Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No. 23 tahun 1992). Terwujudnya
keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak, tidak hanya oleh perorangan atau keluarga,
tetapi juga oleh kelompok bahkan seluruh anggota masyarakat.

Untuk dapat mewujudkan keadaan sehat tersebut banyak upaya yang harus
dilaksanakan. Salah satu diantaranya yang dianggap mempunyai peranan yang cukup penting
adalah pelayanan kesehatan (Prasetyawati, 2011). Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya
yang diselenggarakan sendiri atau bersama – sama dalam organisasi untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
peroranga, keluarga, kelompok dan, ataupun masyarkat.

Keluarga dianggap memiliki asosiasi kuat dengan kesehatan dan penyakit seseorang
melalui hubungan dan dinamika kehidupannya. Dalam fungsi yang sempurna keluarga
mampu menghilangkan stres akibat penyakit yang diderita anggotanya tanpa kesulitan yang
serius karena memiliki daya dukung emosional, fisik, dan sosial yang solid. Hal ini dapat
dijadikan sumberdaya dokter dalam perawatan pasien (Diskamara, 2009).

Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya “Health
for All in 2000”, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama dalam
pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter
Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and Academic
Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah merumuskan
sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk meningkatkan kesehatan
individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan“Making Medical Practice and
Education More Relevant to People’s Needs: The Role of Family Doctor”.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu
Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi, menyatakan
bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya diarahkan untuk
menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter Puskesmas seperti
sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi
pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran
Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur pelayanan
oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang menerima semua
orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya pembatasan usia, jenis
kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga
dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan
tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan
sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis
pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan yang
komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya (Danakusuma, 1996). Dokter keluarga
ini memiliki fungsi sebagai five stars doctor dan memiliki organisasi yang telah dibentuk
yaitu PDKI dan KIKKI yang telah diketahui oleh IDI.
Kegiatan Field visit kali ini diharapkan dapat menjadi salah satu upaya menunjukan
keunggulan pelayanan kedokteran dengan pendekatan keluarga khususnya dari segi
pendalaman kondisi pasien dan keluarga secara komperhensif.

I.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka didapatkan rumusan masalah “adakah
hubungan antara profil keluarga dengan penyakit pasien?”

I.3 Tujuan Penelitian


A. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara profil keluarga dengan penyakit pasien.
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui profil keluarga pasien keluarga pasien binaan Puskesmas
Sukmajaya bulan November – Desember tahun 2015
2. Mengetahui pola penyakit pasien keluarga binaan Puskesmas Sukmajaya
bulan November – Desember tahun 2015
3. Mengetahui hubungan antara profil keluarga dengan pola penyakit pasien
keluarga binaan Puskesmas Sukmajaya bulan November – Desember 2015

I.4 Manfaat penelitian


A. Manfaat Umum
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan pada umumnya dan khususnya ilmu
kesehatan keluarga, serta memberikan informasi tentang hubungan profil keluarga
dengan penyakit pasien.
B. Manfaat khusus
1. Bagi Masyarakat
a. Memberikan gambaran kepada masyarakat tentang fungsi keluarga
sebagai upaya preventif suatu penyakit.
b. Mengoptimalkan peran keluarga sebagai pelaku rawat bagi anggota
keluarga yang sakit.
2. Bagi Pasien Pemakai Jasa Layanan Dokter Keluarga
Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaran kesehatan dokter
keluaraga.
3. Bagi Kalangan Medis
a. Bertambahnya wawasan mengenai kedokteran keluarga sehingga dapat
meningkatkan utu pelayanan kedokteran keluarga.
b. Meningkatkan kemampuan dokter dalam mendiagnosis penyakit secara
holistik.
4. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai referensi tambahan dalam mengkaji berbagai masalah kesehatan
keluarga untuk kegiatan akademis ataupun penelitian lainnya.
5. Bagi Penulis
a. Menambah wawasan penulis mengenai kesehatan keluarga dan
hubungannya dengan profil keluarga.
b. Menambah pengetahuan penulis tentang karakter dokter keluarga yang
baik dan mampu meningkatkan kesehatan keluarga binaannya.
BAB II

Tinjauan Pustaka

II.I. Landasan teori

II.1.I. Keluarga Sehat

A. Konsep Dasar Keluarga


Terdapat beberapa definisi keluarga yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
a. Reisner (1980)
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik,
kakak, kakek dan nenek.
b. Logan’s (1979)
Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen
yang saling berinteraksi satu sama lain.
c. BKKBN (1992)
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.
B. Peran Keluarga

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang dalam
situasi social tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan yang akan dicapai.
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam
konteks keluarga.
Sehingga Peranan Keluarga menggambarkan seperangkat perrilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan
situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola
perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.
Dalam UU Kesehatan No.23 Tahun 1992 pasal 5 menyebutkan :”Setiap orang
berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungan”. Dari pasal tersebut jelaslah bahwa
keluarga berkewajiban menciptakan dan memelihara kesehatan dalam upaya
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal. Setiap anggota keluarga mempunyai
peran masing-masing yang antara lain adalah :
a. Ayah
Ayah sebagai pimpinan keluarga mempunyaiperan sebagai pencari nafkah,
pendidik, pelindung, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga
sebagai anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
b. Ibu
Ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak,
pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga serta
sebagai anggota masyarakat atau kelompok tertentu.
c. Anak
Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,
mental, sosial dan spiritual.
C. Tahap Perkembangan Keluarga

DUVALL (1985) Membagi keluarga dalam 8 tahap perkembangan, yaitu:


1) Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru menikah yang belum mempunyai anak. Tugas
Perkembangan Keluarga pada Tahap idi adalah :
 Membina hubungan intim yang memuaskan.
 Menetapkan tujuan bersama.
 Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok social.
 Mendiskusikan rencana memiliki anak (atau KB).
 Persiapan menjadi orang tua.
 Memahami Pre Natal Care.
2) Keluarga dengan Anak Pertama < 30 bln (Child Bearing)
Masa ini merupakan transisi menjadi orang tua yang kemungkinan akan
menimbulkan krisis keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini
adalah :
 Adaptasi perubahan anggota keluarga terhadap peran, interaksi,
seksual dan kegiatan2 lainnya.
 Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
 Membagi peran dan tanggung jawab.
 Memberikan bimbingan sebagai orang tua terkait pertumbuhan dan
perkembangan anak.
 Konseling KB Post Partum
 Menata ruang untuk anak.
 Menata ulang biaya/dana Child Bearing
 Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3) Keluarga dengan Anak Pra Sekolah
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
 Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga.
 Membantu anak bersosialisasi.
 Merencanakan kelahiran/kehamilan berikutnya
 Mempertahankan hubungan di dalam maupun di luar keluarga
 Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
 Pembagian tanggung jawab.
 Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh kembang anak.
4) Keluarga dengan Anak Usia Sekolah (6-13 th)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
 Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah,
sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas.
 Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektualnya.
 Menyediakan aktivitas untuk anak.
 Menyesuaikan pada aktivitas kominitas dengan mengikutsertakan anak.
 Memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan
dan kesehatan anggota keluarga.
5) Keluarga dengan Anak Remaja (13-20 th)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
 Pengembangan terhadap remaja dengan memberikan kebebasan
yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat remaja adalah
seorang dewasa muda yang mulai memiliki otonomi.
 Memelihara komunikasi terbuka.
 Memelihara hubungan ntim dalam keluarga.
 Mempersiapkan perubahan system peran dan peraturan anggota
keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota
keluarga.
6) Keluarga dengan Anak Dewasa
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
 Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan merelakan kepergiannya.
 Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
 Mempertahankan keintiman.
 Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
 Berperan sebagai suami-istri, kakek ataupun nenek.
 Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-
anaknya.
7) Keluarga Usia Pertengahan (Middle Age Family) Tugas perkembangan keluarga
pada masa ini adalah :
 Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam mengolah minat
social dan waktu santai.
 Memulihkan hubungan antara generasi muda-tua.
 Kekakraban dengan pasangan.
 Memelihara hubungan/komunikasi/kontak dengan anak dan keluarga.
 Persiapan menghadapi masa tua/pensiun.
8) Keluarga Lanjut Usia
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
 Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup.
 Menefrima kematian pasangan, kawan dan mempersiapkan kematian.
 Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat.
 Melakukan life review masa lalu.
D. Struktur dan Fungsi keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus
berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku
anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat
bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai
menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang
berbeda. Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam
keluarga.
Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari
keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur
keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak
fungsi keluarga. Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
 Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama
dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)
 Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
 Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran
dan kebenaran (honesty and authenticity)
 Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
 Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)
 Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
 Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
 Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

E. Bentuk – bentuk keluarga
a. Tradisional
 The Nuclear family (keluarga inti) Keluarga yang terdiri dari suami, istri
dan anak
 The dyad family Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak)
yang hidup bersama dalam satu rumah.
 Keluarga usila Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua
dengan anak yang sudah memisahkan diri.
 The childless family Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan
untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena
mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.
 The extended family Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang
hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman,
tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan
 The single parent famili Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau
ibu) dengan anak, 5 hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian,
kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum pernikahan)
 Commuter family Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi
salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja
di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”
 Multigenerational family Keluarga dengan beberapa generasi atau
kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.
 Kin-network family Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah
atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan
pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)
 Blended family Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali
dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
 The single adult living alone/single adult family Keluarga yang terdiri dari
orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan
(perceraian atau ditinggal mati)
b. Non-Tradisional
 The unmarried teenage mother Keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah • The stepparent
family Keluarga dengan orang tua tiri
 Commune family Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang
tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber
dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan
melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.
 The nonmarital heterosexsual cohabiting family Keluarga yang hidup
bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan. 6
 Gay and lesbian families Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup
bersama sebagaimana ”marital pathners”
 Cohabitating couple Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan
pernikahan karena beberapa alasan tertentu
 Group-marriage family Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-
alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu
dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan
anak.
 Group network family Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai,
hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang
rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan
anaknya
 Foster family Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak
tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga
yang aslinya.
 Homeless family Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai
perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan
dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
 Gang Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang
mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi
berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.
Menurut Kamanto Sunarto (1993:159-160), keluarga dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk.
 Berdasarkan keanggotaannya, terdiri dari keluarga batih dan keluarga luas.
 Berdasarkan garis keturuan, terdiri atas keluarga patrilineal, keluarga
matrilineal, dan keluarga bilateral.
 Berdasarkan pemegang kekuasaannya, terdiri dari keluarga patriarhat,
keluarga matriarhat, dan keluarga equalitarian.
 Berdasarkan bentuk perkawinan, terdiri atas keluarga monogami, keluarga
poligami, dan keluarga poliandri.
 Berdasarkan status sosial ekonomi, terdiri atas keluarga golongan rendah,
keluarga golongan menengah, dan keluarga golongan tinggi.
 Berdasarkan keutuhan, terdiri atas keluarga utuh, keluarga pecah atau
bercerai, dan keluarga pecah semu.

F. Keluarga Sejahtera

Menurut A. Mungit (1996) yang dimaksud dengan Keluarga Sejahtera adalah


Keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi
kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan YME,
memiliki hubungan serasi, selaras dan seimbang antara anggota keluarga dengan
masyarakat dan lingkungannya.
Selaras dengan pengertian tersebut, maka keluarga di Indonesia
dikelompokkan menjadi 5 tahap, yaitu :
1) Keluargaa Pra Sejahtera
Merupakan keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasar secara
keseluruhan, yaitu :
a. Melaksanakan ibadah menurut agamanya oleh masing-masing anggota
keluarga.
b. Pada umumnya seluruh anggota keluarga makan dua kali atau lebih.
c. Seluruh anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk aktifitas di
rumah, bekerja, sekolah dan bepergian.
d. Lantai rumah terluas bukan lantai tanah.
e. Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB, dibawa ke
sarana kesehatan.
2) Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan Sosial-Psikologisnya, yaitu :
a. Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
b. Sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu keluarga, keluarga
menyediakan daging/ikan/telur.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian tiap
tahunnya.
d. Luas lantai rumah paling kurang 8 m2 untuk tiap penghuni rumah.
e. Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam keadaan sehat.
f. Paling kurang satu anggota keluarga 15 tahun keatas berpenghasilan tetap.
g. Seluruh anggota keluarga yang berumur 10-60 tahun bisa membaca dan
menulis huruf latin.
h. Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini.
i. Bila jumlah anak hidup 2 atau lebih, keluarga masih dalam pasangan usia
subur memakai kontrasepsi (kecuali sedang hamil).
3) Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan
dasarnya, juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya, yang antara lain adalah :
a. Mempunyai upaya untuk meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian dari penghasilannya dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
c. Biasanya makan bersama paling kurang sehari sekali dan kesempatan itu
dapat dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
d. Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dan lingkungan tempat tinggalnya.
e. Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang sekali dalam 6
bulan.
f. Dapat memperoleh berita dari surat kabar/radio/TV/majalah.
g. Anggota keluarga mampu menggunakan sarana transportasi sesuai kondisi
daerah.
4) Keluarga Sejahtera III
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
sosial-psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan.
Pada keluarga sejahtera III, kebutuhan fisik, sosial, psikologis dan
pengembangan keluarga (No. 1-21) telah terpenuhi, namun kepedulian sosial
belum terpenuhi, yaitu :
a. Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan
sumbangan bagi kegiatan sosial kemasyarakatan dalam bentuk materiil.
b. Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus
perkumpulan/yayasan/institusi masyarakat.
5) Keluarga Sejahtera III Plus.
Yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
sosial-psikologis dan pengembangannya serta memiliki kepedulian sosial yang
tinggi. (Kebutuhan dari No. 1-23 terpenuhi).
G. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan

sesuai dengan Fungsi Keluarga dalam pemeliharaan kesehatan,maka keluarga juga


mempunyai Tugas dalam Bidang Kesehatan yang harus dilakukan sebagaimana
yang dikemukakan oleh Freeman (1981), yang antara lain adalah :
1. Mengenal masalah kesehatan setiap anggota keluarga
Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung
menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, oleh karena itu perlu mencatat
dan memperhatikan segala perubahan yang terjadi dalam keluarga.
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga.
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan
yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan
tindakan keluarga.
3. Memberikan perawatan kepada anggota keluaraganya yang sakit atau yang tidak
dapat membantu dirinya sendiri.
Tugas ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga memiliki kemampuan
untuk melakukan tindakan pertolongan pertama agar masalah yng lebih parah
tidak terjadi.
4. Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan kesehatan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan
dengan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.

II.II.1. Dokter Keluarga

A. Definisi dokter Keluarga

Definisi dokter keluarga atau dokter praktek umum yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit.
Dokter yang mengasuh individu sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup
komunitas dari individu tersebut tanpa membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial.
Secara klinis dokter ini berkompeten untuk menyediakan pelayanan dengan sangat
mempertimbangkan dan memperhatikan latar budaya, sosial ekonomi dan psikologis
pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya
pelayanan yang komprehensif dan berkesinambungan bagi pasiennya.
Definisi kedokteran keluarga (IKK FK-UI 1996) adalah disiplin ilmu
kedokteran yang mempelajari dinamika kehidupan keluarga, pengaruh penyakit
terhadap fungsi keluarga, pengaruh fungsi keluarga terhadap timbul dan
berkembangnya penyakit, cara pendekatan kesehatan untuk mengembalikan fungsi
tubuh sekaligus fungsi keluarga agar dalam keadaan normal. Setiap dokter yang
mengabdikan dirinya dalam bidang profesi dokter maupun kesehatan yang memiliki
pengetahuan, keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga
yang mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek dokter keluarga.
Definisi kedokteran keluarga (PB IDI 1983) adalah ilmu kedokteran yang
mencakup seluruh spektrum ilmu kedokteran yang orientasinya untuk memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada
kesatuan individu, keluarga, masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor
lingkungan, ekonomi dan sosial budaya. Pelayanan kesehatan tingkat pertama dikenal
sebagai primary health care, yang mencangkup tujuh pelayanan (Muhyidin, 1996) :

1. Promosi kesehatan
2. KIA
3. KB
4. Gizi
5. Kesehatan lingkungan
6. Pengendalian penyakit menular
7. Pengobatan dasar

B. Tujuan Pelayanan Dokter Keluarga


Tujuan pelayanan dokter keluarga mencakup bidang yang amat luas sekali. Jika
disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua macam (Azwar, 1995) :

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pelayanan dokter keluarga adalah sama dengan tujuan pelayanan
kedokteran dan atau pelayanan kesehatan pada umumnya, yakni terwujudnya
keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga.

2. Tujuan Khusus

Sedangkan tujuan khusus pelayanan dokter keluarga dapat dibedakan atas dua
macam :

a. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih


efektif. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter
keluarga memang lebih efektif. Ini disebabkan karena dalam menangani suatu
masalah kesehatan, perhatian tidak hanya ditujukan pada keluhan yang
disampaikan saja, tetapi pada pasien sebagai manusia seutuhnya, dan bahkan
sebagai bagian dari anggota keluarga dengan lingkungannya masing-masing.
Dengan diperhatikannya berbagai faktor yang seperti ini, maka pengelolaan
suatu masalah kesehatan akan dapat dilakukan secara sempurna dan karena itu
penyelesaian suatu masalah kesehatan akan dapat pula diharapkan lebih
memuaskan.
b. Terpenuhinya kebutuhan keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih
efisien. Dibandingkan dengan pelayanan kedokteran lainnya, pelayanan dokter
keluarga juga lebih mengutamakan pelayanan pencegahan penyakit serta
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Dengan
diutamakannya pelayanan pencegahan penyakit, maka berarti angka jatuh sakit
akan menurun, yang apabila dapat dipertahankan, pada gilirannya akan berperan
besar dalam menurunkan biaya kesehatan. Hal yang sama juga ditemukan pada
pelayanan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Karena salah satu
keuntungan dari pelayanan yang seperti ini ialah dapat dihindarkannya tindakan
dan atau pemeriksaan kedokteran yang berulang-ulang, yang besar peranannya
dalam mencegah penghamburan dana kesehatan yang jumlahnya telah diketahui
selalu bersifat terbatas.

C. Manfaat Dokter Keluarga


Apabila pelayanan dokter keluarga dapat diselenggarakan dengan baik, akan
banyak manfaat yang diperoleh. Manfaat yang dimaksud antara lain adalah (Cambridge
Research Institute, 1976) :

1. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit sebagai manusia


seutuhnya, bukan hanya terhadap keluhan yang disampaikan.
2. Akan dapat diselenggarakan pelayanan pencegahan penyakit dan dijamin
kesinambungan pelayanan kesehatan.
3. Apabila dibutuhkan pelayanan spesialis, pengaturannya akan lebih baik dan
terarah, terutama ditengah-tengah kompleksitas pelayanan kesehatan saat ini.
4. Akan dapat diselenggarakan pelayanan kesehatan yang terpadu sehingga
penanganan suatu masalah kesehatan tidak menimbulkan berbagai masalah
lainnya.
5. Jika seluruh anggota keluarga ikut serta dalam pelayanan, maka segala
keterangan tentang keluarga tersebut, baik keterangan kesehatan dan ataupun
keterangan keadaan sosial dapat dimanfaatkan dalam menangani masalah
kesehatan yang sedang dihadapi.
6. Akan dapat diperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi timbulnya
penyakit, termasuk faktor sosial dan psikologis.
7. Akan dapat diselenggarakan penanganan kasus penyakit dengan tata cara yang
lebih sederhana dan tidak begitu mahal dan karena itu akan meringankan biaya
kesehatan.
8. Akan dapat dicegah pemakaian berbagai peralatan kedokteran canggih yang
memberatkan biaya kesehatan.

D. Fungsi, Tugas dan Kompetensi Dokter


Dokter keluarga memiliki 5 fungsi yang dimiliki, yaitu (Azrul Azwar, dkk.
2004) :

a. Care Provider (Penyelenggara Pelayanan Kesehatan)

Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan


sebagai bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas,
lingkungannya, dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas
tinggi, komprehensif, kontinu, dan personal dalam jangka waktu panjang dalam
wujud hubungan profesional dokter-pasien yang saling menghargai dan
mempercayai. Juga sebagai pelayanan komprehensif yang manusiawi namun
tetap dapat dapat diaudit dan dipertangungjawabkan

b. Comunicator (Penghubung atau Penyampai Pesan)

Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan
memelihara kesehatannya sendiri serta memicu perubahan cara berpikir menuju
sehat dan mandiri kepada pasien dan komunitasnya

c. Decision Maker (Pembuat Keputusan)

Yang melakukan pemeriksaan pasien, pengobatan, dan pemanfaatan teknologi


kedokteran berdasarkan kaidah ilmiah yang mapan dengan mempertimbangkan
harapan pasien, nilai etika, “cost effectiveness” untuk kepentingan pasien
sepenuhnya dan membuat keputusan klinis yang ilmiah dan empatik
d. Manager

Yang dapat berkerja secara harmonis dengan individu dan organisasi di dalam
maupun di luar sistem kesehatan agar dapat memenuhi kebutuhan pasien dan
komunitasnya berdasarkan data kesehatan yang ada. Menjadi dokter yang cakap
memimpin klinik, sehat, sejahtera, dan bijaksana

e. Community Leader (Pemimpin Masyarakat)

Yang memperoleh kepercayaan dari komunitas pasien yang dilayaninya,


menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya, memberikan
nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegaiatan atas nama
masyarakat dan menjadi panutan masyarakat

Selain fungsi, ada pula tugas dokter keluarga, yaitu :

a. Mendiagnosis dan memberikan pelayanan aktif saat sehat dan sakit


b. Melayani individu dan keluarganya
c. Membina dan mengikut sertakan keluarga dalam upaya penanganan penyakit
d. Menangani penyakit akut dan kronik
e. Merujuk ke dokter spesialis

Kewajiban dokter keluarga :

a. Menjunjung tinggi profesionalisme


b. Menerapkan prinsip kedokteran keluarga dalam praktek
c. Bekerja dalam tim kesehatan
d. Menjadi sumber daya kesehatan
e. Melakukan riset untuk pengembangan layanan primer

Kompetensi dokter keluarga yang tercantum dalam Standar Kompetensi Dokter


Keluarga yang disusun oleh Perhimpunan Dokter Keluarga Indonesia tahun 2006
adalah (Danasari, 2008) :

a. Keterampilan komunikasi efektif


b. Keterampilan klinik dasar
c. Keterampilan menerapkan dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan
epidemiologi dalam praktek kedokteran keluarga
d. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga ataupun
masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, berkesinambungan,
terkoordinir dan bekerja sama dalam konteks Pelayanan Kesehatan Primer
e. Memanfaatkan, menilai secara kritis dan mengelola informasi
f. Mawas diri dan pengembangan diri atau belajar sepanjang hayat
g. Etika moral dan profesionalisme dalam praktek

E. Perbedaan Praktik Dokter Umum dengan Dokter Keluarga


Tabel ini menjelaskan tentang perbedaan antara dokter praktek umum dengan
dokter keluarga (Qomariah, 2000) :
DOKTER PRAKTEK
DOKTER KELUARGA
UMUM
Cakupan Pelayanan Terbatas Lebih Luas
Menyeluruh, Paripurna,
Sifat Pelayanan Sesuai Keluhan bukan sekedar yang
dikeluhkan
Kasus per kasus dengan
Kasus per kasus dengan
Cara Pelayanan berkesinambungan
pengamatan sesaat
sepanjang hayat
Lebih kearah
Lebih kuratif hanya untuk pencegahan, tanpa
Jenis Pelayanan
penyakit tertentu mengabaikan pengobatan
dan rehabilitasi
Lebih diperhatikan dan
Peran keluarga Kurang dipertimbangkan
dilibatkan
Promotif dan pencegahan Tidak jadi perhatian Jadi perhatian utama
Dokter – pasien – teman
Hubungan dokter-pasien Dokter – pasien
sejawat dan konsultan
Secara individual sebagai
bagian dari keluarga
Awal pelayanan Secara individual
komunitas dan
lingkungan

II.II.3. Rumah Sehat

A. Definisi Rumah

Menurut UU NO. 4 Tahun 1992, rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan,
halaman dan area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana
pembinaan keluarga. Sedangkan menurut WHO, rumah adalah struktur fisik atau
bangunan untuk tempat berlindung, dimana lingkungan berguna untuk kesehatan
jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu.
WHO juga mendefinisikan sehat sebagai suatu keadaan kesehatan jasmani, rohani
dan sosial yang baik dan lengkap, tidak hanya berarti terhindarnya dari penyakit atau
kelemahan (Health is a state of complete physical, mental and social wellbeing, not
merely the absence of disease or infirmity). Untuk menetapkan kondisi perumahan yang
sesuai dengan kriteria sehat tersebut, The American Public Health Association (APHA)
telah meneliti dan merumuskan empat fungsi pokok dari rumah, sebagai tempat tinggal
yang sehat bagi setiap manusia dengan keluarganya selama masa hidupnya. Keempat
fungsi tersebut sebagai berikut:
 Rumah adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani manusia
yang pokok (the satisfaction of fundamental phychological needs).
 Rumah adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan rohani manusia
yang pokok (the satisfaction of fundamental phychological needs).
 Rumah adalah tempat perlindungan terhadap penularan penyakit menular
(protection against communicable disease).
 Rumah adalah tempat perlindungan terhadap gangguan atau kecelakaan
(protection against accidents).
Menurut kementrian kesehatan, rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang
memenuhi syarat kesehatan, yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air
bersih, tempat pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah, ventilasi rumah
yang baik, kepadatan hunian rumah yang sesuai dan lantai rumah yang tidak terbuat
dari tanah.

Menurut APHA, rumah yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis,


memenuhi kebutuhan psikologis, mencegah penularan penyakit, mencegah terjadinya
kecelakaan. (Djasto Sanropie, dkk. 1989, h. 11)

Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa rumah sehat adalah tempat
untuk berlindung atau bernaung yang harus memenuhi kebutuhan fisiologis, memenuhi
kebutuhan psikologis, mencegah terjadinya penularan penyakit dan kecelakaan serta
mempunyai dan memenuhi konsep kebersihan, kesehatan dan keindahan yang mampu
menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial.
B. Syarat dan Kriteria Rumah Sehat
Menurut American Public Health Association (APHA)
American Public Health Association (APHA) merumuskan pemukiman sehat
sebagai suatu tempat untuk tinggal secara permanen. Berfungsi sebagai tempat untuk
bermukim, beristirahat, berekreasi (bersantai) dan sebagai tempat berlindung dari
pengaruh lingkungan yang memenuhi persyaratan fisiologis, psikologis, dan bebas dari
penularan penyakit.
Berdasarkan rumusan yang dikeluarkan oleh APHA, syarat rumah sehat harus
memenuhi kriteria sebagai berikut
1. Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, serta terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2. Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu privacy yang cukup dan komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah, yaitu dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan air limbah
rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, serta terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran.
4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah, antara lain persyaratan garis
sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah terbakar,
dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.829/Menkes/SK/VII/1999
a. Bahan-bahan bangunan
Bahan-bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan
zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain:
 Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi.
 Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam.
 Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan.
 Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
b. Komponen dan penataan ruangan
 Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
 Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan.
 Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
 Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir.
 Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
 Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap.
c. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak menyilaukan mata.
 Pencahayaan Alami
Pencahayaan alami diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam
ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian bangunan yang
terbuka. Cahaya matahari berguna untuk penerangan dan juga dapat
mengurangi kelembaban ruang, mengusir nyamuk, membunuh kuman
penyakit tertentu, seperti TBC, influenza, penyakit mata dan lain-lain.
Kebutuhan standar minimum cahaya alam yang memenuhi syarat
kesehatan untuk berbagai keperluan menurut WHO dimana salah satunya
adalah untuk kamar keluarga dan tidur dalam rumah adalah 60 – 120 Lux.
Guna memperoleh jumlah cahaya matahari pada pagi hari secara optimal
sebaiknya jendela kamar tidur menghadap ke timur dan luas jendela yang baik
minimal mempunyai luas 10-20% dari luas lantai.

Standar letak jendela agar pencahayaan alami dapat masuk


Pencahayaan Buatan
Pencahayaan buatan yang baik dan memenuhi standar dapat dipengaruhi
oleh:
 Cara pemasangan sumber cahaya pada dinding atau langit- langit.
 Konstruksi sumber cahaya dalam ornamen yang dipergunakan.
 Luas dan bentuk ruangan.
 Penyebaran sinar dari sumber cahaya.
d. Kualitas udara
Kualitas udara yang baik adalah sebagai berukut:
 Suhu udara antara 18 – 30 °C.
 Kelembaban udara antara 40 – 70 %.
 Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam.
 Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni.
 Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam.
 Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
e. Ventilasi
Ventilasi digunakan untuk pergantian udara. Udara perlu diganti agar
mendapat kesegaran badan. Selain itu agar kuman-kuman penyakit dalam
udara, seperti bakteri dan virus, dapat keluar dari ruangan, sehingga tidak
menjadi penyakit. Orang-orang yang batuk dan bersin-bersin mengeluarkan
udara yang penuh dengan kuman-kuman penyakit, yang dapat menginfeksi
udara di sekelilingnya. Penyakit-penyakit menular yang penularannya dengan
perantara udara, antara lain TBC, bronchitis, pneumonia, dan lain-lain.
Hawa segar diperlukan dalam rumah guna mengganti udara ruangan yang
sudah terpakai. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan
kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 °C – 30 °C
sudah cukup segar. Guna memperoleh kenyamanan udara seperti dimaksud di
atas diperlukan adanya ventilasi yang baik.
Membuat sistem ventilasi harus dipikirkan masak-masak, jangan sampai
orang-orang yang ada di dalam rumah menjadi kedinginan dan sakit.
Pembuatan lubang-lubang ventilasi dan jendela harus serasi dengan luas kamar
dan sesuai dengan iklim di tempat itu. Di daerah yang berhawa dingin dan
banyak angin. Jangan membuat lubang-lubang ventilasi yang lebar. Cukup
yang kecil-kecil saja. Tetapi di daerah yang berhawa panas dan tidak banyak
angin, lubang ventilasi dapat dibuat agak lebih besar.
Ventilasi yang baik dalam ruangan harus mempunyai syarat lainnya, di
antaranya:
1. Luas lubang ventilasi tetap, minimum 5% dari luas lantai ruangan.
Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka dan ditutup)
minimum 5%. Jumlah keduanya menjadi 10% dikali luas lantai ruangan.
Ukuran luas ini diatur sedemikian rupa sehingga udara yang masuk tidak
terlalu deras dan tidak terlalu sedikit.
2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap dari
sampah atau dari pabrik, dari knalpot kendaraan, debu dan lain-lain.
3. Aliran udara diusahakan ventilasi silang dengan menempatkan lubang
hawa berhadapan antara 2 dinding ruangan. Aliran udara ini jangan
sampai terhalang oleh barang-barang besar misalnya lemari, dinding sekat
dan lain-lain.

Standar letak ventilasi untuk mempermudah aliran udara


f. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
g. Penyediaan Air
 Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter
per orang setiap hari.
 Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.
h. Pembuangan Limbah
 Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak
menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah.
 Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
i. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi dan dianjurkan tidak untuk
lebih dari 2 orang tidur.

Rasio/Perbandingan Luas Bangunan dengan Penghuni

Perbandingan luas bangunan dan penghuni dihitung berdasarkan aktivitas


dasar manusia di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas
tidur, makan, kerja, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak
lainnya. Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan
perhitungan ketinggian rata-rata langit-langit adalah 2,80 m. Kebutuhan
minimum ruangan pada rumah sederhana sehat perlu memperhatikan beberapa
ketentuan sebagai berikut:

 Kebutuhan luas per jiwa.


 Kebutuhan luas per Kepala Keluarga (KK).
 Kebutuhan luas bangunan per kepala Keluarga (KK).
 Kebutuhan luas lahan per unit bangunan.
Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan untuk Rumah Sederhana
Sehat (Rs Sehat)

C. Standar dan Peraturan


Koefisien Dasar Bangunan dan Koefisien Lantai Bangunan
 Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
Koefisien dasar bangunan (KDB) adalah persentase perbandingan antara
luas lantai dasar bangunan dengan luas seluruh lahan/persil peruntukan sesuai
dengan peraturan tata ruang. KDB berfungsi untuk menata kawasan dan
menjaga kelestarian lingkungan.

Untuk menghitung angka KBD kita dapat menggunakan rumus:

𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖 𝑑𝑎𝑠𝑎𝑟


𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐾𝐷𝐵 = × 100%
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

Contoh: Provinsi DKI Jakarta menentukan koefisien dasar bangunan


sebesar 70% dari lahan peruntukan. Apabila suatu lahan memiliki luas 300 m2,
maka lahan tersebut berhak mendirikan bangunan maksimal seluas 210 m2 , sisa
dari lahan bangunan digunakan sebagai taman/pekarangan.

 Koefisien Lantai Bangunan (KLB)


Koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien desimal perbandingan
antara luas keseluruhan lantai bangunan dengan luas seluruh lahan/persil
peruntukan sesuai dengan peraturan tata ruang.
Untuk menghitung angka KLB suatu bangunan kita dapat menggunakan
rumus:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑙𝑎𝑛𝑡𝑎𝑖


𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐾𝐿𝐵 =
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

Contoh: Setelah kita menghitung luas lantai dasar beserta lantai atasnya
ternyata luasannya 200 m2. Kalau lahannya 200 m2, maka nilai KLB bangunan
kita adalah 1.0. Kalau ditentukan KLB di rumah kita 1.2, maka nilai KLB kita
masuk masuk. Yang tidak boleh adalah melebihi dari yang ditentukan.

 Aturan Penghitungan KDB dan KLB


a. Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang
diperhitungkan sampai batas dinding terluar.
b. Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang
tingginya lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihiitung penuh
100 %.
c. Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya
dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung
50 %, selama tidak melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan
sesuai dengan KDB yang ditetapkan.
d. Overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar
kelebihannya tersebut dianggap sebagai luas lantai denah.
e. Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m
di atas lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai.
f. Luas lantai bangunan yang diperhitungkan untuk parkir tidak
diperhitungkan dalam perhitungan KLB, asal tidak melebihi 50 % dari KLB
yang ditetapkan, selebihnya diperhitungkan 50 % terhadap KLB.
g. Ramp dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi l0% dari
luas lantai dasar yang diperkenankan.
h. Batasan perhitungan luas ruang bawah tanah (basement) ditetapkan Kepala
Daerah dengan pertimbangan keamanan, keselamatan, kesehatan, dan
pendapat teknis para ahli terkait.
i. Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai
penuh ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan
tersebut dianggap sebagai dua lantai.
BAB III

HASIL KUNJUNGAN

1. Deskripsi Mengenai Identitas Keluarga

Ibu Nepi adalah seorang nenek berusia 62 tahun. Ia merupakan istri dari bapak Mulyono,
yang berusia 70 tahun. Keluarga mereka tinggal di Jalan Pedati no 37, RT 004, RW 001,
kelurahan Sukmajaya, Depok. Bapak Mulyono merupakan ketua RT dikampungnya, ia
merupakan pensiunan karyawan swasta dan dulunya pernah mengabdi kepada negara menjadi
tentara angkatan laut selama 6 tahun. Ibu Nepi sendiri merupakan penjual gado-gado. Ia
berjualan tak jauh dari rumahnya, ia sudah menjalani pekerjaan ini sejak tahun 1997.
Pendidikan terakhir Ibu Neppi dan Bapak Mulyono adalah lulus SMA.Ibu Nepi dan Bapak
Mulyono memiliki tiga orang anak. Anak pertama bernama Silvia, yang berusia 37 tahun
yang merupakan lulusan S1 Komputer, dan sekarang berkerja di PT Indosat. Anak keduanya
adalah Jeni Julian, yang berusia 35 tahun yang berkerja freelance. Jeni merupakan lulusan
dari STM. Sedangkan anak ketiga bernama Famih berusia 28 tahun yang berkerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil, dan sudah menikah serta memiliki satu orang anak. Famih sudah
menyelesaikan pendidikan D3 dan sedang melanjutkan kuliah S1 sembari bekerja. Keluarga
Famih juga tinggal di rumah Ibu Neppi. Cucu dari Ibu Famih bernama Alivia Zalifah,
berumur 1,5 tahun.

No Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan


Keluarga
1. Bpk M Ayah L 70 th SMA Pensiun
2 Ibu N Ibu P 62 th SMA Penjual
gado-gado
3 S Anak pertama P 37 th S1 Swasta
4 J Anak kedua L 35 th S1 Freelance
5 F Anak ketiga L 28 th D3 PNS
6 S Menantu P Ibu rumah
tangga
7 AZ Cucu P 1,5 th
Genogram

Berdasarkan genogram diatas, keluarga Ibu Nepi merupakan keluarga extended, yaitu
sebuah keluarga yang terdiri atas 2 keluarga inti yang berbeda generasi dalam satu rumah.

2. Deskripsi Mengenai Keadaan Rumah

Keluarga Ibu Nepi tinggal di sebuah rumah yang terletak di Jl Pedati no 37. Rumah
tersebut memiliki luas 250 meter, dengan bentuk tanah membentuk huruf L dengan panjang
13 m dan lebar 9 m. Rumah Ibu Nepi terletak di gang sempit dan terletak di pemukiman
padat penduduk. Ibu Nepi sudah tinggal di rumah ini sejak tahun 1980 dan rumah ini sudah
menjadi hak milik dari keluarga Ibu Nepi. Rumah Ibu Nepi memiliki halaman yang cukup
luas, sehingga keluarga Ibu Nepi memutuskan untuk mendirikan kontrakan di pekarangan
rumahnya. Bagian rumah Ibu Nepi terdiri atas teras, ruang tamu, ruang keluarga, tiga kamar
tidur, dapur dan satu kamar mandi. Bangunan rumah Ibu Nepi terdiri atas tembok yang
dilapisi cat, atap rumahnya adalah genteng. Teras rumah berukuran 3x 4 meter, dan sering
dijadikan tempat untuk berbincang dengan warga sekitar. Ruang tamu ibu Nepi berukuran
3x5meter , dengan kondisi pencahayaan yang kurang baik. Lantai rumahnya merupakan ubin,
dan jarang dibersihkan sehingga nampak kotor. Jendela pada ruang tamu jarang dibuka,
sehingga pencahayaan dalam rumah kurang dan membuat ruangan terasa lembab. Di pojok
ruangan terdapat benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, sehingga debu-debunya tidak
pernah di bersihkan. Di ruang keluarga terdapat televisi dan ranjang. Ranjang tersebut
digunakan keluarga Ibu Nepi untuk duduk-duduk sembari menonton televisi, akan tetapi
ranjang tersebut juga sering ditiduri salah satu anggota keluarga. Ranjang tersebut membuat
kesan sumpek pada ruang keluarga Ibu Nepi. Ditambah lagi terdapat kulkas tepat di sebelah
televisi, sehingga kesan sumpek makin terasa. Kamar tidur di rumah Ibu Nepi berjumlah
empat. Tiga kamar berjajar di sebelah ruang tamu dan ruang keluarga, dan satu kamar terletak
di sebelah kanan. Ketiga kamar tersebut nampak berantakan, dengan tumpukan baju-baju di
kasurnya. Jendela kamar juga tidak pernah dibuka, sehingga ruangan terlihat gelap dan
lembab. Kamar yang terletak di bagian kanan rumah memiliki luas yang lebih besar karena
yang menempati kamar tersebut anak Ibu Nepi yang ketiga beserta anak istrinya. Di bagian
dapur, adalah tempat Ibu Nepi dan anak perempuannya memasak makanan sehari-hari untuk
keluarganya. Dapur Ibu Nepi merupakan ruangan yang paling luas, dengan lantai keramik
putih. Kompor dan alat-alat dapur ditata lumayan rapi, sehingga suasana dapur jauh berbeda
dengan suasana di ruang tamu atau keluarga. Di pojok ruang dapur terdapat kamar mandi.
Kamar mandi terlihat cukup bersih dan terawat, air di bak mandi juga bersih. Untuk
kebutuhan air sehari-hari didapatkan dari sumur yang terletak di dapur. Air di sumur tersebut
tidak pernah kering dan selalu bersih. Septic-tank terletak di daerah dapur juga, dan hanya
berjarak kurang dari 3 meter dari sumur, sehingga ditakutkan kotoran dari septic-tank akan
mencemari air sumur. Akan teteapi menurut pengakuan bapak Mulyono , hal tersebut belum
pernah terjadi.

Denah rumah Ibu Nepi


3. Deskripsi Mengenai Keadaan Rumah

Keluarga Ibu Nepi dapat berkumpul lengkap ketika sore hari setelah magrib, sebab di
siang hari anggota keluarga sibuk berkerja. Mereka biasanya menonton TV bersama di ruang
keluarga dan mengobrol. Pada siang hari hanya ada Bapak Mulyono, menantu Ibu Fahmi dan
cucu mereka. Kehadiran cucu di keluarga Ibu Nepi menjadikan keluarga ini lebih berwarna.
Anak pertama dan kedua, sering mengasuh sang cucu. Hubungan Bapak Mulyono dan Ibu
Nepi sebagai suami istri terbilang cukup harmonis, dan saling mendukung kesehatan satu sma
lain. Hubungan antar anggota keluarga juga terbilang baik, akan tetapi anak kedua Ibu Nepi
kurang terlalu peka terhadap orang tua mereka, dan terkesan dingin.

Untuk peran pengambil keputusan di keluarga ini, dilakukan oleh Bapak Mulyono, akan
tetapi semua pengambilan keputusan sudah dibiacarakan kepada seluruh anggota keluarga.

4. Deskripsi Mengenai Pemenuhan Kebutuhan Keluarga


Dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga, dimana Bapak Mulyono menjabat
sebagai Ketua RT. Untuk Ibu Nepi bekerja sebagai pedagang gado-gado dan makanan ringan
dari tahun 1997 sampai dengan saat ini. Berdagang dari pukul 06.00 – 15.00 sore. Anak
pertama mereka yaitu Silvia telah lulus S1 jurusan Komputer dan sekarang telah bekerja di
Indosat. Anak ketiga mereka yaitu Famih telah lulus D3 jurusan Komputer dan saat ini
sedang melanjutkan kuliah S1 jurusan Komputer, Famih pun sudah bekerja sebagai pegawai
negeri sipil (PNS). Sedangkan anak kedua mereka yaitu Jeni Julian belum mendapat
pekerjaan tetap saat ini.

5. Deskripsi Mengenai Gaya Hidup Keluarga

Untuk hal makanan, sang Ibu selalu memasak sendiri untuk keluarga yang terkadang
dibantu oleh menantunya. Untuk Ibu Nepi sendiri karena menderita penyakit Hipertensi,
maka sang Ibu sudah jarang mengkonsumsi daging dan garam. Buah duren dan lalapan pun
sudah tidak lagi dikonsumsi oleh sang Ibu. Menu makanan yang biasa Ibu hidangkan adalah
sayur-sayuran, tempe dan tahu. Sedangkan sang Bapak lebih menyukai makanan yang
terdapat kuahnya.
Dalam hal olahraga, Bapak dan Ibu memiliki kebiasaan olahraga jalan pagi disekitar
lingkungan rumah.
Bapak memiliki kebiasaan merokok. Biasanya Bapak merokok dengan 1 merk rokok
saja. Akan tetapi, Bapak saat ini sudah mengurangi kebiasaan tersebut. Bapak Mulyono juga
memiliki kebiasan buruk yaitu begadang. Hal ini dikarenakan karena pekerjaan Bapak
Mulyono, sebagai ketua RT yang mengurus semua keperluan warga.

6. Deskripsi Mengenai Lingkungan Sosial Keluarga

Rumah keluarga Ibu Nepi merupakan tempat tinggal permanen. Mereka membeli rumah
tersebut pada tahun 1980. Lingkungan rumahnya cukup bersih Dari segi keamanan, disana
cukup aman meskipun tanpa penjagaan. Rumah Mulyono terletak di gang kecil dimana jalan
di depan nya tidak dapat dilalui mobil, akan tetapi motor masih dapat masuk.
Karena pekerjaan Bapak Mulyono sebagai ketua RT, maka beliau cukup akrab dengan
tetangga sekitar. Bapak Mulyono sudah menjabat sebagai ketua RT sejak tahun 2004 sampai
dengan sekarang karena beliau dipercaya oleh warga sekitar.
Ibu Nepi mengikuti kegiatan pengajian yang diselenggarakan oleh RT setempat.
Pengajian tersebut diadakan seminggu sekali yaitu setiap hari Sabtu pukul 14.00 siang. Selain
itu Ibu Nepi juga mengikuti acara arisan yang dibuat oleh Ibu-Ibu warga sekitar.

7. Deskripsi Mengenai Masalah Kesehatan Yang Ada Dalam Keluarga

Berdasarkan hasil kunjungan pertama kami, didapatkan yaitu :

1. Bapak Mulyono menderita hipotensi yaitu tekanan darah rendah. Serta bapak juga
mengeluhkan pengelihatan di kedua matanya, dimana penglihatan Bapak sudah tidak
jelas terutama untuk melihat tulisan dengan huruf yang kecil. Bapak juga
mengeluhkan nyeri pada dengkul kaki kanan, nyeri tersebut timbul apabila Bapak
berdiri terlalu lama. Dan Bapak dalam terakhir ini telah merasakan gejala-gejala dari
penyakit diabetes, akan tetapi Sang Bapak belum memeriksakan diri dan mengukur
gula darahnya ke Puskesmas terdekat.
2. Ibu Nepi menderita penyakit hipertensi yang sudah diidapnya sejak lama, ditambah
terdapat faktor resiko keturunan hipertensi dari Ibunya. Penyebab lain penyakit
hipertensi Ibu Nepi kambuh adalah faktror stressor. Akan tetapi Ibu Nepi termasuk
pasien yang patuh obat dan selalu memeriksakan dirinya ke Puskesmas. Ibu nepi pun
juga mengkonsumsi tanaman herbal untuk mengendalikan penyakit hipertensi
tersebut, yaitu meminum air rebusan dari tanaman Ciplukan yang beliau tanam di
depan rumahnya. Selain itu Ibu Nepi juga terkadang mengeluhkan pusing dan mereda
jika meminum obat Panadol. Pengelihatan kedua mata Ibu Nepi pun sudah berkurang,
terutama jika melihat tulisan dengan huruf yang kecil. Ibu Nepi juga mengeluhkan
nyeri pada kedua kakinya.
3. Anak pertama mereka, Silvia. Memiliki riwayat Asma ketika kecil. Tetapi sudah
dilakukan terapi di dokter spesialis.

8. Hasil Pemeriksaan dan Intervensi

Atas dasar keluhan yang disampaikan oleh Bapak Mulyono dan Ibu Nepi pada
kunjungan pertama, maka kami pada kunjungan kedua melakukan pemeriksaan
lanjutan dan intervensi pada Bapak Mulyono dan Ibu Nepi.

Hasil pemeriksaan yang didapatkan pada kunjungan ke dua sebagai berikut :

No Nama Berat Tinggi Tekanan Gula Kolestrol Visus


Badan Badan Darah Darah
1 Bapak M 67 Kg 168 cm 150/80 292 5 mg/dL 1/60
mmHg mg/dl
2 Ibu N 38 Kg 144 cm 140/70 246 4,9 1/40
mmHg mg/dl mg/dL

Dari data diatas, didapatkan tekanan darah Bapak Mulyono 150/80 mmHg dimana
angka ini menunjukan bahwa Bapak Mulyono mengalami hipertensi. Hal ini berbeda
dengan keluhan yang Bapak Mulyono sampaikan pada kunjungan pertama.

Pada pemeriksaan gula darah yang dilakukan, Bapak Mulyono dan Ibu Nepi
menunjukan angka yang cukup tinggi. Tetapi hal ini disebabkan karena Bapak Mulyono
dan Ibu Nepi 1 jam sebelumnya telah habis mengkonsumsi makanan, sehingga kadar gula
darah nya meningkat. Dan kadar ini, menunjukkan bahwa Bapak Mulyono dan Ibu Nepi
menderita diabetes melitus.

Kadar kolestrol pada Bapak Mulyono didapatkan 5 mg/dL dan Ibu Nepi didapatkan
4,9 mg/dL hal ini dinyatakan tinggi.
Kelompok kami juga melakukan intervensi terhadap pola hidup dan pola makan pada
Bapak Mulyono dan Ibu Nepi. Intervensi yang kami lakukan berdasarkan atas keluhan
yang disampaikan Ibu Nepi dan Bapak Mulyono pada kunjungan sebelumnya. Intervensi
yang sampaikan yaitu tentang pengertian penyakit hipertensi dan diabetes melitus baik itu
berupa faktor resiko, gejala, komplikasi , cara pencegahan dan prognosis dari kedua
penyakit tersebut.

Kami juga memberikan himbauan pada Bapak Mulyono dan Ibu Nepi tentang
pemilihan makanan yang boleh untuk dikonsumsi dan yang dihindari dalam bentuk
pamflet.

Karena Bapak Mulyono dan Ibu Nepi, keduanya menderita hipertensi, maka kami
menyarankan agar mengurangi asupan garam sehari-hari dan kurangi stress. Untuk Bapak
Mulyono kami sarankan untuk mengurangi konsumsi kopi, rokok, dan lebih banyak
istirahat.

Bapak Mulyono dan Ibu Nepi juga memiliki kadar gula darah yang tinggi, maka dari itu
kami menyarankan agar mengatur asupan makanan , menhindari makanan yang manis ,
dan lebih banyak berolahraga.

9. Hasil Intervensi

Pada kunjungan ketiga kami melakukan pemeriksaan ulang pada Bapak Mulyono dan
Ibu Nepi , untuk mengetahui apakah ada perbaikan atau tidak. Hasil yang kami
dapatkan sebagai berikut :

NO Tinggi Berat Tekanan Gula Kolestrol


Badan Badan Darah Darah

Bapak M 168 cm 67 kg 180/120 148 4,7 mg/dL


mmHg mg/dL

Ibu N 144 cm 38 kg 140/70 163 4,7 mg/dL


mmHg mg/dL
Berdasarkan hasil pemeriksaan diatas , untuk tekanan darah Bapak Mulyono
didapatkan hasil 180/120 mmHg , dimana angka tekanan darah Bapak Mulyono meningkat
dibandingkan kunjungan kedua. Hal ini disebabkan karena Bapak Mulyono kurang
beristirahat akhir-akhir ini, dikarenakan beliau mengurus kegiatan pemilu di lingkungannya.
Sedangkan tekanan darah Ibu Nepi adalah 140/70 mmHg, dimana angka tekanan darah ini
sama dengan hasil pemeriksaan kunjungan kedua.

Pada pemeriksaan gula darah , didapatkan hasil Bapak Mulyon 148 mg/dL dan Ibu
Nepi 163 mg/dL. Angka gula darah ini cenderung turun dibandingkan kunjungan
sebelumnya dan dapat dikatakan angka gula darah Ibu Nepi dan Bapak Mulyono normal.
Akan tetapi kami menyarankan agar pola makan dan pola hidup yang sebelumnya kami
sampaikan tetap dijalankan , agar kadar gula darah Ibu Nepi dan Bapak Mulyono tetap
terjaga.

Pada pemeriksaan kolestrol Bapak Mulyono dan Ibu Nepi didapatkan angka yang sama ,
yaitu 4,7. Dimana angka ini mengalami penurunan dibandingkan dengan angka
sebelumnya.
BAB IV

Kesimpulan

Keluarga Bapak Mulyono , memiliki kesadaran yang cukup baik akan masalah kesehatan
yang mereka hadapi. Sehingga pada saat kami melakukan intervensi , mereka cukup antusias
dan menerapkan saran yang kami berikan. Hal ini ditunjukan dengan penurunan angka gula
darah dan kolestrol darah pada Bapak Mulyono dan Ibu Nepi. Akan tetapi pada tekanan darah
Bapak Mulyono menunjukan peningkatan, beliau mengatakan bahwa hal tersebut
dikarenakan kurang nya istirahat dan faktor stress. Pada Ibu Nepi angka tekanan darah tidak
menunjukan peningkatan atau pun penurunan, hal ini dikarenakan Ibu Nepi rutin
mengkonsumsi obat anti hipertensi. Secara keseluruhan intervensi yang kami lakukan cukup
diterima dan diterapkan oleh keluarga Bapak Mulyono.
Daftar pustaka :

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122785-S09044fk-Hubungan%20profil-
Pendahuluan.pdf
http://nadya-mynewworld.blogspot.co.id/2011/07/sistem-kedokteran-keluarga.html
http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/BUKU_KEDOKTERAN_KELUARGA_.pdf
https://bidankomunitas.files.wordpress.com/2012/02/konsep-dasar-keluarga_2.pdf
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PSIKOLOGI/195009011981032-
RAHAYU_GININTASASI/MAKALAH_KELUARGA.pdf

Anda mungkin juga menyukai