A. Pendahuluan
Keperawatan adalah salah satu bentuk pelayanan profesional yang dilakukan oleh
seorang perawat untuk menyelesaikan masalah kesehatan klien dengan melaksanakan
asuhan keperawatan. Menurut University of South Alabama Medical Center dalam
Swansburg and Swansburg (1999), menyebutkan bahwa asuhan keperawatan adalah
tindakan yang diterima oleh klien yang dilakukan oleh perawat untuk membantu
klien/keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
B. Pembahasan
Metode Tim
Peran Kepakla Ruang dalam tahap:
1. Pengkajian : Mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajamen
2. Perencanaan :
Fungsi perencanaan dan fungsi ketenagaan
• Menunjuk ka Tim
• Mengikuti serah terima klien
• Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan aktifitas dan kebutuhan
klien
• Merencanakan strategi pelaksanaan keeperawatan
• Merencanakan logistik ruangan/faSilitas ruangan
• Melakukan pendokumentasian
3. Implementasi :
Fungsi pengorganisasian
• Merumuskan system penugasan
• Menjelaskan rincian tugas ketua Tim
• Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan diruang rawat
• Mengatur dan mengendalikan logistik ruangan/fsilitas ruangan
• Mendelegasikan tugas kepada ketua Tim
Fungsi pengarahan:
• MeMbrikan pengarahan kepada ketua Tim
• Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
anggota Tim
• Membimbing bawahan
• Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim
• Melakukan supervisi
• Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan yankep diruangan
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
4. Evaluasi
Fungsi pengendalian:
• Mengevaluasi kinerja katim
• Memberikan umpan balik pada kinserja katim
• Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tidak lanjut
• Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan
• Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
4. Evaluasi:
Fungsi pengendalian:
• Mengevaluasi asuhan keperawatan
• Memberikan umpan balik pada pelaksana
• Memperhatikan aspek legal dan etik
• Melakukan pelaporan dan pendokumantasian
Peran Karu, Perawat primer dan perawat asosiat dalam MPKP (metode primary team)
yang dilaksanakan di ruangan.
Peran Kepala Ruang
Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawatan primer
Orientasi dan merencanakan karyawan baru
Menyusun jadual dinas
Memberi penugasan pada perawat asisten/asosiat (PA)
Evaluasi kerja
Merencanakan /menyelenggarakan pengembangan staf
Penutup
Pelayanan keperawatan professional adalah pemberian asuhan keperawatan dengan
pendekatan proses keperawatan. Metode penugasan yang memungkinkan
terlaksananya asuhan keperawatan secara professional diantaranya adalah metode
Tim dan metode Perawat Primer. Mengingat metode perawatan primer diperlukan
perawat yang mempunyai kompetensi yang tinggi (tingkat spesialis) dan jumlah yang
cukup, sementara di Indonesia (utamanya RSCM) belum ada maka dalam MPKP
digunakan metode PN dimodifikasi dengan pendekatan Tim (Primary team). Dalam
pengorganisasiannya agar tujuan pelayanan keperawatan dapat tercapai dibutuhkan
uraian tugas, tanggung jawab dan peran yang jelas dari masing-masing klasifikasi
tenaga perawat yang ada yaitu sebagai kepala ruang, ketua tim, dan pelaksana
(metode Tim) dan Kepala ruang, perawat primer dan perawat asosiat (MPKP).
Referensi:
1. Gillies, (1989), Nursing managament a system approach, 2nd edition, W.B.
Saunders: Philadelphia
2. Marquis, Huston, (2000), Leadership roles and management functions in nursing
theory & application, 3rd edition, Lippincott Williams & Wilkins:Philadelphia.
3. Pusat Pengembangan Keperawatan Carolus, (2000), Metode asuhan keperawatan,
makalah dipresentasikan dalam lokakarya manajemen bidang keperawatan tgl. 1 mei –
11 mei, Jakarta.
4. Ratna Sitorus (makalah), 2000, Pengembangan model praktik keperawatan
professional (MPKP) sebagai suatu upaya meningkatkan mutu asuhan keperawatan di
rumah sakit, tidak dipublikasikan.
KATETERISASI
Pengertian
Kateterisasi kandung kemih mencakup memasukkan selang karet atau plastik melalu
ueratra kedalam kandung kemih.
Tujuan
Menghilangkan distensi kandung kemih, penatalksanaan kandung kemih inkompeten,
mendapatkan spesimen urine steril, dan pengkajian residu urine setelah berkemih.
Peralatan:
Kateter steril
Sarung tangan bersih
Pelumas
Larutan pembersih antiseptik
Kassa
Sputi yang telah berisi cairan untuk mengembangkan balloon pada kateter indweling
Wadah baskom
Urinal bag
Plester, gelang karet dan peniti
Selimut mandi kantung sampah
Handuk mandi
Prosedur
1. Jelaskan prosedur pada klien
4. Cuci tangan
5. Berdiri disebelah kanan tempat tidur (bila pengguna tangan kanan) sebelah kiri (bila
kidal)
18. Jika menggunakan indwelling kateter, masukkan cairan pada balloon dengan spuit.
19. Turunkan penis dan pegang kateter dengan kuat pada tangan non dominan
21. Plester kateter pada bagian atas paha atau abdomen bagian bawah (dengan penis
mengarah ke dada klien).
22. Lepaskan sarung tangan dan singkirkan semua peralatan.Cuci tangan
23. catat pada catatan perawat hasil prosedur, termasuk ukuran kateter, jumlah urine
yang keluar, karakteristik urine, dan toleransi klien. Rasional
1. Memeinimalkan ansietas dan meningkatkan kerjasama
2. Meningkatkan penggunaan mekanika tubuh yang tepat
3. Mempertahankan privacy dan membantu relaksasi
4. Mengurangi transmisi mikroorganisme
5. Keberhasilan pemasangan kateter memerlukan anda mengatur posisi nyaman
dengan semua peralatan yang mudah terjangkau.
6. Mencegah tegangan abdominal dan otot pelvic
7. Mencagah pemajanan tubuh yang tidak perlu
16. Memegang kateter dekat ujung memungkinkan manipulasi lebih mudah selama
memasukkan ke dalam meatus dan mencegah ujung distal menyentuh permukaan
terkontaminasi.
17. relaksasi spinkter eksternal memudahkan insersi kateter. Uretra pria dewasa
panjang. Keluarnya urine mengindikasikan ujung kateter berada di dalam kandung
kemih. Mendorong kateter lebih jauh memastikan penempatan yang tepat.
18. Inflasi balon mencegah kateter keluar dari blader.
19. Kateter mungkin secara tak sengaja keluar akibat kontraksi kandung kemih atau
uretra.
20. Menciptakan system terttutup untuk drainase urine.
21. Fiksasi yang kuat meminimalkan trauma pada uretra.
22. Mencegah transmisi mikroorganisme.
Kewaspadaan Perawat:
Jangan mendorong paksa kateter jika terjadi tahanan. Pada pria lansia, hipertropi
prostat dapat menyumbat uraetra secara parsial dan menghambat kemudahan
masuknya kateter. Bila terjadi tahanan beritahu dokter.
Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.
PEMSANGAN INFUS
Pengertian:
Pemasangan infus mencakup penusukan vena melalui transkutan dengan
menggunakan jarum tajam
Tujuan:
Untuk memberikan dan mempertahankan terapi cairan secara IV.
Peralatan:
Larutan IV yang tepat
Jarum / kateter vena yang sesuai (besar jarum dengan vena yang akan ditusuk)
Torniket
Sarung tangan sekali pakai
Kasa 2x2 san salep povidon yodin
Plester yang telah dipotong dan siap digunakan.
Handuk untuk diletakkan dibawah klien.
Tiang intra vena (standart infus)
Prosedur
1. cuci tangan
2. Atur peralatan disamping yang bebas dari kusust atau di atas meja tempat tidur
3. Buka kemasan steril dengan menggunakan teknik aseptic.
4. Untuk pemberian cairan IV:
a. Periksa larutan IV menggunakan “lima benar” pemberian obat. Periksa cairan
terhadap warna, kejernihan dan tanngal kedaluwarsa
b. Bila menggunakan larutan IV dalam botol, lepaskan penutup logam dan lempeng
karet. Untuk kantung larutan IV plastik lepaskan lapisan plastik di atas port selang IV.
c. Buka set infus, mempertahankan sterilitas pada kedua ujung.
d. Pasang klem rol sekitar 2 sampai 4 cm di bawah bilik drip dan pindahkan klem rol
pada posisi “of”
19. Lepaskan sarung tangan. Singkirkan alat-alat (rapikan) dan cuci tangan.
20. catat pada catatan perawat jenis laruta, letak insersi, kecepatan aliran, dan
bagaimana toleransi klien terhadap prosedur.
Rasional
1. Mengurangi transmisi mikroorganisme
2. Mengurangi risiko kontaminasi dan kecelakan
• Menciptakan efek penghisap cairan masuk ke ruang drip untuk mencegah udara
masuk selang.
• Mengeluarkan udara dari selang dan memungkikan selang terisi oleh larutan.
Penutupan klem mencegah kehilangan cairan yang tak disengaja.
16.
• Mencegah penglepasan kateter dari vena secara tidak sengaja.
Kewaspadaan perawat:
Pungsi vena merupakan kontraindikasi di tempat yang menunjukkan tanda-tanda
infeksi, ifiltrasi atau trombosis. Pungsi atau pemsangan infus juga dapat menyebabkan
infeksi. Infeksi ditandai oleh adanya kemerahan, nyeri tekan, bengkak, dan hangat dan
dingin pada jaringan sekitar.Trombosis ditandai oleh pembengkakan dan inflamasi
sepanjang vena. Untuk menghindari perubahan letak jarum/kateter gunakan papan
lengan/spalek.
Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.
Pengertian
Insersi selang nasogastrik meliputi pemasangan selang plastik lunak melalui naso
faring ke dalam lambung.
Tujuan:
Memberikan makanan atau cairan melalui NGT.
Mendapatkan spesimen cairan lambung.
Kumbah lambung pada pasien intoksikasi, perdarahan lambung.
Peralatan:
Selang NGT Pelumas larut dalam air
Spuit berujung kateter 60 ml.
Stetoskop
Plester hipoalergi dan benzoin tinktur
Spatel lidah
Handuk
Sarung tangan bersih
Tisu wajah
Larutan garam faal (NaCl)
Prosedur
1. Jelaskan prosedur dan tujuan pada klien
2. Cuci tangan
3. Susun semua peralatan disamping tempat tidur
4. Bantu klien untuk posisi fowler tinggi dengan bantal di belakang bahu
5. Letakkan handuk mandi di atas dada klien. Simpan tisu wajah dalam jangkauan klien
6. Berdiri disebelah kanan tempat tidur (bila pengguna tangan kanan) dan sebaliknya.
7. minta klien untuk rileks dan bernapas secara saat menutup satu lubang hidung.
Kemudian ulangi prosedur untuk lubang hidung yang lain.
8. Tentukan panjang selang yang akan dimasukkan dan tandai dengan plester.
• Metode tradisional: ukur jarak dari ujung hidung sampai daun telinga hingga prosesus
xifoideus sampai sternum.
9. Potong plester 10 cm
10. Siapkan selang NGT untuk intubasi
11. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
12. Masukkan selang NGT yang sudah diberi pelumas dengan perlahan melalui lubang
hidung sampai tenggorok
13. Fleksikan kepala klien ke arah dada setelah selang melalui nasofaring. Biarkan klien
rileks sebentar.
14. Dorong klien untuk menelan dengan memberikan sedikit air atau batu es bila
mungkin. Masukkan selang saat klien menelan sampai selang masuk sepanjang yang
dinginkan (sesuai tanda).
15. tekankan pentingnya untuk bernapas lewat mulut dan menelan selama prosedur.
16. jangan dorong paksa selang jika ada tahanan atau klien mulai tersedak, gag atau
menjadi sianosis. Hentikan memasukkan selang dan periksa posisi selang dibelakang
lidah dengan tong spatel.
17. Periksa letak selang di dalam lambung:
• Sambungkan spuit pada ujung selang. Letakkan stetoskop di atas kuadran kiri atas
abdomen klien tepat dibawah garis kosta. Suntikan 10 sampai 20 ml udara dan
auskultasi abdomen.
• Bila tidak terdengar (berarti selang belum masuk lambung) masukkan 2,5 – 5 cm lagi
dan periksa kembali posisinya.
18. Oleskan benzoin tinktur pada ujung hidung klien dan ujung selang. biarkan
mongering
19. Amankan selang dengan plester dan hindari tekanan pada lubang hidung.
20. Lepas sarung tangan, rapikan peralatan dan cuci tangan.
21. Catat jenis selang yang dipasang dan toleransi klien pada prosedur.
Rasional
1. Meningkatkan kerjasama klien
2. Mengurangi mikroorganisme
3. memudahkan kerja dan mempersingkat waktu prosedur.
4. Meningkatkan kemampuan klien untuk menelan
5. Mencegah membasahi pakaian klien. Tisu untuk membersihkan air mata klien karena
insersi selang melalui nasal dapat menyebabkan keluar air mata.
6. memudahkan pelaksanaan prosedur.
7. Selang dapat masuk dengan mudah melalui lubang hidung yang paten.
15. Membantu memudahkan lewatnya selang dan menghilangkan rasa takut klien
selama prosedur.
16. Selang mungkin terlipat, menggulung, di orofaring atau masuk trakea.
17. Posisi yang tepat penting untuk diketahui sebelum mulai pemberian makan.
• Udara yang masuk kedalam lambung menciptakan bunyi desiran dan
mengkonfirmasikan penempatan selang.
• Selang harus didalam lambung untuk memberikan makan maupun tujuan dekompresi.
19. Mencegah trauma pada mukosa hidung dan memungkinkan mobilitas klien.
20. Mengurangi transmisi mikroorganisme.
21. Mendokumentasikan prosedur yang tepat.
Kewaspadaan perawat :
Penempatan selang nasogastrik hanya dapat dipastikan dengan sinar-X dan harus
dikaji ulang setelah perubahan posisi klien atau bila terhadi batuk berat atau muntah.
Pemasrtian menentukan bahwa selang tidak berubah posisi ke jalan napas.
Referensi:
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.
Pengertian
Pengambilan darah vena adalah mencakup penusukan vena secara transkutan dengan
jarum untuk mendapatkan smpel darah vena.
Tujuan
Mendapatkan spesimen darah untuk pemeriksaan
Peralatan:
Sarung tangan sekali pakai
Tabung spesimen
Swab pembersih alcohol dan betadine
Torniket karet
Handuk/alas plastik untuk diletakkan dibawah tangan klien
Bantalan kasa steril 2x2
Plester perekat
Spuit sesuai keperluan (3 cc, 5 cc, 10 cc, dll)
Langkah-langkah
Prosedur
1. Cuci tangan dan pakai sarung tangan
10. pilih vena yang terdilatasi baik. Anjurkan klien mengepalkan tangan untuk
membantu dilatasi. Jangan menahan torniket lebih dari 1 – 2 menit.
11. Bersihkan tempat pungsi vena dengan povidon yodin dan kemudian alcohol dengan
gerakan melingkat kearah luar sekitar 5 cm.
12. lepaskan penutup jarum dari sputi dan beritahu klien bahwa ia akan merasakan
tusukan.
13. letakkan tangan non dominan 2,5 cm dibawah tempat tusukan dan tarik kulit klien
agar ke arah anda
14. Pegang spuit dan jarum pada sudut 15 – 30 derajat dari lengan klien dengan bevel
(lubang jarum) ke atas.
7. Bila terjadi sclerosis atau kerusakan lain pada vena, tempat proksimal (diatasnya)
yang sama masih dapat digunakan.
12. Klien mempunyai kontrol lebih baik terhadap ansietasnya jika ia mengetahui apa
yang akan terjadi.
13. Menstabilkan vena dan mencegah kulit terlipat selama jarum masuk.
Kewaspadaan perawat:
Tekanan harus diberikan pada tempat pungsi vena pada klien dengan gangguan
perdarahan atau jumlah trombosit rendah atau yang menerima terapi antikoagulan. Ini
akan menurunkan risiko pembentukan hematoma.
Referensi
Perry, Potter, (1995), Buku saku ketrampilan dan prosedur dasar, edisi 3, EGC:
Jakaerta.
Pendahuluan
Manajemen merupakan proses bekerja dengan dan melalui orang lain untuk mancapai
tujuan organisasi dalam suatu lingkungan yang berubah. Manajemen juga merupakan
proses mengumpulkan dan mengorganisisr sumber-sumber dalam mencapai tujuan
yang mencerminkan kedinamisan organisasi. Arah tujuan yang yang harus dicapai
ditetapkan berdasarkan misi, filosofi dan tujuan organisasi dalam hal ini dapat berupa
rumah sakit maupun institusi lain sebagai agen pelayanan keperawatan.
Tujuan organisasi akan lebih mudah tercapai dengan adanya desain organisasi yang
efesien. Beberapa faktor yang mempengaruhi efesiensi organisasi diantaranya adalah
adanya rentang kendali, adanya delegasi dan proses pendelegasian, termasuk
komunikasi yang berlangsung dalam organisasi.
Makalah ini membahas rentang kendali, delegasi dan komunikasi antar tim sebagai
hasil studi literartur yang dikaitkan dengan upaya efesiensi dan efektifitas dalam
mencapai tujuan organisasi. Fokus bahasan adalah pengertian, metodologi dan
hambatan yang mungkin ditemukan.
Pembahasan
1. Rentang Kendali
Rentang kendali adalah karakteristik jumlah orang atau bawahan untuk satu orang
manajer (Marquis & Huston, 2000). Rentang kendali dapat dilihat dan ditentukan dari
bagan organisasi. Seperti contoh bagan di bawah ini:
Gambar: Contoh diagram organisasi
(sumber: Marquis & Huston, hal.142)
Dalam bagan di atas seperti posisi direktur keperawatan kita ambil sebagai contoh
maka rentang kendali adalah jumlah orang/bawahan yang menjadi tanggung jawabnya,
yaitu beberapa supervisor dan perawat supervisor shift. Rentang kendali dari perawat
penganggung jawab shift adalah kepala perawat unit medical surgical, psyciatric,
pediatric, obstetric, perinatologi, emergency room, operating room, recovery room, labor
and delivery dan social services. Demikian seterusnya rentang kendali dari perawat
kepala dari masing-masing unit adalah para perawat pelaksana dari unit-unit tersebut.
Memperhatikan contoh bagan organisasi di atas kita dapat melihat bahwa rentang
kendali akan akan semakin besar/luas dengan menurunnya tingkat manajer. Direktur
keperawatan sebagai manajer puncak dalam pelayanan keperawatan memiliki rentang
kendali yang lebih sempit dibanding perawat penanggung jawab shift (manajer
menengah).
Jumlah yang tepat untuk menentukan luas sempitnya rentang kendali (rentang kendali
yang optimum) tergantung dari beberapa faktor. Marquis dan Huston (2000),
menyatakan bahwa kemampuan manajer, kematangan pekerja, kompleksitas tugas,
lokasi geografis, dan besarnya organisasi adalah harus menjadi pertimbangan pada
saat menentukan rentang kendali yang optimum. Sedangkan Gillies (1989),
mengemukakan bahwa yang harus diperhatikan dalam menetukan rentang kendali
adalah: kemampuan mensupervisi, kemampuan bawahan yaitu tingakt pengetahuan
dan ketrampilan bawahan, kompleksitas tugas, keeratan hubungan antara kegiatan
yang ada Jumlah tugas pejabat, delegasi wewenang, keterbatasan perhatian karena
waktu dan jarak.
Rentang kendali jangan terlalu luas demikian juga terlalu sempit. Penelitian industrial
menunjukkan bahwa bahwa pengelola dibagian puncak birokrasi dapat mengatur lebih
sedikit bawahan secara efektif dibanding seorang supervisor pada struktur paling
rendah. Umumnya perbandingan 1 : 3 untuk manajer puncak dan 1 : 6 untuk manajer
bawah (Gillies, 1989). Ketidak tepatan dalam menentukan rentang kendali dapat
meningkatkan inefesiensi (Marquis & Huston, 200).
Delegasi
Delegasi dapat didefinisikan sebagai mempercayakan pekerjaan untuk diselesaikan
orang lain atau sebagai perintah melaksanakan pekerjaan pada satu atau lebih orang
untuk menyelesaikan tujuan organisasi (Marquis & Huston, 2000). Delegasi adalah
elemn penting dari pase pengarahan pada proses manajemen, sebab banyak
pekerjaan sering tidak hanya diselesaikan dengan usaha sendiri tetapi juga
diselesaikan oleh sub ordinatnya (bawahannya).
Bagi manajer, delegasi bukan merupakan pilihan, akan tetapi merupakan kebutuhan.
Ada beberapa hal yang menjadi alasan penting bahwa delegasi merupakan kebutuhan
manajer. Seringkali manajer harus mendelegasikan tugas-tugas rutin agar mereka lebih
leluasa menangani atau menyelesaikan masalah/tugas yang lebih komplek atau tugasd
yang memerlukan ketrampilan/ keahlian dan pengetahuan yang lebih tinggi. Manajer
juga harus mendelegasikan pekerjaan jika seseorang dianggap lebih mampu atau lebih
tinggi kompetensi atau keahlian serta pengetahuan terhadap pekerjaan yang akan
diselesaikan.