Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan

cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Yang tercakup dalam istilah ini adalah

semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-

obat sistemis yang membasmi cacing maupun larvanya yang menghinggapi organ

dan jaringan tubuh.

Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,

jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi

atau sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus

dikeluarkan secepat mungkin (Tjay dan Rahardja, 2002:185)

Obat antelmintik yang lazim digunakan yaitu :Piperazi1, pirantel

pamoat,tiabendazol dan lainnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan anthelmentik ?

2. Apa apa saja obat yang lazim digunakan ?

3. Apa apa saja yang termasuk ke dalam kategori cacing ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian anthelmentik.

1
2. Untuk mengetahui macam macam obat yang lazim digunakan untuk penyakit

anthelmentik.

3. Untuk mengetahui jenis cacing.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat penulisan makalah ini yaitu agar mahasiswa/pembaca

dapat mengetahui mengenai teori antelmentik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Antelmintika

Antelmintika atau obat cacing (Yunani anti = lawan, helmintes = cacing)

adalah obat yang dapat memusnahkan cacing dalam tubuh manusia dan hewan.

Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari

saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi cacing serta larvanya,

yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007).

Kebanyakan antelmintik efektif terhadap satu macam cacing, sehingga

diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan

antelmintik diberikan secara oral, pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa

senyawa antelmintik yang lama, sudah tergeser oleh obat baru seperti

Mebendazole, Piperazin, Levamisol, Albendazole, Tiabendazole, dan sebagainya.

Karena obat tersebut kurang dimanfaatkan. (Gunawan, 2009).

Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar

dan menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia

obat-obat baru yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit

ini masih tetap merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi

sosial ekonomi di beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga

semakin bertambah akibat migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat

menyebabkan perluasan kemungkinan infeksi. (Tjay, 2007)

3
Terdapat tiga golongan cacing yang menyerang manusia yaitu matoda,

trematoda, dan cestoda. Sebagaimana penggunaan antibiotika, antelmintik

ditujukan pada target metabolic yang terdapat dalam parasite tetapi tidak

mempengaruhi atau berfungsi lain untuk pejamu. (Mycek,2001).

B. Obat Antelmintik yang Lazim Digunakan

1. Piperazi1

Efektif terhadap A.lumbricoides dan E.vermicularis. Mekanisme kerjanya

menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin _ paralisis dan cacing

mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Absorpsi melalui saluran cerna, ekskresi

melalui urine. (Anonim.2010)

Piperazin pertama kali digunakan sebagai antelmintik oleh Fayard (1949).

Pengalaman klinik menunjukkan bahwa piperazin efektif sekali terhadap A.

lumbricoides dan E. vermicularis sebelumnya pernah dipakai untuk penyakit pirai.

Piperazin juga terdapat sebagai heksahidrat yang mengandung 44% basa. Juga

didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan tartrat. Garam-garam ini bersifat

stabil non higroskopis, berupa kristal putih yang sangat larut dalam air, larutannnya

bersifat sedikit asam. (Anonim.A)

a. Efek antelmintik

Piperazin menyebabkan blokade respon otot cacing terhadap asetilkolin

sehinggga terjadi paralisis dan cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus.

Cacing biasanya keluar 1-3 hari setelah pengobatan dan tidak diperlukan pencahar

4
untuk mengeluarkan cacing itu. Cacing yang telah terkena obat dapat menjadi

normal kembali bila ditaruh dalam larutan garam faal pada suhu 37°C. (Anonim.A)

Diduga cara kerja piperazin pada otot cacing dengan mengganggu

permeabilitas membran sel terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan

potensial istirahat, sehingga menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls

spontan, disertai paralisis. (Anonim.A)

Pada suatu studi yang dilakukan terhadap sukarelawan yang diberi piperazin

ternyata dalam urin dan lambungnya ditemukan suatu derivat nitrosamine yakni N-

monistrosopiperazine dan arti klinis dari penemuan ini belum

diketahui. (Anonim.A)

b. Farmakokinetik

Penyerapan piperazin melalui saluran cerna, baik. Sebagian obat yang

diserap mengalami metabolisme, sisanya diekskresi melalui urin. Menurut, Rogers

(1958) tidak ada perbedaan yang berarti antara garam sitrat, fosfat dan adipat dalam

kecepatan ekskresinya melalui urin. Tetapi ditemukan variasi yang besar pada

kecepatan ekskresi antar individu. Yang diekskresi lewat urin sebanyak 20% dan

dalam bentuk utuh. Obat yang diekskresi lewat urin ini berlangsung selama 24

jam.(Anonim.A).

c. Efek nonterapi dan kontraindikasi

Piperazin memiliki batas keamanan yang lebar. Pada dosis terapi umumnya

tidak menyebabkan efek samping, kecuali kadang-kadang nausea, vomitus, diare,

dan alergi. Pemberian i.v menyebabkan penurunan tekanan darah selintas. Dosis

5
letal menyebabkan konvulsi dan depresi pernapasan. Pada takar lajak atau pada

akumulasi obat karena gangguan faal ginjal dapat terjadi inkoordinasi otot, atau

kelemahan otot, vertigo, kesulitan bicara, bingung yang akan hilang setelah

pengobatan dihentikan. Piperazin dapat memperkuat efek kejang pada penderita

epilepsi. Karena itu piperazin tidak boleh diberikan pada penderita epilepsi dan

gangguan hati dan ginjal. Pemberian obat ini pada penderita malnutrisi dan anemia

berat, perlu mendapatkan pengawasan ekstra. Karena piperazin menghasilkan

nitrosamin, penggunaannya untuk wanita hamil hanya kalau benar-benar perlu atau

kalau tak tersedia obat alternatif.(Anonim.A)

d. Sediaan dan posologi

Piperazin sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirop 500 mg/ml,

sedangkan piperazin tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg. Dosis dewasa pada

askariasis adalah 3,5 g sekali sehari. Dosis pada anak 75 mg/kgBB (maksimum 3,5

g) sekali sehari. Obat diberikan 2 hari berturut-turut. Untuk cacing kremi

(enterobiasis) dosis dewasa dan anak adalah 65 mg/kgBB (maksimum 2,5 g) sekali

sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya diulangi sesudah 1-2 minggu. (Anonim.A).

2. Pirantel Pamoat

Untuk cacing gelang, cacing kremi dan cacing tambang. Mekanisme

kerjanya menimbulkan depolarisasi pada otot cacing dan meningkatkan frekuensi

imfuls, menghambat enzim kolinesterase. Absorpsi melalui usus tidak baik,

ekskresi sebagian besar bersama tinja, <15% lewat urine. (Anonim.2010).

6
Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing

yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh,

cacing akan segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut

kosong, atau diminum bersama makanan, susu atau jus. (Drugs.Com, 2007).

Pemakaiannya berupa dosis tunggal, yaitu hanya satu kali diminum.Dosis

biasanya dihitung per berat badan (BB), yaitu 10 mg / kgBB. Walaupun demikian,

dosis tidak boleh melebihi 1 gr. Sediaan biasanya berupa sirup (250 mg/ml) atau

tablet (125 mg /tablet). Bagi orang yang mempunyai berat badan 50 kg misalnya,

membutuhkan 500 mg pirantel. Jadi jangan heran jika orang tersebut diresepkan 4

tablet pirantel (125 mg) sekali minum.Nama dagang pirantel pamoat yang beredar

di Indonesia bermacam-macam, ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-

lain (MIMS,1998) .

Pirantel pamoat sangat efektif terhadap Ascaris, Oxyuris dan Cacing

tambang, tetapi tidak efektif terhadap trichiuris. Mekanisme kerjanya berdasarkan

perintangan penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk

kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh

akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan

segera mati. Di samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah. . (Tjay

dan Rhardja, 2002:193)

Resorpsinya dari usus ringan kira – kira 50% diekskresikan dalam keadaan

utuh bersamaan dengan tinja dan lebih kurang 7% dikeluarkan melalui urin. Efek

sampingnya cukup ringan yaitu berupa mual, muntah, gangguan saluran cerna dan

7
kadang sakit kepala. (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis terhadap cacing kremi

dan cacing gelang sekaligus 2-3 tablet dari 250 mg, anak-anak ½ 2 tablet sesuai

usia (10mg/kg). (Tjay dan Rhardja, 2002:193). Dosis tunggal pirantel pamoat

10mg/kg Bb (ISO, 2009 : 81).

3. Dietilkarbamazin

 Pemerian : Merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis. Dl bentuk garam

sitrat, kristal tak berwarna, mudah larut air, rasa tidak enak.

 Aktivitas Antelmintik : Menyebabkan hilangnya mikrofilaria dalam peredaran

darah.Cacing betina dan mikrofilaria dalam nodulus tidak dipengaruhi.

 Mekanisme kerja : Menurunkan aktivitas otot paralisis Menyebabkan

perubahan pada permukaan membran mikrofilaria lebih mudah

dihancurkan oleh daya tahan tubuh hospes.

 Farmakokinetik : Abs : cepat usus. Distribusi :merata ke seluruh jar, kecuali

jar lemak. Ekskresi : urin , 70% dl bentuk metabolit.Pemakaian

berulang akumulasi.

 Efek samping : Pada dosis terapi : aman. Malaise, nyeri sendi, anoreksia,

muntah hilang bila terapi dihentikan. Sakit kepala, muntah,gelisah.

rangsangan pd SSP. Alergi timbul karena matinya parasit atau substansi yg

dilepaskan oleh mikrofilaria yg hancur , berupa : sakit kepala, malaise, edem,

gatal, hiperpireksia, artralgia, takikardia, berlangsung 3-7 hari. Dapat terjadi

ensefalitis karena alergi jarang.

8
 Posologi : Sediaan : Tablet : 50mg, 200mg dan 400m. Dosis : Tergantung

pada jenis cacing,

 Indikasi : Pengobatan masal infestasi W brancofti 5-6mg/kgBB ,per oral, 1

hari / mgg atau per bulan, sebanyak 6-12 dosis

4. Mebendazol

Mebendazol merupakan obat cacing yang paling luas spektrumnya. Obat ini

tidak larut dalam air, tidak bersifat higroskopis sehingga stabil dalam keadaan

terbuka (Ganirwarna, 1995). Mebendazol adalah obat cacing yang efektif terhadap

cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris leonina. Trichuris vulpis,

Uncinaria stenocephala, Ancylostoma caninum, Taenia pisiformis, Taenia

hydatigena, Echinococcus granulosus dan aeniaformis hydatigena (Tennant, 2002).

Senyawa ini merupakan turunan benzimidazol, obat ini berefek pada hambatan

pemasukan glukosa ke dalam cacing secara ireversibel sehingga terjadi

pengosongan glikogen dalam cacing. Mebendazol juga dapat menyebabkan

kerusakan struktur subseluler dan menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing

(Ganirwarna, 1995). Nama kimia mebendazole yaitu methyl [(5-benzoyl-3H-

benzoimidazol-2-yl)amino]formate. Rumus kimia : C16H13N3O3

 Efek Antelmintik : Efektif untuk mengobati infestasi : cacing gelang, cacing

kremi, cacing tambang, T trichiura, cacing pita

 Mekanisme kerja : Menyebabkan kerusakan struktur subseluler, menghambat

sekresi enzim asetilkolinesterase, menghambat intake glukosa, akibatnya

cacing mati pelan-pelan, hasil terapi baru kelihatan sesudah 3 hari pemberian

9
obat, Menimbulkan sterilitas pada telur cacing T trichiura, cacing tambang dan

ascaris, gagal berkembang menjadi larva, Larva yg sudah matang tidak dapat

dipengaruhi oleh mebendaz

 Farmakokinetik : Absorpsi oral tidak baik, BA rendah , karena metabolisme

lintas pertama hepatik cepat. Ekskresi : urin Absorpsi meningkat bila diberikan

bersama makanan yg berlemak.

 Efek non-terapi dan kontra indikasi : batas keamanan lebar, diare dan sakit

perut ringan, sementara, tidak dianjurkan pada wanita hamil trimester I, karena

efek embryotoxic dan teratogenik pd hewan uji, penggunaan pada anak < 2

tahun dipertimbangkan , karena uji coba klinik masih sedikit.

 Indikasi : Obat terpilih untuk enterobiasis dan tricuriasis, terutama pada anak-2,

untuk infestasi A duodenale, alternatif pilihan untuk N americanus dan askaris

sesudah pirantel pamoat perlu dosis ganda.

 Posologi : Sediaan : Tablet 100mg dan sirup 10mg/ml, Dosis : Untuk

askariasis, trichuris dan cacing tambang : pada dws dan anak sama :

2x100mg/hari , selama 3 hari. Bila perlu pengobatan ulang 3 mgg kmd, T.

Solium : 2x 300mg/hari, selama 3-4 hari

 Interaksi : Karbamazepin menurunkan konsentrasi mebendazol dalam

darah, Simetidin meningkatkan konsentrasi dalam darah

5. Niklosamid

Niklosamid adalah obat pilihan untuk infeksi cestoda (cacing pita) pada

umumnya. Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap

10
ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh

skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya. Laksan diberikan sebelum

pemberian niklosamid oral. Ini berguna untuk membersihkan usus dari segmen-

segmen cacing yang mati agar tidak terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat

menjadi sistiserkosisi. Alcohol harus dilarang selama satu hari ketika niklosamid

diberikan (Mycek, 2001).

 Efek antelmintik : Terutama efektif terhadap cacing pita.

 Mekanisme kerja : Menghambat respirasi dan ambilan glukosa, menghambat

fosforilasi ADP.

 Efek non-terapi : Abs sangat sedikit hampir bebas dari efek samping, cukup

aman untuk kehamilan, penderita dengan keadaan umum buruk, tidak

mengganggu fungsi hati, ginjal dan darah, tidak iritasi lambung.

 Indikasi : Obat terpilih untuk T saginata, D latum, untuk T. Solium tidak

merusak telur dl segmen cacing dapat menyebabkan sistiserkosis perlu

pencahar

 Posologi: Tablet kunyah 500mg, dimakan waktu perut kosong

 Dosis : Dws : 2 gram, dosis tunggal, Anak BB > 34kg : 1,5 gram, Anak BB 11

– 34 kg : 1 gram.

6. Prazikuantel

Infeksi trematoda umumnya diobati dengan prazikuantel. Obat ini

merupakan obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi

cestoda seperti sistisercosis. Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium

11
meningkat menyebabkan parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel

mudah diabsorbsi pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal.

Kadar yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara

oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek. Metabolit

tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu (Mycek, 2001).

Efek samping yang biasa termasuk mengantuk, pusing, lesu, tidak mau

makan dan gangguan pencernaan. Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil

atau menyusui. Interaksi obat yangterjadi akibat peningkatan metabolisme telah

dilaporkan jika diberikan bersamaan deksametason, fenitoin, dan karbamazepin,

simetidin yang dikenal menghambat isozim sitokrom P-450, menyebabkan

peningkatan kadar prazikuantel. Prazikuantel tidak boleh diberikan untuk

mengobati sistiserkosis mata karena penghancuran organisme dalam mata dapat

merusak mata (Mycek, 2001).

 Efek antelmintik : Efektif terhadap cestoda dan trematoda pada hewan dan

manusia.

 Cara, kerja : Paralisis spastik reversibel cacing terlepas dari tempatnya yg

normal, pada dosis terapi yg lebih tinggi isi cacing keluar memacu

mekanisme pertahanan tubuh hospes cacing hancur.

 Farmakokinetik : Abs p.o.: baik, Ekresi : urin dalam waktu 24 jam (metabolit

>>>, utuh <<).

 efek samping : Sakit perut, anoreksia, sakit kepala dan pusing : ringan ,

sementara, berhubungan dg dosis.

12
 Kontra indikasi : Jangan diberikan pada wanita hamil trimester I dan menyusui,

umur kurang dari 4 th, ocular cysticercosis : karena kehancuran parasit di

mata cacat menetap

 Posologi : Harus diminum dengan air, sesudah makan, tidak boleh dikunyah

karena pahit, obat terpilih untuk skistosoma , dosis 20mg/kgBB,

3xsehari,selama 1 hari, untuk S haematobium, S mansoni : dosis tunggal ,

40mg/kgBB, S japonicum : 2x30mg/kgBB, selama 1 hari.

7. Tiabendazol

Tiabendazol adalah suatu benzimidazol sintetik yang berbeda, efektif

terhadap strongilodiasis yang disebabkan Strongyloides stercoralis (cacing benang),

larva migrans pada kuliat (atau erupsi menjalar) dan tahap awal trikinosis

(disebabkan Trichinella spinalis). Obat juga menganggu agregasi mikrotubular.

Meskipun hamper tidak larut dalam air, obat mudah diabsorbsi pada pemberian per

oral. Obar dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine. Efek samping

yang dijum[pai ialah pusing, tidak mau makan, mual dan muntah. Terrdapat

beberapa laporan tentang gejala SSP. Diantara kasus eritema multiforme dan

sindrom Stevens Johnson yang dilaporkan akibat tiabendazol, terdapat beberapa

kematian. (Mycek, 2001)

 Efek antelmintik : Efektif thd strongiloides, askariasis, oksiuriasis, larva

migran kulit, trikuriasis dan trikinosis akut.

 Cara kerja : menghambat enzim pada cacing, dapat membentuk kompleks yg

berwarna, mempunyai efek imunosupresi dan antiinflamasi.

13
 Farmakokinetik : Abs melalui usus : baik, dapat diserap melalui kulit, ekskresi:

urin dalam waktu 1 hari ekskresi mencapai 90%.

 Efek non-terapi : Efek samping yg sering : anoreksia,mual,muntah, pusing,

jarang : diare, sakit kepala,pusing, lelah,mengantuk, perubahan fungsi hati

selintas, kristaluria yg hilang waktu pengobatan dihentikan, terjadi :

hiperglikemia, jaundice dan kelainan fungsi hati

 Indikasi : Obat terpilih untuk S stercoralis dan cutaneous larva migrans dari A

braziliensis dan A caninum, sebaiknya tidak untuk askaris, trikuris, cacing

kremi dan cacing tambang sediaan lain yg aman masih ada.

 Kontra indikasi : Anak-2 dengan BB < 15kg, aktivitas yang perlu

kewaspadaan, penderita gangguan fungsi hati dan ginjal pakai alternative,

hipersensitif

 Posologi : Sediaan : Tablet 500mg dan sirup 100mg/ml

 Dosis standar : 2x25mg/kgBB (maks 1,5 gram ), pemberian obat sehabis

makan, preparat tablet harus dikunyah dengan baik

8. Albendazol

 Efektifitas antelmintik: Efektif untuk kremi, gelang, trikuris, S stercoralis, N

americanus, Cysticercosis dan hidatid

 Farmakokinetika : Abs per oral : baik oleh usus, ekskresi : urin, feses <<

 Mekanisme kerja : Menghambat ambilan glukosa oleh larva dan cacing

dewasa parasit mati, membunuh larva N americanus, merusak telur cacing

gelang, tambang dan trikuris.

14
 Indikasi: Untuk infeksi cacing kremi, tambang, askaris atau trikuris, untuk

kremi pengobatan diulang sesudah 2 minggu, untuk cacing tambang dan

trikuris : lama pengobatan yg dianjurkan 2-3 hari, untuk cacing S. stercoralis,

Hydatid, Neuro-cysticercosi, T. Saginata, cutaneous larva-migrans.

 Kontra indikasi: Anak < 2th, wanita hamil, sirosis hati

 Efek samping: Untuk penggunaan 1-3 hari aman, efek samping : nyeri ulu

hati, diare, sakit kepala, mual, lemah, insomnia, pada pengobatan penyakit

hidatid :alopecia, leukemia reversibel, peningkatan transaminase reversibel,

anafilaksis, penggunaan kronis pada hewan uji : diare, anemia, hipotensi,

kelainan fungsi hati, toksisitas thd fetus.

C. MACAM MACAM CACING

1. Cacing Tambang

Adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup pada usus kecil inang(korban

sebagai tempat makan)nya, dalam hal ini adalah manusia. Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Tambang didefinisikan sebagai cacing parasit

pengisap darah yang mempunyai pengait yang kuat pada rongga mulut atau pipi

untuk menyerang usus.

2. Cacing Gelang/ Ascaris (Cacing Perut)

Cacing ini termasuk dalam kelas dari anggota hewan tak bertulang

belakang(invertebrata) yang termasuk dalam filumNemathelminthes Ascaris

lumbricoides.Untuk definisi lengkap dari cacing gelang ini, saya belum

15
menemukannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI)pun Cacing Gelang

berada dalam sub pengertian cacing sebagai cacing yang hidup dalam usus halus

manusia. Hanya itu saja yang saya temukan, sayang sekalI.

3. Cacing Cambuk

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Cambuk tidak

terdapat definisinya. Namun dari berbagai sumber yang ada Trichuris trichiura ini

disebut cambuk adalah karena pada bagian anteriornya berbebtuk langsing

memanjang seperti cambuk, yang panjangnya kira-kira mencapai 3/5 dari panjang

seluruh tubuhnya.

4. Cacing Jatung

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Jantung

atau Dirofilaria immitis didefinisikan sebagai cacing nematoda yang terdapat dalam

jantung karnivora, betinanya dapat mencapai panjang 30 cm. Cacing ini

kebanyakan menyerang pada hewan, seperti anjing dan kucing. Dapat

menyebabkan kematian pada hewan inangnya apabila tidak dirawat.

5. Cacing Pita

Termasuk dalam Kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda,

Bangsa Cyclophyllidea, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Pita

didefinisikan sebagai cacing berkepala, beruas-ruas, panjang dan pipih seperti pita,

hidup di dalam perut, biasanya dianggap sebagai sumber penyakit. Anggota-

anggotanya dikenal sebagai parasit vertebrata dan yang paling penting cacing ini

dapat menginfeksi manusia, babi, sapi, dan kerbau.

16
6. Cacing Pipih

Tubuhnya memipih dan badan berbentuk pita adalahFilum

Platyhelminthes yang terdapat 4 kelas didalamnya yaituTurbellaria, Trematoda,

Cestoda dan monogenea (cacing pita merupakan bagian dari cestoda). Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Pipih didefinisikan sebagai cacing

berbadan pipih, yang mempunyai rongga tubuh.

7. Cacing Kremi Atau Enterobius Vermicularis

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Kremidefinisinya

adalah cacing kecil yang hidup sebaga parasit dalam perut, terutama pada anak-

anak.Penyakit ini sering disebutkremien di kalangan orang jawa. Cacing ini tumbuh

dan berkembangbiak di dalam usus manusia dan aktif pada malam hari(bergerak ke

anus untuk bertelur).

8. Cacing Benang Atau Filaria(Wuchereria Bancrofti)

Bentuk cacing ini gilig memanjang, seperti benang maka disebut cacing

benang atau filaria. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Benang

definisinya adalah cacing yang menyebabkan penyakit filariaris yang menyebabkan

pembengkakan pada kaki.

9. Cacing Tanah

Cacing Tanah adalah nama yang paling umum digunakan untuk hewan

dalam kelompok Oligochaeta, yang nama kelas dan subkelasnya tergantung dari

penemunya. Cacing ini tergolong dalam filum Annelida. Dalam Kamus Besar

17
Bahasa Indonesia(KBBI) Cacing Tanah didefinisikan sebagai cacing yang hidup di

dalam tanah yang lembap.

Annelida memiliki panjang tubuh sekitar 1 mm hingga 3 m.Contoh annelida

yang panjangnya 3 m adalah cacing tanah Australia. Bentuk tubuhnya simetris

bilateral dan bersegmen menyerupai cincin. (Anonim.B)

Annelida memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu

segmen dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah,

sistem ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya

saling berhubungan menembus septa. Rongga tubuh Annelida berisi cairan yang

berperan dalam pergerakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot.

(Anonim.B)

Ototnya terdiri dari otot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang

(longitudinal). Sistem pencernaan annelida sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring,

esofagus (kerongkongan), usus, dan anus. Cacing ini sudah memiliki pembuluh

darah sehingga memiliki sistem peredaran darah tertutup. Darahnya mengandung

hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang melingkari esofagus

berfungsi memompa darah ke seluruh tubuh. (Anonim.B)

Sistem saraf annelida adalah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak

di depan faring pada anterior. Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri

dari nefridia, nefrostom, dan nefrotor. Nefridia (tunggal–nefridium) merupakan

organ ekskresi yang terdiri dari saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia

18
dalam tubuh. Nefrotor merupaka npori permukaan tubuh tempat kotoran keluar.

Terdapat sepasang organ ekskresi tiap segmen tubuhnya. (Anonim.B)

Sebagian besar annelida hidup dengan bebas dan ada sebagian yang parasit

dengan menempel pada vertebrata, termasuk manusia. Habitat annelida umumnya

berada di dasar laut dan perairan tawar, dan juga ada yang segaian hidup di tanah

atau tempat-tempat lembap. Annelida hidup di berbagai tempat dengan membuat

liang sendiri. (Anonim.B)

Annelida umumnya bereproduksi secara seksual dengan pembantukan

gamet. Namun ada juga yang bereproduksi secara fregmentasi, yang kemudian

beregenerasi. Organ seksual annelida ada yang menjadi satu dengan individu

(hermafrodit) dan ada yang terpisah pada individu lain (gonokoris). (Anonim.B)

Annelida dibagi menjadi tiga kelas, yaitu Polychaeta (cacing berambut

banyak), Oligochaeta (cacing berambut sedikit), dan Hirudinea. (Anonim.B)

19
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Antelmintik atau obat cacing adalah obat-obat yang dapat memusnahkan

cacing dalam tubuh manusia dan hewan. Yang tercakup dalam istilah ini adalah

semua zat yang bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-

obat sistemis yang membasmi cacing maupun larvanya yang menghinggapi organ

dan jaringan tubuh.

Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,

jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi

atau sisa–sisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus

dikeluarkan secepat mungkin (Tjay dan Rahardja, 2002:185).

B. Saran

1. Bagi penulis, diharapkan untuk memperbanyak wawasan tentang antelmentik

agar penulis selanjutnyan lebih dikembangkan lagi sehingga kedepannya lebih

baik dan sempurna.

2. Bagi institusi pendidikan, diharapkan dengan memberikan masukan tentang hasil

penulisan ini dapat digunakan sebagai sebagai penyempurnaan penulisan

makalah selanjutnya.

20
3. Bagi pembaca/mahasiswa mungkin makalah ini cukup banyak kesalahan dan

kejanggalan baik dalam penulisan maupun dalam materi pembahasan, oleh

karena itu, kami mengharapkan kritikan yang membangun bagi kami dalam

penulisan makalah ini, agar kedepannya lebih sempurna lagi.

21
DAFTAR PUSTAKA

Katzung.1989.Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 3.EGC: Jakarta

Mycek.2001.Farmakologi Ulasan Bergambar.Widya Medika : Jakarta

Anonim.2010.http://farmakologi.files.wordpress.com/2010/02/antelmintik.pdf

Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat – Obat Penting, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta

Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia, Jakarta

Katzung BG. Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi VIII. Jakarta: Salemba

Medika; 2002; 280-81

22

Anda mungkin juga menyukai