih karena menunjukkan
berkurangnya rekurensi lokal (<10%) dan meningkatkan survival secara
keseluruhan bila dilakukan reseksi luas. Beberapa analisis retrospektif juga
menunjukkan bahwa kontrol lokal akan lebih baik bila operasi
memungkinkan.3,5,9

G. Prognosis
Faktor prognostik untuk Sarkoma Ewing dapat dilihat sebelum tata laksana
dan respon terhadap tata laksana pra-bedah:3
 Sebelum tata laksana
Faktor prognostik sebelum tata laksana dapat dinilai dari beberapa
aspek meliputi lokasi, ukuran, usia, jenis kelamin, LDH dan metastasis. Pasien
dengan volume tumor yang lebih besar memiliki event-free survival (EFS) 8
tahun yang lebih buruk. Bila ukuran tumor >200 ml (EFS: 42%), maka
memiliki prognosis lebih buruk daripada ukuran 100 - 200 ml (70%) dan <100
ml (63%). Pasien dengan usia yang lebih tua memiliki prognosis yang lebih
buruk. Dari pemeriksaan laboratorium, peningkatan LDH pada pasien
memberikan prognosis yang lebih buruk. Apabila saat diagnosis ditemukan
metastasis maka pasien memiliki prognosis yang buruk.

 Respons terhadap tata laksana pra-bedah


Beberapa studi dilakukan terhadap pasien-pasien yang menjalani
kemoterapi pra-bedah dengan melihat respon histologisnya, meskipun
memiliki kriteria berbeda-beda untuk respon histologis, namun studi-studi
tersebut secara umum menunjukkan bahwa pasien dengan sisa tumor minimal
atau tidak ada sisa setelah kemoterapi pra-bedah memiliki EFS lebih baik
daripada pasien dengan sisa tumor yang lebih besar. Pasien dengan respon
yang buruk terhadap kemoterapi pra-bedah memiliki peningkatan risiko
rekurensi lokal.

H. Perkembangan terapi
Pendekatan terapi tradisional meliputi kontrol lokal dari lesi primer yakni
melalui pembedahan dan/atau terapi radiasi, dan perawatan dari berbagai penyakit
dengan kemoterapi berbagai obat sitotoksik. Pendekatan ini telah memberikan
peningkatan hasil yang signifikan selama beberapa dekade terakhir, terutama pada
pasien dengan kondisi penyakit yang terlokalisir.11
Namun, pendekatan terapi modern tentu saja masih diperlukan tidak hanya
untuk meningkatkan angka survival dari pasien dengan munculnya kembali atau
metastasis dari penyakit, tetapi juga untuk terus meningkatkan survival dari pasien
dengan penyakit yang terlokalisir serta menurunkan toksisitas aku dan kronis yang
diakibatkan oleh obat-obat sitotoksik saat ini.11
Meskipun telah berkembang berbagai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang Sarkoma Ewing, aplikasi yang sukses dari penemuan dasar hingga dapat
digunakan nyata di klinis masih belum jelas. Hasil preklinis tidak selalu dapat
diprediksi dengan hasil percobaan klinis, yang mana hal ini merupakan hal penting
bahwa diperlukan model studi yang lebih baik dengan kemampuan untuk
mengidentifikasi target pengendali dari penyakit. Diperlukan model preklinis yang
lebih baik, dan aplikasi desain percobaan klinis yang inovatif, termasuk kinerja
bersama dari terapi kombinasi pada fase awal perkembangan terapi. Namun,
beberapa kontribusi terbaru memberikan harapan untuk masa depan yang akan
diuraikan dalam tabel berikut:11

Tabel 1. Tabel yang terperinci mengenai macam perkembangan obat-obat kemoterapi yang
sedang dikembangkan untuk terapi Sarkoma Ewing.11

Dalam bidang perkembangan radioterapi, telah muncul berbagai penelitian


mengenai potensi dari agen kontras untuk digunakan dalam terapi kanker. Selama
terapi radiasi, radiasi terionisasi dihantarkan ke tumor, sehingga menimbulkan
kerusakan DNA dari sel tumor dan molekul biologis lainnya yang selanjutnya
mengakibatkan kematian sel. Permasalahan dan keterbatasan dari terapi radiasi
adalah tidak dapat dihindarinya dosis radiasi yang dihantarkan kepada jaringan
sehat yang berada di sekitar tumor yang dirawat.12
Contrast-enhanced radiotherapy (CERT) melibatkan penggunaan agen
kontras High-Z (misalnya material dengan nomor atom besar) untuk mencapai
volume target dan irradiasi dengan sinar-x yang besarnya kilovolt. Karena material
high-Z memiliki perbedaan daya absorpsi daripada jaringan sekitarnya, dengan
adanya material ini dapat memodifikasi distribusi dalam dosis absorbsi. Dengan
demikian pemberian dosis terlokalisir dapat tercapai di daerah di mana agen kontras
berada tanpa mempengaruhi jaringan sehat.12
Pada beberapa tahun terakhir, studi pada agen kontras potensial untuk
radioterapi telah difokuskan pada nanopartikel emas. Nanopartikel emas memiliki
ciri-ciri yang sangat menarik untuk digunakan sebagai terapi kanker terutama
karena sebagai material High-Z dan biokompatibilitasnya.12 Namun meskipun
biokompatibel, persiapan nanopartikel emas dapat berbahaya toksik baik pada
sistem in vitro maupun in vivo. Nanopartikel emas memiliki angka nomor atom
yang tinggi sehingga memiliki kemampuan untuk menyerap kilovolt sinar-x dan
memberikan kontras yang lebih baik daripada agen standar lainnya. Nanopartikel
juga dapat beresonansi ketika dipaparkan pada cahaya dengan energi tertentu, serta
menghasilkan panas yang dapat digunakan untuk terapi fototermal yang selektif
pada tumor. Nanopartikel emas ini telah menunjukkan kemampuannya untuk
menimbulkan radiosensitisasi pada energi foton berukuran kilovolt dan megavolt.
Mekanisme persisnya memang masih memerlukan perkembangan lebih lanjut yang
mungkin melibatkan fisika, kimia, ataupun biologi. Namun masih banyak
pertanyaan yang harus dijawab sebelum kompleks nanopartikel emas dapat
digunakan secara klinis sehari-hari. Faktor yang dapat mempengaruhi
farmakokinetik, biodistribusi dan toksisitas in vivo masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.13

Gambar 6. Ilustrasi penggunan nanopartikel dalam bentuk nanoshell dalam terapi radiasi
ataupun fototermal yang dapat merusak sel-sel tumor tanpa merusak sel jaringan yang sehat

Terapi bedah memiliki tujuan utama yakni prosedur bedah yang menghasilkan
dan meningkatkan bentuk dan fungsi dari preoperatif. Untuk melakukan hal itu,
tujuan sekunder adalah meminimalisir morbiditas operatif dan postoperatif. Telah
banyak berkembang teknologi modern yang menarik pada era baru di bidang bedah
mulut dan maksilofasial selama 20 tahun terakhir. Dengan adanya teknologi baru
dan teknik bedah telah memberikan prosedur bedah dapat mencapai tujuan yang
efektif. Salah satu contoh teknologi yang terus berkembang adalah penggunaan
model 3 dimensi yang disebut dengan model stereolithograf untuk memberikan
panduan dan membantu prosedur bedah.14
Beberapa manfaat dari penggunaan stereolithograf antara lain:14
1. Diagnosa dan perencanaan perawatan
2. Visualisasi langsung dari struktur anatomi
3. Panduan/Cetakan bedah
4. Pelatihan bedah: mendesain insisi, reseksi bedah, penilaian dari kerusakan
tulang untuk grafting (penggantian tulang yang diambil)
5. Persiapan plat rekonstruksi
6. Pembuatan prostetik seperti misalnya prostetik TMJ, alat distraksi, alat
fiksasi, dll
7. Mengurangi waktu bedah, waktu anestesi, dan durasi terpaparnya luka
8. Hasil yang lebih dapat diprediksi
9. Meningkatkan komunikasi antar dokter bedah
10. Sebagai alat edukasi untuk pasien

Gambar 7. Sebuah contoh kasus penggunaan model stereolithograf yang dapat menunjukkan
anatomis tulang yang mengalami defek, serta mempersiapkan prostetik mandibula
osteokonduktif sebagai wadah graft tulang dan mempersiapkan plat rekonstruksi titanium. 14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sarkoma Ewing adalah suatu tumor ganas primer yang jarang terjadi dimana sel
kanker dapat ditemukan pada tulang maupun jaringan lunak. Terjadi pada usia remaja dan
dewasa muda. Biasanya penyakit ini menyerang tulang panjang seperti pelvis, femur,
humerus, dan tulang rusuk. Ewing’s sarcoma juga dapat bermetastasis ketempat lain seperti
sumsum tulang, paru-paru, ginjal, hati, kelenjar adrenal, dan jaringan lunak lainnya. Untuk
prognosis sarcoma Ewing ini buruk. Mortalitas pada tahun-tahun pertama setelah diagnosis
sekitar 95%. Akhir-akhir ini dengan terapi kombinasi radioterapi, kemoterapi dan operasi,
prognosis menjadi lebih baik.
Namun perkembangan penanganan Sarkoma Ewing terus berjalan, dengan
perkembangan kemoterapi yang semakin tinggi efektifitasnya dengan efek samping yang
minimal, serta perkembangan radioterapi yang memiliki efektifitas dan akurasi yang tinggi
sehingga meminimalkan rusaknya jaringan sehat di sekitar tumor, dan kemutakhiran
teknologi yang mendukung perawatan bedah dengan model 3D stereolithografis yang dapat
meminimalkan morbiditas pasien dan meningkatkan perbaikan rekonstruksi pasca bedah,
keseluruhan perkembangan ini penting untuk memodifikasi penanganan Sarkoma Ewing ke
era yang lebih modern, yakni harapan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
serta survival pasien dalam jangka waktu yang lebih panjang.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandarinath B.G., Kushal S. 2008. Ewing’s Sarcoma of the mandible: a case report.
IAJD Vol. 3 – Issue 3 p.104-107
2. Sadata A. SM., Afrozc J., Rit S. N. 2013. A Rare Case of Ewing’s Sarcoma affecting
Mandible of a Child. Updat Dent. Coll .j 2013; 3(1): p46-48
3. Kamal AF, Putro RNH, Pattiata R. 2011. Diagnosis and Treatment of Ewing Sarcoma.
The Journal of Indonesian Orthopaedic, Volume 39, Number 2.
4. Fonseca A. S. et al. 2000. Ewing’s sarcoma of the head and neck. Sao Paulo Med J/Rev
Paul Med 2000; 118(6): p198-200.
5. Shailaja S.R. et al. 2011. Ewing’s Sarcoma of the Mandible: A Rare Case Report and
Review of Literature. Journal of Indian Academy of Oral Medicine and Radiology, July-
September 2011;23(3): p271-274
6. Toretsky J. A. 2008. Targeting EWS-FLI1 with Small Molecule Inhibitors.
http://sarcomahelp.org/research/ewings-sarcoma-EWS-FLI1.html
7. Gosau M. et al. 2008. Ewing sarcoma of the mandible mimicking an odontogenic abscess
– a case report. Head & Face Medicine 2008, 4:24.
8. Pampori R., Shamas I., Malik A. 2011. Ewing’s Sarcoma of Maxilla: A Case Report.
JPMI 2011 Vol. 25 No. 02 : 171 – 174.
9. Hassan S., Rao BH S., Rai G. 2011. Ewing’s sarcoma of the mandible-A rare case report.
Journal of Medical Sciences 2011;14(2):68-70.
10. Lopes S. LPC., et al. 2007. Imaging findings of Ewing’s Sarcoma in the mandible.
Journal of Oral Science, Vol 49, No. 2, p167-171.
11. Arnaldez F.I, Helman L.J. 2014. New Strategies in Ewing Sarcoma: Lost in Translation?.
Clin Cancer Res; 20(12) AACR: p3050-6
12. Smith L., et al. 2012. Nanoparticles in Cancer Imaging and Therapy. Hindawi Publishing
Corporation. Journal of Nanomaterials Volume 2012, Article ID 891318
13. Jain S., et al. 2012. Gold nanoparticles as novel agents for cancer therapy. The British
Journal of Radiology p101-113
14. Mehra P., et al. 2011. Use of 3-D Stereolithographic Models in Oral and Maxillofacial
Surgery. J. Maxillofac. Oral Surg. (Jan-Mar 2011) 10(1):6–13

Anda mungkin juga menyukai