AKTIVITAS ANTELMINTIK
Disusun Oleh:
Kelompok III
JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS PGRI
PALEMBANG
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Antelmintik atau obat cacing ialah obat yang digunakan untuk memberantas
atau mengurangi cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh. Kebanyakan obat
cacing efektif terhadap satu macam cacing, sehingga diperlukan diagnosis tepat
sebelum menggunakan obat tertentu. Kebanyakan obat cacing diberikan secara oral,
pada saat makan atau sesudah makan. Beberapa obat cacing perlu diberikan bersama
pencahar. Obat cacing baru umumnya lebih aman dan efektif dibanding dengan
yang lama, efektif untuk beberapa macam cacing, rasanya tidak mengganggu,
pemberiannya tidak memerlukan pencahar dan beberapa dapat diberikan secara oral
sebagai dosis tunggal (Departemen Farmakologi dan Terapeutik, 2007).
Antelmintik merupakan obat untuk mengurangi atau membunuh cacing dalam
tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang bekerja lokal
menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat sistemik yang membasmi
cacing dari larvanya yang menghinggapi organ dan jaringan tubuh (Tjay, 2007).
Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing didalam
rongga usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena kebanyakan
antelmintika juga bersifat toksik pada tuan rumah. Sebaliknya, terhadap cacing yang
dapat menembus dinding usus dan menjalar ke jaringan dan organ lain, misalnya
cacing gelang, hendaknya digunakan obat sistemik yang justru diresorpsi baik
kedalam darah hingga bisa mecapai jaringan (Tjay, 2007).
Banyak antelmintik dalam dosis terapi hanya bersifat melumpuhkan cacing,
jadi tidak mematikannya. Guna mencegah jangan sampai parasit menjadi aktif lagi
atau sisasisa cacing mati dapat menimbulkan reaksi alergi, maka harus dikeluarkan
secepat mungkin (Tjay & Rahardja, 2002). Maka dari itu, kami melakukan
eksperimen sederhana untuk menguji aktivitas antelmintik.
Bahan
- Cacing tanah (Pheretima sp.)
- Daun papaya (Carica papaya)
3
4.2. Pembahasan
Dari hasil pengamatan yang kami amati diperoleh hasil sebagai berikut :
No Kelompok Tanaman ekstrak Waktu
1. I Bawang putih 41 menit
2. II Bawang merah 45 menit
3. III Daun pepaya 1 jam
4. IV Temulawak 1 jam 17 menit
5. V Wortel 1 jam 38 menit
Uji aktivitas antelmintik dilakukan pada 5 kelompok. Hasil uji aktivitas
antelmintik menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada setiap kelompok dalam
menyebabkan kematian cacing tanah. Kelompok 1 direndam di dalam ekstrak bawang
putih dengan lama waktu kematian cacing 41 menit. Kelompok 2 direndam di dalam
ekstrak bawang merah dengan lama waktu kematian cacing 45 menit. Kelompok 3
direndam di dalam ekstrak daun pepaya dengan lama waktu kematian cacing 1 jam.
Kelompok 4 direndan di dalam ekstrak temulawak dengan lama waktu kematian cacing
1 jam 17 menit dan kelompok 5 direndan di dalam ekstrak wortel dengan lama waktu
kematian cacing 1 jam 38 menit. Pengamatan dilakukan dengan melihat apakah cacing
mati.
Dari table di atas terlihat jelas bahwa cacing yang direndam di dalam bawang
putih mengalami kematian lebih cepat dibandingkan dengan ekstrak yang lain, hal ini
dikarenakan di dalam bawang putih mengandung senyawa aktif yaitu sulfur dan
belerang. Pada kelompok dua dengan ekstrak bawang merah cacing tanah lemas dengan
selisih 4 menit dikarenakan di dalam bawang merah mengandung senyawa allin dan
allisin yang akan mengakibatkan cacing lemas. Pada daun ekstrak ketiga terhadap daun
pepaya cacing tanah sedikit lebih lama dibanding bawang putih dikarenakan di dalamm
daun pepaya mengandung potensi enzim papain, saponin, flavonoid, dan tannin. Pada
ekstrak daun temulawak cacing tanah lebih lama lemas dibandingkan bawang merah
dikarenakan mengandung mineral, minyak atsiri dan minyak lemak dan terakhir pada
ekstrak wortel cacing paling lama lemas dibandingkan dari empat daun yang
diekstrakan dikarenakan wortel mengandung mineral, serat, vitamin A, dan anti
oksidan.
Kematian cacing tanah dalam ekstrak daun pepaya diduga disebabkan oleh
kandungan kimia yang terdapat di dalamnya yaitu alkaloid, flavonoid, glikosida, dan
tanin. Alkaloid yang terdapat dalam daun pepaya yaitu karpain memiliki aktivitas
sebagai antelmintik. Karpain memiliki mekanisme kerja melalui penekanan sistem saraf
pusat Nur (2002) dalam Mahatriny (2014). Adanya penekanan sistem saraf pusat ini
menyebabkan cacing kehilangan koordinasi saraf sehingga terjadi kelumpuhan otot atau
paralisis cacing. Senyawa tanin menyebabkan terikatnya enzim-enzim yang dihasilkan
oleh cacing gelang babi untuk penyerapan nutrisi sehingga proses penyerapan terganggu
dan dapat menyebabkan defisiensi nutrisi Faradila dkk., (2013) dalam Mahatriny
(2014).
Senyawa flavonoid memiliki efek farmakologi pada pembuluh darah melalui
terjadinya vasokontriksi kapiler dan menurunkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini
menyebabkan adanya gangguan pembuluh darah sehingga zat-zat makanan dan oksigen
yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup cacing terganggu dan dapat mempercepat
kematian cacing Fitriana (2008) dalam Mahatriny (2014).
Tanaman pepaya merupakan sumber untuk anthelmintic terbaru karena
ditemukannya resistensi nematode terhadap obat anthelmintic sintetis. Enzim papain,
chymopapain, dan ekstrak crude getah papaya yang mengandung protein sistein dalam
tanaman pepaya memiliki efektifitas tinggi sebagai anthelmintika. Enzim ini memiliki
situs aktif yang mengandung residu sistein dan histidin yang penting untuk menguraikan
polipetida target (Rahayu & Tjitraresmi, 2016)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Cacing tanah akan lebih cepat lemas dengan kita menggunkan ekstrak bawang
putih karena di dalam bawang putih mengandung senyawa aktif yaitu beleramg
dan sulfur.
2. Cacing tanah akan lebih lama lemas dengan kita menggunakan ekstrak wortel
dikarenakan di dalam wortel mengandung mineral, serat, vitamin A, dan anti
oksidan
5.2 Saran
1. Setiap pengamatan harus dilakukan dengan teliti saat melakukan percobaan agar
tidak terdapat gelembung udara yang bisa mempersulit pengamatan.
2. Dalam proses pengamatan objek dengan menggunakan microskop pengaturan
fokus sebaiknya dilakukan dengan pelan-pelan.
3. Sebaiknya menggunakan mikroskop yang baik dan berkualitas.
4. Selalu jaga kebersihan saat kita sedang di ruang Laboratorium.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan, Rahardja, Kirana, 2002, Obat Obat Penting, PT. Elex Media
Komputindo, Jakarta
Kasim, Fauzi, dkk.,2009, ISO Indonesia, volume 44, Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia,
Jakarta
Katzung BG.2002.Farmakologi dasar dan klinik. Buku 3. Edisi VIII. Jakarta: Salemba
Medika