Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN

TUTORIAL C BLOK 24

Disusun oleh:
KELOMPOK 4

Anggota Kelompok:
Reijefki Irlastua 04121401032
Nur Annisa Faradina 04121401034
Fachra Afifah Aliati 04121401041
Novalia Arisandy 04121401042
Dita Nurfitri Zahir 04121401047
M Tata Suharta 04121401053
Marisabela Oktaviani Lintang 04121401056
Iqbal Habibie 04121401063
Ayu Novalia 04121401072
Anisah Sarie Husni 04121401073
Minati maharani Amin 04121401096
Mandeep Sing Mukand Singh 04121401104

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan
Tutorial Skenario C Blok 24 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Tim Penyusun
KEGIATAN TUTORIAL

Tutor : dr. Ziske Kamil

Moderator : Iqbal Habibie

Sekretaris Meja : Fachra Afifah Aliati

Pelaksanaan : 6 April 2015 dan 8 April 2015

10.00-12.00 WIB

Peraturan selama tutorial :

1. Sebelum nyampaikan pendapat harus mengacungkan tangan


2. Alat komunikasi dan gadget hanya boleh digunakan untuk keperluan diskusi, namun dalam
mode silent dan tidak mengganggu berlangsungnya diskusi
3. Minum diperbolehkan, namun tidak untuk makan
4. Bila ingin izin keluar, diharapkan melalui moderator
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Kegiatan Tutorial ii

Daftar Isi iii

Skenario 1

Klarifikasi Istilah 1

Identifikasi Masalah 2

Analisis Masalah 2

Hipotesis 18

Template 18

Kerangka Konsep 37

Sintesis 37

Daftar Pustaka 67
I. SKENARIO

Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering


mengompol sejak 2 minggu terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat
menahan keinginannya untuk buang air kecil, bahkan air seninya sudah keluar
sebelum sampai ke kamar mandi. Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan
Tn. Abdul sering bergetar terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-
kecil dan sering terjatuh.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, temp.


o
36,8 C. pemeriksaan laboraturium dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologis
ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score 17

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Mengompol : mengeluarkan air kencing pada waktu tidur


2. Tidak bias menahan buang air keci/incontinentia urinary
3. Bergetar / resting tremor : tremor yang ditemukan pada saat tidak melakukan
aktifitas
4. Tremor : getaran, atau gigilan yang involunter
5. MMSE : mini mental stage examination sebuah test yang digunakan untuk test
demensia
6. Pull test : test dengan menarik otot. Untuk mengukur ketidakstabilan postural
biasanya pada penderita Parkinson disease dan kelainan gerak lainnya.

III. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering mengompol
sejak 2 minggu terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat menahan
keinginannya untuk buang air kecil, bahkan air seninya sudah keluar sebelum
sampai ke kamar mandi.
2. Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar
terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering
terjatuh.
3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, temp.
36,8oC. pemeriksaan laboraturium dalam batas normal.
4. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE
score 17

IV. ANALISIS MASALAH


1. Tn. Abdul, 60 tahun, dibawa anaknya berobat dengan keluhan sering mengompol
sejak 2 minggu terakhir. Menurut anaknya, ayahnya tidak dapat menahan
keinginannya untuk buang air kecil, bahkan air seninya sudah keluar sebelum
sampai ke kamar mandi
a. Bagaimana anatomi dan fisiologi berkemih?
Jawab :

Anatomi vesica urinaria (kandung kemih)

Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa,lapisan mukosa.

Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari 2 bagian
besar,yaitu ;

(1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul

(2) Collum, merupakan lanjutan dari corpus yang berbentuk corong.

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah
dan apabila berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60
mmHg. Kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting dalam proses
berkemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas collum vesicae
terdapat daerah berbentuk segitiga yang lapisan mukosanya halus (kecuali daerah
ini, lapisan mukosa dinding kandung kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat).
Collum (leher kandung kemih) panjangnya 2-3 cm, dindingnya terdiri dari dari
otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastic. Otot pada
daerah ini disebut sphincter urethra internum. Setelah urethra posterior, urethra
berjalan melewati diafrgama urogenital, yang mengandung lapisan otot yang
disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik yang bekerja
dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha
untuk mengosongkan kandung kemih.

Persarafan kandung kemih

Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan


dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama dengan segmen S-2
dan S-3. Berjalan dari nervus pelvikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat
saraf motorik. Serat sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung
kemih. Tanda-tanda regangan dari urethra (posterior) dan terutama bertanggung
jawab untuk mencetuskan reflex berkemih. Saraf motorik yang menjalar dalam
nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion
yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf postganglion pendek kemudian
mempersarafi otot detrusor.

Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk
fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfinter.
Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis.

Tipe Saraf Fungsi

Kolinergik parasimpatik (Nervus erigenus) Kontraksi bladder

Simpatetik Relaksasi bladder (dengan menghambat


tonus parasimpatis)

Simpatetik Relaksasi bladder (adrenergik beta)


Simpatetik Kontraksi leher bladder

Somatik (nervus pudendi) Kontraksi otot dasar panggul

Fisiologi / Proses Mikturisi Normal

Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi penuh


dengan urin. Dua tahap utama mikturisi :

a. Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada dindingnya


meningkat melalui ambang batas.
b. Munculnya refleks saraf (refleks mikturisi) yang akan mengosongkan
kandung kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan
berkemih yang disadari.

Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord. Sebagian besar
pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari/dilatih. Sistem
saraf simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna,
sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya
spinchter relaksasi terjadi mikturisi. (normal: tidak nyeri).

Saat kandung kemih terisi, ujung-ujung saraf di dinding kandung kemih


mengirim sinyal ke medula spinalis dan kemudian ke otak, sehingga muncul
perasaan/ sensasi ingin berkemih. Kemudian otak mengirim sinyal ke otot sfingter
uretra dan otot pelvis untuk berelaksasi. Setelah itu otot sfingter uretra dan otot
pelvis mengirim sinyal ke dinding kandung kemih (detrusor) yang akan
berkontraksi dan memompa urin keluar melalui uretra.

Setelah urin dari kandung kemih kosong, otot sfingter uretra dan otot pelvis
berkontraksi kembali, menutup uretra, dan otot kandung kemih berelaksasi.
Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang
masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus
bulbo kavernosus.

Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang
mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah
perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon.
Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa
milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi
volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan
menaikkan tekanan intra abdomen.

Orang dewasa dengan kandung kemih yang normal, yang minum 2 L cairan
per hari, umumnya akan berkemih 4-7 kali sehari (setiap 3-4 jam). Rata-rata,
setiap orang akan berkemih sebanyak 250-500 mL urin setiap kalinya.

b. Bagaimana hubungan jenis kelamin, usia dan keluhan Tn. Abdul?


Jawab :

Prevalensi gejala traktus urinarius bawah (LUTS) pada parkinson’s disease


(PD) berkisar 38-71%. Walau demikian, sulit untuk memperkirakan seberapa
besar pengaruh PD terhadap LUTS. Hal ini karena tidak hanya PD, tetapi juga
laki- laki, usia > 60 tahun dapat mengalami obstruksi akibat BPH. Wanita juga
dapat mengalami stress inkontinensia urin. Yang mirip “ idiopatik DO” dapat
terjadi pada laki laki dan perempuan usia > 65 tahun sebagai bagian iskemik
otak laten. Pada studi PD yang didiagnosis berdasarkan kriteria modern,
prevalensi LUTS ditemukan 27-63,9% menggunakan validasi kuesioner atau
53% pada laki- laki dan 63% pada perempuan menggunakan kuesioner non-
validasi , yang meliputi kategori inkontinensia urin, dimana semua nilai- nilai
ini menjadi lebih signifikan setelah munculnya gangguan motorik.

Inkontinensia urin pada PD sering terjadi bersamaan dengan inkontinensia


fekal, tetapi tidak ada hubungan yang signifikan yang terlihat antara gangguan
kandung kemih dan gangguan seksual. Dan juga, gangguan kandung kemih
secara substansi mempengaruhi kualitas hidup pasien PD. Araki dan Kuno
memperlihatkan hubungan antara disfungsi kandung kemih pasien PD dengan
kecacatan neurologis dan disfungsi kandung kemih dengan tahap penyakit,
keduanya dihasilkan hubungan antara degenerasi dopaminergik dan LUTS.
Walaupun demikian, Carpas Saura dkk tidak menemukan hubungan tersebut.
LUTS lebih sering terjadi pada group PD berusia tua daripada PD usia muda.
Keluhan penyimpanan merupakan keluhan paling sering pada tipe simptom
LUTS. Keluhan penyimpanan meliputi nokturia, dimana merupakan keluhan
yang paling sering dilaporkan pada pasien PD (>60%). Pasien juga mengeluh
urgensi berkemih (33-54%) dan frekuensi berkemih harian (16-36%).
Inkontinensia urin terlihat pada 26% laki- laki dan 28% pada wanita pasien
PD.

c. Apa etiologi dan mekanisme dari keluhan Tn. Abdul?


Jawab :
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan
tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen
misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat temporer pada wanita hamil
dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat berakibat terjadinya
inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada pasien
dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut
usia.
d. Apa saja faktor resiko dari incontinentia urin?
Jawab :

 Usia
Bertambahnya usia telah diterima sebagai salah satu faktor risiko inkontinensia urin
dalam konsensus inkontinensia urin oleh National Institutes of Health pada tahun
1988. Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan oleh
kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait usia. Apalagi, faktor-
faktor pada manula seperti gangguan mobilitas dan/atau kemunduran status mental
yang dapat meningkatkan risiko episode inkontinensia.
 Herediter
Prevalensi inkontinensia urin stres hampir 3 kali lebih tinggi (20,3% berbanding
7,8%) pada wanita turunan pertama dari wanita dengan inkontinensia urin. Data ini
menunjukkan bahwa mungkin ada penurunan sifat secara familial yang dapat
meningkatkan insiden inkontinensia urin stres.
 Obesitas
Beberapa penelitian epidemiologik telah menunjukkan bahwa peningkatan Indeks
Massa Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk
inkontinensia urin semua tipe. Secara teori, peningkatan tekanan intra-abdominal
serupa dengan peningkatan IMT yang sebanding dengan tekanan intravesikal yang
lebih tinggi. Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan
menyebabkan terjadinya inkontinensia. Penurunan berat badan mungkin mengatasi
inkontinensia sebelum terapi spesifik lebih lanjut.
 Ras/etnis
Hubungan antara etnis dan inkontinensia urin adalah kompleks. Meskipun telah
dipercaya bahwa wanita Afro-Amerika mempunyai prevalensi urge incontinence
yang lebih tinggi dibandingkan wanita kulit putih, tetapi Fultz melaporkan
prevalensi IU 23% pada wanita kulit putih dan 16% pada wanita Afro-Amerika.
Lebih terbaru, hasil peneltian SWAN, dengan mencakup wanita-wanita multietnis
berumur antara 42-52 tahun, mengindikasikan bahwa wanita non-kulit putih
mungkin kurang melaporkan adanya inkontinensia dan hal tersebut tidak
menunjukkan hubungan antara etnis dan beratnya IU.
 Persalinan dan Kehamilan
Persalinan menyebabkan kerusakan sistem pendukung uretra, kelemahan dasar
panggul akibat melemah dan meregangnya otot dan jaringan ikat selama proses
persalinan, kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan penyangga organ dasar
panggul, dan peregangan jaringan dasar panggul selama proses persalinan melalui
vagina dapat merusak saraf pudendus dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan
jaringan ikat dasar panggul, serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra
untuk kontraksi dan respon peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi
detrusor.
 Menopause
Penurunan estrogen saat menopause menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga
penutupan uretra tidak baik. Defisiensi estrogen juga membuat otot kandung kemih
melemah. Jika terjadi penipisan dinding uretra dan kelemahan otot kandung kemih,
latihan fisik dapat membuka uretra dengan tidak diduga-duga. Selain itu, defisiensi
estrogen yang menyebabkan atrofi urogenital sehingga sedikit responsif terhadap
rangsangan berkemih merupakan gejala yang menyertai menopause.
 Histerektomi
Peran histerektomi terhadap terjadinya inkontinensia urin masih kontroversial.
Perubahan hubungan anatomis, seperti denervasi dasar panggul saat histerektomi,
dapat menyebabkan inkontinensia urin paska operasi. Thom dan Brown, pada
sebuah tinjauan literatur, mencatat bahwa tidak ada peningkatan risiko inkontinensia
dalam 2 tahun pertama setelah histerektomi. Tetapi banyak penelitian lain secara
konsisten menemukan adanya peningkatan risiko IU setelah histerektomi.
 Merokok
Efek terkuat terlihat pada inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok
berat. Mekanisme patofisiologi mungkin efek langsung pada uretra dan tidak
langsung, dimana perokok umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih
akibat batuk, yang melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat.

e. Apa makna klinis dari tidak dapat menahan keinginan untuk buang air kecil?

Tidak dapat menahan keinginan untuk buang air kecil menunjukkan terjadi
inkontinensia urin tipe urge. Urge incontinence dapat disebabkan oleh karena
detrusor myopathy, neuropathy atau kombinasi dari keduanya. Bila
penyebabnya tidak diketahui maka disebut dengan idiopathic urge
incontinence.

2. Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar
terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering
terjatuh.

a. Apa etiologi dan mekanisme keluhan:


- tangan sering bergetar,
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami
kemunduran sehingga pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan
sel saraf dan otot lainnya juga lebih sedikit. Penyebab dari kemunduran sel
saraf dan berkurangnya dopamin biasanya tidak diketahui. Tampaknya faktor
genetik tidak memegang peran utama, meskipun penyakit ini cenderung
diturunkan.
Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara
perlahan. Pada banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul
sebagai tremor (gemetar) tangan ketika sedang beristirahat, tremor akan
berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan menghilang selama tidur.
Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya tremor
terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan
tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Dua hipotesis yang disebut juga sebagai mekanisme degenerasi neuronal ada
penyakit Parkinson ialah: hipotesis radikal bebas dan hipotesis neurotoksin.

1) Hipotesis radikal bebas

Diduga bahwa oksidasi enzimatik dari dopamine dapat merusak neuron


nigrotriatal, karena proses ini menghasilkan hidrogren peroksid dan radikal
oksi lainnya. Walaupun ada mekanisme pelindung untuk mencegah kerusakan
dari stress oksidatif, namun pada usia lanjut mungkin mekanisme ini gagal.
2) Hipotesis neurotoksin

Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat ini menekankan pentingnya
ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam
melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan
pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal
adalah gerakan involunter. Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis
(kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia
nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).

Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :

a) Piramidal ; kelumpuhan disertai reflek tendon yang meningkat dan reflek


superfisial yang abnormal

b) Ekstrapiramidal : didomonasi oleh adanya gerakan-gerakan involunter


c) Serebelar : ataksia alaupun sensasi propioseptif normal sering disertai
nistagmus
d) Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon
yang menurun

- berjalan dengan langkah kecil


Pasien ini menderita parkinson, yang menyebabkan penurunan kadar dopamin
akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-
50% yang disertai inkulsi sitoplasmik eosinofilik (lewy bodies) dengan
penyebab multifaktor.
Pada Parkinson sel sel neuron SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi
dopamin menurun, akibatnya semya SSP menurun dan menghasilkan
kelambatan gerak (bradikinesa),kelambanan bicara dan berpikir
(bradifernia),tremor, dan kekakuan (ridgiditas)

- sering terjatuh
Penyebab keluhan sering jatuh pada kasus ini adalah karena
penyakit parkinson yang dideritanya. Penyakit parkinson ini
menyebabkan postural instability (ketidakstabilan postural).
Instabilititas posturan yaitu tidak adanya refleks postural sehingga
mengakibatkan ketidakseimbangan, ditandai dengan memburuknya
keseimbangan tubuh sehingga penderita mudah jatuh. Ketika sedang
berjalan penderita dapat mengalami kesulitan berhenti sehingga saat
akan berhenti dapat kehilangan keseimbangan.
Penyakit parkinson ini disebabkan karena kekurangan zat yang
disebut dopamine. Dopamine adalah mediator yang dibutuhkan otak
untuk mengatur dan mengkoordinasi kapan dan jenis gerakan yang
harus dilaksanakan oleh otot. Normalnya, dopamine dihasilkan oleh
sel-sel saraf tertentu di otak, bila sel saraf tersebut rusak sehingga
produksi dopamine berkurang maka kemampuan otak mengatur dan
mengkoordinasi gerakan akan terganggu dengan risiko timbul gerakan
yang abnormal.

b. Apa makna klinis dari keluhan tangan sering bergetar, berjalan dengan
langkah kecil dan sering terjatuh?
Makna klinis dari keluhan tangan sering bergetar, berjalan dengan langkah
kecil dan sering terjatuh yang terjadi pada tn. Abdul menunjukkan tanda-tanda
dari sindrom parkison atau parkinsonism. Parkinsonism atau sindrom
Parkinson merupakan suatu sindrom yang ditandai tremor waktu istirahat,
kekakuan, bradykinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan
kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.

c. Mengapa yang dikeluhkan bergetar terjadi pada tangan kanan?


Jawab :
Pada penyakit parkinson tremor bisa terjadi di satu tangan dan akan pindah ke
tangan satunya. Jadi pada kasus ini tidak ada makna yang khusus kenapa bisa
terjadi pada tangan kanan. Bisa juga karena tangan yang lebih dominan untuk
beraktivitas.

3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 120/80 mmHg, nadi 80x/menit, temp.


36,8oC. pemeriksaan laboraturium dalam batas normal.
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
TD 120/80 mmHg : Normal
nadi : 80x/menit : normal
temperatur 36,8oC : Normal

b. Mengapa pemeriksaan fisik pada kasus ini normal?


Jawab :
Kenapa normal dikarenakan inkontinensia yang terjadi tidak diakibatkan oleh
infeksi traktus urinarius, DM, urethritis, pada kasus ini inkontinensia terjadi
adalah tipe fungsional yang yang diperparah oleh terjadinya parkinson pada
pasien, sehingga hal ini tidak mempengaruhi sitemik (suhu, nadi, tekanan
darah)

4. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score
17
a. Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan neurologis?
Jawab :
- Resting Tremor pada kasus ini merupakan suatu hal yang abnormal. Resting
tremor pada penderita parkinson terjadi akibat hilangnya/berkurangnya
dopaminergik pada substansia nigra jaras ekstrapiramidal yang menyebabkan
terjadinya gerakan yang tidak beraturan secara involunter.
- Pull test (+).
Penilaian pull test biasanya menggunakan score, yaitu 4,3,2,1 atau 0 dimana
pemeriksaan pull test digunakan untuk menilai kekuatan reflek postural
seseorang, semakin tinggi nilainya menandakan reflek postural yang dimiliki
pasien baik. Pada penderita parkinson reflek postural ini biasanya akan
menurun.
- MMSE score 17. MMSE test biasanya digunakan untuk melihat adanya
kemungkinan demensia pada seseorang atau tidak. Score normal untuk
seseorang yang tidak mengalami demensia adalah 26-30. Pada kasus ini, bisa
dikatakan pasien sudah mengarah ke arah demensia. Kemungkinan
penyebabnya adalah penyakit parkinson yang dialami oleh pasien.
b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan :
- Resting tremor
Jawab :
Resting tremor dilihat saat kita melakukan pemeriksaan fisik pada pasien
tersebut. Resting tremor (RT) terjadi saat bagian tubuh yang terlibat dalam
keadaan relaksasi, statis dan tidak melawan arah gravitasi. Tremor ini akan
berkurang atau menghilang bila pasien bergerak aktif. Mengingat RT tidak
mempengaruhi aktivitas volunter maka RT biasanya tidak membatasi
kemampuan pasien dalam menjalani fungsinya, walaupun demikian, RT
ini dapat menyebabkan pasien merasa kurang percaya diri akibat
komplikasi aktivitas motorik yang terjadi saat aktivitas terhenti misalnya
saat menulis. RT paling banyak dijumpai sebagai manifestasi penyakit
Parkinson tetapi jarang dijumpai pada kondisi lainnya. Awalnya RT ini
seringkali mengenai tungkai, sebuah gambaran yang jarang dijumpai pada
tremor esensial.

- Pull test

o Kekuatan otot

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada
dua cara:

 Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan


pemeriksa menahan gerakan ini.
 Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia
disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot:

 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.


 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan
pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut.
 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya
berat (gravitasi).
 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi
sedikit tahanan yang diberikan.
 5 : Tidak ada kelumpuhan (normal)
- MMSE

V. HIPOTESIS

Tn. Abdul 60 tahun diduga mengalami Incontinensia urin dan penyakit Parkinson

VI. TEMPLATE
1. How to diagnose
a. Anamnesis
- Nama pasien : Tn. Abdul
- Usia : 60 tahun
- Keluhan : sering mengompol dan tidak dapat menahan keinginan untuk buang
air kecil. Sering bergetar terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya
kecil-kecil dan sering terjatuh.
b. Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah 120/80 mmHg
- Nadi 80 kali/menit
- Temperatur 36,80C
c. Pemeriksaan laboratorium
- Dalam batas normal
d. Pemeriksaan neurologis
- Resting tremor
- Pull test (+)
- MMSE score 17
e. Pemeriksaan penunjang
- Physical therapies misalnya seperti melakukan physiotherapy, speech dan
language therapy, serta melakukan occupational therapy.

Cara Menegakkan Diagnosis Parkinson

Bradykinesia dan minimal satu dari kriteria di bawah ini.


 Muscular rigidity
 4–6 Hz resting tremor
 Postural instability

Kriteria Eksklusi Parkinson


Riwayat dari Kondisi di bawah ini:
Stroke berulang dengan perkembangan bertahap
 Cedera kepala berulang
 Antipsikotik atau obat dopamin-depleting
 Ensefalitis pasti dan / atau crisesi oculogyric pada ada pengobatan obat
 Lebih dari 1 relatif terkenaremisi berkelanjutan
 Tanggapan negatif terhadap dosis besar levodopa (hingga 1.000-1.500 mg /
hari jika ditoleransi), jika malabsorpsi dikecualikan
 Fitur ketat sepihak setelah 3 tahun
 Fitur neurologis lainnya: tatapan supranuclear palsy, tanda-tanda serebelar,
awal keterlibatan otonom yang parah, Babinski tanda, awal demensia berat
dengan gangguan bahasa, memori, atau praksis
 Paparan racun saraf diketahui
 Kehadiran tumor otak atau berkomunikasi hidrosefalus pada neuroimaging
Fitur yang Mendukung Diagnosis Parkinson
Tiga atau lebih diperlukan untuk diagnosis pasti
 onset unilateral
 Istirahat tremor ini
 gangguan progresif
 Asimetri Persistent mempengaruhi sisi onset yang paling
 Baik (70% -100%) menanggapi levodopa
 Parah levodopa-diinduksi chorea
 Respon levodopa selama ≥5 tahun
 Perjalanan klinis ≥10 tahun

Penegakkan Diagosa IU

Penegakkan diagnosa mempunyai tiga tujuan :

(1) Untuk menentukan penyebab inkontinensia

(2) Untuk mendeteksi kelainan patologi traktus urinarius

(3)Untuk mengevaluasi secara komprehensif (terutama pasien dengan gangguan


mental atau secara fisik terganggu) baik pasien, lingkungan dan juga sumber-sumber
lain yang ada.

Anamnesa

 Riwayat berkemih dapat dilakukan dengan menggunakan format


sederhana :
1. D uration of incontinence

2. C ircumstances of the leak, e.g sense of urgency, coughing, straining

3. B ladder storage symptoms i.e frequency, urgency, nocturia

4. Any voiding symptoms i.e straining, intermittency, poor stream, post


void dribble.

 Riwayat penyakit dahulu mencakup masalah medis lainnya seperti:


1. diabetes mellitus (menyebabkan timbulnya diuresis osmotik jika
kontrol glukosa buruk),
2. insufisiensi vaskuler (menyebabkan timbulnya inkontinensia pada
malam hari saat edema perifer dimobilisasi ke sistem vaskuler,
sehingga menyebabkan peningkatan diuresis),
3. penyakit paru kronis (yang dapat menyebabkan stress incontinence
karena batuk kronis),
4. Cerebro Vascular Accident (CVA) sebelumnya
5. Hipertensi
 Riwayat pernah menjalani operasi yang dapat mempengaruhi proses
berkemih juga harus digali, seperti reseksi prostat transuretra, operasi
untuk kondisi stress incontinence, atau operasi pelvis.
 Pertanyaan tentang fungsi buang air besar dan erektil juga harus
dilakukan
 Riwayat obstetrik seperti jumlah paritas, riwayat persalinan sulit, riwayat
persalinan lama perlu dicari pada wanita dengan stress incontinence.
 Riwayat penggunaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi traktus
urinarius bagian bawah
 Riwayat kondisi fisik yang mempengaruhi kemampuan fungsional
berkemih seperti fungsi tangan, kemampuan berpakaian, keseimbangan
duduk, kemampuan untuk melakukan transfer dan ambulasi juga perlu
diketahui untuk mencari kemungkinan mengapa pasien menjadi
inkontinensia dan untuk merencanakan manajemen terapi
 Riwayat nyeri atau ketidaknyamanan area suprapubik atau perineal perlu
diketahui. Sensasi seperti itu dapat timbul karena kemungkinan adanya
karsinoma kandung kemih, batu atau distensi akut kandung kemih.
 Mencari tahu keterbatasan sosial yang disebabkan oleh karena
inkontinensia. Hal ini penting karena akan menentukan strategi
manajemen
Pada kasus : pernah 2 kali mengalami beser pada saat di mobilnya dan saat
berbelanja di mall, tidak dapat menahan BAK sampai menemukan toilet.

Pemeriksaan fisik

 Abdomen: ada distensi atau tidak


 Neurologis: demensia atau tidak, pemeriksaan cabang-cabang saraf
lumbosakral dengan melakukan ankle jerk reflex (S1-2), flexi toe dan
arch the feet (S2-3) dan tonus sfingter ani atau refleks bulbokavernosa
(S2-4). Keadaan sfingter ani yang flaksid menunjukkan adanya
kelemahan kontraksi dari otot detrusor.
 Rektal: tonus sfingter ani, impaksi feses
 Bimanual: untuk menilai ada massa tidak pada uterus atau adneksa
 Urogenitalia: perhatikan orifisum uretra dan vagina. Perhatikan adanya
perubahan warna dan penebalan mukosa vagina yang merupakan tanda
dari vaginitis atrofikans akibat defisiensi estrogen; hal ini biasanya
disertai dengan peningkatan sensitifitas buli-buli dan uretra yang dapat
terlihat pada inkontinensia urge. Perhatikan posisi orifisium eksternum.
Jika didapatkan penonjolan dari orifisium eksternum mungkn merupakan
suatu proses inflamasi atau divertikulum.

Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan laboratorium: untuk menyingkirkan adanya proses


inflamasi/infeksi atau keganasan pada saluran kemih; urinalisis, kultur
urine, sitologi urin
 Postvoid Residual volume: untuk mengetahui kemungkinan adanya
obstruksi intravesika atau kelemahan otot detrusor. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan melakukan kateterisasi atau dengan USG setelah miksi.
Seseorang diduga mengalami DH jika mempunyai gejala urgensi,
frekuensi, danurge incontinence. Volume kebocoran urin dapat
berjumlah sedang hingga banyak,sering disertai nokturia dan
inkontinensia, sensasi di bagian sakral dan refleksdipertahankan, kontrol
volunter sfingter anal intak dan PVR tetap rendah ataunormal ( 50ml).
Kebocoran urin biasanya terjadi secara episodik tetapi sering.Volume
residual yang melebihi 50-100 ml pada pasien dengan
DOmenggambarkan kemungkinan adanya obstruksi outlet yang
menyertai, sehinggakondisi ini disebut dengan DHIC. Hal ini dapat
terjadi karena adanya cystocele ataudiverticulum yang besar atau pada
pasien dengan penyakit Parkinson serta spinalcord injury
 Urodynamic
Test urodinamik meliputi uroflowmetri dan sistometri. Sistometri
merupakan test yang paling penting, karena dapat menunjukan keadaan
kandung kemih yang hiperaktif, normal maupun hipoaktif.
 Diagnostik imaging meliputi USG, CT scan dan IVP yang digunakan
untuk mengidentifikasi kelainan patologi (seperti fistel/tumor) dan
kelainan anatomi (ureter ektopik)

2. Differential diagnose
Jawab :

Tipe Tipe
Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow
Campuran fungsional

Urin Ada keinginan Ada keinginan Tekanan Vesika urinaria Pada orang
keluar untuk kencing untuk kencing intraabdomen mencapai usia lanjut
pada (tidak mampu (tidak mampu meningkat kapasitas yg tidak
saat menunda)>8x menunda)>8x (batuk, bersin, maksimum mampu atau
sehari (tipe sehari mengangkat tetapi tidak tidak mau
urgensi )dan beban) dapat keluar mencapai
Tekanan semuanya toilet pada
intraabdomen waktunya
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban) (tipe
stress)

Menopa Faktor risiko Faktor risiko Faktor risiko - -


use

Obesitas Faktor risiko - Faktor risiko - -

Terdapa Paling banyak Non neurogenik • Prolaps • Menurunnya • Gangguan


t pada tipe urgensi ; Hipermobilita kontraksi fisis :
dan stress s uretra kandung gangguan
• Inflamasi atau
• Perubahan kemih immobilita
iritasi pada
kandung kemih posisi uretra sekunder s akibat
• Proses menua dan kandung akibat obat arthritis,
: Kelemahan kemih obatan yg paraplegia
otot dasar • Defisiensi merelaksasi inferior,
panggul intrinsik otot detrusor stroke
• Idiopatik sfingter(konge kandung • Gangguan
Neurogenik ; nital) kemih kognitif
• Denervasi • Denervasi akibat
• Ssp yg
akibat obat pada detrusor delirium
menghambat
penghambat akibat atau
kontraksi
adrenagik alfa kelainan demensia
kandung kemih
,trauma neurologis • Obat
terganggu
bedah, radiasi yang
Kelainan
. mempengaruh
neurologik
• Predisposisi : i inervasi
akibat lesi
obesitas , kandung
suprapontin
batuk kronik , kemih
(stroke,parkin
trauma • Obtruksi
son)
perineal, aliran urin
Trauma melahirkan akibat
medulla pervaginam , Pembesaran
spinalis terapi radiasi prostat,impaks
keganasan i feses.
Obat obatan
Striktur
Kelainan uretra,kontrak
metabolik spt si uretra
hipoksemia akibat agonis
dan adrenegik
ensefalopati alfa.
• Obtruksi
anatomik pada
perempuan
prolapspelvis
dan distorsi
uretra
• Neuropati
diabetes
melitus

3. Working diagnose
Penyakit Parkinson dengan inkontinensia urine.

4. Epidemiologi

Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.

Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia


sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar
200.000-400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan
rentang usia-sesuai dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di
Sumatera dan Jawa- 18 hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar
negeri maupun di dalam negeri, lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan
(3:2) dengan alasan yang belum diketahui.

5. Etiologi
Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologs ditandai
oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disertai
adanyainklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewys bodies. Sampai saat ini
penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti dugaan
penyebabpenyaki Parkinson antara lain adalah:
a. Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun yang tak dapat didegradasi di ubiquitin-
protesomal pathway.
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel SNc
sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari
terjadinya penyakit Parkinson sporadic yang bersifat familial.
b. Faktor lingkungan
Etiologi penyakit Parkinson yang paling diterima saat ini adalah proses
oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai
penelitian telah dilakukan antara lain peranan xenobiotic (MPTP),
pestisida/herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan-bahan
cat dan logam, kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala,
depresi, dan stress; semua menunjukkan peranan masing-masing melalui jalur
yang berbeda dapat menyebabkan penyakit parkinson maupun sindrom
Parkinson.
c. Umur (proses menua)
Insidens dan prevalens meningkat seiring bertambahnya usia dan umur rata-
rata pasien saat awitan awal adalah sekitar 60 tahun.
d. Ras
Angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi
e. Cedera kranioserebral
Trauma kepala, infeksi, dan tumor di otak lebih berhubungan dengan sindrom
Parkinson daripada penyakit parkinson
f. Stress emosional
Diduga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit parkinson

6. Faktor resiko

a. Insidens dan prevalens meningkat seiring bertambahnya usia dan umur rata-
rata pasien saat awitan awal adalah sekitar 60 tahun.
b. Penyakit ini lebih sering mempengaruhi laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:2
c. Relative tidak ada faktor genetic yang diketahui. Riwayat keluarga biasanya
tidak ada pada penyakit Parkinson idiopatik. Akan tetapi, telah dilaporkan
adanya anggota keluarga yang terkena secara acak, dan kadang ditemukan
mutase gen spesifik, baik gen dominan maupun resesif
d. Terdapat hubungan lemah antara penyakit Parkinson dan berbagai faktor
lingkungan, seperti pajanan terhadap getah karet dan pestisida.
e. Angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi
f. Stress emosional diduga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit parkinson

7. Tata laksana
jawab :

Inkontinensia urin

 Non farmakologis
Terapi suportif non spesifik
 Edukasi
 Memakai substitusi toilet
 Manipulasi lingkungan
 Pakaian tertentu dan pads
 Modifikasi intaks cairan dan obat

Intervensi behavioral
Memiliki risiko yang rendah dan sedikit efek samping
 Bladder training
Bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik
distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7
kali per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diinstruksikan untuk miksi pada
interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval
berkemih diperpanjang secara bertahap sampai setiap 2-3 jam.Terbukti
bermanfaat pada tipe urgensi dan stres.
 Habit training
Merupakan penjadwalan waktu berkemih.Diupayakan agar jadwal
berkemih sesuai dengan pola berkemih sesuai dengan pola berkemih
pasien sendiri.Sebaiknya digunakan pada inkontinensia tipe fungsional
dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien.
 Prompted voiding
Dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenali kondisi atau status
kontinensia mereka aserta dapat memberitahu petugas atau pengasuhnya
bila ingin berkemih.Digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi
kognitif.
 Latihan otot dasar panggul
Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau
campuran dan tipe urgensi. Latihan dilakukan dengan membuat
kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul yang diharapkan dapat
meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna
 Stimulasi elektrik
Merupakan terapi yang menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis
dengan menggunakan alat-alat bantu pada vagina dan rektum
 Biofeedback
Bertujuan agar pasien mampu mengontrol/ menahan kontraksi
involunter otot detrusor kandung kemihnya
 Neuromodulasi
Merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi saraf sakral.
Merupakan salah satu cara penatalaksanaan overactive bladder yang
berhasil

Obat Dosis Tipe Efek samping


inkontinensia
Hyoscamin 3x0.125 mg Urgen atau Mulut kering, mata
campuran kabur, glaukoma,
delirium, konstipasi

Tolterodin 2 x 4 mg Urgensi dan OAB Mulut kering,


konstipasi

Imipramin 3 x 25-50 mg Urgensi Delirium, hipotensi


ortostatik

Pseudoephedrin 3 x 30-60 mg Stres Sakit kepala,


takikardi,
hipertensi

Topikal estrogen Urgensi dan stres Iritasi lokal

Doxazosin 4 x 1-4 mg BPH dengan Hipotensi postural


Tamsulosin 1 x .4-0.8 mg urgensi
Terazosin 4 x 1-5 mg

 Operasi
Yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor.
Untuk tipe stres: injectable intraurethral bulking agents, suspensi leher
kandung kemih, urethral slings, dan artificial urinary sphincter
Untuk tipe urgensi: augmentation cystoplasty dan stimulasi elektrik
 Pemakaian kateter
o Kateter eksternal
Hanya dipakai pada inkontinensia intractable tanpa retensi urin yang
secara fisik dependen/bedridden. Bahaya pemakaian: risiko infeksi dan
iritasi kulit
o Kateterisasi intermitten
Dipakai untuk mengatasi retensi urin dan inkontinensia tipe overflow
akibat kandung kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity
with impaired contractility (DHIC). Dapat dilakukan 2-4 kali per hari
oleh pasien atau tenaga kesehatan.
o Kateterisasi kronik atau menetap
Harus dilakukan secara selektif oleh kareena risiko bakteriuria kronik,
batu kandung kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker kandung
kemih. Induksi pemakaian kateter kronik adalah retensi urin akibat
inkontinensia overflow persisten, tak layak operasi, tidak efektif
dilakukan kateterisasi intermiten, ada dalam perawatan dekubitus dan
perawatan terminal dengan demensia berat.

Catatan  Inkontinensia
1. Untuk inkontinensia urgensi
 Terapi perilaku  bladder training  untuk memperpanjang interval
miksi
 Diantar ketika hendak ke toilet
 Membuat catatan berkemih
 Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate),
chalcium channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle
relaxant dan antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine),
antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine)
2. Untuk inkontinensia stress
 Pengurangan berat badan
 Latihan otot dasar panggul (Kegel)
 Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps
 Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen)
 Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra

Penatalaksaan penyakit Parkinson

Pengobatan penyakit parkinson dapat dikelompokan ,sebagai berikut :


I. Farmakologik
1 Bekerja pada sistem dopaminergik
a. L-dopa
Penemuan terapi l-dopa pada tahun 1960 merupakan terobosan baru pengetahuan
tentang penyakit degenerasi .Meskipun sampai sekarang l-dopa masih merupakan
obat paling menjanjikan respon terbaik untuk penyakit parkinson ,namun masa
kerjanya yang singkat , respon yang fluktuatif dan efek oxidative stress dan
metabolitnya menyebabkan para peneliti mencari bahan alternatif .

Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin
sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun
menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini
terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang
terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan
bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan
carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).

Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu
perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara
berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu ,
karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.

b. MAO dan COMT Inhibitor


Pada umumnya penyakit parkinson memberi respon yang cepat dan bagus dengan l-
dopa dibandingkan dengan yang lain ,namun ada laporan bahwa l-dopa dan dopamin
menghasilkan metabolit yang mengganggu atau menekan proses pembentukan energi
dari mitokondria dengan akibat terjadinya oxidative stress yang menuntun timbulnya
degenerasi sel neuron.

Preparat penghambat enzim MAO ( monoamine oxydase ) dan COMT ( Catechol-O-


methyl transferase ) ditambahkan bersama preparat l-dopa untuk melindungi dopamin
terhadap degradasi oleh enzim tersebut sehingga metabolit berkurang ( pembentukan
radikal bebas dari dopamin berkurang ) sehingga neuron terlindung dari proses
oxidative stress . Fahn menggambarkan efek kontradiksi dari preparat l-dopa dengan
skema sebagai berikut :

c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin
agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih
tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin.

Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot .
Secara singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah
sebagai berikut:

Keuntungan terapi dengan agonis dopamin dibandingkan l-dopa antara lain :


1. Durasi kerja obat lebih lama
2. Respon fluktuatif dan diskinesia lebih kecil
3. Dapat dipilih agonis dopamin yang lebih specifik terhadap reseptor dopamin
tertentu disesuaikan kondisi penderita penyakit parkinson.
• Kerugian terapi agonis dopamin adalah onset terapeutiknya rata – rata lebih lama
dibandingkan DA ergik.

2 Bekerja pada sistem kolinergik


Obat golongan antikolinergik memberi manfaat untuk penyakit parkinson , oleh
karena dapat mengoreksi kegiatan berlebihan dari sistem kolinergik terhadap sistem
dopaminergik yang mendasari penyakit parkinson . Ada dua preparat antikolinergik
yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl ( artane )
dan benztropin ( congentin ). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah
biperidon ( akineton ) , orphenadrine ( disipal ) dan procyclidine ( kamadrin ).

• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek
samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit parkinson adalah
dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine, remacemide dan L
235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti
subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang
kegiatannya dengan jalur direk , dengan demikian out put ganglia basalis ke arah
talamus dan korteks normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik
dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi
reseptor dopamin.
Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.

4. Bekerja sebagai pelindung neuron


Berbagai macam obat dapat melindungi neuron terhadap ancaman degenerasi akibat
nekrosis atau apoptosis. Termasuk dalam kelompok ini adalah :

a. Neurotropik faktor , yaitu dapat bertindak sebagai pelindung neuron terhadap


kerusakan dan meningkatkan pertumbuhan dan fungsi neuron . Termasuk dalam
kelompok ini adalah BDNF ( brain derived neurotrophic factor ) , NT 4/5 (
Neurotrophin 4/5 ) , GDNT ( glia cell line-derived neurotrophic factorm artemin ) ,
dan sebagainya . Semua belum dipasarkan.

b. Anti-exitoxin , yang melindungi neuron dari kerusakan akibat paparan bahan


neurotoksis ( MPTP , Glutamate ) . Termasuk disini antagonis reseptor NMDA , MK
801 , CPP , remacemide dan obat antikonvulsan riluzole.

c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine
methyl-ester , methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk
didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal
bebas.Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E tidak menunjukkan efek anti oksidan.

d. Bioenergetic suplements , yang bekerja memperbaiki proses metabolisme energi di


mitokondria . Coenzym Q10 ( Co Q10 ) , nikotinamide termasuk dalam golongan ini
dan menunjukkan efektifitasnya sebagai neuroprotektant pada hewan model dari
penyakit parkinson.

e. Immunosuppressant , yang menghambat respon imun sehingga salah satu jalur


menuju oxidative stress dihilangkan . Termasuk dalam golongan ini adalah
immunophillins , CsA ( cyclosporine A ) dan FK 506 ( tacrolimu) . Akan tetapi
berbagai penelitian masih menunjukkan kesimpulan yang kontroversial.

5 Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit
parkinson yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak
peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya
sebagai neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik
memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat
lewat R NMDA , asam kainat , deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga
mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia . Dari berbagai penelitian , nikotin dapat
memperbaiki kelainan degeneratif dari gangli basalis , termasuk penyakit parkinson.

II. Non Farmakologik

Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan
mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka
perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada
semua orang yang ada di sekitarnya.

a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver tentang
penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif
dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.

b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut :
• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik

Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
• Peregangan
• Koreksi postur tubuh
• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah

2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas
kehidupan sehari-hari .

3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan
diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam sebelum
bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan
artikulasi.

4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan
asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.

5. Terapi sosial medik


Berperan dalam melakukan asesmen dampak psikososial lingkungan dan finansial ,
untuk maksud tersebut perlu dilakukan kunjungan rumah/ lingkungan tempat bekerja.

6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural ,
dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.

c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus ,
akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi
kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta
tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang
berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta
cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila
didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap
beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori
tinggi.

2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi
memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua
dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural
instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat, juga
memberi respons baik terhadap pembedahan .

Ada 2 jenis pembedahan yang bisa dilakukan :


a. Pallidotomi , yang hasilnya cukup baik untuk menekan gejala :

- Akinesia / bradi kinesia


- Gangguan jalan / postural
- Gangguan bicara

b. Thalamotomi , yang efektif untuk gejala :


- Tremor
- Rigiditas
- Diskinesia karena obat.

3. Stimulasi otak dalam


Mekanisme yang mendasari efektifitas stimulasi otak dalam untuk penyakit parkinson
ini sampai sekarang belum jelas , namun perbaikan gejala penyakit parkinson bisa
mencapai 80% . Frekwensi rangsangan yang diberikan pada umumnya lebih besar
dari 130 Hz dengan lebar pulsa antara 60 – 90 . Stimulasi ini dengan alat stimulator
yang ditanam di inti GPi dan STN.

4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam
atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-
derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14

Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama
4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini
, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan
transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.

8. Edukasi & preventif


Penyakit Parkinson
1. menerapkan pola hidup sehat dan mengkonsumsi makanan yang bernutrisi
2. melakukan olahraga dengan teratur

Incontinensia urin

1. Menjaga diri agar terhindar dari penyakit yang dapat menyebabkannya.


2. berhenti merokok dan jauhi asap rokok orang lain.
3. Makan tinggi serat agar terhindari dari sembelit.
4. Berhenti mengkonsumsi alkohol.
5. Mengurangi konsumsi caffein dan minuman bersoda.
6. Menjadi pribadi yang aktif secara fisik dan rutin berolah raga.
7. Mengontrol berat badan agar tidak menjadi kegemukan.
8. Jangan menahan-nahan keinginan untuk BAK.

9. Komplikasi

Inkontinensia Urin

 Infeksi saluran kemih, urosepsis


 Infeksi kulit daerah kemaluan
 Gangguan tidur
 Masalah psikososial seperti depresi, mudah marah dan rasa terisolasi
 Dehidrasi  karena pasien mengurangi minum karena khawatir terjadi
inkontinensia urin
Ulkus dekubitus  pada pasien yang kurang aktifitas, hanya berbaring

Penyakit Parkinson

1. Dekubitus (luka lecet dibokong, tumit, punggung akibat lama tertekan),


2. Malnutrisi,
3. Luka karena terjatuh,
4. Radang paru akibat kesedot makanan/minuman,
5. Gangguan BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil),
6. Gangguan fungsi seksual,
7. Depressi,
8. Demensia

10. Prognosis
Inkontinensia Urin :Prognosis baik, tetapi fungsi tidak dapat kembali
seperti semula (Bonam)
Penyakit Parkinson :Prognosis buruk, (malam)

11. KDU
jawab :
Demensia 3A
Parkinson 3A

3A. Bukan gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
VII. KERANGKA KONSEP

VIII. LEARNING ISSUE


1. Incontinentia Urin
2. Parkinson Disease
3. Dementia

IX. SINTESIS

1. Incontinentia Urin

Definisi :

Inkontinensia urin adalah suatu keadaan berupa keluarnya urin secara involunter/tidak dapat
dikontrol, yang dapat diamati secara obyektif dan merupakan masalah sosial dan higienis.

Etiologi dan Faktor Resiko :

a. Usia yang bertambah berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh.
Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga
kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung
kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan
meninggalkan sisa.
b. Jenis kelamin, perempuan 2x lebih banyak dari laki-laki
c. Kelemahan otot dasar panggul
d. Jumlah melahirkan per vaginam
e. Menopause
f. Obesitas
g. Hipertropi prostat dapat mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung kemih
sebagai akibat pengosongan yang tidak sempurna.
h. Faktor psikologis seperti stress dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
pengeluaran urin sebagai efek dari noreepinefrin, yang mana noreefinefrin merupakan
hormon yang mempengaruhi kontraksi otot polos yang bekerjanya berlawanan dengan
asetilkolin
i. Lingkungan juga dapat mempengaruhi terjadinya inkontinensia urin diantaranya
pengaruh cuaca atau iklim terutama pada cuaca dingin dan karena letak toilet yang
jauh sehingga sebelum mencapai tempatnya sudah tidak dapat menahan air kemih
j. faktor-faktor yang mengiringi perubahan pada organ tubuh antara lain infeksi saluran
kemih, obat-obatan, imobilisasi, dan kepikunan
k. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik,
narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan
kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan
sedatif hipnotik.
l. Kafein dan alcohol

Epidemiologi :

Prevalensi inkontinensia urin meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan


meningkatkanya kelemahan, dan diperkirakan 1,3 sampai 2 kali lebih besar pada perempuan
usia lanjut (35%) daripada laki-laki usia lanjut (22%).

Klasifikasi Inkontinensia :

Inkontinensia urin dibagi menjadi inkontinensia akut dan kronik/persisten.

a. Interkontinensia Akut
Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut
atau problem iatrogenik/lingkungan yang menghilang jika bila kondisi akut teratasi atau
problem medikasi dihentikanEtiologinya disingkat dengan DRIP atau DIAPPERS.
• Inkontinensia Persisten

Inkontinensia persisten merujuk pada kondisi uri kontinensia yang tidak berkaitan dengan
kondisi akut/iatrogenik dan berlangsung lama. Terdapat empat tipe inkontinensia urin
persisten, yaitu: Fungsional Inkontinensia Urin, Overflow Inkontinensia Urin (OIU),
Stress Inkontinensia Urin (SIU), Urge Inkontinensia Urin (UIU).

Jenis-jenis Inkontinensia Urin

- Stress urinary incontinence


terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat tidak terkendalinya aliran urin
akibat meningkatnya tekanan intraabdominal. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung
kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing
sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan
tekanan pada rongga perut. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul,
merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia di bawah 75 tahun. Lebih
sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada
sfingter urethra setelah pembedahan transurethral dan radiasi. Pasien mengeluh
mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah urin yang keluar dapat
sedikit atau banyak. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan
Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih
sering dipakai).

- Urge incontinence
Keluarnya urin secara tidak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih.
Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali
(detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan
inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera
medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia
tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas
yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan
kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress,
overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena
dapat menyerupai inkontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali,
kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian
obat-obatan dan beberapa latihan.

- Inkontinensia urin luapan / overflow (overflow incontinence)


Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung kemih yang
berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti pembesaran prostat, faktor
neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang
atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Gejalanya
berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung
kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah.

- Inkontinensia urin fungsional


Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran urin
akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia berat,
masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan untuk
pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada lansia
muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe
inkontinensia urin.

Patofisiologi :

Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi juga
dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling
dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih di sacrum. Jalur
aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medula spinalis. Pengisian
kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja
saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis
serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul. Pengosongan kandung kemih
melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih
sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat
penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat
kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia
urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung
kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan
inkontinensia.

Pemeriksaan Penunjang Inkontinensia Urin

Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-
sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang
spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada
saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan
ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk
batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali
dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan
berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas
kandung kemih.

Laboratorium Inkontinensia Urin

Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi
ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.

Penatalaksanaan Inkontinensia Urin

Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,


mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan.

Terapi non farmakologi Inkontinensia Urin

Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin,


seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi.

Farmakologi Inkontinensia Urin

Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress
diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

Terapi Pembedahan Inkontinensia Urin

Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non
farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan
terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
2. Parkinson Disease

Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James
Parkinson seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Di dalam tulisannya, James
Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai dengan namanya)
tersebut memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan, dan gangguan dalam cara
berjalan.

Parkinson adalah salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
organ otak, terutama pada bagian sistem syaraf pusat otak manusia yang mengalami
kemunduran. Hampir di seluruh bagian daerah di dunia, penyakit Parkinson menyerang
banyak orang, bahkan para penderita Parkinson pria dan wanita hampir berimbang. Penyakit
Parkinson biasanya dimulai antara usia 50 dan 65, menyerang sekitar 1 % dari seluruh
populasi. Penyakit Parkinson lebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita.

Pada awalnya orang yang menderita Parkinson tidak menyadari akan serangannya itu.
Mereka mengetahuinya pada saat Parkinson telah meradang dan berkembang. Parkinson
dapat menjadi suatu penyakit yang sangat menakutkan. Dikarenakan penderita Parkinson
tidak dapat mengatur hidupnya sendiri dan sangat bergantung terhadap orang yang di
sekitarnya.

Penyakit Parkinson sulit dicegah dan disembuhkan karena penyebabnya sendiri sulit
diketahui pasti. Yang jelas, ketika individu kehilangan lebih dari 80 suplai dopamine, yaitu
zat penting dalam proses pengiriman sinyal antara sel-sel saraf otak untuk mengatur gerakan,
maka individu akan mengalami beberapa gejala Parkinson.

Pada tahap awal dan dalam jangka waktu yang lama, penderita tidak menyadari bahwasanya
ia menderita Parkinson. Keluhan yang biasa disampaikan pada awalnya berupa nyeri pada
punggung, leher, bahu, atau pinggang. Seiring berjalannya waktu, postur tubuh yang
membungkuk, anggota gerak menjadi tidak elastis dan fleksibel, langkah menjadi kecil-kecil
bahkan diseret-seret. Suara mengecil dan monoton. Adanya sedikit kekakuan dan
keterlambatan eksekusi gerakan atau pengurangan gerakan tangan saat berjalan biasanya
terabaikan, sampai pada suatu saat itu disadari oleh klinisi ataupun keluarga pasien.

Pada banyak penderita, pada mulanya Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan
ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan
menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor.

Orang dengan Parkinson lanjut juga mengalami gangguan motorik halus. Di antaranya
kesulitan memotong makanan, mengancingkan baju, membuka lembaran buku, tulisan
menjadi lebih kecil ukurannya dari biasanya. Untuk pekerjaan sepele seperti mengetuk pintu
pun, adalah hal yang sulit bagi penderita Parkinson.

Diagnosis penyakit ini didasarkan dari gejala klinis yang dinilai oleh dokter dan atau
didukung dengan pencitraan otak (CT Scan atau MRI kepala). Pengobatan dasar penyakit ini
adalah dengan kombinasi obat levodopa-karbidopa.

Penyakit Parkinson bersifat progresif, artinya gejala dan tanda tersebut akan bertambah
buruk. Walaupun dalam jangka waktu yang lama dan bertahap. Penyakit Parkinson yang
mulai sebelum umur 20 tahun disebut sebagai Juvenile Parkinsonism.
Jenis-jenis Penyakit Parkinson

 Penyakit Parkinson Primer, terjadi akibat produksi dopamine rendah yang tidak
diketahui penyebabnya.
 Penyakit Parkinson Sekunder, yang diakibatkan oleh faktor luar. Penggunaan obat-
obatan hipertensi, antiaritmia, obat jantung, anti muntah, dll. Penggunaan obat-obatan
ini secara berlanjut dan mengendap di tubuh dalam jangka waktu yang lama akan
menjadi racun bagi tubuh. Selain itu, keracunan akibat zat-zat polutan seperti
karbonmonoksida, sianida disulfida, pestisida, dan berbisida dapat menimbulkan
penyakit Parkinson.

Orang-orang terkenal yang menderita penyakit Parkinson

10 Tanda Awal Penyakit Parkinson

Berikut ini adalah 10 tanda awal penyakit Parkinson, yaitu:

1. Hilangnya indera penciuman

2. Sulit tidur

3. Mengalami sembelit dan problem berkemih

4. Kurangnya ekspresi wajah

5. Nyeri pada leher

6. Lambat saat menulis

7. Perubahan suara

8. Lengan tidak berayun bebas

9. Berkeringat secara berlebihan

10. Perubahan suasana hati dan kepribadian

Gejala penyakit Parkinson

Gejala dari Penyakit Parkinson merupakan akibat dari degenerasi sel saraf dopaminergik
yang berada di area substansia nigra, bagian dari otak yang mengontrol dan mengatur gerakan
tubuh. Gejala-gejalanya antara lain otot yang bergetar (tremor), gerakan yang melambat
(bradikinesia), kekakuan otot (rigiditas) dan gangguan berjalan atau masalah keseimbangan.

Sejalan dengan berlangsungnya penyakit, gejala-gejala ini biasanya semakin memburuk dan
mempengaruhi kemampuan pasien untuk bekerja dan menjalankan fungsinya.
Berikut ini adalah 4 gejala utama dari penyakit PD (Parkinson Disorder) atau bisa
disingkat “TRAP”, yaitu:

1. Tremor

Tremor Istirahat (Rest Tremor) yang khas ini merupakan gejala yang paling jelas, sering
terdapat pada awal penyakit dan mudah diidentifikasi oleh penderita maupun keluarganya
sendiri. Rest tremor ini bersifat kasar (kurang lebih 4 siklus/detik), dan gerakannya seperti
memulung pil (pill-rolling) atau seperti menghitung uang logam. Tremor dapat dimulai dari
satu ekstremitas saja pada awal gejala dan dapat menyebar sehingga mengenai seluruh
anggota tubuh (lengan, rahang, lidah, kelopak mata, tungkai) bahkan juga suara. Tremor ini
berupa gerakan getar yang biasanya muncul pada gerak tangan, lengan, atau tungkai saat
rileks. Misalnya saat memegang koran atau gagang telepon.

Tremor dapat menghilang jika otot berelaksasi total ataupun dengan melakukan gerakan.
Faktor fisik dan emosi dapat mencetuskan timbulnya tremor ini. Ada jenis tremor yang
lainnya dengan frekuensi 7-8 siklus/menit. Tidak seperti yang 4 siklus/menit, tremor ini dapat
tetap ada pada gerakan penderita dan tidak berhubungan dengan posisi diam dari anggota
gerak (bukan rest tremor) dan lebih mudah hilang pada posisi otot yang relaksasi. Pasien bisa
menampakkan gejala kedua tremor ini atau hanya salah satunya.

Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya,
lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening, dan kelopak mata.
Biasanya penderita mengeluh tangannya bergetar saat beristirahat, namun tidak saat
melakukan aktivitas. Tremor yang terjadi pada kepala menyebabkan kepala menggeleng,
mulut membuka menutup, dan lidah terjulur tertarik tarik.

Tremor juga akan muncul atau bertambah berat pada keadaan stres. Saat konsentrasi pun bisa
muncul gejala tremor, namun pada saat tidur lelap gejala ini tidak muncul. Pada kondisi
lanjut, tremor juga akan muncul meski sedang beraktivitas.

2. Rigiditas

Rigiditas: kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor, kekakuan
ini menghasilkan fenomena ‘cog-wheel’ atau roda gigi saat ekstremitas digerakkan secara
pasif. Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien bahkan
pada keadaan rileks dan rasa ingin jatuh.

Rigiditas, yang didefinisikan sebagai tahanan terhadap gerakan pasif sehingga apabila
persendian penderita digerakkan orang lain, akan terasa seperti “roda gigi”. Penderita
mengeluh otot kaku, nyeri sendi, dan lelah. Keadaan ini terkadang menyerupai gejala
rematik. Postur tubuh dapat menjadi membungkuk ke depan. Pada keadaan yang lanjut
gerakan sendi bisa menjadi terbatas.

Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan
terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis
sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas
yang terlibat.
3. Akinesia/Bradykinesia

Bradykinesia/Akinesia: pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Gerakan cepat,
berulang-ulang menghasilkan sebuah gerakan disritmik dan pengurangan kekuatan gerakan.
Bradikinesia, berupa menurunnya gerakan motorik tubuh secara keseluruhan. Misalnya, sulit
bangkit dari kursi, memulai berjalan atau berbalik ke tempat tidur. Wajah tampak murung
dan sedih, kedipan mata berkurang atau tatapan mata kosong seperti orang melamun. Suara
juga dapat berubah menjadi halus dan pelan, sehingga sulit didengar. Gaya berjalan menjadi
kaku seperti robot, langkah menjadi kecil-kecil dan pendek, langkah diseret, lengan tidak atau
kurang melenggang. Dalam hal makan, penderita juga mengalami kelambanan, baik
mengunyah atau menelan, dan bahkan dapat mengeluarkan air liur.

Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang
sehingga ludah keluar dari mulut. Gerakan penderita menjadi lamban sehingga gerak asosiatif
menjadi berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian atau mengancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Terjadi perubahan pada tulisan tangan. Saat
menulis, tulisan penderita Parkinson biasanya lama-lama akan semakin mengecil sampai
tidak terbaca. Dan jika terjadi di usia produktif, maka akan mengganggu pekerjaannya.

Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik,
labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.

4. Hilangnya refleks postural

Postural instability (ketidakstabilan postural): tidak adanya refleks postural sehingga


mengakibatkan ketidakseimbangan.

Instabilitas Postural yang ditandai dengan memburuknya keseimbangan tubuh sehingga


penderita mudah jatuh. Ketika sedang berjalan penderita dapat mengalami kesulitan berhenti
sehingga saat akan berhenti dapat kehilangan keseimbangan.

Meskipun sebagian peneliti memasukkan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium
penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang
sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level
talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.

Gejala Parkinson berbeda pada setiap dari mereka yang mengalaminya. Gejala umumnya
dimulai pada satu sisi bagian tubuh dan biasanya memburuk pada sisi tersebut bahkan setelah
gejala mulai terjadi pada kedua sisi tubuh.

Proses terjadinya penyakit Parkinson

Penyebab pasti terjadinya penyakit Parkinson masih belum diketahui.


Seseorang bisa mengidap penyakit Parkinson jika tubuhnya, khususnya otak kekurangan zat
yang disebut dopamine. Dopamine adalah mediator yang dibutuhkan otak untuk mengatur
dan mengkoordinasi kapan dan jenis gerakan yang harus dilaksanakan oleh otot. Normalnya,
dopamine dihasilkan oleh sel-sel saraf tertentu di otak, bila sel saraf tersebut rusak sehingga
produksi dopamine berkurang maka kemampuan otak mengatur dan mengkoordinasi gerakan
akan terganggu dengan risiko timbul gerakan yang abnormal.

Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis
karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika
penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun mempengaruhi atau menghalangi kerja
dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati
paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf. Penyebab dari
kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin terkadang tidak diketahui. Penyakit ini
cenderung diturunkan, walau terkadang faktor genetik tidak memegang peran utama.

Diagnosis Penyakit Parkinson

Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik utama
antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural.
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992):

 Possible : didapatkan 1 dari gejala-gejala utama


 Probable : didapatkan 2 dari gejala-gejala utama
 Definite : didapatkan 3 dari gejala-gejala utama

Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal
ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:

 Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).
 Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu.
 Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
 Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
 Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.

Penyebab penyakit Parkinson

Berikut ini adalah penyebab terjadinya penyakit Parkinson, yaitu:

 Faktor keturunan.
 Kepala terluka atau pernah mengalami trauma kepala akibat kecelakaan benturan di
kepala.
 Efek samping dari penggunaan obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama seperti obat hipertensi, jantung, dan stroke.
 Usia, karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang
timbul pada usia di bawah 30 tahun.
 Ras, di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada
orang Asia dan Afrika.
 Genetik, faktor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen
tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita
Parkinson pada usia muda.
 Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg,
CS2, methanol, etanol, dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta
jangkitan.
 Tekanan emosional.
 Penggunaan obat-obatan terlarang.
 Paparan racun lingkungan.
 Stroke.
 Tiroid dan gangguan paratiroid.
 Trauma kepala berulang (misalnya, trauma terkait dengan tinju).
 Tumor otak.
 Kelebihan cairan di sekitar otak (disebut hidrosefalus).
 Radang otak (ensefalitis) akibat infeksi.
 Jenis kelamin. Laki-laki lebih berisiko daripada wanita.
 Merokok.
 Pekerjaan, khususnya petani karena risiko terpapar pestisida/herbisida lebih besar.

Komplikasi Penyakit Parkinson

Adapun komplikasi yang harus dicermati ialah:


- Dekubitus (luka lecet di bokong, tumit, punggung akibat lama tertekan).
- Malnutrisi karena penderita menolak makan karena kesusahan mencerna makanan.
- Luka karena terjatuh karena badan tidak bisa berjalan dengan benar.
- Radang paru akibat kesedot makanan/minuman.
- Gangguan BAB (buang air besar) dan BAK (buang air kecil).
- Gangguan fungsi seksual.
- Depresi.
- Demensia.

Pencegahan Penyakit Parkinson

- Menghindari trauma otak dengan menghindari benturan yang keras karena pada
dasarnya penyakit Parkinson disebabkan karena rusaknya neuron, unit terkecil otak manusia
yang berfungsi menyampaikan pesan dari otak ke syaraf yang kemudian akan diteruskan ke
anggota tubuh lain dan sebaliknya.

- Meningkatkan latihan fisik dan aktivitas mental

- Menjauh dari zat beracun

- Menghindari kelelahan mental.

- Membatasi asupan vitamin B6


- Menghindari melakukan kegiatan di luar ruangan jika cuaca panas.

- Memiliki cara makan yang benar

Pengobatan Penyakit Parkinson

Pengobatan penyakit Parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala motorik dan
memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik penyakit Parkinson
juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan penurunan kognitif, disamping
terdapat efek terapi obat jangka panjang. Tidak ada obat untuk Parkinson, tetapi banyak jenis
obat dan operasi dapat mengendalikan gejala penyakit tersebut. Perawatan pada penderita
penyakit Parkinson bertujuan memperlambat atau menghambat perkembangan penyakit
dengan pemberian obat dan terapi fisik untuk melatih sel-sel otot.

Walaupun Penyakit Parkinson sampai dengan saat ini belum dapat disembuhkan, terdapat
kemajuan dalam pengobatan beberapa tahun belakangan ini, berdasarkan pada pemahaman
baru dari kondisi dan proses penyakitnya. Diagnosa awal, obat-obatan, strategi rehabilitasi,
dan upaya menolong diri sendiri telah memberikan manfaat pada pasien Penyakit Parkinson
dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

A. Pengendalian gejala dengan obat.

Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, tetapi tidak satupun dari obat-obat
tersebut yang menyembuhkan penyakit atau menghentikan perkembangannya, fungsi obat-
obat tersebut adalah untuk membuat penderita lebih mudah melakukan suatu gerakan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita
dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti
program latihan secara rutin.

Ada beberapa jenis obat yang bisa dipakai untuk mengendalikan gejala penyakit
Parkison, yaitu:

- Obat yang menaikkan kadar dopamine di otak yaitu levodopa: Madopar,

- Obat yang cara kerjanya mirip dopamin (Dopamin agonist): Sifrol,

- Obat yang bekerja menghambat kerusakan dopamine di otak (MAO B inhibitor):


Jumex,

- Yang membantu koordinasi kerja otot (antikolinergik) antara lain: Artane,

- Lain-lain misalnya: Amantadine

Obat poten (pilihan utama) untuk Parkinson sampai sekarang ini adalah levodopa, walaupun
penggunaannya sudah mulai dikurangi disebabkan oleh banyaknya efek samping yang
ditemukan.
Khusus untuk levodopa masa kerja obat ada batasannya, artinya suatu saat efek obat tersebut
akan berkurang bahkan menghilang walaupun dosisi telah optimal (fenomena on – off)
sehingga perlu dikombinasikan dengan obat lain.

Obat anti Parkinson terdiri atas empat golongan, diantaranya:

- Obat Dopaminerik sentral: Prekursor DA (Levodopa) dan Agonis DA (Bromokriptin,


apomorfin, ropinirol, pramipreksol)

Levodopa.

Pengobatan dasar untuk Parkinson adalah levodopa-karbidopa. Di dalam otak, levodopa


diubah menjadi dopamin. Obat ini mengurangi tremor dan kekakuan otot dan memperbaiki
gerakan. Penderita Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal dan
penderita yang sebelumnya terbaring di tempat tidur menjadi kembali mandiri. Penambahan
Karbidopa dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas Levodopa di dalam otak dan untuk
mengurangi efek Levodopa yang tidak diinginkan di luar otak. Kini ada kombinasi tiga obat
selain Levodopa dan Karbidopa juga ditambahkan Entacapone. Dimana fungsi Entacapone
membantu kerja kedua obat tersebut dengan memperlancar masuknya kedua obat tersebut ke
otak.

Mekanisme Kerja. Di dalam otak Levodopa dirubah menjadi Dopamin. Pengubahan levodopa
menjadi dopamin membutuhkan adanya dekarboksilase asam L-amino aromatik.

Efek samping. Yang paling sering terjadi adalah mual, muntah dan anoreksia. Pada
permulaan terapi juga dapat timbul hipotensi ortostatis dan gangguan pusat ringan seperti
gelisah, rasa takut, bingung dan pikiran kacau.

Interaksi Obat. Piridoksin, sebagai ko-enzim, mempercepat perombakan perifer levodopa


dengan jalan memperkuat kegiatan dekarboksilase.

Bromokriptin.

Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot yang bersifat
dopaminergik, yang dikelompokkan sebagai ergolin.

Mekanisme Kerja. Bromokriptin merangsang reseptor dopeminergik. Obat ini lebih besar
afinitasnya terhadap reseptor D2 dan merupakan antagonis reseptor D1. organ yang
dipengaruhi ialah yang memilki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular, poros
hipotalamus dan saluran cerna.

Efek samping. Efek samping bromokriptin memperlihatkan variasi individu yang nyata.
Gangguan psikis berupa halusinasi penglihatan dan pendengaran lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan pemberian levodopa. Efek samping yang jarang-jarang terjadi adalah
eritromelalgia, kemerahan, nyeri, panas dan edema ditungkai bawah.

Interaksi Obat. Pemberian obat bersama antasid atau makanan, mengurangi mual yang berat.
Antipsikotropika dan metoklorpromida sebagai antagonis dopamin, dapat mengurangi
efeknya.
- Obat antikolinergik sentral:

Senyawa antikolinergik sentral: triheksifenidil, biperidin, sikrimin, prosiklidin, benzotropin


mesilat, dan karamifen.

Senyawa antihistamin : Difenhidramin, klorfenoksiamin, orfenadrin, dan fenindamin.

Derivat fenotiazin : etopropazin, prometazin, dan dietazin.

Antikolinergik merupakan obat alternatif levodopa dalam pengobatan Parkinsonisme.


Prototip kelompok ini adalah triheksifenidil. Termasuk dalam kelompok ini adalah biperidin,
prosiklidim, benzotropin, dan antihistamin.

Mekanisme Kerja. Dasar kerja obat ini adalah mengurangi efektivitas kolinergik yang
berlebihan di ganglia basal.

Efek samping. Antiparkinson kelompok antikolinergik menimbulkan efek samping sentral


dan perifer. Efek samping sentral dapat berupa gangguan neurologik yaitu: ataksia, disartria,
hipertermia, gangguan mental, pikiran kacau, amnesia, delusi, halusinasi, somnolen, dan
koma.

Interaksi Obat. Obat Parkinson dapat melawan atau meniadakan efek antipsikotika dan bisa
mencetuskan gejala psikosi pada pasien yang ditangani dengan dua obat. Dengan demikian
dianjurkan untuk menurunkan dosis obat Parkinson. Sebaliknya antidepresiva dapat
memperkuat efek kognitif dari antikolinergika.

- Obat Dopamino-antikolinergik: Amantadin dan Antidepresan trisiklik

Amantadin

Amantadin adalah antivirus yang digunakan terhadap influenza Asia. Secara kebetulan
penggunaan amantandin pada seorang pasien yang menderita influenza yang juga menderita
Parkinson memperlihatkan perbaikan gejala neurologik. Kenyataan ini merupakan titik tolak
penggunaan amantandin.

Mekanisme kerja. Amantandin diduga meningkatkan aktivitas dopaminergik serta


menghambat aktivitas kolinergik di korpus striatum. Amantandin membebaskan DA dari
ujung saraf dan menghambat ambilan prasinaptik DA, sehingga memperpanjang waktu paruh
DA di sinaps.

Efek samping. Efek samping amantandin menyerupai gejala intoksikasi atropin. Gejala yang
dapat timbul adalah depresi, gelisah, insomnia, pusing, gangguan saluran cerna, mulut kering
dan dermatitis.

- Penghambat MAO-B: Selegilin

Selegilin merupakan penghambat monoamin oksidase-B (MAO-B) yang relatif spesifik. Saat
ini dikenal dua bentuk penghambat MAO, tipe A yang terutama berhubungan dengan
deaminasi oksidatif norepinefrin dan serotonin, tipe B yang memperlihatkan aktivitas
terutama pada dopamin.
Mekanisme kerja. Selegilin menghambat deaminasi dopamin sehingga kadar dopamin
sehingga kadar dopamin di ujung saraf dopaminergik lebih tinggi. Selain itu, ada hipotesis
yang mengemukakan bahwa selegilin mungkin mencegah pembentukan neurotoksin endogen
yang membutuhkan aktivasi oleh MAO-B.

Efek samping. Efek samping berat tidak dilaporkan terjadi, efek samping kardoivaskuler jelas
kurang dari penghambat MAO-A. Hipotensi, mual, kebingungan dan psikosis pernah
dilaporkan.

Obat-obatan untuk mengobati penyakit Parkinson:

Obat Aturan Pemakaian Keterangan

Merupakan pengobatan utama untuk


Parkinson. Diberikan bersama karbidopa
Levodopa untuk meningkatkan efektivitasnya & Setelah beberapa tahun
(dikombinasikan dengan mengurangi efek sampingnya digunakan, efektivitasnya bisa
karbidopa) Mulai dengan dosis rendah, yang berkurang
selanjutnya ditingkatkan sampai efek
terbesar diperoleh

Pada awal pengobatan seringkali


ditambahkan pada pemberian levodopa
Bromokriptin atau
untuk meningkatkan kerja levodopa atau Jarang diberikan sendiri
pergolid
diberikan kemudian ketika efek samping
levodopa menimbulkan masalah baru

Seringkali diberikan sebagai tambahan Bisa meningkatkan aktivitas


Seleglin
pada pemakaian levodopa levodopa di otak

Obat antikolinergik
Pada stadium awal penyakit bisa
(benztropin &
diberikan tanpa levodopa, pada stadium
triheksifenidil), obat anti Bisa menimbulkan beberapa
lanjut diberikan bersamaan dengan
depresi tertentu, efek samping
levodopa, mulai diberikan dalam dosis
antihistamin
rendah
(difenhidramin)
Digunakan pada stadium awal untuk
Bisa menjadi tidak efektif
penyakit yang ringan
Amantadin setelah beberap bulan
Pada stadium lanjut diberikan untuk
digunakan sendiri
meningkatkan efek levodopa

3. Dementia

Menurut WHO, demensia adalah sindrom neurodegeneratif yang timbul karena


adanyakelainan yang bersifat kronis dan progresif disertai dengan gangguan fungsi luhur
multipelseperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil keputusan. Kesadaran
pada demensiatidak terganggu. Gangguan fungsi kognitif biasanya disertai dengan
perburukan kontrol emosi, perilaku dan motivasi.Merosotnya fungsi kognitif ini harus cukup
berat sehingga mengganggu fungsi sosial dan pekerjaan individu.
Demensia adalah suatu kondisi klinis yang perlu didiagnosis dan ditelusuri
penyebabnya. Penyebab demensia sangat banyak, namun tampilan gejala klinis umumnya
hampir sama. Enam puluh persen demensia adalah irreversibel (tidak dapat pulih ke kondisi
semula), 25% dapat dikontrol, dan 15% reversibel (dapat pulih kembali). Penyakit penyebab
demensia yang dapat diobati harus dapat diidentifikasi dan dikelola sebaik-baiknya.

2.1 Demensia Alzheimer


2.1.1 Definisi
Definisi Demensia menurut Whitbourne adalah suatu penyakit penurunan fungsi
kognitif, gangguan intelektual, daya ingat yang semakin lama semakin memburuk (progresif)
dan tidak dapat diubah (irreversible). Sedangkan menurut John W. Santrock, Alzheimer
adalah suatu gangguan otak yang progresif dan tidak dapat dibalik, yang dicirikan dengan
kemorosotan secara perlahan dari ingatan, penalaran, bahasa, dan tentunya fungsi fisik.
Oleh karena itu, demensia Alzheimer adalah demensia yang disebabkan oleh
Alzheimer, yang berarti demensia yang disertai oleh perubahan patologis di otak
penderitanya dengan waktu penyebaran sekitar 5 sampai 20 tahun yang diakhiri dengan
kematian.

2.1.2 Epidemiologi
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi
terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut
sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun
disebut sebagai late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasusdijumpai setelah
berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan
umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka
prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun,
3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada
tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia
diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi
penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi
wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada
perbedaan terhadap jenis kelamin.

2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan,
yaitu:
- Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting seseorang
menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini dapat
diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh individu yang
berusia 40 tahun keatas.
- Genetik
Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia. Individu
yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat
untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya disebabkan oleh faktor
turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua
kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Down’s Syndrome memiliki tanda-tanda
neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.
- Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih
banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan karena usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan pria.
- Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari
resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis. Hal
ini disebabkan karena edukasi berhubungan erat dengan intelegensi, oleh karena itu
ada juga penderita dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi beberapa ahli
mengatakan bahwa kemampuan linguistik seseorang lebih baik dalam hal menjadi
prediktor daripada edukasi.
- Trauma kepala
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.

2.1.4 Patogenesis
Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:
a. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer iniditurunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garispertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderitademensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita
alzheimer dengan familialearly onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21
diregio proximallog arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan
lokuspada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrom memempunyai
kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahunterdapat neurofibrillary tangles
(NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50%
adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor
genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%),
beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika
pada alzheimer.
b. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluargapenderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang
bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa
persamaan antara lain, manifestasi klinik yang sama, tidak adanya respon imun yang
spesifik, adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat, timbulnya gejala mioklonus,
adanya gambaran spongioform
c. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon,
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum
adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih.
Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidakseimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat
kerusakan dan kematian neuron.
d. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari
penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkanpada wanita muda karena peranan faktor
immunitas
e. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
f. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting seperti asetilkolin, noradrenalin, dopamin, serotonin,
MAO (Monoamine Oksidase).

2.1.5 Gejala
Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat 10 gejala
penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai
berikut:
- Hilang ingatan
Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimulai
dengan sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan informasi yang baru
saja didapat. Semakin lama individu menderita Alzheimer, penurunan fungsi kognitif
ini akan semakin parah. Pada gejala ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia,
yaitu: kesulitan mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan
teman.
- Apraxia
Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita
sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat
mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk
menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
- Gangguan bahasa
Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan/ atau
tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat
dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit
menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".
- Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan tempat. Penderita
dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di mana ia berada, bagaimana ia
sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu bagaimana caranya kembali ke rumah.
- Disfungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai
dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian.
Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai
beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca
dingin.
- Bermasalah dengan pemikiran abstrak
Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas tersebut lebih
rumit dari biasanya. Namun demikian, pada penderita, mereka akan benar-benar lupa
berapa jumlah atau angkanya, dan apa yang harus mereka lakukan terhadap angka-
angka tersebut.
- Salah menempatkan segala sesuatu
Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak sewajarnya, contoh:
meletakkan gosokan di dalam freezer atau meletakkan jam tangan di dalam mangkuk
gula.
- Perubahan moody atau tingkah laku
Setiap orang dapat menjadi sedih atau moody dari waktu ke waktu, tetapi penderita
menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi ketakutan kemudian
menjadi marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.
- Perubahan kepribadian
Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala psikitrik
dan perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-benar kacau, penuh
kecurigaan, cemas, ketakutan atau menjadi bergantung pada anggota keluarga.
Menurut Ethical Digest, untuk gejala psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami
depresi. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang
juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan
perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak
selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun
mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa
disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh
hilangnya fungsi pengendalian diri individu).
- Kehilangan inisiatif/ apatis
Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih dari
biasanya atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Selain 10 gejala tersebut, juga terdapat penanda neuropatologis demensia Alzheimer,
yaitu neurotic plaque dan neurofibrillary tangles. Neurotic plaque pada penderita memiliki 2
jenis plaque amyloid, yaitu diffuse plaques dan plaque ”burn-out”. Sedangkan neurofibrillary
tangles adalah kumpulan filamen abnormal dalam sel syaraf di otak, dimana filamen ini
terhubung dengan protein tau dan merupakan tanda tipikal dari penyakit Alzheimer.
Gangguan patologis lainnya yang umum terlihat pada otak penderita adalah neuropil threads,
granulovascuolar degeneration, dan amyloid angiopathy (ETHICAL DIGEST: Alzheimer,
Edisi 45 tahun V, November 2007).
Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala Alzheimer di atas dapat
dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:
- Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering bingung dan
melupakan informasi yang baru dipelajari, disorientasi (tersesat di daerah yang
dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin, mengalami
perubahan dalam kepribadian dan penilaian.
- Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari
(makan, mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan tidur, keluyuran,
agnosia. Gejala akut, umum pada penderita late onset, yaitu: kehilangan kemampuan
berbicara, hilangnya nafsu makan, menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol
otot spinchtes, sangat tergantung pada caregiver atau pengasuh.

2.2 Demensia Vaskular


2.2.1 Definisi
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional
yangdisebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan iskemik,
jugadisebabkan oleh penyakit substansia alba iskemik atau sekuale dari hipotensi atau
hipoksia.
Baru-baru ini terdapat kontroversi dalam diagnosis demensia vaskuler. Pada abad ke
20,demensia pada orang lanjut usia diduga berasal dari vaskular tetapi penelitian autopsi
danneuroimaging menunjukkan banyak kasus demensia pada orang lanjut usia di Eropa
danAmerika Utara adalah dampak dari penyakit Alzheimer. Walaupun begitu, beberapa
individumengalami gangguan kognitif sebagai akibat dari stroke. Kebanyakan dari pasien
inimenunjukkan tanda klinis seperti afasia atau disfungsi visual dan defisit neurologis ini
jarangdikelirukan dengan penurunan kognitif karena demensia.
Banyak orang lanjut usia dengan penurunan kognitif yang progresif mempunyai
vaskular yang patologi dan perubahan yang berhubungan dengan Alzheimer secara
bersamaan. Pada pasien ini, terdapat kombinasi patologi penyakit Alzheimer dan vaskular
sehingga sukar untuk menentukan penyebab prinsip dari demensia.

2.2.2 Epidemiologi
a. Internasional
- Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di
AmerikaSerikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian di
Asia.
- Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih 2,2%
diJepang
- Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu berumur lebih dari 65 tahun
adalah demensia vaskular.
- Di Eropa, demensia vaskular dan demensia kombinasi masing-masing 20% dan
40%dari kasus. Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia
vaskular.
- Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telahmengalami
stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasienmengalami
demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif kejadian
demensia adalah 5,5%.
b. Jenis kelamin
Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka denganhipertensi
yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya.
c. Umur
Insiden meningkat sesuai dengan peningkatan umur

2.2.3 Etiologi
Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit serebrovaskular yang
multipel, yangmenyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan terutama mengenai
pembuluh darahserebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan
lesi parenkimmultipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark
termasuklah oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat
asal yang jauh sepertikatup jantung. Pada pemeriksaan, ditemukan bruit karotis, kelainan
funduskopi, atau pembesarankamar jantung.
Selain itu, faktor resiko demensia vaskular adalah:
- Usia lanjut
- Hipertensi
- Merokok
- Penggunaan alkohol kronis
- Aterosklerosis
- Hiperkolesterolemia
- Homosistein plasma
- Diabetes melitus
- Penyakit kardiovaskular
- Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
- Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan aluminium)
- Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka panjang
- Tingkat pendidikan yang rendah
- Riwayat keluarga mengalami demensia

2.2.4 Klasifikasi
Berbagai subtipe demensia vaskular yaitu:
- Gangguan kognitif vaskular ringan
- Demensia multi infrak
Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar multipel
- Demensia infark strategi
Disebabkan oleh infark single yang strategi (seperti oklusi dari arteri serebral
posterior dan menyebabkan infark thalamus bilateral atau sindrom arteriserebri
anterior yang menyebabkan infark lobus frontal bilateral)
- Demensia vaskular karena lesi lakunar
- Penyakit Binswanger
Disebabkan oleh penyakit iskemik pembuluh darah kecil (sepertilakuna multipel di
ganglia basal, di subkortikal atau di substansia alba periventrikuler)
- Demensia vaskular akibat lesi hemoragik
Terdapat penyakit serebrovaskular hemoragik seperti hematoma subdural atau
intraserebral atau perdarahan subaraknoid
- Demensia vaskular subkortikal
- Demensia campur (kombinasi penyakit Alzheimer dan demensia vaskular)

2.2.5 Patofisiologi
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau
hilangnyakomunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor
yang dapatmengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini
namun tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas
bagaimana demensiaterjadi. Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek
fokal atau difus pada otak danmenyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular
fokal terjadi sekunder dari oklusivaskular emboli atau trombotik. Area otak yang
berhubungan dengan penurunan kognitif adalahsubstansia alba dari hemisfera serebral dan
nuklei abu-abu dalam, terutama striatum danthalamus.Mekanisme demensia vaskular yang
paling banyak adalah infark kortikal multipel, infark single strategi dan penyakit pembuluh
darah kecil.
- Demensia multi-infark: kombinasi efek dari infark yang berbeda
menghasilkan penurunan kognitif dengan menggangu jaringan neural
- Demensia infark single: lesi area otak yang berbeda menyebabkan gangguan
kognitif yang signifikan. Ini dapat diperhatikan pada kasus infark arteri serebral
anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus
- Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan dua sindrom major, penyakit
Binswanger danstatus lakunar. Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan dinding arteri, pengembangan ruangan Virchow-Robin dan gliosis
parenkim perivaskular
- Penyakit lakunar disebabkan oleh oklusi pembuluh darah kecil dan menghasilkan
lesikavitas kecil di otak akibat dari oklusi cabang arteri penetrasi yang kecil. Lakunae
ini ditemukan lebih sering di kapsula interna, nuklei abu-abu dalam, dan substansia
alba.Status lakunar adalah kondisi dengan lakunae yang banyak, mengindikasikan
adanya penyakit pembuluh darah kecil yang berat dan menyebar
- Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai leukoencephalopati subkortikal)
disebabkanoleh penyakit substansia alba difus. Pada penyakit ini, perubahan vaskular
yang terjadiadalah fibrohialinosis dari arteri kecil dan nekrosis fibrinoid dari
pembuluh darah otak yang lebih besar.

2.2.6 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala kognitifpada demensia vaskular selalunya subkortikal, bervariasi
dan biasanyamenggambarkan peningkatan kesukaran dalam menjalankan aktivitas harian
seperti makan, berpakaian, berbelanja dan sebagainya. Hampir semua kasus demensia
vaskular menunjukkantanda dan simptom motorik.
Tanda dan gejala fisik:
- Kehilangan memori, pelupa
- Lambat berfikir (bradifrenia)
- Pusing
- Kelemahan fokal atau diskoordinasi satu atau lebih ekstremitas
- Inersia
- Langkah abnormal
- Konsentrasi berkurang
- Perubahan visuospasial
- Penurunan tilikan
- Defisit pada fungsi eksekutif seperti kebolehan untuk inisiasi, merencana
danmengorganisasi
- Sering atau Inkontinensia urin dan alvi. Inkontinensia urin terjadi akibat kandung
kencingyang hiperrefleksi
Tanda dan gejala perilaku :
- Perbicaraan tidak jelas
- Gangguan bahasa
- Depresi
- Berhalusinasi
- Tidak familiar dengan persekitaran
- Berjalan tanpa arah yang jelas
- Menangis dan ketawa yang tidak sesuai. Disfungsi serebral bilateral
menyebabkaninkontinensi emosional (juga dikenal sebagai afek pseudobulbar)
- Sukar menurut perintah
- Bermasalah dalam menguruskan uang

2.3 Diagnosis
a. Anamnesis
- Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia. Misalnya untuk demensia vaskular ditanyakan
riwayat seperti hipertensi, diabetes melitusdan hiperlipidemia. Juga riwayat stroke
atau adanya infeksi SSP.
- Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau pengkonsumsi obat-obatanyang
dapat menurunkan fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresangolongan
trisiklik.
- Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakitserebrovaskular.
b. Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat secara
difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindromdemensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal
tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks
premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut
merupakan petanda keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi.

c. Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mentalmini
atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui
kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasadan berhitung.
Defisit lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan defisit global pada penyakit
Alzheimer.
Skor iskemik Hachinski

Bila skor ≥7: demensiavaskular. Skor ≤4: penyakit Alzheimer


DAFTAR PUSTAKA

 Sudoyo, Aru W., dkk. (ed). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam JIlid 1 ed.
5. Jakarta: Interna Publishing.
 Safitri, amalia, dkk. (ed). 2008. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Penerbit
Airlangga.
 Tanto, chris, dkk. (ed). 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid II ed. 4. Jakarta:
Media Aesculapius.
 Darmojo, Boedhi, 2014, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Edisi Kelima, Cetakan Kesatu, 266-262, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
 Anonim. (2010). Demensia. Diunduh dari http:
//www.scribd.com/doc//DEMENSIA
 Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-
HillCompanies, Inc. Singapore.
 Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai