Anda di halaman 1dari 29

PERAN DAN FUNGSI KEPALA RUANG DALAM MPKP

A. Pendahuluan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang dilakukan oleh
seorang perawat untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien dengan melaksanakan
asuhan keperawatan. Menurut University of South Alabama Medical Center dalam
Swansburg and Swansburg (1999), menyebutkan bahwa asuhan keperawatan adalah
tindakan yang diterima oleh klien yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien/keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatannya.

Asuhan keperawatan yang professional haruslah diorganisir dengan pendekatan


professional pula. Pengelolaan asuhan keperawatan yang selanjutnya disebut sebagai
metode penugasan mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Metode penugasan
yang memungkikan dilaksanakan asuhan keperawatan secara professional adalah:
Metode tim dan metode primary nurse seperti yang dilkaksanakan pada MPKP (model
praktek keperawatan professional) di ruang rawat RSCM.

Pada makalah ini akan dibahas pelaksanaan 2 metode penugasan tersebut


berdasarkan peran dari masing-masing komponen dalam organisasi tersebut.

B. Pembahasan
Metode Tim
Peran Kepakla Ruang dalam tahap:
1. Pengkajian : Mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajamen
2. Perencanaan :
Fungsi perencanaan dan fungsi ketenagaan
• Menunjuk ka Tim
• Mengikuti serah terima klien
• Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan
klien
• Merencanakan strategi pelaksanaan keeperawatan
• Merencanakan logistik ruangan/faSilitas ruangan
• Melakukan pendokumentasian
3. Implementasi :
Fungsi pengorganisasian
• Merumuskan system penugasan
• Menjelaskan rincian tugas ketua Tim
• Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan diruang rawat
• Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan/fsilitas ruangan
• Mendelegasikan tugas kepada ketua Tim
Fungsi pengarahan:
• MeMbrikan pengarahan kepada ketua Tim
• Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
anggota Tim
• Membimbing bawahan
• Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
• Melakukan supervisi
• Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan yankep diruangan
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
4. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
• Mengevaluasi kinerja katim
• Memberikan umpan balik pada kinserja katim
• Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut
• Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

Peran Ketua Tim dalam tahap


1 Pengkajian : mengumpukan data kesehatan klien
2. Perencanaan :
Fungsi perencanaan dan ketenagaan:
• Bersama Karu melaksanakan serah terima tugas
• Bersama karu melaksanakan pembagian tugas
• Menyusun rencana asuhan keperawatan
• Menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
• Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan
• Mengorientasikan klien baru pada lingkungan
• Melakukan pelaporan dan pendokumantasian
3. Implementasi
Fungsi pengorganisasian:
• Menjelaskan tujuan pengorganisasian tim keperawatan
• Membagi pekerjaan sesuai tingkat ketergantungan pasien
• Membuat rincian tugas anggota tim dalam keperawatan
• Mampu mengkoordinir pekerjaan yang harus dilakukan bersama tim kesehatan lain
• Mengatur waktu istirahat anggota tim
• Mendelegasikan proses asuhan keperawatan pada anggota tim
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
Fungsi pengarahan:
• Memberikan pengarahan kepada anggota tim
• Memberikan bimbingan pada anggota tim
• Memberikan infromasi yang berhubungan dengan askep
• Mengawasi proses pemberian askep
• Melibat anggota tim sampai awal dan akhir kegiatan
• Memberikan pujian/motivasi kepada anggota tim
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

4. Evaluasi:
Fungsi pengendalian:
• Mengevaluasi asuhan keperawatan
• Memberikan umpan balik pada pelaksana
• Memperhatikan aspek legal dan etik
• Melakukan pelaporan dan pendokumantasian

Peran pelaksana dalam tahap


1. Pengkajian : mengkaji kesiapan klien dan diri sendiri untuk
melaksanakan suhan keperawatan.
1. Perencanaan:
Fungsi perebncanaan dan ketenagaan:
• Bersama Karu mengadakan serah terima tugas
• Menerima pembagian tugas dari katim
• Bersama katim menyiapkan keperluan untuk melaksanakan asuhan keperawatan
• Mengikuti ronde keperawatan
• Menerima klien baru
2. Implementasi
Fungsi pengorganisasian:
• Menerima penjelasan tujuan pengorganisasian tim
• Menerima pembagian tugas
• Melaksanakan tugas yang diberikan oleh katim
• Melaksanakan program kolaborasi dengan tim kesehatan lain
• Menyesuiakn waktu istirahat dengan anggota tim lainnya
• Melaksanakan asuhan keperawatan
• Menunjang pelaporan, mencatat tindakan keperawatan yang dilaksanakan
Fungsi pengarahan:
• Menerima pengarahan dan bimbingan dari katim
• Menerima informasi yang berkaitan dengan askep dan melaksanakan askep dengan
etik dan legal
• Memehami pemahaman yang telah dicapai
• Menunjang pelaporan dan pendokumentasian
3. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
• Menyiapkan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk proses evaluasi serta ikut
mengevaluasi kondisi pasien.

Peran Karu, Perawat primer dan perawat asosiat dalam MPKP (metode primary team)
yang dilaksanakan di ruangan.
Peran Kepala Ruang
 Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawatan primer
 Orientasi dan merencanakan karyawan baru
 Menyusun jadual dinas
 Memberi penugasan pada perawat asisten/asosiat (PA)
 Evaluasi kerja
 Merencanakan /menyelenggarakan pengembangan staf

Peran Perawat Primer


 Menerima pasien
 Mengkaji kebutuhan pasien untuk asuhan
 Membuat tujuan
 Membuat rencana keperawatan
 Melakukan konferens untuk menjelaskan rencana asuhan kepada PA yang menjadi
anggota timnya.
 Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama dinas bersama PA yang menjadi
anggota timnya.
 Melakukan kolaborasi dengan t9im kesehatan lainnya.
 Memantau PA dalam melaksanakan rencana asuhan keperawatan.
 Mengkoordinasi pelayanan yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain
 Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
 Menerima dan menyesuaikan rencana
 Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
 Melakukan pendokumentasian (catatan perkembangan, catatan tindakan
keperawatan)

Peran Perawat Asosiat


 Mengikuti konferens untuk menerima penjelasan tentang asuhan yang direncanakan
oleh PP.
 Melaksanakan asuhan keperawatan yang telah dibuat oleh PP
 Memberi informasi/masukan yang diperlukan kepada PP tentang klien untuk
keperluan asuahan keperawatan selanjutnya.
 Mencatat tindakan keperawatan yang telah dilakukan dalam catatan tindakan
keperawatan.

Penutup
Pelayanan keperawatan professional adalah pemberian asuhan keperawatan dengan
pendekatan proses keperawatan. Metode penugasan yang memungkinkan
terlaksananya asuhan keperawatan secara professional diantaranya adalah metode
Tim dan metode Perawat Primer. Mengingat metode perawatan primer diperlukan
perawat yang mempunyai kompetensi yang tinggi (tingkat spesialis) dan jumlah yang
cukup, sementara di Indonesia (utamanya RSCM) belum ada maka dalam MPKP
digunakan metode PN dimodifikasi dengan pendekatan Tim (Primary team). Dalam
pengorganisasiannya agar tujuan pelayanan keperawatan dapat tercapai dibutuhkan
uraian tugas, tanggung jawab dan peran yang jelas dari masing-masing klasifikasi
tenaga perawat yang ada yaitu sebagai kepala ruang, ketua tim, dan pelaksana
(metode Tim) dan Kepala ruang, perawat primer dan perawat asosiat (MPKP).
Referensi:
1. Gillies, (1989), Nursing managament a system approach, 2nd edition, W.B.
Saunders: Philadelphia
2. Marquis, Huston, (2000), Leadership roles and management functions in nursing
theory & application, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins:Philadelphia.
3. Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus, (2000), Metode asuhan keperawatan,
makalah dipresentasikan dalam lokakarya manajemen bidang keperawatan tgl. 1 mei –
11 mei, Jakarta.
4. Ratna Sitorus (makalah), 2000, Pengembangan model praktik keperawatan
professional (MPKP) sebagai suatu upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di
rumah sakit, tidak dipublikasikan.
KATETERISASI

Pengertian
Kateterisasi kandung kemih mencakup memasukkan selang karet atau plastik melalu
ueratra kedalam kandung kemih.

Tujuan
Menghilangkan distensi kandung kemih, penatalksanaan kandung kemih inkompeten,
mendapatkan spesimen urine steril, dan pengkajian residu urine setelah berkemih.

Peralatan:
Kateter steril
Sarung tangan bersih
Pelumas
Larutan pembersih antiseptik
Kassa
Sputi yang telah berisi cairan untuk mengembangkan balloon pada kateter indweling
Wadah baskom
Urinal bag
Plester, gelang karet dan peniti
Selimut mandi kantung sampah
Handuk mandi

Prosedur
1. Jelaskan prosedur pada klien

2. Atur tempat tidur yang tepat

3. Tutup ruangan atau tirai ruangan

4. Cuci tangan
5. Berdiri disebelah kanan tempat tidur (bila pengguna tangan kanan) sebelah kiri (bila
kidal)

6. Bantu klien untuk posisi terlentang dengan paha agak aduksi


7. Selimuti tubuh atas klien dengan selimut mandi dan tutup ekstrimitas bawah dengan
selimut tidur
8. Tenpatkan handuk mandi dibawah genitalia
9. Kenakan sarung tangan dan cuci perineum dengan sabun dan air sesuai kebutuhan.
Pada pria yang tidak disirkumsisi yakinkan untuk meretraksi prepusium untuk
membersihkan meatus uretra
10. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
11. Buka kantung kateter sesuai petunjuk, pertahankan dasar wadah agar tetap steril
12. Gunakan sarung tangan steril
13. Oleskan pelumas pada dasar ujung kateter
14. Dengan tangan non dominan regangkan pegang penis batang tepat dibawah glend
15. Dengan tangan dominan ambil bola kapas dan bersihkan penis. Bersihkan dengan
gerakan melingkar dari meatus bawah ke glens
16. Ambil kateter dengan tangan dominan yang telah menggunakan sarung tangan
kurang lebih 7,5 sampai 10 cm dari jung kateter. Pegang ujunga kateter dan gulung
ditelapak tangan dominan (atau dapat juga dipegang menggunakan pinset)
17. Minta klien untuk tidak mengedan dan masukan kateter 17,5 sampai 22 cm pada
orang dewasa dan 5 sampai 7,5 pada anak atau sampai urine mengalir keluar dari
kateter. Bila urine tampak, dorong kateter 5 cm

18. Jika menggunakan indwelling kateter, masukkan cairan pada balloon dengan spuit.
19. Turunkan penis dan pegang kateter dengan kuat pada tangan non dominan

20. hubungkan ujung kateter urinal bag.

21. Plester kateter pada bagian atas paha atau abdomen bagian bawah (dengan penis
mengarah ke dada klien).
22. Lepaskan sarung tangan dan singkirkan semua peralatan.Cuci tangan
23. catat pada catatan perawat hasil prosedur, termasuk ukuran kateter, jumlah urine
yang keluar, karakteristik urine, dan toleransi klien. Rasional
1. Memeinimalkan ansietas dan meningkatkan kerjasama
2. Meningkatkan penggunaan mekanika tubuh yang tepat
3. Mempertahankan privacy dan membantu relaksasi
4. Mengurangi transmisi mikroorganisme
5. Keberhasilan pemasangan kateter memerlukan anda mengatur posisi nyaman
dengan semua peralatan yang mudah terjangkau.
6. Mencegah tegangan abdominal dan otot pelvic
7. Mencagah pemajanan tubuh yang tidak perlu

8. mencegah membasahi linen tempat tidur


9. Menurunkan/mengurangi jumlah mikroorganisme yang ada dekat meatus uretra

10. Mencegah transmisi dari tangan ke meatus uretra


11. Mencegah transmisi mikroorganisme

12. Mempertahankan asepsis selama prosedur


13. Mempermudah insersi kateter melalui meatus uretra
14. Genggaman yang kuat meminimalkan kesempatan terjadinya ereksi

15. Mengurangi jumlah mikroorganisme

16. Memegang kateter dekat ujung memungkinkan manipulasi lebih mudah selama
memasukkan ke dalam meatus dan mencegah ujung distal menyentuh permukaan
terkontaminasi.

17. relaksasi spinkter eksternal memudahkan insersi kateter. Uretra pria dewasa
panjang. Keluarnya urine mengindikasikan ujung kateter berada di dalam kandung
kemih. Mendorong kateter lebih jauh memastikan penempatan yang tepat.
18. Inflasi balon mencegah kateter keluar dari blader.

19. Kateter mungkin secara tak sengaja keluar akibat kontraksi kandung kemih atau
uretra.
20. Menciptakan system terttutup untuk drainase urine.
21. Fiksasi yang kuat meminimalkan trauma pada uretra.
22. Mencegah transmisi mikroorganisme.

23. Mendokumentasikan respon klien dan hasil tindakan.

Kewaspadaan Perawat:
Jangan mendorong paksa kateter jika terjadi tahanan. Pada pria lansia, hipertropi
prostat dapat menyumbat uraetra secara parsial dan menghambat kemudahan
masuknya kateter. Bila terjadi tahanan beritahu dokter.

Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.

PEMSANGAN INFUS

Pengertian:
Pemasangan infus mencakup penusukan vena melalui transkutan dengan
menggunakan jarum tajam

Tujuan:
Untuk memberikan dan mempertahankan terapi cairan secara IV.

Peralatan:
Larutan IV yang tepat
Jarum / kateter vena yang sesuai (besar jarum dengan vena yang akan ditusuk)
Torniket
Sarung tangan sekali pakai
Kasa 2x2 san salep povidon yodin
Plester yang telah dipotong dan siap digunakan.
Handuk untuk diletakkan dibawah klien.
Tiang intra vena (standart infus)
Prosedur
1. cuci tangan
2. Atur peralatan disamping yang bebas dari kusust atau di atas meja tempat tidur
3. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik aseptic.
4. Untuk pemberian cairan IV:
a. Periksa larutan IV menggunakan “lima benar” pemberian obat. Periksa cairan
terhadap warna, kejernihan dan tanngal kedaluwarsa
b. Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan lempeng
karet. Untuk kantung larutan IV plastik lepaskan lapisan plastik di atas port selang IV.
c. Buka set infus, mempertahankan sterilitas pada kedua ujung.
d. Pasang klem rol sekitar 2 sampai 4 cm di bawah bilik drip dan pindahkan klem rol
pada posisi “of”

e. Tusukan set infus kedalam kantung atau botol cairan.


• Lepaskan penutup pelindung kantung IV tanpa menyentuh lubangnya.
• Lepaskan penutup pelindung dari paku penusuk selang, jangan menyentuh paku
penusuk dan, tusukan paku kelubang kantung. Atau tusukkan penusuk ke penyumbat
karet hitam dari botol. Bersihkan penyumbat karet dengan antiseptik sebelum ditusuk.
f. Isi selang infus:
• Tekan bilik drip dan lepaskan, biarkan terisi 1/3 sampai ½ penuh.
• Lepaskan pelindung jarum dan klem rol untuk memungkinkan cairan memenuhi bilik
drip melalui selang keadapter jaringan jarum. Kembalikan klem ke posisi of setelah
selang terisi.
• Pastikan selang bersih dari udara dan gelembung udara.
• Lepaskan pelindung jarum.
5. Pilih jarum IV yang tepat

6. Pilih tempat distal (ujung) vena yang digunakan.


7. Letakkan torniket 10 sampai 12 cm diatas tempat penusukan. Torniket harus
menyumbat aliran vena, bukan arteri. Periksa adanya nadi distal.
8. Kenakan sarung tangan sekali pakai. Pelindung mata dan masker dapat digunakan
untuk mencegah cipratan darah pada membran mukosa perawat.
9. Letakkan ujung adapter jarum perangkat infus dekat dengan kasa steril atau handuk..
10. Pilih vena yang terdilatasi baik.
11. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan sirkular yang kuat menggunakan larutan
povidon yodin: hindari menyentuh tempat yang telah dibersihkan: biarkan tempat
tersebut mongering selama sedikitnya 30 detik. Bila klien alergi terhadap yodin,
gunakan alcohol 70% selama 60 detik.
12. l;akukan pungsi vena. Tusuk dengan bevel (lubang jarum) menghadap ke atas pada
sudut 20 sampai 30 derajat.
13. Perhatikan keluarnya darah yang menandakan jarum masuk ke vena. Dorong
kateter ONC (over the needle cateter/surflo) kedalam vena lalu lepaskan stiletnya
(jarum).
14. Tahan kateter dengan satu tangan, lepaskan torniket dan dengan cepat hubungkan
adapter jarum dari perangkat pemberian cairan IV.
15. Lepaskan klem roler untuk memulai infus dan mempertahankan patensi aliran.
16. Amankan kateter atau jarum IV,
• Pasang plester kecil di bawah kateter dengan sisi yang lengket menghadap ke atas
dan silangkan plester di atas kateter.
• Bila digunakan balutan kasa, oleskan salep povidon yodin ditempat pungsi vena.
• Pasang plester kedua tepat menyilang hub (ujung) kateter.
• Letakkan bantalan kasa 2x2 diatas tempat insersi dan hub kateter dan amankan
plester 2,5 cm atau pasang balutan transparan diatas tempat tusukan. Jangan menutup
hubungan antara selang IV dan hub kateter
17. Atur kecepatan aliran sampai tetesan yang tepat permenit.
18. Tuliskan tanggal dan waktu pemsangan aliran serta ukuran jarum pada balutan.

19. Lepaskan sarung tangan. Singkirkan alat-alat (rapikan) dan cuci tangan.
20. catat pada catatan perawat jenis laruta, letak insersi, kecepatan aliran, dan
bagaimana toleransi klien terhadap prosedur.
Rasional
1. Mengurangi transmisi mikroorganisme
2. Mengurangi risiko kontaminasi dan kecelakan

3. Mencegah kontaminasi pada obyek steril


4.
a. Larutan IV adalah obat dan harus diperiksa hati-hati untuk mengurangi risiko
kesalahan, kandungan partikel atau yang telahkedaluwarsa untuk tidak digunakan.
b. Memungkinkan masuknya selang infus kedalam cairan.

c. Mencegah kontaminasi kedalam peralatan dan aliran darah.


d. Jarak terdekat klem rol ke bilik memungkinkan pengaturan kecepatan aliran lebih
akurat. Memindahkan klem pada posisi of mencegah penetesan cairan pada klien,
perawat, tempat tidur atau lantai.

• Mempertahankan kesterilan cairan

• Mencegah kontaminasi larutan dari paku penusuk yang terkontaminasi.

• Menciptakan efek penghisap cairan masuk ke ruang drip untuk mencegah udara
masuk selang.
• Mengeluarkan udara dari selang dan memungkikan selang terisi oleh larutan.
Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tak disengaja.

• Gelembung udara yang besar dapat bertindak sebagai emboli


• Mempertahankan kesterilan system.
5. Untuk menghindari kerusakan vena akibat terlalu besar jarum.
6. Bila terjadi kerusakan pada vena, tempat proksimal (lebih atas) dari vena masih
dapat digunakan.
7. Tidak terdapatnya aliran arterial menghambat pengisian vena.

8. Menurunkan pemajanan terhadap HIV, hepatitis dan organisme yang ditularkan


melalui darah.

9. Memungkikan penghubungan infus yang cepat, lancarpada jarum IV setelah


penusukan vena.
10. Memudahkan insersi jarum kateter.
11. Povidon yodin adalah antiseptik topical yang mengurangi bakteri permyukaan kulit.
Sentuhan akan mengakibatkan perpindahan bakteri dari tangan perawat ke tempat
fungsi. Povidon yodin harus kering untuk mendapatkan manfaat yang baik.

12. Risiko penusukan dinding vena posterior dikurangi.

13. keluarnya darah menandakan jarum masuk vena.

14. Penghubungan cepat perangkat infus mempertahankan patensi vena, kesterilan.


15. Memungkinkan aliran vena dan mencegah pembekuan vena.

16.
• Mencegah penglepasan kateter dari vena secara tidak sengaja.

• Mengurangi bakteri pada kulit dan menurunkan risiko infeksi.

• Untuk fiksasi dan mencegah pengelapasan.


• Melindungi tempat tusukan dari kontaminasi.

17. Mempertahankan kepatenan kecepatan aliran IV yang tepat.


18. Memberikan kecepatan akses data seperti kapan pemasangan dan kapan
penggantian.
19. Mngurangi transmisi mikroorganisme

20. Diokumentasi dan berguna dalam aspek legal

Kewaspadaan perawat:
Pungsi vena merupakan kontraindikasi di tempat yang menunjukkan tanda-tanda
infeksi, ifiltrasi atau trombosis. Pungsi atau pemsangan infus juga dapat menyebabkan
infeksi. Infeksi ditandai oleh adanya kemerahan, nyeri tekan, bengkak, dan hangat dan
dingin pada jaringan sekitar.Trombosis ditandai oleh pembengkakan dan inflamasi
sepanjang vena. Untuk menghindari perubahan letak jarum/kateter gunakan papan
lengan/spalek.

Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.

PEMASANGAN NASO GASTRIK TUBE (NGT)

Pengertian
Insersi selang nasogastrik meliputi pemasangan selang plastik lunak melalui naso
faring ke dalam lambung.

Tujuan:
Memberikan makanan atau cairan melalui NGT.
Mendapatkan spesimen cairan lambung.
Kumbah lambung pada pasien intoksikasi, perdarahan lambung.

Peralatan:
Selang NGT Pelumas larut dalam air
Spuit berujung kateter 60 ml.
Stetoskop
Plester hipoalergi dan benzoin tinktur
Spatel lidah
Handuk
Sarung tangan bersih
Tisu wajah
Larutan garam faal (NaCl)

Prosedur
1. Jelaskan prosedur dan tujuan pada klien
2. Cuci tangan
3. Susun semua peralatan disamping tempat tidur
4. Bantu klien untuk posisi fowler tinggi dengan bantal di belakang bahu
5. Letakkan handuk mandi di atas dada klien. Simpan tisu wajah dalam jangkauan klien
6. Berdiri disebelah kanan tempat tidur (bila pengguna tangan kanan) dan sebaliknya.
7. minta klien untuk rileks dan bernapas secara saat menutup satu lubang hidung.
Kemudian ulangi prosedur untuk lubang hidung yang lain.
8. Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dan tandai dengan plester.
• Metode tradisional: ukur jarak dari ujung hidung sampai daun telinga hingga prosesus
xifoideus sampai sternum.
9. Potong plester 10 cm
10. Siapkan selang NGT untuk intubasi
11. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan

12. Masukkan selang NGT yang sudah diberi pelumas dengan perlahan melalui lubang
hidung sampai tenggorok
13. Fleksikan kepala klien ke arah dada setelah selang melalui nasofaring. Biarkan klien
rileks sebentar.
14. Dorong klien untuk menelan dengan memberikan sedikit air atau batu es bila
mungkin. Masukkan selang saat klien menelan sampai selang masuk sepanjang yang
dinginkan (sesuai tanda).
15. tekankan pentingnya untuk bernapas lewat mulut dan menelan selama prosedur.
16. jangan dorong paksa selang jika ada tahanan atau klien mulai tersedak, gag atau
menjadi sianosis. Hentikan memasukkan selang dan periksa posisi selang dibelakang
lidah dengan tong spatel.
17. Periksa letak selang di dalam lambung:
• Sambungkan spuit pada ujung selang. Letakkan stetoskop di atas kuadran kiri atas
abdomen klien tepat dibawah garis kosta. Suntikan 10 sampai 20 ml udara dan
auskultasi abdomen.
• Bila tidak terdengar (berarti selang belum masuk lambung) masukkan 2,5 – 5 cm lagi
dan periksa kembali posisinya.
18. Oleskan benzoin tinktur pada ujung hidung klien dan ujung selang. biarkan
mongering
19. Amankan selang dengan plester dan hindari tekanan pada lubang hidung.
20. Lepas sarung tangan, rapikan peralatan dan cuci tangan.
21. Catat jenis selang yang dipasang dan toleransi klien pada prosedur.
Rasional
1. Meningkatkan kerjasama klien
2. Mengurangi mikroorganisme
3. memudahkan kerja dan mempersingkat waktu prosedur.
4. Meningkatkan kemampuan klien untuk menelan
5. Mencegah membasahi pakaian klien. Tisu untuk membersihkan air mata klien karena
insersi selang melalui nasal dapat menyebabkan keluar air mata.
6. memudahkan pelaksanaan prosedur.

7. Selang dapat masuk dengan mudah melalui lubang hidung yang paten.

8. memperkirakan dalamnya selang yang akan dimasukkan.


9. Untuk fiksasi
10.
11. Mengurangi penyebaran mikro organisme
12. Garis bentuk normal memudahkan masuknya NGT kesaluran gastrointestinal.
13. Menutup glottis dan mengurangi risiko selang masuk ke trakea. Memungkikan klien
untuk bernapas dan tetap tenang.
14. Menelan memudahkan lewatnya selang melalui orofaring.

15. Membantu memudahkan lewatnya selang dan menghilangkan rasa takut klien
selama prosedur.
16. Selang mungkin terlipat, menggulung, di orofaring atau masuk trakea.

17. Posisi yang tepat penting untuk diketahui sebelum mulai pemberian makan.
• Udara yang masuk kedalam lambung menciptakan bunyi desiran dan
mengkonfirmasikan penempatan selang.
• Selang harus didalam lambung untuk memberikan makan maupun tujuan dekompresi.

18. membantu melekatkan plester lebih baik.

19. Mencegah trauma pada mukosa hidung dan memungkinkan mobilitas klien.
20. Mengurangi transmisi mikroorganisme.
21. Mendokumentasikan prosedur yang tepat.

Kewaspadaan perawat :
Penempatan selang nasogastrik hanya dapat dipastikan dengan sinar-X dan harus
dikaji ulang setelah perubahan posisi klien atau bila terhadi batuk berat atau muntah.
Pemasrtian menentukan bahwa selang tidak berubah posisi ke jalan napas.

Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.

PENGAMBILAN DARAH VENA

Pengertian
Pengambilan darah vena adalah mencakup penusukan vena secara transkutan dengan
jarum untuk mendapatkan smpel darah vena.

Tujuan
Mendapatkan spesimen darah untuk pemeriksaan
Peralatan:
Sarung tangan sekali pakai
Tabung spesimen
Swab pembersih alcohol dan betadine
Torniket karet
Handuk/alas plastik untuk diletakkan dibawah tangan klien
Bantalan kasa steril 2x2
Plester perekat
Spuit sesuai keperluan (3 cc, 5 cc, 10 cc, dll)

Langkah-langkah
Prosedur
1. Cuci tangan dan pakai sarung tangan

2. Kumpulkan semua peralatan yang diperlukan dan bawa kedekat klien

3. Tutup tirai tempat tidur atau pintu ruangan


4. Atur peralatan dipermukaan yang bebas dari lipatan.
5. Bantu klien pada posisi terlentang atau semi fowler dengan lengan lurus. Letakkan
handuk kecil di bawah lengan atas.
6. Buka kemasan steril menggunakan teknik steril.
7. Pilih tempat distal pada vena yang akan digunakan. Vena yang sering digunakan
untuk pengambilan sampel adalah vena-vena yang terdapat pada ante kubiti dan vena
lengan bawah.
8. Pasang torniket 5 – 15 cm di atas tempat pungsi vena.
9. palpasi nadi distal di bawah torniket.

10. pilih vena yang terdilatasi baik. Anjurkan klien mengepalkan tangan untuk
membantu dilatasi. Jangan menahan torniket lebih dari 1 – 2 menit.
11. Bersihkan tempat pungsi vena dengan povidon yodin dan kemudian alcohol dengan
gerakan melingkat kearah luar sekitar 5 cm.
12. lepaskan penutup jarum dari sputi dan beritahu klien bahwa ia akan merasakan
tusukan.
13. letakkan tangan non dominan 2,5 cm dibawah tempat tusukan dan tarik kulit klien
agar ke arah anda
14. Pegang spuit dan jarum pada sudut 15 – 30 derajat dari lengan klien dengan bevel
(lubang jarum) ke atas.

15. Dengan perlahan tusukan jarum ke dalam vena.


16. Dengan spuit, tarik perlahan darah yang sudah masuk kedalam spuit sesuai yang
diperlukan.
17. lepaskan torniket setelah darah didapatkan.
18. Lepaskan jarum dari vena: pasang kasa 2x2 atau bantalan alcohol di atas tempat
pungsi vena tanpa memberikan tekanan. Dengan tangan yang lain tarik jarum dengan
menarik lurus ke belakang dari tempat pungsi vena.
19. Berikan tekanan pada tempat tusukan.

20. Pindahkan darah spuit ke tempat(botol) spesimen

21. Perhatikan tempat pungsi terhadap perdarahan dan pasang plester.


22. tempelkan label identifikasi lengkap pada setiap tabung. Lekatkan daftar permintaan
dan kririm ke laboratorium.
23. Buang jarum, spuit dan peralatan yang kotor, lepaskan sarung tangan dan cuci
tangan.
Rasional
1. Mengurangi transmisi mikroorganisme dan untuk keamanan.
2. Mempertahankan pengaturan dan menghindari meninggalkan klien saat memerlukan
tambahan alat.
3. Memberikan privacy klien
4. Mengurangi risiko kontaminasi dan kecelakaan.
5. Menstabilkan lengan klien dan memudahkan akses pada tempat pungsi vena.

6. Mencegah kontaminasi obyek steril.

7. Bila terjadi sclerosis atau kerusakan lain pada vena, tempat proksimal (diatasnya)
yang sama masih dapat digunakan.

8. memungkinkan vena untuk membesar oleh pengumpulan darah.


9. Tekanan dari torniket harus tidak mengganggu aliran nadi.
10. kontraksi otot dapat meningkatkan distensi vena. Pengikatan torniket yabng lama
dapat menyebabkan stasis vena yang dapat mempengaruhi hasil test.
11. Betadine merupakan antiinfektif topikal yang dapat mengurnagi bakteri permukaan.

12. Klien mempunyai kontrol lebih baik terhadap ansietasnya jika ia mengetahui apa
yang akan terjadi.
13. Menstabilkan vena dan mencegah kulit terlipat selama jarum masuk.

14. Mengurangi kesempatan penetrasi selama penusukan dan mengurangi risiko


tertusuknya dinding posterior vena.
15. Mencegah penusukan keseluruh vena.

16. Mendapatkan darah sesuai yang diperlukan.

17. Mengurangi perdarahan pada tempat penusukan saat jarum dilepaskan.


18. tekanan pada jarum dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Pelepasan jarum
dengan arah lurus dari vena mencegah cedar vena dan jaringan sekitarnya.

19. Untuk mengontrol/menghentikan perdarahan.


20. Untuk mencegah kontaminasi dan pembekuan (jika diinginkan darah harus cair)
21. Mempertahankan kebersihan tempat pungsi dan kontrol perembesan darah.
22. Tes harus dilakukan dengan tepat. Pemberian label yang tidak tepat dapat
menyebabkan kesalahan.
23. Mengurangi transmisi mikroorganisme.

Kewaspadaan perawat:
Tekanan harus diberikan pada tempat pungsi vena pada klien dengan gangguan
perdarahan atau jumlah trombosit rendah atau yang menerima terapi antikoagulan. Ini
akan menurunkan risiko pembentukan hematoma.

Referensi
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.

RENTANG KENDALI, DELEGASI DAN KOMUNIKASI


DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN

Pendahuluan

Manajemen merupakan proses bekerja dengan dan melalui orang lain untuk mancapai
tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang berubah. Manajemen juga merupakan
proses mengumpulkan dan mengorganisisr sumber-sumber dalam mencapai tujuan
yang mencerminkan kedinamisan organisasi. Arah tujuan yang yang harus dicapai
ditetapkan berdasarkan misi, filosofi dan tujuan organisasi dalam hal ini dapat berupa
rumah sakit maupun institusi lain sebagai agen pelayanan keperawatan.

Tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai dengan adanya desain organisasi yang
efesien. Beberapa faktor yang mempengaruhi efesiensi organisasi diantaranya adalah
adanya rentang kendali, adanya delegasi dan proses pendelegasian, termasuk
komunikasi yang berlangsung dalam organisasi.

Makalah ini membahas rentang kendali, delegasi dan komunikasi antar tim sebagai
hasil studi literartur yang dikaitkan dengan upaya efesiensi dan efektifitas dalam
mencapai tujuan organisasi. Fokus bahasan adalah pengertian, metodologi dan
hambatan yang mungkin ditemukan.

Pembahasan
1. Rentang Kendali
Rentang kendali adalah karakteristik jumlah orang atau bawahan untuk satu orang
manajer (Marquis & Huston, 2000). Rentang kendali dapat dilihat dan ditentukan dari
bagan organisasi. Seperti contoh bagan di bawah ini:
Gambar: Contoh diagram organisasi
(sumber: Marquis & Huston, hal.142)
Dalam bagan di atas seperti posisi direktur keperawatan kita ambil sebagai contoh
maka rentang kendali adalah jumlah orang/bawahan yang menjadi tanggung jawabnya,
yaitu beberapa supervisor dan perawat supervisor shift. Rentang kendali dari perawat
penganggung jawab shift adalah kepala perawat unit medical surgical, psyciatric,
pediatric, obstetric, perinatologi, emergency room, operating room, recovery room, labor
and delivery dan social services. Demikian seterusnya rentang kendali dari perawat
kepala dari masing-masing unit adalah para perawat pelaksana dari unit-unit tersebut.

Memperhatikan contoh bagan organisasi di atas kita dapat melihat bahwa rentang
kendali akan akan semakin besar/luas dengan menurunnya tingkat manajer. Direktur
keperawatan sebagai manajer puncak dalam pelayanan keperawatan memiliki rentang
kendali yang lebih sempit dibanding perawat penanggung jawab shift (manajer
menengah).

Jumlah yang tepat untuk menentukan luas sempitnya rentang kendali (rentang kendali
yang optimum) tergantung dari beberapa faktor. Marquis dan Huston (2000),
menyatakan bahwa kemampuan manajer, kematangan pekerja, kompleksitas tugas,
lokasi geografis, dan besarnya organisasi adalah harus menjadi pertimbangan pada
saat menentukan rentang kendali yang optimum. Sedangkan Gillies (1989),
mengemukakan bahwa yang harus diperhatikan dalam menetukan rentang kendali
adalah: kemampuan mensupervisi, kemampuan bawahan yaitu tingakt pengetahuan
dan ketrampilan bawahan, kompleksitas tugas, keeratan hubungan antara kegiatan
yang ada Jumlah tugas pejabat, delegasi wewenang, keterbatasan perhatian karena
waktu dan jarak.

Rentang kendali jangan terlalu luas demikian juga terlalu sempit. Penelitian industrial
menunjukkan bahwa bahwa pengelola dibagian puncak birokrasi dapat mengatur lebih
sedikit bawahan secara efektif dibanding seorang supervisor pada struktur paling
rendah. Umumnya perbandingan 1 : 3 untuk manajer puncak dan 1 : 6 untuk manajer
bawah (Gillies, 1989). Ketidak tepatan dalam menentukan rentang kendali dapat
meningkatkan inefesiensi (Marquis & Huston, 200).

Delegasi
Delegasi dapat didefinisikan sebagai mempercayakan pekerjaan untuk diselesaikan
orang lain atau sebagai perintah melaksanakan pekerjaan pada satu atau lebih orang
untuk menyelesaikan tujuan organisasi (Marquis & Huston, 2000). Delegasi adalah
elemn penting dari pase pengarahan pada proses manajemen, sebab banyak
pekerjaan sering tidak hanya diselesaikan dengan usaha sendiri tetapi juga
diselesaikan oleh sub ordinatnya (bawahannya).

Bagi manajer, delegasi bukan merupakan pilihan, akan tetapi merupakan kebutuhan.
Ada beberapa hal yang menjadi alasan penting bahwa delegasi merupakan kebutuhan
manajer. Seringkali manajer harus mendelegasikan tugas-tugas rutin agar mereka lebih
leluasa menangani atau menyelesaikan masalah/tugas yang lebih komplek atau tugasd
yang memerlukan ketrampilan/ keahlian dan pengetahuan yang lebih tinggi. Manajer
juga harus mendelegasikan pekerjaan jika seseorang dianggap lebih mampu atau lebih
tinggi kompetensi atau keahlian serta pengetahuan terhadap pekerjaan yang akan
diselesaikan.

Delegasi dapat digunakan untuk memberikan pembelajaran atau memberikan


kesempatan bagi bawahan. Bawahan yang tidak pernah mendapat delegasi tanggung
jawabnya kurang, tidak produktif dan tidak efektif. Bennis (1989) dalam Marquis dan
Huston (2000), menyatakan bahwa kebutuhan seseorang untuk merasa bahwa ia dapat
mempengaruhi kesuksesan organisasi. Pengaruhnya mungkin kecil, akan tetapi ketika
ia diberi kewenangan/kekuasaan, orang merasa bahwa mereka berarti dan signifikans.
Jadi dalam pendelegasian pemimpin/manajer berkontribusi dalam pengembangan
professional dan personal pegawai.

Fungsi manajemen yang berkaitan dengan pendelegasian adalah:


1. Membuat uraian tugas/lingkup dari penyataan praktik untuk semua personel.
2. Mampu mempertimbangkan tanggung jawab legal dari bawahan yang disupervisi.
3. mengkaji secara akurat kemampuan dan motivasi bawahan ketika mendelegasikan.
4. Mendelegasikan tingkat kewenangan penting untuk melengkapi pendelegasian
tugas.
5. Mengembangkan dan mengimplementasikan proses tinjauan ulang secara periodic
terhadap semua tugas yang didelegasikan.
6. Memberikan pengakuan atau penghargaan terhadap

Anda mungkin juga menyukai