Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

KISTA ENDOMETRIOSIS

I Gusti Agung Putra Mahautama


H1A 008 020

PEMBIMBING :
dr. Puspa Ambara, Sp.OG

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI SMF KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUP NTB DAN RSUP PRAYA
MATARAM
2012

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya.
Laporan kasus yang berjudul “Kista Endometriosis” ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Bagian SMF Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Umum Daerah Praya.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.
1. Dr. A. Rusdhy H. Hamid, Sp.OG, selaku Ketua SMF Obstetri dan Ginekologi RSUP
NTB.
2. Dr. I Made W. Mahayasa, Sp.OG, selaku Koordinator Pendidikan SMF Obstetri dan
Ginekologi RSUP NTB.
3. Dr. Puspa Ambara, Sp.OG, selaku pembimbing
4. Dr. H. Doddy A. K., Sp.OG (K), selaku supervisor
5. Dr. Agus Thoriq, Sp.OG, selaku supervisor
6. Dr. Edi Prasetyo Wibowo, Sp.OG, selaku supervisor
7. Dr. I Made Putra Juliawan, Sp.OG, selaku supervisor
8. Dr. Dewi Wijayanti, SP.OG, selaku supervisor
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan kepada penulis.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan
khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari
sebagai dokter. Terima kasih.

Mataram, 15 Oktober 2012

Penulis
BAB I

2
PENDAHULUAN

Endometriosis adalah suatu penyakit yang lazim menyerang wanita di usia reproduksi.
Penyakit ini merupakan kelainan ginekologis yang menimbulkan keluhan nyeri haid, nyeri
saat senggama, pembesaran ovarium dan infertilitas. (Oepomo, 2009)
Endometriosis terjadi ketika suatu jaringan normal dari lapisan uterus yaitu endometrium
menyerang organ-organ di rongga pelvis dan tumbuh di sana. Jaringan endometrium yang
salah tempat ini menyebabkan iritasi di rongga pelvis dan menimbulkan gejala nyeri serta
infertilitas.
Jaringan endometriosis memiliki gambaran bercak kecil, datar, gelembung atau flek-
flek yang tumbuh di permukaan organ-organ di rongga pelvis. Flek-flek ini bisa berwarna
bening, putih, coklat, merah, hitam, atau biru. Jaringan endometriosis dapat tumbuh di permu
kaanrongga pelvis, peritoneum, dan organ di rongga pelvis, yang kesemuanya dapat berkemb
ang membentuk nodul-nodul. Endometriosis bisa tumbuh di permukaan ovarium atau
menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut sebagai
kista endometriosis kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena terdapat penumpukan
darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa berukuran kecil seukuran kacang
dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur. Endometriosis dapat mengiritasi jaringan di
sekitarnya dan dapat menyebabkan perlekatan (adhesi) akibat jaringan parut yang
ditimbulkannya (Oepomo, 2009).
Endometriosis terjadi pada 10-14% wanita usia reproduksi dan mengenai 40-60% wanita
dengan dismenorhea dan 20-30% wanita subfertil. Saudara perempuan dan anak perempuan
dari wanita yang menderita endometriosis berisiko 6-9 kali lebih besar untuk berkembang
menjadi endometriosis (NHS, 2009).
Endometriosis menyebabkan nyeri panggul kronis berkisar 70%. Risiko
untuk menjadi tumor ovarium adalah 15 - 20%, angka kejadian infertilitas berkisar 30 - 40%,
dan risiko berubah menjadi ganas 0,7-1%. Endometriosis sekalipun sudah mendapat
pengobatan yang optimum memiliki angka kekambuhan sesudah pengobatan berkisar 30%
(NHS, 2009).
Penanganan endometriosis baik secara medikamentosa maupun operatif tidak memberika
n hasil yang memuaskan disebabkan patogenesis penyakit tersebut belum terungkap secara
tuntas. Keberhasilan penanganan endometriosis hanya dapat dievaluasi saat ini dengan
mempergunakan laparoskopi. Laparoskopi merupakan tindakan yang minimal invasif tetapi
memerlukan keterampilan operator, biaya tinggi dan kemungkinan dapat terjadi komplikasi

3
dariyang ringan sampai berat. Alasan yang dikemukakan tadi menyebabkan banyak penderita
endometriosis yang tidak mau dilakukan pemeriksaan laparoskopi untuk mengetahui apakah
endometriosis sudah berhasil diobati atau tidak (Oepomo, 2009).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Endometriosis yaitu suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang masih
berfungsi berada di luar kavum uteri. Jaringan ini terdiri atas kelenjar dan stroma,
terdapat di dalam endometrium ataupun di luar uterus. Bila jaringan endometrium
terdapat di dalam miometrium disebut adenomiosis, bila brada di luar uterus disebut
endometriosis. Pembagian ini sudah tidak dianut lagi, karena secara patologik, klinik,
ataupun etiologic adenomiosis berbeda dengan endometriosis. Adenomiosis secara
klinis lebih banyak persamaan dengan mioma uteri. Adenomiosis sering ditemukan
pada multipara dalam masa premenopause, sedangkan endometriosis terdapat pada
wanita yang lebih muda dan yang infertile (Sarwono.2007). Terdapat kurang lebih
15% wanita reproduksi dan pada 30% dari wanita yang mengalami infertilitas.
Implantasi endometriosis bisa terdapat pada ovarium, ligamentum sakrouterina,
kavum dauglasi, ligamentum latum dan ligamentum rotundum, tuba fallopi, dan pada
tempat-tempat ekstra peritoneal ( serviks, vagina, vulva, dan kelenjar-kelenjar limfe).
Penampakan kasarnya bisa dalam bentuk luka berupa sebuah peninggian atau kista
yang berisi darah baru, merah atau biru-hitam. Karena termakan waktu, luka tersebut
berubah menjadi lebih rata dan berwarna coklat tua. Ukuran luka dapat berkisar dari
luka kecil dari 10 cm.
(Rayburn, F. William.2001)
2. Etiologi
Beberapa ahli mencoba menerangkan kejadian endometriosis yaitu berupa beberapa
teori,antara lain:
a. Teori Implantasi dan Regurgitasi.
Teori ini menerangkan adanya darah haid yang dapat menjalar dari kavum uteri
melalui tuba Falopii, tetapi teori ini tidak dapat menerangkan kasus endometriosis
di luar pelvis.
b. Teori Metaplasia.
Teori ini menerangkan terjadinya metaplasia pada sel-sel coelom yang berubah
menjadi endometrium.
Perubahan ini dikatakan sebagai akibat dari iritasi dan infeksi atau hormonal pada
epitel coelom. Secara endokrinologis hal ini benar karena epitel germinativum
dari ovarium, endometrium dan peritoneum berasal dari epitel coelom yang sama.
c. Teori Hormonal.
Telah lama diketahui bahwa kehamilan dapat menyembuhkan endometriosis.
Rendahnya kadar FSH, LH, dan E2 dapat menghilangkan endometriosis.

5
Pemberian steroid seks dapat menekan sekresi FSH, LH, dan E2. Pendapat yang
sudah lama dianut mengemukakan bahwa pertumbuhan endometriosis sangat
tergantung dari kadar estrogen di dalam tubuh.
d. Teori Imunologik.
Secara embriologis, sel epitel yang membungkus peritoneum parietal dan
permukaan ovarium sama asalnya, oleh karena itu sel endometriosis sejenis
dengan mesotel. Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosisn adalah suatu
penyakit autoimun karena memiliki criteria cenderung lebih banyak pada wanita,
bersifat familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan, menunjukkan
aktivitas sel B-poliklonal.
( Baziad,Ali dkk.1993)
3. Faktor-faktor resiko
Factor-faktor resiko untuk endometriosis :
a. Nuliparitas
b. Infertilitas
c. Usia 25-40 tahun
(Rayburn, F. William.2001)
4. Jenis- jenis endometriosis
Berdasarkan lokasi tempat endometriosis dibagi menjadi :
a. Endometriosis Interna (adenomiosi uteri)
Fokus Endometriosis berada multilokuler di dalam otot uterus. Akan terjadi
penebalan atau pembesaran uterus. Gejala yang timbul hampir tidak ada. Ada dua
gejala yang khas buat adenomiosis uterus, yaitu:
- Nyeri saat haid.
- Perdarahan haid yang banyak atau haid yang memanjang.
b. Endometriosis Tuba.
Yang paling sering terkena adalah bagian proksimal tuba.Akibatnya adalah:
- Saluran tuba tertutup,terjadi infertilitas.
- Resiko terjadinya kehamilan ektopik.
- Hematosalping
c. Edometriosis Ovarium
Akibat adanya endometriosis pada ovarium akan terbentuk kista coklat. Kista
coklat ini sering mengadakan perlekatan dengan organ-organ di sekitarnya dan
membentuk suatu konglomerasi.
d. Endometriosis Retroservikalis.
Pada rectal toucher sering teraba benjolan yang nyeri pada cavum Douglas.
Benjolan-benjolan ini akan melekat dengan uterus dan rectum, akibatnya adalah:
- Nyeri pada saat haid.
- Nyeri pada saat senggama.

Diagnosa banding yang perlu diperhatikan adalah:


- Karsinoma ovarium.
- Metastasis di kavum Douglas.

6
- Mioma multiple.
- Karsinoma rectum.
e. Endometriosis Ekstragenital.
Setiap nyeri yang timbul pada organ tubuh tertentu pada organ tbuh tertentu
bersamaan dengan datangnya haid harus dipikirkan adanya endometriosis.
( Baziad,Ali dkk.1993)
5. Patologi
Dimanapun lokasinya, endometrium ektopik, yang dikelilingi stroma , mengadakan
implantasi dan membentuk kista kecil, yang berespon terhadap sekresi estrogen dan
progesterone secara siklik, sama seperti yang terjadi di dalam endometrium uteri.
Selama menstruasi, terjadi perdarahan di dalam kista. Darah, jaringan endometrium
dan cairan jaringan terperangkap di dalam kista tersebut. Pada siklus berikutnya ,
cairan jaringan dan plasma darah diabsorpsi, sehingga meninggalkan darah kental
berwarna coklat. Ukuran maksimal kista tergantung lokasinya. Kista kecil mungkin
tetap kecil atau diserang makrofag dan menjadi luka fibrotic kecil. Kista cenderung
lebih besar dari pada kista lainnya, tetapi biasanya tidak lebih besar daripada jeruk
berukuran sedang. Ketika kista tumbuh, tekanan internal mungkin merusak dinding
endometrium yang aktif, sehingga kista tida berfungsi lagi.
Tidak jarang terjadi rupture dari kista yang kecil. Darah kental yang keluar sangat
iritatif dan mengakibatkan perlengketan multiple disekeliling kista. ( Jones. Derek
Llewellyn,2001).
6. Gejala- Gejala
Penderita endometriosis bisa datang dengan keluhan nyeri panggul, terutama bila
datang haid, infertilitas, disparenia, perdarahan uterus abnormal, rasa nyeri atau
berdarah ketika kencing atau pada rectum dalam masa haid. Gejala-gejala
endometriosisi datangnya berkala dan bervariasi sesuai datangnya haid tetapi bisa
menetap. Banyak penderita endometriosis yang tidak bergejala, dan terdapat sedikit
korelasi antara hebatnya gejala dengan beratnya penyakit.
Adapun gambaran klinis endometriosis menurut Sarwono yaitu :
a. Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama
haid (dismenore)
Dismenorea pada endometriosis biasanya merupakan rasa nyeri waktu haid
yang semakin lama semakin hebat. Sebab dari dismenorea ini tidak diketahui
secara pasti tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi dan
perdarahan di dalam kista endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.
Jika kista endometriumnya besar dan terdapat perlengketan ataupun jika lesinya
melibatkan peritoneum usus, keluhan dapat berupa nyeri abdomen bawah atau

7
pelvis yang konstan dengan intensitas yang berbeda-beda. (Derek Llewellyn-
Jones.2002)
b. Dispareunia
Merupakan keadaan yang sering dijumpai disebabkan oleh karena adanya
endometriosis di kavum douglasi.
c. Nyeri pada saat defekasi

Defekasi yang sukar dan sakit terutama pada waktu haid disebabkan oleh karena
adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.
d. Gangguan Haid (Polimenorea dan hipermenorea)

Gangguan haid dan siklusnya terjadi apabila kelainan pada ovarium demikian
luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.Menstruasi tidak teratur terdapat
pada 60% wanita penderita. Pasien mungkin mengeluhkan bercak merah
premenstruasi, perdarahan menstruasi dalam jumlah banyak (menoragia), atau
frekuensi menstruasi yang lebih sering dan banyak mengeluarkan darah. (Jones.
Derek Llewellyn.2001)
e. Infertilitas

Ada korelasi yang nyata antara endometriosis dan infertilitas. 30%-40% wanita
dengann endometriosis menderita infertilitas. Factor penting yang menyebabkan
infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas tuba terganggu karena
fibrosis dan perlekatan jaringan di sekitarnya. Pada pemeriksaaan ginekologik
khususnya pemeriksaan vagina-rekto-abdominal, ditemukan pada endometriosis
ringan benda-benda padat seperti butir beras sampai butir jagung di kavum
douglas dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus dalam posisi
retrofleksi dan terfiksasi. (Wiknjosastro, hanifa.2007.)
7. Tanda
Tanda-tanda fisik dari endometriosis yaitu rahim yang terfiksasi ke belakang, terdapat
benjolan pada ligamentum sakrouterina dan dalam kavum douglasi, massa adneksa
yang asimetris, dan nyeri pada pemeriksaan bimanual. Luka yang terlihat pada
pemeriksaan speculum adalah sangat menunjukan endometriosis, dan jika ada harus
dilakukan pemeriksaan biopsy. (Rayburn, F. William.2001)
8. Diagnosis
Secara klinis endometriosis sering sulit dibedakan dari penyakit radang pelvis atau
kista ovarium lainnya. Visualisasi endometriosis diperlukan untuk memastikan
diagnosis. Cara yang biasa dilakukan untuk menegakan diagnose yaitu dengan

8
melakukan pemeriksan laparoskopi untuk melihat luka dan mengambil specimen
biopsy. Pemeriksaan ultrasonografi pelvis bias membantu untuk menilai massa dan
bisa menduga adanya endometriosis. Kadar antigen kanker 125 (CA-125) tinggi pada
penderita endometriosis.
(Rayburn, F. William.2001)
Adapun Pemeriksaan Penunjang yang dilakukan yaitu :
a. Laparoskopi
Bila ada kecurigaan endometriosis panggul , maka untuk menegakan diagnosis
yang akurat diperlukan pemeriksaan secara langsung ke rongga abdomen per
laparoskopi. Pada lapang pandang laparoskopi tampak pulau-pulau endometriosis
yang berwarna kebiruan yang biasanya berkapsul. Pemeriksaan laparoskopi
sangat diperlukan untuk mendiagnosis pasti endometriosis, guna menyingkirkan
diagnosis banding antara radang panggul dan keganasan di daerah pelviks.
Moeloek mendiagnosis pasien dengan adneksitis pada pemeriksaam dalam,
ternyata dengan laparoskopi kekeliruan diagnosisnya 54%, sedangkan terhadap
pasien yang dicurigai endometriosis, kesesuaian dengan pemeriksaan laparoskopi
adalah 70,8%.
b. Pemeriksaan Ultrasonografi
Secar pemeriksaan, USG tidak dapat membantu menentukan adanya
endometriosis, kecuali ditemukan massa kistik di daerah parametrium, maka pada
pemeriksaan USG didapatkan gambaran sonolusen dengan echo dasar kuat tanpa
gambaran yang spesifik untuk endometriosis.
9. Penanganan
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, observasi, terapi hormonal,
pembedahan dan radiasi.
a. Pencegahan
Bila disminorea yang berat terjadi pada seorang pasien muda, kemungkinana
bermacam-macam tingkat sumbatan pada aliran haid harus
dipertimbangkan.kemungkinan munculnya suatu tanduk rahim yang tumpul pada
rahimbikornuata atau sebuah sumbatan septum rahim atau vaginal harus
diingat.dilatasi serviks untuk memungkinkan pengeluaran darah haid yang lebih
mudah pada pasien dengan tingkat disminorea yang hebat.
( Moore, Hacker.2001)
Kemudian, adapula pendapat dari Meigs. Meigs berpendapat bahwa kehamilan adalah
pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala- gejala endometriosis
memang berkurang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi endometrium
dalam sarang-sarang endometriosis. Maka dari itu perkawinan hendaknya jangan
ditunda terlalu lama dan diusahakan secepatnya memiliki anak yang diinginkan dalam

9
waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian tidak hanya merupaka profilaksis yang
baik untuk endometriosis, melainkan juga mrnghindari terjadinya infertilitas sesudah
endometrium timbul.selain itu juga jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau
kerokan saat haid, karena dapat mengalirkan darah haid dari uterus ke tuba fallopi dan
rongga panggul.
(Wiknjosastro, hanifa.2007.)

b.Observasi
pengobatab ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik yang
ringan. Pada wanita yang agak berumur, pengawasan ini bisa dilanjutkan sampai
menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Dalam
masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetik untuk
mengurangi rasa nyeri. (Wiknjosastro, hanifa.2007.)
c.Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan ingkungan hormone
rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi
jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang
berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal ataupun jaringan
endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis
yang baru karena transport retrograde jaringan endometrium yang lepas serta
mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa
nyeri karena rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen atau tinggi
progesterone yang secara langsung dapat menyebabkan atrofi jaringan
endomeetriosis.
(Wiknjosastro, hanifa.2007.)
d.Pembedahan
adanya jaringan endometrium yang berfungsi merupakan syarat mutlak tumbuhnya
endometriosis. Oleh krarena itu pada waktu pembedahan,harus dapat menentukan
apakah ovarium dipertahankan atau tidak. Pada andometriosis dini , pada wanita yang
ingin mempunyai anak fungsi ovarium harus dipertahankan. Sebaliknya pada
endometriosis yang sudah menyebar luas pada pelvis, khususnya pada wanita usia
lanjut. Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif sarang endometriosis
diangkat dengan meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang sehat, dan
perlekatan sedapatnya dilepaskan. Pada operasi konservatif, perlu pula dilakukan
suspensi uterus, dan pengangkatan kelainan patologik pelvis. Hasil pembedahan untuk

10
infertile sangat tergantung pada tingkat endometriosis, maka pada penderita dengan
penyakit berat, operasi untuk keperluan infertile tidak dianjurkan. (Wiknjosastro,
hanifa.2007)

e.Radiasi
pengobatan ini bertujuan menghentikan fungsi ovarium, tapi sudah tidak dilakukan
lagi, kecuali jika ada kontraindikasi terhadap pembedahan. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)

11
BAB III
LAPORAN KASUS GINEKOLOGI

I. IDENTITAS
Nama : Nn. S
Usia : 24 tahun
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Gunung Sari, Lombok Barat
RM : 044970
MRS : 17 September 2012

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : keluar darah dari vagina selama 1 minggu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien merupakan rujukan dari Puskesmas Gunung Sari dengan G1P0A0 uk 12 minggu.
Darah keluar dari vagina sejak 1 minggu yang lalu berwarna merah segar dan makin lama
menjadi merah kehitaman tanpa disertai jaringan. Darah keluar merembes sedikit-sedikit
± 1 softtek, tidak berbau dan memuncak sejak kemarin pagi pukul 04.00 sejumlah ± 5
softtek berupa darah encer maupun gumpalan darah berwarna merah kehitaman. Nyeri
perut (+) dibagian bawah perut. Nyeri kadang menyertai keluarnya darah, kadang juga
tanpa keluarnya darah nyeri tetap hilang timbul. Keluhan pusing (+) dan pasien mengaku
pernah pingsan, riwayat keluar keputihan (-), demam (-), nafsu makan menurun,
BAB/BAK normal, keluhan mual (-), muntah (-). Pasien mengaku telat haid sejak 4 bulan
yang lalu. Pasien merasakan perut bagian bawahnya mulai membesar sejak 2 bulan yang
lalu. Pasien pernah tes kehamilan di puskesmas dan dinyatakan hamil. Pasien memiliki
riwayat pernah berobat ke RSUP NTB 2 minggu yang lalu dan dinyatakan hamil anggur
kemudian dilakukan kuretase.
Riwayat menstruasi :
Menarche usia 12 tahun. Siklus haid biasanya 28 hari dan lamanya haid 6 hari dengan
hari banyak haid 3-4 hari dan menghabiskan hingga 1-2 pembalut sehari. Riwayat nyeri
berlebihan saat menstruasi (-). Pasien lupa Hari pertama haid terakhir.
Riwayat dan rencana KB:
Ini adalah hamil pertama dan pasien belum pernah merencanakan menggunakan KB
sampai saat ini.

12
Riwayat pernikahan :
Pasien menikah petamakali pada usia 22 tahun. Pasien mengaku menikah 1 kali
Riwayat persalinan :
(-)

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa. Pasien juga
menyangkal adanya riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan
asma.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat penyakit jantung, ginjal, hipertensi, diabetes mellitus, dan asma disangkal.

Riwayat Alergi :
Pasien mengatakan tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan dan makanan.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan umum : baik


Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 92 x/menit
- Frekuensi napas : 20 x/menit
- Suhu : 36,3oC

Pemeriksaan Fisik Umum


- Mata : anemis (-/-), ikterus (-/-)
- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
- Ekstremitas : edema - - akral teraba hangat + +
- - + +

IV. STATUS GINEKOLOGI

Abdomen :
 Inspeksi → abdomen tampak mengalami pembesaran, tidak ada tanda-tanda
peradangan, bekas operasi (-).
 Palpasi → teraba massa ukuran + 14x12 cm, berbatas tegas, padat kenyal,

13
terfiksir, permukaan rata, nyeri tekan (-), terletak di regio
hipogastrium
 Inspekulo → porsio licin, cavum douglas tidak menonjol, OUE tertutup,
fluxus (+), fluor albus (-),
 VT → OUE tertutup, teraba jaringan (-), nyeri goyang portio (-), uterus
teraba lunak, tidak ikut bergerak, bagian janin (-), CUAF, adneksa
dan parametrium : ditemukan masa di bagian depan uterus, cavum
douglas : tidak menonjol

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ultrasonografi (USG) Abdomen :


 Tampak uterus membesar ukuran 8,5 x 6,3 cm
 Tampak massa hiperechoic di uterus
 Kesan : Mioma uteri Subserous

Pemeriksaan Laboratorium :
 Hb : 13,7 g/dL
 RBC : 4,43 M/µl
 WBC : 9,06 K/µl
 PLT : 224 K/µl
 HCT : 42,0 %
 HbSAg : (-)
 BT : 3’00”
 CT : 5’30”

VI. DIAGNOSIS PRE OPERASI


Mioma Uteri (Subserous)

VII. RENCANA TINDAKAN


 Observasi keadaan umum pasien dan vital sign
 Konsultasi ke SPV, advice : persiapkan laparatomi
 KIE pasien dan keluarganya

VIII. LAPARATOMI

Tindakan Operasi : Laparotomi dan salphingo ooforektomi dextra

Penemuan Intra Operasi :


 Massa kistik di dextra uterus 15 x 10 cm berbentuk bulat lonjong
 Terdapat perlekatan
 Perdarahan ± 300 cc

Instruksi Post Operasi :

14
 Pemeriksaan laboratorium post-operatif
 Bila Hb < 8 g/dl, transfusi darah (PRC) hingga Hb 9-10 g/dl
 Injeksi Ampisilin 1 gram per 6 jam
 Observasi tanda vital dan keluhan pasien

IX. 2 JAM POST OPERATIF

 Keluhan :-
 KU : baik  Kes : CM E4V5M6
 TD : 100/80 mmHg  RR : 20 x/menit
 Nadi : 108 x/menit  Suhu : 36,2 oC
 Perdarahan aktif : (-)
 UO : 50 cc/jam

Pemeriksaan Laboratorium
 Hb : 12,4 g/dL
 RBC : 4,01 M/µl
 WBC : 10,8 K/µl
 PLT : 236 K/µl
 HCT : 36,9 %
Assessment : 2 jam post laparotomi
Planning :
 Observasi tanda vital dan keluhan pasien
 KIE pasien untuk istirahat dan mobilisasi
 Anjurkan minum obat

X. 1 HARI POST OPERATIF

Subyektif :
 Keluhan :-
Obyektif :
 KU : baik
 Kes : compos mentis
 TD : 100/70 mmHg
 Nadi : 96 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Suhu : 36,4oC

15
 Perdarahan aktif : (-)
 UO : 50 cc/jam
Assessment : 1 hari post laparotomi
Planning :
 Observasi tanda vital dan keluhan pasien
 KIE pasien untuk istirahat dan mobilisasi
 Anjurkan minum obat

16
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis kerja awal pada pasien ini pada kurang tepat. Pada awalnya pasien ini di
diagnosis mioma uteri subserous oleh karena pada anamnesis ditemukan adanya riwayat
perdarahan pada pasien dan nyeri perut (+) dibagian bawah perut. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan abdomen tampak mengalami pembesaran, teraba massa ukuran + 14x12 cm,
berbatas tegas, padat kenyal, terfiksir, permukaan rata, nyeri tekan (-), terletak di regio
hipogastrium. Pada inspekulo ditemukan fluxus (+) dan pada VT ditemukan, uterus,
teraba lunak, tidak ikut bergerak, adneksa dan parametrium : ditemukan masa di bagian depan
uterus. Pada pemeriksaan penunjang USG ditemukan tampak uterus membesar ukuran 8,5 x
6,3 cm, tampak massa hiperechoic di uterus kesan : mioma uteri subserous. Namun saat
durante operasi ditemukan kista endometriosis di bagian anterior dari uterus. Pengaburan
diagnosis ini terjadi karena pasien telah amenore sejak 4 bulan yang lalu dan dinyatakan
hamil dengan pp test positif. Sebab pp test positif ini kemungkinan akibat penyakit mola
hidatidosa yang dialami pasien. Pasien sempat di diagnosis mola hidatidosa 2 minggu yang
lalu dan dilakukan kuretase. Hal tersebut membuat kurangnya pengarahan anamnesis kearah
kista endometriosis.
Pada kista endometriosis biasanya didapatkan benjolan pada perut bagian bawah yang
membesar secara perlahan-lahan, disertai adanya keluhan nyeri perut bawah yang progresif
yang terjadi selama haid dismenorhea. Sebab dari dismenorhea pada
endometriosis tidak diketahui tetapi mungkin ada hubungannya dengan vaskularisasi
dan perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid. Namun
keluhan dismenorhea ini tidak ditemukan pada pasien. Gangguan Haid (Polimenorea dan
hipermenorea) yang biasanya terjadi pada endometriosis juga tidak ditemukan pada pasien.
Pada pemeriksaan fisik, hasil temuan kista endometriosis hampir sama dengan mioma
uteri dimana didapatkan massa tumor di regio suprapubis , terfiksir, batas tegas,
tidak nyeri. Jadi untuk identifikasi kista endometriosis dapat dilakukan pemeriksaan USG.
Namun hasil USG pada kasus ini adalah mioma subserous.
Pada pasien ini dilakukan tindakan bedah berupa laparatomi. Penatalaksanaan pasien ini
sudah tepat, karena laparoskopi sesuai algoritma penatalaksanaan endometriosis tidak dapat
dilakukan di RSUP NTB karena keterbatasan alat. Pada pasien ini dilakukan salphingotomi
ooforektomi dextra dan adhesiolisis. Adapun pemilihan tindakan bedah pada pasien ini
sudah tepat karena berdasarkan kepustakaan, kista endometriosis yang ukurannya lebih dari 2

17
cm atau yang sudah terjadi perlengketan lebih baik diobati dengan pembedahan, yang
bertujuan untuk mengangkat kista endometriosis dan membebaskan perlengketan
endometriosis.
Pengangkatan adneksa dari endometriosis yang berat dilakukan bila adneksa sebelahnya
normal. Pada wanita yang usianya kurang dari 40 tahun, perlu dipertimbangkan untuk
meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Adhesiolisis pada pasien ini sudah tepat
karena bertujuan untuk memungkinkan mobilitas dan menormalkan kembali hubungan antara
organ - organ di dalam rongga pelvis. Selain itu juga tampak perlengketan hebat antara tuba
fallopi sinistra dan ovarium sinistra (massa berwarna putih keabu-abuan) dengan ileum dan
kolon.

18
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Diagnosis awal pasien ini yaitu mioma uteri kurang tepat. Pada saat durante operasi
ditemukan kista endometriosis. Jadi diperukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang lebih cerat lagi
2. Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien ini sudah tepat yaitu tindakan bedah.

Saran
1. Diperlukan deteksi dini terhadap
semua penyakit kandungan terutama kistaendometriosis karena dapat menyebabkan
infertilitas, oleh karena itu tenagakesehatan hendaknya meningkatkan
kemampuannya dalam mendiagnosis penyakit kista endometriosis

19
DAFTAR PUSTAKA

American Society. Endometriosis a guide for patienthttp://www.asrm.org/Patients/patientb


ooklets/endometriosis.pdf
Baziad,Ali dkk.1993. Endokrinologi Ginekologi. Jakarta.Media Aesculapius
Jones. Derek Llewellyn.2001. Dasar-dasar obstetric dan ginekologi. jakarta. hipokrates
Moore, Hacker.2001. Esensial Obstetri dan Ginekologi. Jakarta.Hipokrates
NHS Evidence. 2009.
Annual Evidence Update on Endometriosis – Epidemiology andaetiology.http://w
ww.library.nhs.uk/womenshealth/ViewResource.aspx?
resID=258981&tabID=290&catID=11472
Oepomo TD. 2009. Concentration of TNFα in the peritoneal fluid and serum of
endometrioticpatients. http://www.unsjournals.com/DD0703D070302.pdf
Rayburn, F. William.2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta. Widya medika
Wiknjosastro, hanifa.2005. Ilmu Kandungan. Jakarta.yayasan bina pustaka

20

Anda mungkin juga menyukai