1
Draft penyempumaan
SUBDIREKTORAT
MUTU DAN AKREDITASI PELAYANAN KESEHATAN LAINNYA
2
Draft penyempumaan
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia diharapkan dapat berpartisipasi dalam pencapaian
SDGs (Sustainable Development Goals), terutama melalui Universal Health Coverage pada tahun
2030. Universal Health Coverage telah menjadi prioritas WHO dan fokus reformasi kesehatan negara-
negara di dunia dengan memastikan bahwa semua orang memiliki akses pelayanan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang cukup berkualitas dan efektif, melalui dukungan
finansial kesehatan, kebijakan dan informasi.
Pelayanan keperawatan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan menangani respon manusia dalam
menghadapi masalah kesehatan menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar manusia sesuai dengan
ilmu dan seni keperawatan. Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan oleh perawat dalam
bentuk asuhan keperawatan adalah praktik keperawatan. Asuhan keperawatan dilakukan secara
komprehensif dengan mempertimbangkan aspek bio-psiko-sosial-kultural. Metoda yang digunakan
untuk melaksanakan kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai
metode ilmiah dalam penyelesaian masalah keperawatan. Intervensi keperawatan terhadap klien
dilakukan oleh perawat secara mandiri atau kolaboratif, melalui pendekatan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif),
3
Draft penyempumaan
Praktik keperawatan dapat dilaksanakan di fasilitas kesehatan dan tempat lainnya sesuai dengan klien
sasarannya. Praktik keperawatan pada tempat lainnya sesuai dengan klien sasarannya dapat
dilaksanakan melalui Praktik Keperawatan Mandiri yang didasarkan pada prinsip kebutuhan
pelayanan kesehatan dan/atau Keperawatan masyarakat dalam suatu wilayah baik perorangan
maupun berkelompok.
Berbagai kondisi masalah kesehatan secara umum di Indonesia melatarbelakangi perlunya Praktik
Keperawatan Mandiri. Masih tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKI dan AKB) di Indonesia yang
ditunjukkan dengan masih kurangnya akses, kualitas pelayanan kesehatan dan jumlah tenaga
kesehatan. Praktik Keperawatan Mandiri dapat ikut serta berperan melakukan upaya pelayanan
keperawatan pada klien sasaran ibu hamil, bersalin dan nifas dengan bayinya serta anak dan remaja.
Perubahan demografi penduduk Indonesia dengan prediksi meningkatnya usia harapan hidup
(Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035) menunjukkan akan semakin meningkatnya jumlah lansia,
dimana beresiko mengalami gangguan kesehatan sehingga membutuhkan layanan kesehatan yang
efektif dan efisien yang dapat dilakukan melalui praktik keperawatan mandiri sesuai lingkupnya.
Kecenderungan meningkatnya epidemiologi penyakit tidak menular, termasuk pada usia muda
ditambah lagi penyakit tidak menular, dan masalah kesehatan jiwa menunjukkan semakin tingginya
beban masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit tidak menular utama meliputi hipertensi, diabetes
melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Penyakit menular meliputi penyakit
HIV/AIDS, tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Masalah kesehatan jiwa
meliputi gangguan mental emosional hingga psikosis, bunuh diri, penyalahgunaan NAPZA serta
pemasungan. Berbagai masalah kesehatan tersebut beserta komplikasinya selain membutuhkan
pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan, juga membutuhkan perawatan jangka panjang di rumah.
Praktik Keperawatan Mandiri dapat melakukan upaya pelaksanaan promosi dan preventif
keperawatan untuk meningkatkan kesadaran dan deteksi dini, dan upaya pemulihan, rehabilitatif
keperawatan dan komplementer dalam upaya memandirikan klien, keluarga dan masyarakat.
Gambaran kondisi lain berupa banyaknya hambatan pada akses pelayanan kesehatan akibat kondisi
sosial-budaya, ekonomi, tingkat pendidikan, ketersediaan dan distribusi fasilitas pelayanan kesehatan,
dan ketersediaan sumber daya kesehatan yang berkualitas. Walaupun pengadaan Puskesmas, dan
Rumah Sakit (baik pemerintah maupun swasta) serta kapasitas tempat tidurnya meningkat saat ini,
namun dari sisi kesiapan pelayanan, pencapaiannya masih perlu ditingkatkan. Selain itu, keterbatasan
pendanaan kesehatan (baik swasta maupun pemerintah), dimana sebagian besar belanja kesehatan
sektor publik lebih diperuntukkan untuk pelayanan kuratif. Ketersediaan pelayanan kesehatan
memerlukan pertimbangan banyak faktor dalam penyelesaiannya, terutama pada masyarakat dengan
kesulitan akses, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah, serta konteks budaya. Pelayanan
keperawatan dapat berperan dengan membantu memudahkan akses dan keterjangkauan masyarakat
4
Draft penyempumaan
Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus memahami fokus telaahan keperawatan,
meliputi kebutuhan dasar manusia, penyimpangan status kesehatan dan responnya, serta kebutuhan
pemenuhan kebutuhan akibat penyimpangan tersebut, serta berorientasi mengatasi tiga bentuk
kelemahan yaitu kelemahan karena ketidaktahuan, ketidakmauan dan ketidakmampuan. Adapun
tujuan praktik keperawatan pada klien adalah untuk memandirikan klien agar mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya sendiri (self-care deficit) melalui berbagai intervensi keperawatan yang tepat oleh
Perawat yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan sesuai dengan lingkup wewenang dan
tanggung jawab professional.
Perkembangan Praktik Keperawatan Mandiri saat ini berkembang di beberapa tempat di tanah air,
terutama sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02.02/Menkes/148/I/2010
tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Perawat beserta perubahannya dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 (Berita negara Tahun 2013 Nomor 473).
Berbagai pelayanan keperawatan yang diselenggarakan oleh Perawat melalui Praktik Keperawatan
Mandiri yang sudah ada saat ini dan akan berpotensi terus berkembang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat dan perkembangan praktik keperawatan, antara lain: Perawatan Luka, Perawatan Stoma,
Perawatan Inkontinensia, Perawatan Kanker, Perawatan Ibu dan Kesehatan Reproduksi (Perawatan
Maternitas), Perawatan Anak, Perawatan Kesehatan Jiwa, Perawatan Paliatif, Perawatan
Komplementer, Perawatan Lansia dan banyak lainnya.
Namun, pelaksanaan Praktik Keperawatan Mandiri harus diatur sedemikian rupa dengan tujuan
meningkatkan mutu perawat sebagai praktisi dan mutu pelayanan keperawatan. Mutu pelayanan
kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri yang berkualitas dapat ditunjukkan dengan kepuasaan
klien/masyarakat yang menggambarkan minimnya kesenjangan antara keinginan/harapan pelayanan
keperawatan yang diberikan dengan kenyataan, sehingga menjadi pilihan klien individu dan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya.
Indikator mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri meliputi indikator minimal yang
dapat dilaksanakan pada ruang lingkup Praktik Keperawatan Mandiri baik umum/generalis maupun
spesialis/adcanced. Pedoman mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri disusun
berdasarkan masalah yang menjadi isu dan tren yang sering terjadi dalam pelayanan Praktik
Keperawatan Mandiri, melalui tahapan kajian literatur dan informasi, serta masukan dari para perawat
5
Draft penyempumaan
II. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Terlaksananya pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri yang bermutu sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b. Tujuan Khusus
Pedoman ini dapat digunakan sebagai acuan dalam :
1. Memahami konsep mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri
2. Memahami indikator mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri
3. Penerapan mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri
4. Menetapkan mutu pelayanan kesehatan di Praktik Keperawatan Mandiri
6
Draft penyempumaan
BAB II
MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN DI PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
Mutu atau kualitas pelayanan dalam bidang kesehatan didefinisikan dengan mengunakan cara, istilah,
label atau model yang berbeda-beda, tergantung dari paradigma disiplin masing-masing yang sesuai
dengan tujuan penggunaanya, sifat serta lingkup tanggung jawab. Awalnya. Definisi mutu pelayanan
bidang kesehatan ditentukan dalam lingkup professional sendiri saja, kemudian perkembangan
preferensi dan pandangan pasien/klien, stakeholder dan masyarakat juga menentukan penilaian dari
mutu pelayanan kesehatan.
Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata penyelenggaraannya
sesuai dengan standart dan kode etik profesi (Azrul Azwar, 1996). Pohan (2006) mendefinisikan
pelayanan kesehatan yang bermutu yaitu suatu pelayanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini
akan ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh
pasien/konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Definisi mutu pelayanan (Quality of Care) yang selama ini digunakan mengacu pada sejauh mana
kualitas dapat dinilai baik melalui studi literatur maupun penelitian. Beberapa definisi dari berbagai
sumber, antara lain :
7
Draft penyempumaan
Mutu pelayanan keperawatan sudah dikenal sejak lama. Berdasarkan sejarah, Florence Nightingale
pada tahun 1850-an telah memperkenalkan kualitas praktik keperawatan dengan
mendokumentasikan statistik mortalitas para tentara Inggris dan mendapatkan perhatian pemerintah
Inggris sebagai dasar peningkatan standar kehidupan dan pelayanan kesehatan bagi para tentara
Inggris (Hogston, 1995). Florence Nightingale mengidentifikasi peran keperawatan dalam kualitas
pelayanan kesehatan dan mulai mengukur hasil yang diharapkan pasien (patient out come). Ia
mempergunakan metode statistik untuk mencatat hubungan "patient outcomes" dengan kondisi
lingkungan (Dossey, 2005; Nightingale, 1859/1946).
Permulaan abad 20, antara tahun 1920-1940, Isabel Stewart memperkenalkan cara mengukur kualitas
pelayanan keperawatan dan efektivitasnya (Sale, 1996). Teori ini masih relevan hingga saat ini.
Stewart mengembangkan 8 poin yang dikenal sebagai Stewart Standards.
Beberapa tahun kemudian pengukuran terhadap kualitas pelayanan kesehatan terus berkembang.
Pada tahun 1970, ANA (American Nurses Association) melakukan diseminasi secara luas model
penjaminan mutu terdiri dari komponen quality assurance (Rantz, 1995) dan mengenalkan model
"Donabedian' structure, process and outcomes model (Donabedian, 1988, 1992) yang merupakan
metode komprehensif untuk menilai mutu pelayanan kesehatan. Donabedian (1980) dalam dokumen
aslinya menjelaskan bahwa kepuasaan pasien merupakan perwujudan penilaian pasien tentang
seberapa besar kualitas pelayanan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan (Eriksen,
1995).
Selanjutnya American Nurses Association (ANA) pada tahun 1994, memperkenalkan Patient Safety
and Quality Initiative (ANA, 1995) yang merupakan pilot studi di Amerika, dibiayai oleh ANA untuk
menilai hubungan staf keperawatan dengan kualitas pelayanan (ANA, 1996a, 1997, 2000a, 2000b,
2000c). Berbagai indikator mutu telah diidentifikasi, akhirnya ditetapkan 10 (sepuluh) indikator sensitif
keperawatan yang dipergunakan untuk menilai kualitas asuhan pasien (Gallagher & Rowell, 2003).
Menurut Lori Di Prete Brown, dkk. terdapat 8 dimensi yang dipakai untuk mengukur mutu
dalam meningkatkan pelayanan keperawatan :
Kompetensi teknis: dokter,perawat,petugas, staf pendukung;(apakah sudah sesuai standar
pelayanan keperawatan?)
Akses: mudah? (a.l. meliputi: geografis, ekonomi, sos-bud, bahasa)
Efektifitas: prosedur dilakukan secara benar dan menghasilkan sesuai harapan
Hubungan antar manusia: baik? (petugas-pasien, manager-petugas, tim kes.-masyarakat)
Efisiensi: pelayanan yg terbaik dgn sumberdaya yg dimiliki
Kelangsungan pelayanan: klien menerima layanan scr lengkap spt yg dibutuhkan
Aman, terhadap risiko cidera, infeksi, efek samping dan bahaya lain
Nyaman: a.l. menyangkut kebersihan, privacy
8
Draft penyempumaan
A. Pengertian
Untuk dapat menilai mutu dari hasil asuhan keperawatan telah ditetapkan indikator klinik
keperawatan.
Indikator adalah pengukuran tidak langsung suatu peristiwa atau kondisi. Contoh, berat badan bayi
pada umumnya adalah indikator status nutrisi bayi tersebut (Wilson & Sapanuchart, 1993).
Indikator juga mempunyai arti variabel yang menunjukkan satu kecenderungan sistem yang dapat
dipergunakan untuk mengukur perubahan (Green, 1992) dan WHO (1981) menguraikan indikator
adalah variabel untuk mengukur suatu perubahan baik langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan indikator klinik adalah ukuran kuantitas sebagai pedoman untuk mengukur dan
mengevaluasi kualitas asuhan pasien dan berdampak terhadap pelayanan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka disimpulkan bahwa indikator klinik keperawatan
adalah suatu variabel untuk mengukur dan mengevaluasi kualitas pelayanan keperawatan dan
berdampak terhadap pelayanan kesehatan.
Dari sudut pandang lain, mereka juga mengemukakan tiga dimensi mutu jasa yaitu: 1. Physical quality
(mutu fisik) Mutu fisik berkaitan dengan produk dan pendukungnya. 2. Interactive quality (mutu
interaktif) Mutu interaktif berkaitan dengan interaksi atau hubungan antara pelanggan dengan
9
Draft penyempumaan
perusahaan jasa. 3. Corporate quality (mutu perusahaan) Mutu perusahaan berhubungan dengan
citra perusahaan di mata pelanggan.
Dimensions of quality of care As noted above, several authors and/or organizations have defined
quality of care by describing the concept according to a set of dimensions (Table 1.2). The most
frequently used dimensions include (in descending order of frequency): effectiveness, efficiency,
access, safety, equity, appropriateness, timeliness, acceptability, patient responsiveness or patient-
centredness, satisfaction, health improvement and continuity of care. These dimensions are, however,
neither comprehensive nor mutually exclusive. The dimensions of effectiveness and efficiency are
included in all definitions of quality of care analysed here. Effectiveness refers to the extent to which
the intervention in question produces the intended effects (Maxwell 1992; Witter and Ensor 1997).
Efficiency, in contrast, refers to the extent to which objectives are achieved by minimizing the use of
resources (WHO 2000). The goal is to maximize the output for a given input, or conversely to minimize
the input for a given level of output, for example by comparing the unit cost associated with the
intervention with the unit cost elsewhere for the same intervention or service (Maxwell 1992).
Donabedian Maxwell Department Council of IoM JCAHO (1988) (1992) of Health Europe (2001) (2006)
(UK) (1997) (1998)
Health improvement X X
Continuity X
The choice of dimensions to measure quality of care is critical as it will influence the health care policies
adopted. Thus, (Shaw and Kalo 2002) underline the key challenge for every country to recognize these
diverse but legitimate expectations and to reconcile them in a responsive and balanced health system.
10
Draft penyempumaan
For the purposes of this document, a working de nition is needed to characterize quality in health care
and health systems. Without such a working de nition, the process of selecting new interventions and
building strategies for quality improvement would be seriously impaired.
The focus of this guide is on health systems as a whole, and on the quality of the outcomes they produce.
For this reason, this working de nition needs to take a whole-system perspective, and re ect a
concern for the outcomes achieved for both individual service users and whole communities.
As for the dimensions of quality of care, we select those that appear to be most relevant for policy
development: effectiveness, acceptability, appropriateness, satisfaction, and patient or care
experience. While, as noted above, patient safety is considered to be an integral element of quality,
because it is developing a separate existence in some places, we also include those initiatives that
focus on it.
WHO, 2006
The following working de nition is used throughout the remainder of the document. It suggests that a
health system should seek to make improvements in six areas or dimensions of quality, which are
named and described below. These dimensions require that health care be: effective, delivering health
care that is adherent to an evidence base and results in improved health outcomes for individuals and
communities, based on need; ef cient, delivering health care in a manner which maximizes resource
use and avoids waste; accessible, delivering health care that is timely, geographically reasonable, and
provided in a setting where skills and resources are appropriate to medical need;
acceptable/patient-centred, delivering health care which takes into account the preferences and
aspirations of individual service users and the cultures of their communities; equitable, delivering
health care which does not vary in quality because of personal characteristics such as gender, race,
ethnicity, geographical location, or socioeconomic status; safe, delivering health care which minimizes
risks and harm to service users.
Mutu pelayanan kesehatan juga telah banyak didefinisikan oleh berbagai literatur
, namun dari definisi di atas dapat diambil beberapa elemen sebagai berikut: a.
Every initiative taken to improve quality and outcomes in health systems has as its starting point some
11
Draft penyempumaan
There are many de nitions of quality used both in relation to health care and health systems, and in other
spheres of activity. There is also a language of quality, with its own frequently-used terms.
For the purposes of this document, a working de nition is needed to characterize quality in health care
and health systems. Without such a working de nition, the process of selecting new interventions and
building strategies for quality improvement would be seriously impaired.
The focus of this guide is on health systems as a whole, and on the quality of the outcomes they produce.
For this reason, this working de nition needs to take a whole-system perspective, and re ect a
concern for the outcomes achieved for both individual service users and whole communities.
The following working de nition is used throughout the remainder of the document. It suggests that a
health system should seek to make improvements in six areas or dimensions of quality, which are
named and described below. These dimensions require that health care be: effective, delivering health
care that is adherent to an evidence base and results in improved health outcomes for individuals and
communities, based on need; ef cient, delivering health care in a manner which maximizes resource
use and avoids waste; accessible, delivering health care that is timely, geographically reasonable, and
provided in a setting where skills and resources are appropriate to medical need;
10
Basic concepts of quality acceptable/patient-centred, delivering health care which takes into account
the preferences and aspirations of individual service users and the cultures of their communities;
equitable, delivering health care which does not vary in quality because of personal characteristics
such as gender, race, ethnicity, geographical location, or socioeconomic status; safe, delivering health
care which minimizes risks and harm to service users.
(EVIDENCE-BASED MEDICINE)
The need to assess value in health care and the desire of providers to
12
Draft penyempumaan
12
experts. Such research can produce practice guidelines.(Wan and Connell, 2003).
b. Pengertian mutu sangat luas, tetapi mutu dapat diartikan dan diterapkan di keperawatan melalui
pernyataan sebagai berikut, mutu adalah:
Caring" yang merupakan fokus/inti dari keperawatan
13
Draft penyempumaan
Bersifat relatif untuk setiap klien, dinamis dan selalu berubah dari waktu ke waktu dengan
kepuasan yang harus dicapai sesuai dengan standar profesional.
Berupa kepuasan yang harus dicapai sesuai dengan standar operasional
Berupa pengawasan dimana diperlukan dalam lingkungan yang kompetitif
Merupakan tantangan yang harus diterima dan dipenuhi oleh keperawatan.
Mengelola mutu keperawatan relatif sulit karena hasil keperawatan bersifat unik dan dipengaruhi oleh
sejumlah aktifitas, perilaku/perbuatan, keperluan, teori serta konsep-konsep yang tercakup dalam
praktik keperawatan.
Ada 3 (tiga) area tanggung jawab mutu dalam pelayanan keperawatan yang harus menjadi perhatian
utama pada setiap organisasi keperawatan yaitu: pasien, praktisi dan profit/pembiayaan. Untuk area
pasien, mutu digambarkan dengan asuhan keperawatan, praktisi digambarkan dengan penampilan
kinerja perawat, serta profit digambarkan dengan pembiayaan keperawatan.
Pada tahap awal, area mutu yang akan dibahas adalah pasien dalam bentuk hasil dari asuhan
keperawatan.
Indikator klinik keperawatan yang disusun merupakan indikator mutu minimal yang dapat
dilaksanakan oleh perawat di rumah sakit. Indikator tersebut meliputi : Keselamatan pasien (patient
safety), perawatan diri (self care), nyeri dan kenyamanan, kecemasan, pengetahuan dan
kepuasan.
14
Draft penyempumaan
C. Penilaian Mutu
D. Penilaian terhadap mutu dilakukan dengan menggunakan pendekatan-pendekatan
E. yang dikelompokkan dalam tiga komponen, yaitu :
F. a. Struktur (Input)
G. Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) mengatakan bahwa struktur
H. merupakan masukan (input) yang meliputi sarana fisik
I. perlengkapan/peralatan, organisasi, manajemen, keuangan, sumber daya
J. manusia dan sumber daya lainnya dalam fasilitas keperawatan. Baik tidaknya
K. struktur sebagai input dapat diukur dari jumlah besarnya mutu, mutu struktur,
L. besarnya anggaran atau biaya, dan kewajaran. Penilaian juga dilakukan
M. terhadap perlengkapan-perlengkapan dan instrumen yang tersedia dan
N. dipergunakan untuk pelayanan. Selain itu pada aspek fisik, penilaian juga
O. mencakup pada karakteristik dari administrasi organisasi dan kualifikasi dari
P. profesi kesehatan.
Q.
R. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan RSUD 45 Kuningan, 11-16 Mei 2009 17
S. Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Tappen (1995), yaitu bahwa
T. struktur berhubungan dengan pengaturan pelayanan keperawatan yang
U. diberikan dan sumber daya yang memadai. Aspek dalam komponen struktur
V. dapat dilihat melalui : 1) fasilitas, yaitu kenyamanan, kemudahan mencapai
W. pelayanan dan keamanan; 2) peralatan, yaitu suplai yang adekuat, seni
X. menempatkan peralatan; 3) staf, meliputi pengalaman, tingkat absensi, rata
Y. rata turnover, dan rasio pasien-perawat; dan 4) Keuangan, yaitu meliputi gaji,
Z. kecukupan dan sumber keuangan.
AA. Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka pendekatan struktur lebih
BB. difokuskan pada hal-hal yang menjadi masukan dalam pelaksanaan pelayanan
CC. keperawatan, diantaranya yaitu : 1) fasilitas fisik, yang meliputi ruang
DD. perawatan yang bersih, nyaman dan aman, serta penataan ruang perawatan
EE. yang indah; 2) peralatan, peralatan keperawatan yang lengkap, bersih, rapih
FF. dan ditata dengan baik; 3) staf keperawatan sebagai sumber daya manusia,
GG. baik dari segi kualitas maupun kuantitas; 4) dan keuangan, yang meliputi
HH. bagaimana mendapatkan sumber dan alokasi dana. Faktor-faktor yang menjadi
II. masukan ini memerlukan manajemen yang baik, baik manajemen sumber daya
JJ. manusia, keuangan maupun logistik.
KK. b. Proses (Process)
LL. Donabedian (1987, dalam Wijono 2000) menjelaskan bahwa pendekatan ini
MM. merupakan proses yang mentransformasi struktur (input) ke
NN. dalam hasil (outcome). Proses adalah kegiatan yang dilaksanakan secara
OO. profesional oleh tenaga kesehatan (perawat) dan interaksinya dengan pasien.
PP. Dalam kegiatan ini mencakup diagnosa, rencana perawatan, indikasi tindakan,
QQ. prosedur dan penanganan kasus. Dengan kata lain penilaian dilakukan
RR. terhadap perawat dalam merawat pasien. Dan baik tidaknya proses dapat
SS. diukur dari relevan tidaknya proses bagi pasien, fleksibelitas/efektifitas, mutu
TT. proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya, dan
UU. kewajaran (tidak kurang dan tidak berlebihan).
VV. Tappen (1995) juga menjelaskan bahwa pendekatan pada proses dihubungkan
WW. dengan aktivitas nyata yang ditampilkan oleh pemberi pelayanan keperawatan.
XX.
YY. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan RSUD 45 Kuningan, 11-16 Mei 2009 18
ZZ. Hal ini termasuk perawatan fisik, intervensi psikologis seperti pendidikan dan
AAA. konseling, dan aktivitas kepemimpinan. Penilaian dapat melalui observasi atau
BBB. audit dari dokumentasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan
CCC. ini difokuskan pada pelaksanaan pemberian pelayanan keperawatan oleh
DDD. perawat terhadap pasien dengan menjalankan tahap -tahap asuhan
EEE. keperawatan. Dan dalam penilaiannya dapat menggunakan teknik observasi
FFF. maupun audit dari dokumentasi keperawatan. Indikator baik tidaknya proses
GGG. dapat dilihat dari kesesuaian pelaksanaan dengan standar operasional
HHH. prosedur, relevansi tidaknya dengan pasien dan efektifitas pelaksanaannya.
III. c. Hasil (Outcome)
JJJ. Pendekatan ini adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan perawat terhadap
KKK. pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan baik
LLL. positif maupun negatif. Sehingga baik tidaknya hasil dapat diukur dari derajat
15
Draft penyempumaan
MMM. kesehatan pasien dan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan yang
NNN. telah diberikan (Donabedian, 1987 dalam Wijono 2000). Sedangkan Tappen
OOO. (1995) menjelaskan bahwa outcome berkaitan dengan hasil dari aktivitas yang
PPP. diberikan oleh petugas kesehatan. Hasil ini dapat dinilai dari efektifitas dari
QQQ. aktivitas pelayanan keperawatan yang ditentukan dengan tingkat kesembuhan
RRR. dan kemandirian. Sehingga dapat dikatakan bahwa fokus pendekatan ini yaitu
SSS. pada hasil dari pelayanan keperawatan, dimana hasilnya adalah peningkatan
TTT. derajat kesehatan pasien dan kepuasan pasien. Sehingga kedua hal tersebut
UUU. dapat dijadikan indikator dalam menilai mutu pelayanan keperawatan.
VVV. Pendekatan-pendekatan di atas dapat digunakan sebagai indikator dalam
WWW. melakukan penilaian terhadap mutu. Namun sebagai suatu sistem penilaian mutu
XXX. sebaiknya dilakukan pada ketiga unsur dari sistem tersebut yang meliputi struktur,
YYY. proses dan hasil. Dan setelah didapatkan hasil penilaiannya, maka dapat dilakukan
ZZZ. strategi yang tepat untuk mengatasi kekurangan atau penilaian negatif dari mutu
AAAA. pelayanan tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, strategi peningkatan mutu
BBBB. mengalami perkembangan yang dapat menjadi wacana kita mengenai strategi
CCCC. mana yang tepat dalam melakukan upaya yang berkaitan dengan mutu pelayanan
DDDD.
EEEE. Disampaikan dalam Pelatihan Manajemen Keperawatan RSUD 45 Kuningan, 11-16 Mei 2009 19
FFFF. keperawatan. Oleh karena itu pada sub bab berikutnya akan dibahas mengenai
GGGG. strategi dalam mutu pelayanan keperawatan.
HHHH. Karakteristik (belum diuraikan)
IIII. Jenis Indikator
Pada tahap pertama ditetapkan indikator klinik mutu pelayanan keperawatan klinik mengacu pada :
Standar Asuhan Keperawatan menurut Departemen Kesehatan meliputi enam standar yaitu: (1)
Pengkajian keperawatan, (2) Diagnosa keperawatan, (3) Perencanaan keperawatan, (4) Intervensi
keperawatan, (5) Evaluasi keperawatan, dan (6) Catatan asuhan keperawatan. Dalam melaksanakan
intervensi keperawatan terdapat 14 kebutuhan pasien yang harus mendapat perhatian perawat yaitu:
Memenuhi kebutuhan oksigen
Memenuhi kebutuhan nutrisi dan keseimbangan cairan serta elektrolit
Memenuhi kebutuhan eliminasi
Memenuhi kebutuhan keamanan
Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan
Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani
Memenuhi kebutuhan spiritual
Memenuhi kebutuhan emosional
Memenuhi kebutuhan komunikasi
Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan
Memenuhi kebutuhan penyuluhan
Memenuhi kebutuhan rehabilitasi.
Menurut Griffiths et.al.,2008 indikator keperawatan dapat mengambarkan keselamatan, efektifitas dan
perhatian dalam pelayanan keperawatan, yaitu: 1) Safety: kegagalan penyelamatan (kematian pada
pasien dengan komplikasi pengobatan); Jatuh; Hospital acquired infections; Hospital acquired
pneumonia; Dekubitus. 2) Effectiveness: Pola dan level perawat; Kepuasan perawat; Persepsi perawat
terhadap lingkungan kerja. 3) Compassion: pengalaman pasien selama dirawat; Pengalaman pasien
dalam komunikasi.
Standar Nasional American Nurses Association (ANA) dalam mengukur mutu perawatan telah
menyepakati indikator-indikator mutu keperawatan seperti yang ada pada Tabel 1:
Tabel 1. Indikator Mutu Keperawatan menurut ANA
Kategori Ukuran
Ukuran berfokus 1 Anga kematian pasien karena komplikasi operasi
outcomes pasien 2 Angka decubitus
3 Angka pasien jatuh
4 Angka psien jatuh dengan cidera
5 Angka restrain
6 ISK karena pemasangan cateter di ICU
7 Blood stream infection karena pemasangan cateter line central di ICU dan HDNC
16
Draft penyempumaan
17
Draft penyempumaan
9 Kepuasan pasien Kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan secara umum selama proses perawatan,
terhadap keperawatan dengan pertanyaan meliputi: fisik, psikologis, emosional, spiritual, hak-hak pasien dan
secara umum partisipasi pasien dalam pengambilan keputusan
Sumber: Kunaviktikul et al., 2005
Keterbatasan perawatan diri merupakan terpenuhinya kebutuhan perawatan diri pasien yang
mengalami keterbatasan diri untuk makan, mandi, berpakaian, dan toileting (eliminasi).
Keterbatasan perawatan diri dibagi menjadi keterbatasan sebagian dan total, sehingga
menyebabkan tingkat ketergantungan sebagian dan total pada asuhan keperawatan.
3. Kepuasan pasien
Tingginya tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan tercapai bila terpenuhinya
kebutuhan pasien/keluarga terhadap pelayananan keperawatan yang diharapkan.
4. Kecemasan
Cemas adalah perasaan was-was, kuatir atau tidak nyaman seakan- akan terjadi suatu yang
dirasakan sebagai ancaman. Cemas yang masih ada setelah intervensi menurunkan kecemasan,
yang diukur menjadi indikator klinik.
5. Kenyamanan
Rasa nyaman (comfort) adalah bebas dari rasa nyeri atau nyeri terkontrol.
6. Pengetahuan
Discharge Planning adalah suatu proses yang dipakai sebagai pengambilan keputusan dalam hal
memenuhi kebutuhan pasien untuk kesempurnaan kepindahan pasien dari satu tempat perawatan
ke tempat lainnya. Dalam perencanaan pemulangan, pasien dapat dipindahkan kerumahnya
sendiri atau keluarga, fasilitas rehabilitasi, nursing home, hospice, home care atau tempat - tempat
lain diluar rumah sakit.
18
Draft penyempumaan
BAB III
INDIKATOR MUTU PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
I. INPUT
II. PROSES
III. OUTPUT
Denumerator Jumlah pasien beresiko terjadi dekubitus, yaitu jumlah pasien yang
mempunyai resiko terjadi dekubitus selama periode waktu tertentu.
Pasien yang berisiko terjadi dekubitus adalah pasien baru setelah
dilakukan pengkajian memiliki satu atau lebih faktor resiko sbb:
a. Usia lanjut
b. Ketidakmampuan bergerak pada bagian tertentu dari tubuh tanpa
bantuan, seperti pada cidera medula spenalis atau cidera kepala
atau mengalami penyakit neuromuskular
c. Malnutrisi / status gizi
d. Berbaring lama, mengalami penekanan disalah satu/ lebih area
tubuh lebih dari 2 jam di TT / penggunaan kursi roda
e. Mengalami kondisi kronik seperti DM, Penyakit vaskuler.
f. Inkontinen urine dan feses, yang dapat menyebabkan iritasi kulit
akibat kulit yang lembab.
19
Draft penyempumaan
Kejadian tidak diharapkan (KTD) atau adverse event adalah : suatu kejadian
salah pemberian obat yang mengakibatkan cidera yang tidak diharapkan,
karena suatu tindakan atau karena tidak bertindak.
Jumlah pasien pada hari tersebut Angka KNC dalam pemberian obat =
Jumlah pasien yang terkena Kejadian nyaris cidera dalam Pemberian obat
x100%
Jumlah pasien pada hari tersebut
Definisi
operasional
20
Draft penyempumaan
Kriteria KNC: Kejadian nyaris cidera (near miss) : suatu kesalahan pemberian
obat akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang
seharusnya diambil, yang dapat menciderai pasien tetapi cidera serius tidak
terjadi karena keberuntungan karena pencegahan atau peringanan.
Numerator Jumlah pasien yang mengalami kejadian pada pemberian kesalahan obat
(Pembilang) adalah jumlah insident Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris
cedera (KNC) yang terjadi dalam 1 hari.
Denumerator Jumlah pasien dalam sehari adalah jumlah pasien yang dihitung berdasarkan
sensus.
Definisi operasional Pasien Jatuh adalah jatuhnya pasien di unit perawatan pada saat
istirahat maupun saat pasien terjaga yang tidak disebabkan oleh
serangan stroke, epilepsy, seizure, bahaya karena terlalu banyak
aktivitas.
Numerator jumlah pasien jatuh adalah total/jumlah pasien jatuh yang dirawat
(Pembilang) di unit perawatan selama waktu tertentu setiap bulan.
21
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan dalam proses perawatan selesai tepat waktu
Denominator Semua pasien yang dilakukan perawatan dalam 21 hari yang tepat di bandingkan
dengan semua jumlah pasien
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
22
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
23
Draft penyempumaan
Numerator jumlah klien terregistrasi melalui alur pelayanaan rawat jalan keperawatan di
praktek mandiri
Denominator jumlah klien terregistrasi melalui alur pelayanaan rawat jalan keperawatan di
praktek mandiri
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 100%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
24
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
25
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
26
Draft penyempumaan
keperawatan
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 100%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
27
Draft penyempumaan
Definisi Proses pengumpulan data pada pasien dan keluarga secara sistematik,
menyeluruh, akurat dan berkesinambungan (bio, psiko, sosio dan spiritual).
Pengumpulan Data 1x24 jam
Periode analisis Per 3 hari
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan pengkajian perawatan
Denominator semua jumlah pasien yang dilakukan pengkajian perawatan
Sumber data Dokumentasi asuhan keperawatan
Target 100%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
28
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
29
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANDIRI
30
Draft penyempumaan
Target 100%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan dalam proses perawatan selesai tepat waktu
Denominator Semua pasien yang dilakukan perawatan dalam 12 minggu yang tepat di
bandingkan dengan semua jumlah pasien
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
31
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN LABORATORIUM KESEHATAN
32
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Kenyamanan pasien
33
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
INDIKATOR MUTU
34
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
35
Draft penyempumaan
Tekhnisi
Periode analisis Per 6 bulan
Numerator semua alat kesehatan yang dilakukan untuk menunjang perawatan di praktek
mandiri
Denominator Semua alat kesehatan yang digunakan untuk perawatan dikalibrasi dalam 6 bulan
sesuai dengan standar nasional dan international
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
36
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan dalam proses perawatan selesai tepat waktu
Denominator Semua pasien yang dilakukan perawatan dalam 21 hari yang tepat di bandingkan
dengan semua jumlah pasien
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
37
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
38
Draft penyempumaan
Numerator jumlah klien terregistrasi melalui alur pelayanaan rawat jalan keperawatan di
praktek mandiri
Denominator jumlah klien terregistrasi melalui alur pelayanaan rawat jalan keperawatan di
praktek mandiri
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 100%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
39
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
40
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
41
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
42
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
43
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Kenyamanan pasien
44
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
45
Draft penyempumaan
tindakan perawatan
Luka kecil 30 menit
Luka besar 55 menit
Pengumpulan Data Setiap hari
Periode analisis Per 3 hari
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan perawatan di praktek mandiri
Denominator Semua pasien yang dilakukan perawatan dalam 3 hari yang tepat di bandingkan
dengan semua jumlah pasien
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
46
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Pendidikan Kesehatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
47
Draft penyempumaan
Kunjungan Rumah
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
48
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
49
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Rujukan Pasien
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
50
Draft penyempumaan
depo
Pengumpulan Data Setiap 1 minggu
Periode analisis Per 1 minggu
Numerator semua jumlah pasien yang dilakukan perawatan di praktek mandiri
Denominator Semua pasien yang dilakukan perawatan dalam 1 minggu yang tepat di
bandingkan dengan semua jumlah pasien
Sumber data Dokumentasi Praktek mandiri
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
51
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
Follow Up Pasien
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
52
Draft penyempumaan
Penanganan Komplain
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
53
Draft penyempumaan
Target 85%
Penanggung jawab Penangung jawab praktek mandiri keperawatan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
54
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
INDIKATOR MUTU
55
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
56
Draft penyempumaan
57
Draft penyempumaan
Formula Jumlah pasien dengan cidera akibat restrain X 100 % Total pasien yang
dipasang restrain
Definisi operasional Cedera akibat restrain adalah cedera berupa lecet pada kulit, terjatuh, atau
aspirasi yang diakibatkan oleh pemasangan restrain.
Numerator Jumlah pasien cidera akibat pemasangan restrain adalah jumlah pasien
(Pembilang) yang cidera saat dipasang restrain.
Denumerator Total pasien yang dipasang restrain adalah semua pasien yang terpasang
restrain pada periode waktu tertentu
Topik Indikator Angka TIDAK terpenuhinya kebutuhan mandi, berpakaian, toileting (eliminasi)
yang disebabkan oleh keterbatasan perawatan diri
Rasional Mandi, berpakaian dan toileting (eliminasi) merupakan kebutuhan dasar manusia
yang harus terpenuhi agar tidak timbul masalah- masalah lain sebagai akibat dari
tidak terpenuhinya kebutuhan kebersihan dan perawatan diri, misalnya penyakit
kulit, rasa tidak nyaman, infeksi saluran kemih, dll.
Formula Angka tidak terpenuhi kebutuhan diri (mandi, berpakaian, toileting) pada tingkat
ketergantungan sebagian dan total=
Jumlah pasien yg tidak terpenuhi kebutuhan diri x 100%
Jumlah pasien dirawat dgn tingkat ketergantungan sebagian & total
Definisi Tingkat tidak terpenuhinya kebutuhan pasien terhadap kebutuhan diri untuk
operasional mandi, berpakaian dan toileting (eliminasi).
Pemenuhan perawatan diri pasien yang mengalami keterbatasan diri untuk
mandi, berpakaian, dan toileting (eliminasi). Keterbatasan diri
58
Draft penyempumaan
Cara Penghitungan:
Mengisi format sub indikator sesuai dengan kriteria
Sub indikator harus terisi seluruhnya/lengkap
Dilakukan pada survey waktu tertentu.
Dilakukan penjumlahan pasien yang tidak terpenuhi kebutuhannya
Numerator Jumlah pasien tidak terpenuhi kebutuhan diri pada bulan pengukuran
(Pembilang)
Denumerator Jumlah pasien total dan partial care adalah jumlah pasien pada bulan
pengukuran.
59
Draft penyempumaan
IV. KENYAMANAN
60
Draft penyempumaan
Topik Indikator Pasien merasa nyaman: Pasien dengan rasa nyeri terkontrol
Definisi operasional Nyeri adalah suatu kondisi yang lebih dari sekadar sensasi
tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu, bersifat
subjektif dan sangat individual
Pasien dengan nyeri terkontrol adalah pasien yang
menuniukkan skala nyeri dibawah 4 sampai dengan 0 pada
skala 0-10 atau dengan gold standard : pasien menyatakan
tidak merasakan nyeri, tidak ada ketakutan, kecemasan dan
depresi setelah diberikan tindakan keperawatan selama
periode waktu tertentu.
Numerator
Jumlah pasien dengan nyeri terkontrol
(Pembilang)
Denumerator Jumlah pasien yang terdokumentasi nyeri per periode waktu
tertentu
Sumber Data Medical Record Pasien/ catatan medik pasien
Populasi Semua pasien yang masuk di unit perawatan
Frekuensi Per bulan
61
Draft penyempumaan
Denumerator Jumlah pasien yang dirawat adalah total/ jumlah pasien dirawat
di sarana kesehatan selama periode waktu tertentu setiap bulan.
62
Draft penyempumaan
VI. PENGETAHUAN
Numerator
(Pembilang) Jumlah pasien yang kurang pengetahuan adalah jumlah pasien
yang setelah dikaji menunjukkan bahwa pasien/keluarga kurang
pengetahuan tentang penyakitnya dan perawatannya.
Denumerator Jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu adalah jumlah
pasien yang dirawat di ruang tertentu dan dihitung pada periode
tertentu.
Formula Jumlah pasien vana tidak dibuat discharae plannina pada periode
tertentu x 100% Jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu
Definisi operasional Discharge Planning adalah suatu proses yang dipakai sebagai
pengambilan keputusan dalam hal memenuhi kebutuhan pasien untuk
kesempurnaan kepindahan pasien dari satu tempat perawatan ke
tempat lainnya.
Numerator Jumlah pasien yang tidak dibuat discharge planning pada periode
(Pembilang) tertentu adalah jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu tidak
dibuatkan discharge planning.
Denumerator Jumlah pasien yang dirawat pada periode tertentu adalah jumlah
pasien yang dirawat pada periode tertentu
63
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK MANDIRI KEPERAWATAN
64
Draft penyempumaan
INDIKATOR MUTU
PELAYANAN PRAKTEK KEPERAWATAN MANDIRI
65
Draft penyempumaan
BAB IV PENUTUP
Tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi
menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit sehingga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit di pengaruhi oleh mutu
pelayanan keperawatan. Pelayanan keperawatan dikatakan bermutu apabila pelayanan keperawatan
yang diberikan sesuai dengan standar yang ditetapkan dan untuk mengukur seberapa baik mutu
pelayanan keperawatan yang diberikan diperlukan suatu indikator klinik mutu pelayanan keperawatan.
Keberadaan indikator klinik mutu pelayanan keperawatan bermanfaat untuk mengukur mutu pelayanan
keperawatan di rumah sakit. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mempertahankan mutu diperlukan upaya
yang terpadu dari semua tenaga kesehatan.
Bila indikator pelayanan keperawatan tersebut dinilai sangat berbahaya atau berdampak luas, walaupun
frekuensinya rendah, maka diperlukan pengawasan atau monitoring yang lebih intens untuk perbaikan
yang lebih cepat. Dalam hal ini diperlukan komitmen pimpinan rumah sakit dan seluruh perawat serta
karyawan untuk memperbaiki atau meningkatkan mutu layanan.
66