TUTORIAL C BLOK 24
Disusun oleh:
KELOMPOK 4
Anggota Kelompok:
Reijefki Irlastua 04121401032
Nur Annisa Faradina 04121401034
Fachra Afifah Aliati 04121401041
Novalia Arisandy 04121401042
Dita Nurfitri Zahir 04121401047
M Tata Suharta 04121401053
Marisabela Oktaviani Lintang 04121401056
Iqbal Habibie 04121401063
Ayu Novalia 04121401072
Anisah Sarie Husni 04121401073
Minati maharani Amin 04121401096
Mandeep Sing Mukand Singh 04121401104
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya Laporan
Tutorial Skenario C Blok 24 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Adapun laporan ini bertujuan untuk memenuhi rasa ingin tahu akan penyelesaian dari
skenario yang diberikan, sekaligus sebagai tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini.
Tak ada gading yang tak retak. Tim Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan
laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.
Tim Penyusun
KEGIATAN TUTORIAL
10.00-12.00 WIB
Kata Pengantar i
Kegiatan Tutorial ii
Skenario 1
Klarifikasi Istilah 1
Identifikasi Masalah 2
Analisis Masalah 2
Hipotesis 18
Template 18
Kerangka Konsep 37
Sintesis 37
Daftar Pustaka 67
I. SKENARIO
Lapisan kandung kemih yaitu : lapisan serosa, lapisan otot detrusor, lapisan
submukosa,lapisan mukosa.
Kandung kemih adalah ruangan berdinding otot polos yang terdiri dari 2 bagian
besar,yaitu ;
(1) Corpus, merupakan bagian utama vesica urinaria di mana urin berkumpul
Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor, serat-seratnya ke segala arah
dan apabila berkontraksi dapat menigkat tekanan intra vesica menjadi 40-60
mmHg. Kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting dalam proses
berkemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas collum vesicae
terdapat daerah berbentuk segitiga yang lapisan mukosanya halus (kecuali daerah
ini, lapisan mukosa dinding kandung kemih berbentuk ruggae/berlipat-lipat).
Collum (leher kandung kemih) panjangnya 2-3 cm, dindingnya terdiri dari dari
otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastic. Otot pada
daerah ini disebut sphincter urethra internum. Setelah urethra posterior, urethra
berjalan melewati diafrgama urogenital, yang mengandung lapisan otot yang
disebut sphincter urethra externum. Otot ini merupakan otot lurik yang bekerja
dibawah kesadaran dan dapat melawan upaya kendali involunter yang berusaha
untuk mengosongkan kandung kemih.
Selain nervus pelvikus, terdapat 2 tipe persarafan lain yang penting untuk
fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan
melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih. Ini adalah
serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada sfinter.
Kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui
nervus hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L-2 medulla spinalis.
Pusat saraf miksi berada pada otak dan spinal cord. Sebagian besar
pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan dapat dipelajari/dilatih. Sistem
saraf simpatis : impuls menghambat vesika urinaria dan gerak spinchter interna,
sehingga otot detrusor relax dan spinchter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis : impuls menyebabkan otot detrusor berkontriksi, sebaliknya
spinchter relaksasi terjadi mikturisi. (normal: tidak nyeri).
Setelah urin dari kandung kemih kosong, otot sfingter uretra dan otot pelvis
berkontraksi kembali, menutup uretra, dan otot kandung kemih berelaksasi.
Setelah berkemih uretra wanita kosong akibat gravitasi, sedangkan urine yang
masih ada dalam uretra laki-laki dikeluarkan oleh beberapa kontraksi muskulus
bulbo kavernosus.
Pada orang dewasa volume urine normal dalam kandung kemih yang
mengawali reflek kontraksi adalah 300-400 ml. Didalam otak terdapat daerah
perangsangan untuk berkemih di pons dan daerah penghambatan di mesensefalon.
Kandung kemih dapat dibuat berkontraksi walau hanya mengandung beberapa
milliliter urine oleh perangsangan volunter reflek pengosongan spiral. Kontraksi
volunter otot-otot dinding perut juga membantu pengeluaran urine dengan
menaikkan tekanan intra abdomen.
Orang dewasa dengan kandung kemih yang normal, yang minum 2 L cairan
per hari, umumnya akan berkemih 4-7 kali sehari (setiap 3-4 jam). Rata-rata,
setiap orang akan berkemih sebanyak 250-500 mL urin setiap kalinya.
Usia
Bertambahnya usia telah diterima sebagai salah satu faktor risiko inkontinensia urin
dalam konsensus inkontinensia urin oleh National Institutes of Health pada tahun
1988. Peningkatan prevalensi pada wanita manula mungkin disebabkan oleh
kelemahan otot pelvis dan jaringan penyokong uretra terkait usia. Apalagi, faktor-
faktor pada manula seperti gangguan mobilitas dan/atau kemunduran status mental
yang dapat meningkatkan risiko episode inkontinensia.
Herediter
Prevalensi inkontinensia urin stres hampir 3 kali lebih tinggi (20,3% berbanding
7,8%) pada wanita turunan pertama dari wanita dengan inkontinensia urin. Data ini
menunjukkan bahwa mungkin ada penurunan sifat secara familial yang dapat
meningkatkan insiden inkontinensia urin stres.
Obesitas
Beberapa penelitian epidemiologik telah menunjukkan bahwa peningkatan Indeks
Massa Tubuh (IMT) merupakan faktor risiko yang signifikan dan independen untuk
inkontinensia urin semua tipe. Secara teori, peningkatan tekanan intra-abdominal
serupa dengan peningkatan IMT yang sebanding dengan tekanan intravesikal yang
lebih tinggi. Tekanan yang tinggi ini mempengaruhi tekanan penutupan uretra dan
menyebabkan terjadinya inkontinensia. Penurunan berat badan mungkin mengatasi
inkontinensia sebelum terapi spesifik lebih lanjut.
Ras/etnis
Hubungan antara etnis dan inkontinensia urin adalah kompleks. Meskipun telah
dipercaya bahwa wanita Afro-Amerika mempunyai prevalensi urge incontinence
yang lebih tinggi dibandingkan wanita kulit putih, tetapi Fultz melaporkan
prevalensi IU 23% pada wanita kulit putih dan 16% pada wanita Afro-Amerika.
Lebih terbaru, hasil peneltian SWAN, dengan mencakup wanita-wanita multietnis
berumur antara 42-52 tahun, mengindikasikan bahwa wanita non-kulit putih
mungkin kurang melaporkan adanya inkontinensia dan hal tersebut tidak
menunjukkan hubungan antara etnis dan beratnya IU.
Persalinan dan Kehamilan
Persalinan menyebabkan kerusakan sistem pendukung uretra, kelemahan dasar
panggul akibat melemah dan meregangnya otot dan jaringan ikat selama proses
persalinan, kerusakan akibat laserasi saat proses persalinan penyangga organ dasar
panggul, dan peregangan jaringan dasar panggul selama proses persalinan melalui
vagina dapat merusak saraf pudendus dan dasar panggul sesuai kerusakan otot dan
jaringan ikat dasar panggul, serta dapat mengganggu kemampuan sfingter uretra
untuk kontraksi dan respon peningkatan tekanan intraabdomen atau kontraksi
detrusor.
Menopause
Penurunan estrogen saat menopause menyebabkan penipisan dinding uretra sehingga
penutupan uretra tidak baik. Defisiensi estrogen juga membuat otot kandung kemih
melemah. Jika terjadi penipisan dinding uretra dan kelemahan otot kandung kemih,
latihan fisik dapat membuka uretra dengan tidak diduga-duga. Selain itu, defisiensi
estrogen yang menyebabkan atrofi urogenital sehingga sedikit responsif terhadap
rangsangan berkemih merupakan gejala yang menyertai menopause.
Histerektomi
Peran histerektomi terhadap terjadinya inkontinensia urin masih kontroversial.
Perubahan hubungan anatomis, seperti denervasi dasar panggul saat histerektomi,
dapat menyebabkan inkontinensia urin paska operasi. Thom dan Brown, pada
sebuah tinjauan literatur, mencatat bahwa tidak ada peningkatan risiko inkontinensia
dalam 2 tahun pertama setelah histerektomi. Tetapi banyak penelitian lain secara
konsisten menemukan adanya peningkatan risiko IU setelah histerektomi.
Merokok
Efek terkuat terlihat pada inkontinensia urin tipe stres dan campuran pada perokok
berat. Mekanisme patofisiologi mungkin efek langsung pada uretra dan tidak
langsung, dimana perokok umumnya terjadi peningkatan tekanan kandung kemih
akibat batuk, yang melampaui kemampuan uretra untuk menutup rapat.
e. Apa makna klinis dari tidak dapat menahan keinginan untuk buang air kecil?
Tidak dapat menahan keinginan untuk buang air kecil menunjukkan terjadi
inkontinensia urin tipe urge. Urge incontinence dapat disebabkan oleh karena
detrusor myopathy, neuropathy atau kombinasi dari keduanya. Bila
penyebabnya tidak diketahui maka disebut dengan idiopathic urge
incontinence.
2. Selain itu, dalam satu tahun terakhir kedua tangan Tn. Abdul sering bergetar
terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya kecil-kecil dan sering
terjatuh.
Diduga satu atau lebih macam zat neurotoksik berpera pada proses
neurodegenerasi pada Parkinson. Pandangan saat ini menekankan pentingnya
ganglia basal dalam menyusun rencana neurofisiologi yang dibutuhkan dalam
melakukan gerakan, dan bagian yang diperankan oleh serebelum ialah
mengevaluasi informasi yang didapat sebagai umpan balik mengenai
pelaksanaan gerakan. Ganglia basal tugas primernya adalah mengumpulkan
program untuk gerakan, sedangkan serebelum memonitor dan melakukan
pembetulan kesalahan yang terjadi seaktu program gerakan
diimplementasikan. Salah satu gambaran dari gangguan ekstrapiramidal
adalah gerakan involunter. Dasar patologinya mencakup lesi di ganglia basalis
(kaudatus, putamen, palidum, nukleus subtalamus) dan batang otak (substansia
nigra, nukleus rubra, lokus seruleus).
Secara sederhana , penyakit atau kelainan sistem motorik dapat dibagi sebagai
berikut :
- sering terjatuh
Penyebab keluhan sering jatuh pada kasus ini adalah karena
penyakit parkinson yang dideritanya. Penyakit parkinson ini
menyebabkan postural instability (ketidakstabilan postural).
Instabilititas posturan yaitu tidak adanya refleks postural sehingga
mengakibatkan ketidakseimbangan, ditandai dengan memburuknya
keseimbangan tubuh sehingga penderita mudah jatuh. Ketika sedang
berjalan penderita dapat mengalami kesulitan berhenti sehingga saat
akan berhenti dapat kehilangan keseimbangan.
Penyakit parkinson ini disebabkan karena kekurangan zat yang
disebut dopamine. Dopamine adalah mediator yang dibutuhkan otak
untuk mengatur dan mengkoordinasi kapan dan jenis gerakan yang
harus dilaksanakan oleh otot. Normalnya, dopamine dihasilkan oleh
sel-sel saraf tertentu di otak, bila sel saraf tersebut rusak sehingga
produksi dopamine berkurang maka kemampuan otak mengatur dan
mengkoordinasi gerakan akan terganggu dengan risiko timbul gerakan
yang abnormal.
b. Apa makna klinis dari keluhan tangan sering bergetar, berjalan dengan
langkah kecil dan sering terjatuh?
Makna klinis dari keluhan tangan sering bergetar, berjalan dengan langkah
kecil dan sering terjatuh yang terjadi pada tn. Abdul menunjukkan tanda-tanda
dari sindrom parkison atau parkinsonism. Parkinsonism atau sindrom
Parkinson merupakan suatu sindrom yang ditandai tremor waktu istirahat,
kekakuan, bradykinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan
kadar dopamine dengan berbagai macam sebab.
4. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan resting tremor, pull test (+) MMSE score
17
a. Bagaimana Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan neurologis?
Jawab :
- Resting Tremor pada kasus ini merupakan suatu hal yang abnormal. Resting
tremor pada penderita parkinson terjadi akibat hilangnya/berkurangnya
dopaminergik pada substansia nigra jaras ekstrapiramidal yang menyebabkan
terjadinya gerakan yang tidak beraturan secara involunter.
- Pull test (+).
Penilaian pull test biasanya menggunakan score, yaitu 4,3,2,1 atau 0 dimana
pemeriksaan pull test digunakan untuk menilai kekuatan reflek postural
seseorang, semakin tinggi nilainya menandakan reflek postural yang dimiliki
pasien baik. Pada penderita parkinson reflek postural ini biasanya akan
menurun.
- MMSE score 17. MMSE test biasanya digunakan untuk melihat adanya
kemungkinan demensia pada seseorang atau tidak. Score normal untuk
seseorang yang tidak mengalami demensia adalah 26-30. Pada kasus ini, bisa
dikatakan pasien sudah mengarah ke arah demensia. Kemungkinan
penyebabnya adalah penyakit parkinson yang dialami oleh pasien.
b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan :
- Resting tremor
Jawab :
Resting tremor dilihat saat kita melakukan pemeriksaan fisik pada pasien
tersebut. Resting tremor (RT) terjadi saat bagian tubuh yang terlibat dalam
keadaan relaksasi, statis dan tidak melawan arah gravitasi. Tremor ini akan
berkurang atau menghilang bila pasien bergerak aktif. Mengingat RT tidak
mempengaruhi aktivitas volunter maka RT biasanya tidak membatasi
kemampuan pasien dalam menjalani fungsinya, walaupun demikian, RT
ini dapat menyebabkan pasien merasa kurang percaya diri akibat
komplikasi aktivitas motorik yang terjadi saat aktivitas terhenti misalnya
saat menulis. RT paling banyak dijumpai sebagai manifestasi penyakit
Parkinson tetapi jarang dijumpai pada kondisi lainnya. Awalnya RT ini
seringkali mengenai tungkai, sebuah gambaran yang jarang dijumpai pada
tremor esensial.
- Pull test
o Kekuatan otot
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada
dua cara:
V. HIPOTESIS
Tn. Abdul 60 tahun diduga mengalami Incontinensia urin dan penyakit Parkinson
VI. TEMPLATE
1. How to diagnose
a. Anamnesis
- Nama pasien : Tn. Abdul
- Usia : 60 tahun
- Keluhan : sering mengompol dan tidak dapat menahan keinginan untuk buang
air kecil. Sering bergetar terutama tangan kanan, apabila berjalan langkahnya
kecil-kecil dan sering terjatuh.
b. Pemeriksaan fisik
- Tekanan darah 120/80 mmHg
- Nadi 80 kali/menit
- Temperatur 36,80C
c. Pemeriksaan laboratorium
- Dalam batas normal
d. Pemeriksaan neurologis
- Resting tremor
- Pull test (+)
- MMSE score 17
e. Pemeriksaan penunjang
- Physical therapies misalnya seperti melakukan physiotherapy, speech dan
language therapy, serta melakukan occupational therapy.
Penegakkan Diagosa IU
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang
2. Differential diagnose
Jawab :
Tipe Tipe
Tipe urgensia Tipe stress Tipe overflow
Campuran fungsional
Urin Ada keinginan Ada keinginan Tekanan Vesika urinaria Pada orang
keluar untuk kencing untuk kencing intraabdomen mencapai usia lanjut
pada (tidak mampu (tidak mampu meningkat kapasitas yg tidak
saat menunda)>8x menunda)>8x (batuk, bersin, maksimum mampu atau
sehari (tipe sehari mengangkat tetapi tidak tidak mau
urgensi )dan beban) dapat keluar mencapai
Tekanan semuanya toilet pada
intraabdomen waktunya
meningkat
(batuk, bersin,
mengangkat
beban) (tipe
stress)
3. Working diagnose
Penyakit Parkinson dengan inkontinensia urine.
4. Epidemiologi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 – 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala
awalnya muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada
usia 65 tahun. Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di
seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 – 64 tahun
sampai 3,5 % pada usia 85 – 89 tahun.
5. Etiologi
Penyakit Parkinson adalah bagian dari parkinsonism yang secara patologs ditandai
oleh degenerasi ganglia basalis terutama substansia nigra pars compacta disertai
adanyainklusi sitoplasmik eosinofilik yang disebut Lewys bodies. Sampai saat ini
penyebab kematian sel-sel SNc belum diketahui dengan pasti dugaan
penyebabpenyaki Parkinson antara lain adalah:
a. Faktor genetik
Ditemukan 3 gen yang menjadi penyebab gangguan degradasi protein dan
mengakibatkan protein beracun yang tak dapat didegradasi di ubiquitin-
protesomal pathway.
Kegagalan degradasi ini menyebabkan peningkatan apoptosis di sel-sel SNc
sehingga meningkatkan kematian sel neuron di SNc. Inilah yang mendasari
terjadinya penyakit Parkinson sporadic yang bersifat familial.
b. Faktor lingkungan
Etiologi penyakit Parkinson yang paling diterima saat ini adalah proses
oksidatif yang terjadi di ganglia basalis, apapun penyebabnya. Berbagai
penelitian telah dilakukan antara lain peranan xenobiotic (MPTP),
pestisida/herbisida, terpapar pekerjaan terutama zat kimia seperti bahan-bahan
cat dan logam, kafein, alcohol, diet tinggi protein, merokok, trauma kepala,
depresi, dan stress; semua menunjukkan peranan masing-masing melalui jalur
yang berbeda dapat menyebabkan penyakit parkinson maupun sindrom
Parkinson.
c. Umur (proses menua)
Insidens dan prevalens meningkat seiring bertambahnya usia dan umur rata-
rata pasien saat awitan awal adalah sekitar 60 tahun.
d. Ras
Angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi
e. Cedera kranioserebral
Trauma kepala, infeksi, dan tumor di otak lebih berhubungan dengan sindrom
Parkinson daripada penyakit parkinson
f. Stress emosional
Diduga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit parkinson
6. Faktor resiko
a. Insidens dan prevalens meningkat seiring bertambahnya usia dan umur rata-
rata pasien saat awitan awal adalah sekitar 60 tahun.
b. Penyakit ini lebih sering mempengaruhi laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 3:2
c. Relative tidak ada faktor genetic yang diketahui. Riwayat keluarga biasanya
tidak ada pada penyakit Parkinson idiopatik. Akan tetapi, telah dilaporkan
adanya anggota keluarga yang terkena secara acak, dan kadang ditemukan
mutase gen spesifik, baik gen dominan maupun resesif
d. Terdapat hubungan lemah antara penyakit Parkinson dan berbagai faktor
lingkungan, seperti pajanan terhadap getah karet dan pestisida.
e. Angka kejadian pada orang kulit putih lebih tinggi
f. Stress emosional diduga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
penyakit parkinson
7. Tata laksana
jawab :
Inkontinensia urin
Non farmakologis
Terapi suportif non spesifik
Edukasi
Memakai substitusi toilet
Manipulasi lingkungan
Pakaian tertentu dan pads
Modifikasi intaks cairan dan obat
Intervensi behavioral
Memiliki risiko yang rendah dan sedikit efek samping
Bladder training
Bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal dengan teknik
distraksi atau teknik relaksasi sehingga frekuensi berkemih hanya 6-7
kali per hari atau 3-4 jam sekali. Pasien diinstruksikan untuk miksi pada
interval waktu tertentu, mula-mula setiap jam, selanjutnya interval
berkemih diperpanjang secara bertahap sampai setiap 2-3 jam.Terbukti
bermanfaat pada tipe urgensi dan stres.
Habit training
Merupakan penjadwalan waktu berkemih.Diupayakan agar jadwal
berkemih sesuai dengan pola berkemih sesuai dengan pola berkemih
pasien sendiri.Sebaiknya digunakan pada inkontinensia tipe fungsional
dan membutuhkan keterlibatan petugas kesehatan atau pengasuh pasien.
Prompted voiding
Dilakukan dengan cara mengajari pasien mengenali kondisi atau status
kontinensia mereka aserta dapat memberitahu petugas atau pengasuhnya
bila ingin berkemih.Digunakan pada pasien dengan gangguan fungsi
kognitif.
Latihan otot dasar panggul
Merupakan terapi yang efektif untuk inkontinensia urin tipe stres atau
campuran dan tipe urgensi. Latihan dilakukan dengan membuat
kontraksi berulang-ulang pada otot dasar panggul yang diharapkan dapat
meningkatkan kekuatan uretra untuk menutup secara sempurna
Stimulasi elektrik
Merupakan terapi yang menggunakan dasar kejutan kontraksi otot pelvis
dengan menggunakan alat-alat bantu pada vagina dan rektum
Biofeedback
Bertujuan agar pasien mampu mengontrol/ menahan kontraksi
involunter otot detrusor kandung kemihnya
Neuromodulasi
Merupakan terapi dengan menggunakan stimulasi saraf sakral.
Merupakan salah satu cara penatalaksanaan overactive bladder yang
berhasil
Operasi
Yang paling sering dilakukan adalah ileosistoplasti dan miektomi detrusor.
Untuk tipe stres: injectable intraurethral bulking agents, suspensi leher
kandung kemih, urethral slings, dan artificial urinary sphincter
Untuk tipe urgensi: augmentation cystoplasty dan stimulasi elektrik
Pemakaian kateter
o Kateter eksternal
Hanya dipakai pada inkontinensia intractable tanpa retensi urin yang
secara fisik dependen/bedridden. Bahaya pemakaian: risiko infeksi dan
iritasi kulit
o Kateterisasi intermitten
Dipakai untuk mengatasi retensi urin dan inkontinensia tipe overflow
akibat kandung kemih yang akontraktil atau Detrussor hyperactivity
with impaired contractility (DHIC). Dapat dilakukan 2-4 kali per hari
oleh pasien atau tenaga kesehatan.
o Kateterisasi kronik atau menetap
Harus dilakukan secara selektif oleh kareena risiko bakteriuria kronik,
batu kandung kemih, abses periuretral, dan bahkan kanker kandung
kemih. Induksi pemakaian kateter kronik adalah retensi urin akibat
inkontinensia overflow persisten, tak layak operasi, tidak efektif
dilakukan kateterisasi intermiten, ada dalam perawatan dekubitus dan
perawatan terminal dengan demensia berat.
Catatan Inkontinensia
1. Untuk inkontinensia urgensi
Terapi perilaku bladder training untuk memperpanjang interval
miksi
Diantar ketika hendak ke toilet
Membuat catatan berkemih
Terapi farmakologis menggunakan muscle relaxant (Flavoxate),
chalcium channel blocker (diltiazem, nifedipine), kombinasi muscle
relaxant dan antikolinergik (oxybutynin, tolterodine, dicyclomine),
antidepresan trisiklik (doxepine, imipramine)
2. Untuk inkontinensia stress
Pengurangan berat badan
Latihan otot dasar panggul (Kegel)
Cap device menutupi meatus uretra/kateter kondom/penile clamps
Farmakologis (phenylpropanolamine, pseudoephedrine, estrogen)
Terapi bedah jika terdapat hipermobilitas uretra
Cara kerja obat kelompok ini dapat dijelaskan lewat alur metabolisme dari dopamin
sebagai berikut. Tyrosin yang berasal dari makanan akan diubah secara beruntun
menjadi l-dopa dan dopamin oleh enzimya masing-masing . Kedua jenis enzim ini
terdapat diberbagai jaringan tubuh , disamping dijaringan saraf . Dopamin yang
terbentuk di luar jaringan saraf otak , tidak dapat melewati sawar darah otak . Untuk
mencegah jangan sampai dopamin tersintesa diluar otak maka l-dopa diberikan
bersama dopa-decarboxylase inhibitor dalam bentuk carbidopa dengan perbandingan
carbidopa : l-dopa = 1 : 10 ( Sinemet ) atau benzerazide : l- dopa = 1 : 4 ( Madopar).
Efek terapi preparat l-dopa baru muncul sesudah 2 minggu pengobatan oleh karena itu
perubahan dosis seyogyanya setelah 2 minggu . Mulailah dosis rendah dan secara
berangsur ditingkatkan . Drug holiday sebaliknya jangan lebih lama dari 2 minggu ,
karena gejala akan muncul lagi sesudah 2 minggu obat dihentikan.
c. Agonis Dopamin
Preparat lain yang juga dapat menghemat pemakaian l-dopa adalah golongan dopamin
agonis . Golongan ini bekerja langsung pada reseptor dopamin, jadi mengambil alih
tugas dopamin dan memiliki durasi kerja lebih lama dibandingkan dopamin.
Sampai saat ini ada 2 kelompok dopamin agonis , yaitu derivat ergot dan non ergot .
Secara singkat reseptor yang bisa dipengaruhi oleh preparat dopamin agonis adalah
sebagai berikut:
• Golongan anti kolinergik terutama untuk menghilangkan gejala tremor dan efek
samping yang paling ditakuti adalah kemunduran memori.
3 Bekerja pada sistem Glutamatergik
Diantara obat – obat glutamatergik yang bermanfaat untuk penyakit parkinson adalah
dari golongan antagonisnya , yaitu amantadine , memantine, remacemide dan L
235959. Antagonis glutamatergik diduga menekan kegiatan berlebihan jalur dari inti
subtalamikus sampai globus palidus internus sehingga jalur indirek seimbang
kegiatannya dengan jalur direk , dengan demikian out put ganglia basalis ke arah
talamus dan korteks normal kembali . Disamping itu, diduga antagonis glutamatergik
dapat meningkatkan pelepasan dopamin, menghambat reuptake dan menstimulasi
reseptor dopamin.
Obat ini lebih efektif untuk akinesia dan rigiditas daripada antikolinergik.
c. Anti oksidan , yang melindungi neuron terhadap proses oxidative stress akibat
serangan radikal bebas. Deprenyl ( selegiline ) , 7-nitroindazole , nitroarginine
methyl-ester , methylthiocitrulline , 101033E dan 104067F , termasuk
didalamnya . Bahan ini bekerja menghambat kerja enzim yang memproduksi radikal
bebas.Dalam penelitian ditunjukkan vitamin E tidak menunjukkan efek anti oksidan.
5 Bahan lain yang masih belum jelas cara kerjanya diduga bermanfaat untuk penyakit
parkinson yaitu hormon estrogen dan nikotin. Pada dasawarsa terakhir , banyak
peneliti menaruh perhatian dan harapan terhadap nikotin berkaitan dengan potensinya
sebagai neuroprotektan . Pada umumnya bahan yang berinteraksi dengan R nikotinik
memiliki potensi sebagai neuroprotektif terhadap neurotoksis , misalnya glutamat
lewat R NMDA , asam kainat , deksametason dan MPTP . Bahan nikotinik juga
mencegah degenerasi akibat lesi dan iskemia . Dari berbagai penelitian , nikotin dapat
memperbaiki kelainan degeneratif dari gangli basalis , termasuk penyakit parkinson.
Penanganan penyakit parkinson yang tidak kalah pentingnya ini sering terlupakan
mungkin dianggap terlalu sederhana atau terlalu canggih.
1. Perawatan Penyakit Parkinson
Sebagai salah satu penyakit parkinson kronis yang diderita oleh manula , maka
perawatan tidak bisa hanya diserahkan kepada profesi paramedis , melainkan kepada
semua orang yang ada di sekitarnya.
a. Pendidikan
Dalam arti memberi penjelasan kepada penderita , keluarga dan care giver tentang
penyakit yang diderita.Hendaknya keterangan diberikan secara rinci namun supportif
dalam arti tidak makin membuat penderita cemas atau takut. Ditimbulkan simpati dan
empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi
maksimal.
b. Rehabilitasi
Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan
menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah
sebagai berikut :
• Abnormalitas gerakan
• Kecenderungan postur tubuh yang salah
• Gejala otonom
• Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living – ADL )
• Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Terapi fisik : ROM ( range of motion )
• Peregangan
• Koreksi postur tubuh
• Latihan koordinasi
• Latihan jalan ( gait training )
• Latihan buli-buli dan rectum
• Latihan kebugaran kardiopulmonar
• Edukasi dan program latihan di rumah
2. Terapi okupasi
Memberikan program yang ditujukan terutama dalam hal pelaksanaan aktivitas
kehidupan sehari-hari .
3. Terapi wicara
Membantu penderita Parkinson dengan memberikan program latihan pernapasan
diafragma , evaluasi menelan, latihan disartria , latihan bernapas dalam sebelum
bicara. Latihan ini dapat membantu memperbaiki volume berbicara , irama dan
artikulasi.
4. Psikoterapi
Membuat program dengan melakukan intervensi psikoterapi setelah melakukan
asesmen mengenai fungsi kognitif , kepribadian , status mental ,keluarga dan perilaku.
6. Orthotik Prosthetik
Dapat membantu penderita Parkinson yang mengalami ketidakstabilan postural ,
dengan membuatkan alat Bantu jalan seperti tongkat atau walker.
c. Diet
Pada penderita parkinson ini sebenarnya tidaklah diperlukan suatu diet yang khusus ,
akan tetapi diet penderita ini yang diberikan dengan tujuan agar tidak terjadi
kekurangan gizi , penurunan berat badan , dan pengurangan jumlah massa otot , serta
tidak terjadinya konstipasi . Penderita dianjurkan untuk memakan makanan yang
berimbang antara komposisi serat dan air untuk mencegah terjadinya konstipasi , serta
cukup kalsium untuk mempertahankan struktur tulang agar tetap baik . Apabila
didapatkan penurunan motilitas usus dapat dipertimbangkan pemberian laksan setiap
beberapa hari sekali . Hindari makanan yang mengandung alkohol atau berkalori
tinggi.
2. Pembedahan :
• Tindakan pembedahan untuk penyakit parkinson dilakukan bila penderita tidak lagi
memberikan respon terhadap pengobatan / intractable , yaitu masih adanya gejala dua
dari gejala utama penyakit parkinson ( tremor , rigiditas , bradi/akinesia, gait/postural
instability ) , Fluktuasi motorik , fenomena on-off , diskinesia karena obat, juga
memberi respons baik terhadap pembedahan .
4. Transplantasi
Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh
Lindvall dan kawannya , menggunakan jaringan medula adrenalis yang menghasilkan
dopamin. Jaringan transplan ( graft ) lain yang pernah digunakan antara lain dari
jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam
atau progenitor cells , non neural cells ( biasanya fibroblast atau astrosytes ) , testis-
derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi
penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang
menghambat proliferasi T cells sehingga masa idup graft jadi lebih panjang.14
Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama
4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Sampai saat ini
, diseluruh dunia ada 300 penderita penyakit parkinson memperoleh pengobatan
transplantasi dari jaringan embrio ventral mesensefalon.
Incontinensia urin
9. Komplikasi
Inkontinensia Urin
Penyakit Parkinson
10. Prognosis
Inkontinensia Urin :Prognosis baik, tetapi fungsi tidak dapat kembali
seperti semula (Bonam)
Penyakit Parkinson :Prognosis buruk, (malam)
11. KDU
jawab :
Demensia 3A
Parkinson 3A
IX. SINTESIS
1. Incontinentia Urin
Definisi :
Inkontinensia urin adalah suatu keadaan berupa keluarnya urin secara involunter/tidak dapat
dikontrol, yang dapat diamati secara obyektif dan merupakan masalah sosial dan higienis.
a. Usia yang bertambah berdampak pada perubahan hampir seluruh organ tubuh.
Perubahan ini diantaranya adalah melemahnya otot dasar panggul yang menjaga
kandung kemih dan pintu saluran kemih, timbulnya kontraksi abnormal pada kandung
kemih yang menimbulkan rangsangan berkemih sebelum waktunya dan
meninggalkan sisa.
b. Jenis kelamin, perempuan 2x lebih banyak dari laki-laki
c. Kelemahan otot dasar panggul
d. Jumlah melahirkan per vaginam
e. Menopause
f. Obesitas
g. Hipertropi prostat dapat mengakibatkan banyaknya sisa air kemih di kandung kemih
sebagai akibat pengosongan yang tidak sempurna.
h. Faktor psikologis seperti stress dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
pengeluaran urin sebagai efek dari noreepinefrin, yang mana noreefinefrin merupakan
hormon yang mempengaruhi kontraksi otot polos yang bekerjanya berlawanan dengan
asetilkolin
i. Lingkungan juga dapat mempengaruhi terjadinya inkontinensia urin diantaranya
pengaruh cuaca atau iklim terutama pada cuaca dingin dan karena letak toilet yang
jauh sehingga sebelum mencapai tempatnya sudah tidak dapat menahan air kemih
j. faktor-faktor yang mengiringi perubahan pada organ tubuh antara lain infeksi saluran
kemih, obat-obatan, imobilisasi, dan kepikunan
k. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik,
narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan
kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan
sedatif hipnotik.
l. Kafein dan alcohol
Epidemiologi :
Klasifikasi Inkontinensia :
a. Interkontinensia Akut
Inkontinensia akut terjadi secara mendadak, biasanya berkaitan dengan kondisi sakit akut
atau problem iatrogenik/lingkungan yang menghilang jika bila kondisi akut teratasi atau
problem medikasi dihentikanEtiologinya disingkat dengan DRIP atau DIAPPERS.
• Inkontinensia Persisten
Inkontinensia persisten merujuk pada kondisi uri kontinensia yang tidak berkaitan dengan
kondisi akut/iatrogenik dan berlangsung lama. Terdapat empat tipe inkontinensia urin
persisten, yaitu: Fungsional Inkontinensia Urin, Overflow Inkontinensia Urin (OIU),
Stress Inkontinensia Urin (SIU), Urge Inkontinensia Urin (UIU).
- Urge incontinence
Keluarnya urin secara tidak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih.
Inkontinensia urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali
(detrusor overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan
inkontinensia urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera
medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah timbul
keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin. Inkontinensia
tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia di atas 75 tahun.
Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitas detrusor dengan kontraktilitas
yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter tetapi tidak dapat mengosongkan
kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki gejala seperti inkontinensia urin stress,
overflow dan obstruksi. Oleh karena itu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena
dapat menyerupai inkontinensia urin tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali,
kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian
obat-obatan dan beberapa latihan.
Patofisiologi :
Pada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologi juga
dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling
dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih di sacrum. Jalur
aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medula spinalis. Pengisian
kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja
saraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis
serta saraf somatik yang mempersarafi otot dasar panggul. Pengosongan kandung kemih
melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih
sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat
penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat
kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia
urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu koordinasi antara kontraksi kandung
kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan
inkontinensia.
Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-
sisa urin pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang
spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urin. Merembesnya urin pada
saat dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan
ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk
batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin seringkali
dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan
berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas
kandung kemih.
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi
ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress
diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfakolinergik
antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapi non
farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnya
memerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan
terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
2. Parkinson Disease
Penyakit Parkinson pertama kali diuraikan dalam sebuah monograf oleh James
Parkinson seorang dokter di London, Inggris, pada tahun 1817. Di dalam tulisannya, James
Parkinson mengatakan bahwa penyakit (yang akhirnya dinamakan sesuai dengan namanya)
tersebut memiliki karakteristik yang khas yakni tremor, kekakuan, dan gangguan dalam cara
berjalan.
Parkinson adalah salah satu jenis penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan pada
organ otak, terutama pada bagian sistem syaraf pusat otak manusia yang mengalami
kemunduran. Hampir di seluruh bagian daerah di dunia, penyakit Parkinson menyerang
banyak orang, bahkan para penderita Parkinson pria dan wanita hampir berimbang. Penyakit
Parkinson biasanya dimulai antara usia 50 dan 65, menyerang sekitar 1 % dari seluruh
populasi. Penyakit Parkinson lebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita.
Pada awalnya orang yang menderita Parkinson tidak menyadari akan serangannya itu.
Mereka mengetahuinya pada saat Parkinson telah meradang dan berkembang. Parkinson
dapat menjadi suatu penyakit yang sangat menakutkan. Dikarenakan penderita Parkinson
tidak dapat mengatur hidupnya sendiri dan sangat bergantung terhadap orang yang di
sekitarnya.
Penyakit Parkinson sulit dicegah dan disembuhkan karena penyebabnya sendiri sulit
diketahui pasti. Yang jelas, ketika individu kehilangan lebih dari 80 suplai dopamine, yaitu
zat penting dalam proses pengiriman sinyal antara sel-sel saraf otak untuk mengatur gerakan,
maka individu akan mengalami beberapa gejala Parkinson.
Pada tahap awal dan dalam jangka waktu yang lama, penderita tidak menyadari bahwasanya
ia menderita Parkinson. Keluhan yang biasa disampaikan pada awalnya berupa nyeri pada
punggung, leher, bahu, atau pinggang. Seiring berjalannya waktu, postur tubuh yang
membungkuk, anggota gerak menjadi tidak elastis dan fleksibel, langkah menjadi kecil-kecil
bahkan diseret-seret. Suara mengecil dan monoton. Adanya sedikit kekakuan dan
keterlambatan eksekusi gerakan atau pengurangan gerakan tangan saat berjalan biasanya
terabaikan, sampai pada suatu saat itu disadari oleh klinisi ataupun keluarga pasien.
Pada banyak penderita, pada mulanya Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan
ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan
menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor.
Orang dengan Parkinson lanjut juga mengalami gangguan motorik halus. Di antaranya
kesulitan memotong makanan, mengancingkan baju, membuka lembaran buku, tulisan
menjadi lebih kecil ukurannya dari biasanya. Untuk pekerjaan sepele seperti mengetuk pintu
pun, adalah hal yang sulit bagi penderita Parkinson.
Diagnosis penyakit ini didasarkan dari gejala klinis yang dinilai oleh dokter dan atau
didukung dengan pencitraan otak (CT Scan atau MRI kepala). Pengobatan dasar penyakit ini
adalah dengan kombinasi obat levodopa-karbidopa.
Penyakit Parkinson bersifat progresif, artinya gejala dan tanda tersebut akan bertambah
buruk. Walaupun dalam jangka waktu yang lama dan bertahap. Penyakit Parkinson yang
mulai sebelum umur 20 tahun disebut sebagai Juvenile Parkinsonism.
Jenis-jenis Penyakit Parkinson
Penyakit Parkinson Primer, terjadi akibat produksi dopamine rendah yang tidak
diketahui penyebabnya.
Penyakit Parkinson Sekunder, yang diakibatkan oleh faktor luar. Penggunaan obat-
obatan hipertensi, antiaritmia, obat jantung, anti muntah, dll. Penggunaan obat-obatan
ini secara berlanjut dan mengendap di tubuh dalam jangka waktu yang lama akan
menjadi racun bagi tubuh. Selain itu, keracunan akibat zat-zat polutan seperti
karbonmonoksida, sianida disulfida, pestisida, dan berbisida dapat menimbulkan
penyakit Parkinson.
2. Sulit tidur
7. Perubahan suara
Gejala dari Penyakit Parkinson merupakan akibat dari degenerasi sel saraf dopaminergik
yang berada di area substansia nigra, bagian dari otak yang mengontrol dan mengatur gerakan
tubuh. Gejala-gejalanya antara lain otot yang bergetar (tremor), gerakan yang melambat
(bradikinesia), kekakuan otot (rigiditas) dan gangguan berjalan atau masalah keseimbangan.
Sejalan dengan berlangsungnya penyakit, gejala-gejala ini biasanya semakin memburuk dan
mempengaruhi kemampuan pasien untuk bekerja dan menjalankan fungsinya.
Berikut ini adalah 4 gejala utama dari penyakit PD (Parkinson Disorder) atau bisa
disingkat “TRAP”, yaitu:
1. Tremor
Tremor Istirahat (Rest Tremor) yang khas ini merupakan gejala yang paling jelas, sering
terdapat pada awal penyakit dan mudah diidentifikasi oleh penderita maupun keluarganya
sendiri. Rest tremor ini bersifat kasar (kurang lebih 4 siklus/detik), dan gerakannya seperti
memulung pil (pill-rolling) atau seperti menghitung uang logam. Tremor dapat dimulai dari
satu ekstremitas saja pada awal gejala dan dapat menyebar sehingga mengenai seluruh
anggota tubuh (lengan, rahang, lidah, kelopak mata, tungkai) bahkan juga suara. Tremor ini
berupa gerakan getar yang biasanya muncul pada gerak tangan, lengan, atau tungkai saat
rileks. Misalnya saat memegang koran atau gagang telepon.
Tremor dapat menghilang jika otot berelaksasi total ataupun dengan melakukan gerakan.
Faktor fisik dan emosi dapat mencetuskan timbulnya tremor ini. Ada jenis tremor yang
lainnya dengan frekuensi 7-8 siklus/menit. Tidak seperti yang 4 siklus/menit, tremor ini dapat
tetap ada pada gerakan penderita dan tidak berhubungan dengan posisi diam dari anggota
gerak (bukan rest tremor) dan lebih mudah hilang pada posisi otot yang relaksasi. Pasien bisa
menampakkan gejala kedua tremor ini atau hanya salah satunya.
Pada awalnya tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya,
lengan dan tungkai. Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening, dan kelopak mata.
Biasanya penderita mengeluh tangannya bergetar saat beristirahat, namun tidak saat
melakukan aktivitas. Tremor yang terjadi pada kepala menyebabkan kepala menggeleng,
mulut membuka menutup, dan lidah terjulur tertarik tarik.
Tremor juga akan muncul atau bertambah berat pada keadaan stres. Saat konsentrasi pun bisa
muncul gejala tremor, namun pada saat tidur lelap gejala ini tidak muncul. Pada kondisi
lanjut, tremor juga akan muncul meski sedang beraktivitas.
2. Rigiditas
Rigiditas: kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor, kekakuan
ini menghasilkan fenomena ‘cog-wheel’ atau roda gigi saat ekstremitas digerakkan secara
pasif. Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan dengan cara mempalpasi otot pasien bahkan
pada keadaan rileks dan rasa ingin jatuh.
Rigiditas, yang didefinisikan sebagai tahanan terhadap gerakan pasif sehingga apabila
persendian penderita digerakkan orang lain, akan terasa seperti “roda gigi”. Penderita
mengeluh otot kaku, nyeri sendi, dan lelah. Keadaan ini terkadang menyerupai gejala
rematik. Postur tubuh dapat menjadi membungkuk ke depan. Pada keadaan yang lanjut
gerakan sendi bisa menjadi terbatas.
Rigiditas disebabkan oleh peningkatan tonus pada otot antagonis dan otot protagonis dan
terdapat pada kegagalan inhibisi aktivitas motoneuron otot protagonis dan otot antagonis
sewaktu gerakan. Meningkatnya aktivitas alfa motoneuron pada otot protagonis dan otot
antagonis menghasilkan rigiditas yang terdapat pada seluruh luas gerakan dari ekstremitas
yang terlibat.
3. Akinesia/Bradykinesia
Bradykinesia/Akinesia: pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Gerakan cepat,
berulang-ulang menghasilkan sebuah gerakan disritmik dan pengurangan kekuatan gerakan.
Bradikinesia, berupa menurunnya gerakan motorik tubuh secara keseluruhan. Misalnya, sulit
bangkit dari kursi, memulai berjalan atau berbalik ke tempat tidur. Wajah tampak murung
dan sedih, kedipan mata berkurang atau tatapan mata kosong seperti orang melamun. Suara
juga dapat berubah menjadi halus dan pelan, sehingga sulit didengar. Gaya berjalan menjadi
kaku seperti robot, langkah menjadi kecil-kecil dan pendek, langkah diseret, lengan tidak atau
kurang melenggang. Dalam hal makan, penderita juga mengalami kelambanan, baik
mengunyah atau menelan, dan bahkan dapat mengeluarkan air liur.
Bradikinesia menyebabkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan
berkurang sehingga wajah mirip topeng, kedipan mata berkurang, menelan ludah berkurang
sehingga ludah keluar dari mulut. Gerakan penderita menjadi lamban sehingga gerak asosiatif
menjadi berkurang misalnya: sulit bangun dari kursi, sulit mulai berjalan, lamban
mengenakan pakaian atau mengancingkan baju, lambat mengambil suatu obyek, bila
berbicara gerak bibir dan lidah menjadi lamban. Terjadi perubahan pada tulisan tangan. Saat
menulis, tulisan penderita Parkinson biasanya lama-lama akan semakin mengecil sampai
tidak terbaca. Dan jika terjadi di usia produktif, maka akan mengganggu pekerjaannya.
Bradikinesia merupakan hasil akhir dari gangguan integrasi dari impuls optik sensorik,
labirin, propioseptik dan impuls sensorik lainnya di ganglia basalis. Hal ini mengakibatkan
perubahan pada aktivitas refleks yang mempengaruhi alfa dan gamma motoneuron.
Meskipun sebagian peneliti memasukkan sebagai gejala utama, namun pada awal stadium
penyakit Parkinson gejala ini belum ada. Hanya 37% penderita penyakit Parkinson yang
sudah berlangsung selama 5 tahun mengalami gejala ini. Keadaan ini disebabkan kegagalan
integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level
talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini
mengakibatkan penderita mudah jatuh.
Gejala Parkinson berbeda pada setiap dari mereka yang mengalaminya. Gejala umumnya
dimulai pada satu sisi bagian tubuh dan biasanya memburuk pada sisi tersebut bahkan setelah
gejala mulai terjadi pada kedua sisi tubuh.
Pada beberapa kasus, Parkinson merupakan komplikasi yang sangat lanjut dari ensefalitis
karena virus (suatu infeksi yang menyebabkan peradangan otak). Kasus lainnya terjadi jika
penyakit degeneratif lainnya, obat-obatan atau racun mempengaruhi atau menghalangi kerja
dopamin di dalam otak. Misalnya obat anti psikosa yang digunakan untuk mengobati
paranoia berat dan skizofrenia menghambat kerja dopamin pada sel saraf. Penyebab dari
kemunduran sel saraf dan berkurangnya dopamin terkadang tidak diketahui. Penyakit ini
cenderung diturunkan, walau terkadang faktor genetik tidak memegang peran utama.
Diagnosis penyakit Parkinson berdasarkan klinis dengan ditemukannya gejala motorik utama
antara lain tremor pada waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia dan hilangnya refleks postural.
Kriteria diagnosis yang dipakai di Indonesia adalah kriteria Hughes (1992):
Untuk kepentingan klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal
ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn and Yahr (1967) yaitu:
Stadium 1: Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat
gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor
pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman).
Stadium 2: Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan
terganggu.
Stadium 3: Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat
berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang.
Stadium 4: Terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak
tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat
berkurang dibandingkan stadium sebelumnya.
Stadium 5: Stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri
dan berjalan walaupun dibantu.
Faktor keturunan.
Kepala terluka atau pernah mengalami trauma kepala akibat kecelakaan benturan di
kepala.
Efek samping dari penggunaan obat-obatan yang dikonsumsi dalam jangka waktu
yang lama seperti obat hipertensi, jantung, dan stroke.
Usia, karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang
timbul pada usia di bawah 30 tahun.
Ras, di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada
orang Asia dan Afrika.
Genetik, faktor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen
tertentu yang terdapat pada penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita
Parkinson pada usia muda.
Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg,
CS2, methanol, etanol, dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, serta
jangkitan.
Tekanan emosional.
Penggunaan obat-obatan terlarang.
Paparan racun lingkungan.
Stroke.
Tiroid dan gangguan paratiroid.
Trauma kepala berulang (misalnya, trauma terkait dengan tinju).
Tumor otak.
Kelebihan cairan di sekitar otak (disebut hidrosefalus).
Radang otak (ensefalitis) akibat infeksi.
Jenis kelamin. Laki-laki lebih berisiko daripada wanita.
Merokok.
Pekerjaan, khususnya petani karena risiko terpapar pestisida/herbisida lebih besar.
- Menghindari trauma otak dengan menghindari benturan yang keras karena pada
dasarnya penyakit Parkinson disebabkan karena rusaknya neuron, unit terkecil otak manusia
yang berfungsi menyampaikan pesan dari otak ke syaraf yang kemudian akan diteruskan ke
anggota tubuh lain dan sebaliknya.
Pengobatan penyakit Parkinson saat ini bertujuan untuk mengurangi gejala motorik dan
memperlambat progresivitas penyakit. Tetapi selain gangguan motorik penyakit Parkinson
juga mengakibatkan gejala non motorik seperti depresi dan penurunan kognitif, disamping
terdapat efek terapi obat jangka panjang. Tidak ada obat untuk Parkinson, tetapi banyak jenis
obat dan operasi dapat mengendalikan gejala penyakit tersebut. Perawatan pada penderita
penyakit Parkinson bertujuan memperlambat atau menghambat perkembangan penyakit
dengan pemberian obat dan terapi fisik untuk melatih sel-sel otot.
Walaupun Penyakit Parkinson sampai dengan saat ini belum dapat disembuhkan, terdapat
kemajuan dalam pengobatan beberapa tahun belakangan ini, berdasarkan pada pemahaman
baru dari kondisi dan proses penyakitnya. Diagnosa awal, obat-obatan, strategi rehabilitasi,
dan upaya menolong diri sendiri telah memberikan manfaat pada pasien Penyakit Parkinson
dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, tetapi tidak satupun dari obat-obat
tersebut yang menyembuhkan penyakit atau menghentikan perkembangannya, fungsi obat-
obat tersebut adalah untuk membuat penderita lebih mudah melakukan suatu gerakan dan
memperpanjang harapan hidup penderita. Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita
dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti
program latihan secara rutin.
Ada beberapa jenis obat yang bisa dipakai untuk mengendalikan gejala penyakit
Parkison, yaitu:
Obat poten (pilihan utama) untuk Parkinson sampai sekarang ini adalah levodopa, walaupun
penggunaannya sudah mulai dikurangi disebabkan oleh banyaknya efek samping yang
ditemukan.
Khusus untuk levodopa masa kerja obat ada batasannya, artinya suatu saat efek obat tersebut
akan berkurang bahkan menghilang walaupun dosisi telah optimal (fenomena on – off)
sehingga perlu dikombinasikan dengan obat lain.
Levodopa.
Mekanisme Kerja. Di dalam otak Levodopa dirubah menjadi Dopamin. Pengubahan levodopa
menjadi dopamin membutuhkan adanya dekarboksilase asam L-amino aromatik.
Efek samping. Yang paling sering terjadi adalah mual, muntah dan anoreksia. Pada
permulaan terapi juga dapat timbul hipotensi ortostatis dan gangguan pusat ringan seperti
gelisah, rasa takut, bingung dan pikiran kacau.
Bromokriptin.
Bromokriptin merupakan prototip kelompok ergolin yaitu alkaloid ergot yang bersifat
dopaminergik, yang dikelompokkan sebagai ergolin.
Mekanisme Kerja. Bromokriptin merangsang reseptor dopeminergik. Obat ini lebih besar
afinitasnya terhadap reseptor D2 dan merupakan antagonis reseptor D1. organ yang
dipengaruhi ialah yang memilki reseptor dopamin yaitu SSP, kardiovaskular, poros
hipotalamus dan saluran cerna.
Efek samping. Efek samping bromokriptin memperlihatkan variasi individu yang nyata.
Gangguan psikis berupa halusinasi penglihatan dan pendengaran lebih sering ditemukan
dibandingkan dengan pemberian levodopa. Efek samping yang jarang-jarang terjadi adalah
eritromelalgia, kemerahan, nyeri, panas dan edema ditungkai bawah.
Interaksi Obat. Pemberian obat bersama antasid atau makanan, mengurangi mual yang berat.
Antipsikotropika dan metoklorpromida sebagai antagonis dopamin, dapat mengurangi
efeknya.
- Obat antikolinergik sentral:
Mekanisme Kerja. Dasar kerja obat ini adalah mengurangi efektivitas kolinergik yang
berlebihan di ganglia basal.
Interaksi Obat. Obat Parkinson dapat melawan atau meniadakan efek antipsikotika dan bisa
mencetuskan gejala psikosi pada pasien yang ditangani dengan dua obat. Dengan demikian
dianjurkan untuk menurunkan dosis obat Parkinson. Sebaliknya antidepresiva dapat
memperkuat efek kognitif dari antikolinergika.
Amantadin
Amantadin adalah antivirus yang digunakan terhadap influenza Asia. Secara kebetulan
penggunaan amantandin pada seorang pasien yang menderita influenza yang juga menderita
Parkinson memperlihatkan perbaikan gejala neurologik. Kenyataan ini merupakan titik tolak
penggunaan amantandin.
Efek samping. Efek samping amantandin menyerupai gejala intoksikasi atropin. Gejala yang
dapat timbul adalah depresi, gelisah, insomnia, pusing, gangguan saluran cerna, mulut kering
dan dermatitis.
Selegilin merupakan penghambat monoamin oksidase-B (MAO-B) yang relatif spesifik. Saat
ini dikenal dua bentuk penghambat MAO, tipe A yang terutama berhubungan dengan
deaminasi oksidatif norepinefrin dan serotonin, tipe B yang memperlihatkan aktivitas
terutama pada dopamin.
Mekanisme kerja. Selegilin menghambat deaminasi dopamin sehingga kadar dopamin
sehingga kadar dopamin di ujung saraf dopaminergik lebih tinggi. Selain itu, ada hipotesis
yang mengemukakan bahwa selegilin mungkin mencegah pembentukan neurotoksin endogen
yang membutuhkan aktivasi oleh MAO-B.
Efek samping. Efek samping berat tidak dilaporkan terjadi, efek samping kardoivaskuler jelas
kurang dari penghambat MAO-A. Hipotensi, mual, kebingungan dan psikosis pernah
dilaporkan.
Obat antikolinergik
Pada stadium awal penyakit bisa
(benztropin &
diberikan tanpa levodopa, pada stadium
triheksifenidil), obat anti Bisa menimbulkan beberapa
lanjut diberikan bersamaan dengan
depresi tertentu, efek samping
levodopa, mulai diberikan dalam dosis
antihistamin
rendah
(difenhidramin)
Digunakan pada stadium awal untuk
Bisa menjadi tidak efektif
penyakit yang ringan
Amantadin setelah beberap bulan
Pada stadium lanjut diberikan untuk
digunakan sendiri
meningkatkan efek levodopa
3. Dementia
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit alzheimer merupakan penyakit neurodegeneratif yang secara epidemiologi
terbagi 2 kelompok yaitu kelompok yang menderita pada usia kurang 65 tahun disebut
sebagai early onset sedangkan kelompok yang menderita pada usia lebih dari 65 tahun
disebut sebagai late onset.
Penyakit alzheimer dapat timbul pada semua umur, 96% kasusdijumpai setelah
berusia 40 tahun keatas. Schoenburg dan Coleangus (1987) melaporkan insidensi berdasarkan
umur: 4,4/1000.000 pada usia 30-50 tahun, 95,8/100.000 pada usia > 80 tahun. Angka
prevalensi penyakit ini per 100.000 populasi sekitar 300 pada kelompok usia 60-69 tahun,
3200 pada kelompok usia 70-79 tahun, dan 10.800 pada usia 80 tahun. Diperkirakan pada
tahun 2000 terdapat 2 juta penduduk penderita penyakit alzheimer. Sedangkan di Indonesia
diperkirakan jumlah usia lanjt berkisar, 18,5 juta orang dengan angka insidensi dan prevalensi
penyakit alzheimer belum diketahui dengan pasti. Berdasarkan jenis kelamin, prevalensi
wanita lebih banyak tiga kali dibandingkan laki laki. Hal ini mungkin refleksi dari usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan laki-laki. Dari beberapa penelitian tidak ada
perbedaan terhadap jenis kelamin.
2.1.3 Etiologi
Penyebab penyakit Alzheimer sampai saat ini masih belum pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diperkirakan dan berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bukti yang sejalan,
yaitu:
- Usia
Bertambahnya usia memang menjadi salah satu faktor resiko paling penting seseorang
menderita penyakit Alzheimer. Walaupun begitu penyakit Alzheimer ini dapat
diderita oleh semua orang pada semua usia. Namun 96% diderita oleh individu yang
berusia 40 tahun keatas.
- Genetik
Faktor genetik merupakan faktor resiko penting kedua setelah faktor usia. Individu
yang memiliki hubungan keluarga yang dekat dengan penderita beresiko dua kali lipat
untuk terkena Alzheimer. Pada penderita early onset umumnya disebabkan oleh faktor
turunan. Tetapi secara keseluruhan kasus ini mungkin kurang dari 5% dari semua
kasus Alzheimer. Sebagian besar penderita Down’s Syndrome memiliki tanda-tanda
neuropatholigic Alzheimer pada usia 40 tahun.
- Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, maka prevalensi wanita yang menderita Alzheimer lebih
banyak tiga kali lipat dibandingkan pria. Hal ini mungkin disebabkan karena usia
harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan dengan pria.
- Pendidikan
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi memiliki faktor pelindung dari
resiko menderita Alzheimer, tetapi hanya untuk menunda onset manifestasi klinis. Hal
ini disebabkan karena edukasi berhubungan erat dengan intelegensi, oleh karena itu
ada juga penderita dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Tetapi beberapa ahli
mengatakan bahwa kemampuan linguistik seseorang lebih baik dalam hal menjadi
prediktor daripada edukasi.
- Trauma kepala
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara penyakit Alzheimer
dengan trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
2.1.4 Patogenesis
Sejumlah patogenesa penyakit alzheimer yaitu:
a. Faktor genetik
Beberapa peneliti mengungkapkan 50% prevalensi kasus alzheimer iniditurunkan
melalui gen autosomal dominant. Individu keturunan garispertama pada keluarga
penderita alzheimer mempunyai resiko menderitademensia 6 kali lebih besar
dibandingkan kelompok kontrol normal. Pemeriksaan genetika DNA pada penderita
alzheimer dengan familialearly onset terdapat kelainan lokus pada kromosom 21
diregio proximallog arm, sedangkan pada familial late onset didapatkan kelainan
lokuspada kromosom 19. Begitu pula pada penderita down syndrom memempunyai
kelainan gen kromosom 21, setelah berumur 40 tahunterdapat neurofibrillary tangles
(NFT), senile plaque dan penurunan Marker kolinergik pada jaringan otaknya yang
menggambarkan kelainan histopatologi pada penderita alzheimer.
Hasil penelitian penyakit alzheimer terhadap anak kembar menunjukkan 40-50%
adalah monozygote dan 50% adalah dizygote. Keadaan ini mendukung bahwa faktor
genetik berperan dalam penyakit alzheimer. Pada sporadik non familial (50-70%),
beberapa penderitanya ditemukan kelainan lokus kromosom 6, keadaan ini
menunjukkan bahwa kemungkinan faktor lingkungan menentukan ekspresi genetika
pada alzheimer.
b. Faktor infeksi
Ada hipotesa menunjukkan penyebab infeksi virus pada keluargapenderita alzheimer
yang dilakukan secara immuno blot analisis, ternyata diketemukan adanya antibodi
reaktif. Infeksi virus tersebut menyebabkan infeksi pada susunan saraf pusat yang
bersipat lambat, kronik dan remisi.
Beberapa penyakit infeksi seperti Creutzfeldt-Jacob disease dan kuru, diduga
berhubungan dengan penyakit alzheimer. Hipotesa tersebut mempunyai beberapa
persamaan antara lain, manifestasi klinik yang sama, tidak adanya respon imun yang
spesifik, adanya plak amyloid pada susunan saraf pusat, timbulnya gejala mioklonus,
adanya gambaran spongioform
c. Faktor lingkungan
Ekmann (1988), mengatakan bahwa faktor lingkungan juga dapat berperan dalam
patogenesa penyakit alzheimer. Faktor lingkungan antar alain, aluminium, silicon,
mercury, zinc. Aluminium merupakan neurotoksik potensial pada susunan saraf pusat
yang ditemukan neurofibrillary tangles (NFT) dan senile plaque (SPINALIS). Hal
tersebut diatas belum dapat dijelaskan secara pasti, apakah keberadaan aluminum
adalah penyebab degenerasi neurosal primer atau sesuatu hal yang tumpang tindih.
Pada penderita alzheimer, juga ditemukan keadan ketidakseimbangan merkuri,
nitrogen, fosfor, sodium, dengan patogenesa yang belum jelas.
Ada dugaan bahwa asam amino glutamat akan menyebabkan depolarisasi melalui
reseptor N-methy D-aspartat sehingga kalsium akan masuk ke intraseluler (Cairan-
influks) danmenyebabkan kerusakan metabolisma energi seluler dengan akibat
kerusakan dan kematian neuron.
d. Faktor imunologis
Behan dan Felman (1970) melaporkan 60% pasien yang menderita alzheimer
didapatkan kelainan serum protein seperti penurunan albumin dan peningkatan alpha
protein, anti trypsin alphamarcoglobuli dan haptoglobuli.
Heyman (1984), melaporkan terdapat hubungan bermakna dan meningkat dari
penderita alzheimer dengan penderita tiroid. Tiroid Hashimoto merupakan penyakit
inflamasi kronik yang sering didapatkanpada wanita muda karena peranan faktor
immunitas
e. Faktor trauma
Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan penyakit alzheimer dengan
trauma kepala. Hal ini dihubungkan dengan petinju yang menderita demensia
pugilistik, dimana pada otopsinya ditemukan banyak neurofibrillary tangles.
f. Faktor neurotransmiter
Perubahan neurotransmitter pada jaringan otak penderita alzheimer mempunyai
peranan yang sangat penting seperti asetilkolin, noradrenalin, dopamin, serotonin,
MAO (Monoamine Oksidase).
2.1.5 Gejala
Alzheimer's Disease and Related Disorders Association (2001), membuat 10 gejala
penyakit Alzheimer Demensia yang sering muncul. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai
berikut:
- Hilang ingatan
Pada awalnya penderita akan mengalami penurunan fungsi kognitif yang dimulai
dengan sulit mengingat informasi baru dan mudah melupakan informasi yang baru
saja didapat. Semakin lama individu menderita Alzheimer, penurunan fungsi kognitif
ini akan semakin parah. Pada gejala ini biasanya juga disertai dengan gejala agnosia,
yaitu: kesulitan mengenali orang-orang yang disayanginya, seperti keluarga dan
teman.
- Apraxia
Hal ini ditandai dengan penderita sulit mengerjakan tugas yang familiar. Penderita
sering mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sehari-hari yang sangat
mereka ketahui, contohnya mereka tidak mengetahui langkah-langkah untuk
menyiapkan makanan, berpakaian, atau menggunakan perabot rumah tangga.
- Gangguan bahasa
Pada awalnya penderita akan terlihat sulit untuk mencari kata yang tepat dalam
mengungkapkan isi pikirannya. Semakin parah penyakitnya, maka ucapan dan/ atau
tulisan penderita jadi sulit untuk dimengerti karena penderita menggunakan kalimat
dengan substitusi kata-kata yang tidak biasa digunakan. Contohnya: jika penerita sulit
menemukan sikat giginya, maka ia akan bertanya "sesuatu untuk mulut saya".
- Disfungsi visuo-spatial yang ditandai dengan disorientasi waktu dan tempat. Penderita
dapat tersesat di jalan dekat rumahnya sendiri, lupa di mana ia berada, bagaimana ia
sampai ke tempat tersebut, dan tidak tahu bagaimana caranya kembali ke rumah.
- Disfungsi eksekutif
Hal ini disebabkan karena frontal lobe penderita mengalami gangguan, ditandai
dengan: sulit menyelesaikan masalah, reasoning, pembuatan keputusan dan penilaian.
Misalnya penderita mengenakan baju tanpa mempertimbangkan cuaca, memakai
beberapa kaos di hari yang panas/ memakai pakaian yang sangat minim ketika cuaca
dingin.
- Bermasalah dengan pemikiran abstrak
Menyeimbangkan buku cek dapat menjadi begitu sulit ketika tugas tersebut lebih
rumit dari biasanya. Namun demikian, pada penderita, mereka akan benar-benar lupa
berapa jumlah atau angkanya, dan apa yang harus mereka lakukan terhadap angka-
angka tersebut.
- Salah menempatkan segala sesuatu
Penderita akan meletakkan segala sesuatu pada tempat yang tidak sewajarnya, contoh:
meletakkan gosokan di dalam freezer atau meletakkan jam tangan di dalam mangkuk
gula.
- Perubahan moody atau tingkah laku
Setiap orang dapat menjadi sedih atau moody dari waktu ke waktu, tetapi penderita
menampilkan mood yang berubah-ubah dari tenang menjadi ketakutan kemudian
menjadi marah secara tiba-tiba tanpa ada alasan yang jelas.
- Perubahan kepribadian
Merupakan bentuk lanjutan dari perubahan moody, ditandai dengan gejala psikitrik
dan perilaku. Penderita dapat sangat berubah, menjadi benar-benar kacau, penuh
kecurigaan, cemas, ketakutan atau menjadi bergantung pada anggota keluarga.
Menurut Ethical Digest, untuk gejala psikitrik, sekitar 50% penderita mengalami
depresi. Selain itu penderita juga sering mengalami delusi paranoid dan terkadang
juga mengalami halusinasi (dengar, visual, dan haptic). Sedangkan untuk gangguan
perilaku, meliputi agitasi (aktivitas verbal maupun motorik yang berlebihan dan tidak
selaras), wandering (mondar-mandir, mencari-cari/ membututi caregiver ke mana pun
mereka pergi, berjalan mengelilingi rumah, keluyuran), dan gangguan tidur (berupa
disinhibisi, yaitu perilaku yang melanggar norma-norma sosial, yang disebabkan oleh
hilangnya fungsi pengendalian diri individu).
- Kehilangan inisiatif/ apatis
Penderita jadi pasif, duduk di depan televisi selama berjam-jam, tidur lebih dari
biasanya atau tidak ingin melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Selain 10 gejala tersebut, juga terdapat penanda neuropatologis demensia Alzheimer,
yaitu neurotic plaque dan neurofibrillary tangles. Neurotic plaque pada penderita memiliki 2
jenis plaque amyloid, yaitu diffuse plaques dan plaque ”burn-out”. Sedangkan neurofibrillary
tangles adalah kumpulan filamen abnormal dalam sel syaraf di otak, dimana filamen ini
terhubung dengan protein tau dan merupakan tanda tipikal dari penyakit Alzheimer.
Gangguan patologis lainnya yang umum terlihat pada otak penderita adalah neuropil threads,
granulovascuolar degeneration, dan amyloid angiopathy (ETHICAL DIGEST: Alzheimer,
Edisi 45 tahun V, November 2007).
Berdasarkan National Alzheimer's Association (2003), gejala-gejala Alzheimer di atas dapat
dibagi menjadi 3 tahap, sesuai dengan tingkat keparahannya, yaitu:
- Gejala ringan, umum terdapat pada penderita early onset, yaitu: sering bingung dan
melupakan informasi yang baru dipelajari, disorientasi (tersesat di daerah yang
dikenalnya dengan baik), bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin, mengalami
perubahan dalam kepribadian dan penilaian.
- Gejala menengah, yaitu: kesulitan dalam mengerjakan aktivitas hidup sehari-hari
(makan, mandi), cemas, curiga, agitasi, mengalami gangguan tidur, keluyuran,
agnosia. Gejala akut, umum pada penderita late onset, yaitu: kehilangan kemampuan
berbicara, hilangnya nafsu makan, menurunnya berat badan, tidak mampu mengontrol
otot spinchtes, sangat tergantung pada caregiver atau pengasuh.
2.2.2 Epidemiologi
a. Internasional
- Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di
AmerikaSerikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian di
Asia.
- Kadar prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih 2,2%
diJepang
- Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu berumur lebih dari 65 tahun
adalah demensia vaskular.
- Di Eropa, demensia vaskular dan demensia kombinasi masing-masing 20% dan
40%dari kasus. Di Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia
vaskular.
- Kadar prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telahmengalami
stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasienmengalami
demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif kejadian
demensia adalah 5,5%.
b. Jenis kelamin
Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka denganhipertensi
yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular lainnya.
c. Umur
Insiden meningkat sesuai dengan peningkatan umur
2.2.3 Etiologi
Penyebab utama dari demensia vaskular adalah penyakit serebrovaskular yang
multipel, yangmenyebabkan suatu pola gejala demensia. Gangguan terutama mengenai
pembuluh darahserebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark menghasilkan
lesi parenkimmultipel yang menyebar pada daerah otak yang luas. Penyebab infark
termasuklah oklusi pembuluh darah oleh plak arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat
asal yang jauh sepertikatup jantung. Pada pemeriksaan, ditemukan bruit karotis, kelainan
funduskopi, atau pembesarankamar jantung.
Selain itu, faktor resiko demensia vaskular adalah:
- Usia lanjut
- Hipertensi
- Merokok
- Penggunaan alkohol kronis
- Aterosklerosis
- Hiperkolesterolemia
- Homosistein plasma
- Diabetes melitus
- Penyakit kardiovaskular
- Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
- Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan aluminium)
- Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka panjang
- Tingkat pendidikan yang rendah
- Riwayat keluarga mengalami demensia
2.2.4 Klasifikasi
Berbagai subtipe demensia vaskular yaitu:
- Gangguan kognitif vaskular ringan
- Demensia multi infrak
Disebabkan oleh infark pembuluh darah besar multipel
- Demensia infark strategi
Disebabkan oleh infark single yang strategi (seperti oklusi dari arteri serebral
posterior dan menyebabkan infark thalamus bilateral atau sindrom arteriserebri
anterior yang menyebabkan infark lobus frontal bilateral)
- Demensia vaskular karena lesi lakunar
- Penyakit Binswanger
Disebabkan oleh penyakit iskemik pembuluh darah kecil (sepertilakuna multipel di
ganglia basal, di subkortikal atau di substansia alba periventrikuler)
- Demensia vaskular akibat lesi hemoragik
Terdapat penyakit serebrovaskular hemoragik seperti hematoma subdural atau
intraserebral atau perdarahan subaraknoid
- Demensia vaskular subkortikal
- Demensia campur (kombinasi penyakit Alzheimer dan demensia vaskular)
2.2.5 Patofisiologi
Semua bentuk demensia adalah dampak dari kematian sel saraf dan/atau
hilangnyakomunikasi antara sel-sel ini. Otak manusia sangat kompleks dan banyak faktor
yang dapatmengganggu fungsinya. Beberapa penelitian telah menemukan faktor-faktor ini
namun tidak dapat menggabungkan faktor ini untuk mendapatkan gambaran yang jelas
bagaimana demensiaterjadi. Pada demensia vaskular, penyakit vaskular menghasilkan efek
fokal atau difus pada otak danmenyebabkan penurunan kognitif. Penyakit serebrovaskular
fokal terjadi sekunder dari oklusivaskular emboli atau trombotik. Area otak yang
berhubungan dengan penurunan kognitif adalahsubstansia alba dari hemisfera serebral dan
nuklei abu-abu dalam, terutama striatum danthalamus.Mekanisme demensia vaskular yang
paling banyak adalah infark kortikal multipel, infark single strategi dan penyakit pembuluh
darah kecil.
- Demensia multi-infark: kombinasi efek dari infark yang berbeda
menghasilkan penurunan kognitif dengan menggangu jaringan neural
- Demensia infark single: lesi area otak yang berbeda menyebabkan gangguan
kognitif yang signifikan. Ini dapat diperhatikan pada kasus infark arteri serebral
anterior, lobus parietal, thalamus dan satu girus
- Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan dua sindrom major, penyakit
Binswanger danstatus lakunar. Penyakit pembuluh darah kecil menyebabkan
perubahan dinding arteri, pengembangan ruangan Virchow-Robin dan gliosis
parenkim perivaskular
- Penyakit lakunar disebabkan oleh oklusi pembuluh darah kecil dan menghasilkan
lesikavitas kecil di otak akibat dari oklusi cabang arteri penetrasi yang kecil. Lakunae
ini ditemukan lebih sering di kapsula interna, nuklei abu-abu dalam, dan substansia
alba.Status lakunar adalah kondisi dengan lakunae yang banyak, mengindikasikan
adanya penyakit pembuluh darah kecil yang berat dan menyebar
- Penyakit Binswanger (juga dikenal sebagai leukoencephalopati subkortikal)
disebabkanoleh penyakit substansia alba difus. Pada penyakit ini, perubahan vaskular
yang terjadiadalah fibrohialinosis dari arteri kecil dan nekrosis fibrinoid dari
pembuluh darah otak yang lebih besar.
2.3 Diagnosis
a. Anamnesis
- Riwayat kesehatan
Ditanyakan faktor resiko demensia. Misalnya untuk demensia vaskular ditanyakan
riwayat seperti hipertensi, diabetes melitusdan hiperlipidemia. Juga riwayat stroke
atau adanya infeksi SSP.
- Riwayat obat-obatan dan alkohol
Adakah penderita peminum alkohol yang kronik atau pengkonsumsi obat-obatanyang
dapat menurunkan fungsi kognitif seperti obat tidur dan antidepresangolongan
trisiklik.
- Riwayat keluarga
Adakah keluarga yang mengalami demensia atau riwayat penyakitserebrovaskular.
b. Pemeriksaan fisik
Pada demensia, daerah motorik, piramidal dan ekstrapiramidal ikut terlibat secara
difus maka hemiparesis atau monoparesis dan diplegia dapat melengkapkan
sindromdemensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal
tidak nyata, tanda-tanda lesi organik yang mencerminkan gangguan pada korteks
premotorik atau prefrontal dapat membangkitkan refleks-refleks. Refleks tersebut
merupakan petanda keadaan regresi atau kemunduran kualitas fungsi.
c. Pemeriksaan MMSE
Alat skrining kognitif yang biasa digunakan adalah pemeriksaan status mentalmini
atau Mini-Mental State Examination (MMSE). Pemeriksaan ini berguna untuk mengetahui
kemampuan orientasi, registrasi, perhatian, daya ingat, kemampuan bahasadan berhitung.
Defisit lokal ditemukan pada demensia vaskular sedangkan defisit global pada penyakit
Alzheimer.
Skor iskemik Hachinski
Sudoyo, Aru W., dkk. (ed). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam JIlid 1 ed.
5. Jakarta: Interna Publishing.
Safitri, amalia, dkk. (ed). 2008. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Penerbit
Airlangga.
Tanto, chris, dkk. (ed). 2014. Kapita Selekta Kedokteran jilid II ed. 4. Jakarta:
Media Aesculapius.
Darmojo, Boedhi, 2014, Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut),
Edisi Kelima, Cetakan Kesatu, 266-262, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta
Anonim. (2010). Demensia. Diunduh dari http:
//www.scribd.com/doc//DEMENSIA
Brust, J.C.M. (2008). Current Diagnosis & Treatment: Neurology. McGraw-
HillCompanies, Inc. Singapore.
Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
(1993). Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia
III. Jakarta