Gambar. (A) Penampang rambut telogen. (B) Penampang rambut loose anagen. (C)
Penampang rambut anagen.
Sumber : Olsen EA, Paus R. Hair growth disorder. In: FreedbergIn: Freedberg IM, Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, editors. Fitzpatrick’sFitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 4
4. Biopsi
Biopsi pada TE umumnya tidak perlu dilakukan, kecuali untuk menyingkirkan
diagnosis banding terutama alopesia androgenetika (AGA) yang secara klinis
dapat menyerupai TE. Teknik biopsy kulit kepala yang paling baik adalah
dengan biopsy punch (4 mm) multipel diambil dari verteks sebanyak 3 buah
lesi yang berdekatan, lalu dipotong vertikal dan horizontal. Pemotongan secara
horizontal dilakukan setinggi pertengahan ismus kemudian dihitung
persentase rambut terminal (T) dibandingkan dengan rambut velus (V) yang
mengalami miniaturisasi. Pada TE, persentasenya mendekati normal.
Diagnosis CTE ditegakkan apabila persentase T:V lebih dari 8:1, sedangkan
diagnosis AGA ditegakkan apabila persentase kurang dari 4:1. Biopsi tunggal
tidak adekuat untuk memastikan diagnosis (angka akurasinya hanya 79%)
jika dibandingkan dengan biopsi multipel (angka akurasinya 98%).5-8
6. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah perifer lengkap, kadar
hormon tiroid, ferritin serum, fungsi ginjal, fungsi hati, testosteron bebas,
prolaktin, 17-hydroxyl progesterone, titer antinuclear antibody serologi sifilis,
serta pemeriksaan human imunodeficiency virus (HIV) dapat dilakukan bila
ada kecurigaan yang mengarah kesana. Hasil yang tidak normal dapat
membantu kita untuk menyingkirkan diagnosis banding dan menentukan
etiologi TE sehingga penatalaksanaannya dapat berupa tindakan koreksi sesuai
etiologi.9,10
REFERENSI
1. Hughes ECW. Telogen effluvium [Internet]. 2010 [cited on 2017 Nov 27].
Available from: www.eMedicine.com.
2. Sperling LC. Hair Anatomy for the Clinician. J Am Acad Dermatology. 1991;
25.
3. Chartier MB, Hoss DM, Grant-Keis JM. Approach to the adult pemale patient
with diffuse nonscarring alopecia. J Am Acad Dermatol 2002;47.
4. Olsen EA, Paus R. Hair growth disorder. In: FreedbergIn: Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, editors. Fitzpatrick’sFitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine. 7th edition. New York: Mcgraw- Hill Inc;
2008.
5. Dawber R, Berker DD, and Wojnarowska F. Disorders of Hair. In: Champion
RH, Burton JL, Burns DA, Breathnach SM, editors. Rook/Wilkinson/Ebling.
Textbook of Dermatology. 6th ed. Oxford: Blackwell science Ltd; 1998.
6. Sinclair R. Chronic Telogen Effluvium: a study 5 patients over 7 years. J Am
Acad Dermatol 2005;52.
7. Olsen EA. Clinical tools for assessing hair loss. In: Olsen EA, editor. Disorder
of hair growth. New York: McGraw-Hill; 2003.
8. Sinclair R, Jolley D, Mallari R, Magee J. The reliability of horizontal
sectioned scalp biopsiesin the diagnosis of chronic diffuse telogen hair loss in
women. J Am Acad Dermatol. 2004;51.
9. Peytavi UB, Mandt N. Signalling molecule in Human Hair Follicle Cell
Populations. In: Camacho FM, Randal VA, editors. Hair and its Disorders,
Biology, Pathology, and management. London: Martin Dunitz Ltd; 2000.
10. Almagro M, DelPozo J. Garcia-Silva J, Castro A, LopezCalvos, Yetra-
Pimentel MT, et al. Telogen effluvium as a clinical presentation of human
immunodeficiency virus infection. Am J Med 2002;112.