Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang ditumbuhi

berbagai jenis tanaman. Buah tapos atau tanaman tapos merupakan sebagian

kecil tanaman liar yang ada di hutan hujan tropis Asia Tenggara, mencangkup

Semenanjung Malaysia, Semenanjung Thailand, Brunei, Sumatera, Jawa dan

Kalimantan. Khususnya di kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat memiliki

tumbuhan hutan ini, namun sebutannya yang berbeda yaitu kelampai dalam

bahasa masyarakat sekitar atau tapos dalam bahasa Indonesia, dan dengan

nama ilmiahnya Elateriospermum tapos. Klasifikasi tanaman kelampai atau

tapos, yaitu Plantae (Kingdom), Malpighiales (Orde), Euphorbiaceae

(Family), Crotonoideae (Subfamily), Elateriospermeae (Tribe),

Elateriospermum (Genus), E. tapos (Species). Jenis pohon tapos menyerupai

pohon manggis, dengan bentuk pohon menjulang tinggi atau boleh dikatakan

lurus, memiliki bentuk batang tidak terlalu besar, memiliki banyak ranting,

dan bentuk daun kelampai ini kecil dan elips. Tanaman tapos merupakan

tanaman dengan pohon memiliki manfaat sebagai media kayu untuk bantalan

rel kereta api, tiang pagar, pegangan alat, dan cocok untuk kontruksi berat

ataupun menengah. Pada umumnya Tanaman tapos hidup didaerah

pegunungan yang bersuhu dingin, jarang ditemui hidup pada dataran rendah.

Saat sekarang ini didataran rendah atau permukiman warga sudah ada

tumbuhan tapos, karena awalnya masyarakat menggunakan lahan pertanian

yang sudah tidak digunakan sebagai tempat pemukiman atau kampong


(bahasa masyarakat sekitar Umponk), sehingga lahan tersebut menyisakan

tanaman yang tumbuh seperti tapos/tengkawang/durian/dan banyak lagi

lainnya. Tumbuhan tapos dapat berbuah satu kali dalam setahun, dengan

bentuk buah lonjong seperti telur dan panjangnya ± 4 cm (sebesar jempol

tangan orang dewasa), dan berwarna coklat tua. Tumbuhan kelampai mulai

berbunga saat musim padi di ladang (lahan pertanian) berbuah, dan berbuah

disaat buah mulai masak. Pada saat buah kelampai masak maka buahnya

berjatuhan dari pohonnya. Yang menjadi primadona olahan makanan dari

buah tapos ialah bijinya. Secara umum masyarakat dayak, dan khususnya

masyarakat kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat menyukai biji tapos,

karena rasa bijinya yang sangat enak dan banyak mengandung lemak. Namun

masyarakat sekitar jarang sekali memakan biji tapos yang masih mentah,

karena dapat mengakibatkan sakit perut (diare) bahkan bisa keracunan.

Masyarakat sekitar mengolah biji kelampai dengan cara direbus, sehingga bisa

dikonsumsi namun tidak boleh berlebih karena akan mengakibatkan pusing.

Pada musim buah tapos berjatuhan, tidak hanya masyarakat yang mencari

buah tapos, namun ada juga binatang hutan yang ikut memakan buah ini,

terutama babi hutan yang sering dijumpai masyarakat. Untuk pengolahan

bahan pangan lebih lanjut, masyarakat mengolah biji tapos ini dengan

diawetkan/difermentasi tanpa ada campuran bahan lain.

Pengawetan/fermentasi biji kelampai ini sangat lah sederhana, yaitu awalnya

biji tapos direbus hingga matang, setelah matang kemudian didiamkan

beberapa hari. Buah tapos yang sudah matang dan didiamkan tadi kemudian

disimpan disuatu wadah kedap udara sebagai syarat dari pengawetan atau
fermentasi. Pengawetan diwadah tertutup dilakukan selama beberapa minggu.

Hasil pengawetan atau fermentasi tadi, maka diperoleh biji tapos dengan ciri

berwarna coklat lebih gelap dari biji segarnya, dan bau kurang enak atau bau

busuk. Biji tapos segar memiliki kandungan protein dengan jumlah 59,32 ±

3,72 gram, sedangkan untuk biji yang difermentasi lebih sedikit yaitu 56,80 ±

2,11 gram, dan dengan kandungan lemak mentah sebenyak 27,59 ± 1.59 gram

untuk biji tapos segar, 30,09 ± 0,92 gram untuk biji tapos difermentasi.

Pemanfaatan atau pun pengolahan bahan pangan dari biji tapos belum

dimaksimalkan oleh masyarakat, karena masih minimnya informasi ataupun

ilmu pengetahuan mengenai kandungan serta cara pengolahan biji tapos

(Elateriospermum Tapos). Salah satu pemanfaatan dari tanaman tapos yaitu

pengolahan biji tapos menjadi minyak nabati.

Minyak nabati adalah minyak yang diekstrak dari berbagai bagian

tumbuhan. Minyak nabati digunakan sebagai makanan, minyak goreng,

pelumas, bahan bakar, bahan pewangi (parfum), pengobatan, dan berbagai

penggunaan industri lainnya. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa

digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun, minyak lobak, kedelai,

dan bunga matahari. Pada umum nya proses pengambilan minyak nabati

dalam bentuk padatan dilakukan dengan dua cara, yaitu cara kering dan cara

basah. Ekstraksi minyak secara kering dilakukan dengan cara pengepresan

dan penambahan pelarut, kemudian dilakukan pemurnian pada minyak yang

dihasilkan. Sedangkan ekstraksi minyak secara basah dapat dilakukan dengan

proses pemanasan, fermentasi dan penambahan enzim.


Biji tapos belum dimanfaatkan secara optimal seperti manfaat

batangnya, maka muncul lah ide tentang pembuatan minyak nabati berbahan

dasar biji tapos yang memiliki manfaat lebih selain sebagai pakan ternak dan

cemilan setelah direbus. Dengan melakukan ekstraksi padat-cair (ekstraksi

soklhet) guna untuk pemisahan antara minyak dan kandungan air dalam biji

kelampai segar maupun biji tapos fermentasi menggunakan pelarut heksana.

Ekstraksi sokhlet dilakukan pada senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam

pelarut, dan pengotor tidak larut dalam pelarut tersebut. Keuntungan dari

ekstraksi sokhlet ialah pelarut yang melewati sampel dapat digunakan kembali

(batch).

1.2. Perumusan Masalah

1. Berapa banyak minyak nabati yang didapat dalam biji tapos fermentasi?

2. Perbedaan warna minyak biji tapos segar dengan biji tapos fermentasi?

2.3. Tujuan

1. Mengetahui banyak minyak yang dihasilkan biji tapos fermentasi.

2. Perbedaan warna minyak biji tapos segar dengan biji tapos fermentasi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Perah/tapos (Elateriospermum Tapos)

Analisis fisikokimia dan proksimat biji perah segar dan fermentasi oleh

Ida I. M. dkk, 2013, dengan hasil analisis fisikokimia yang tercatat adalah

tekstur, bentuk, warna dan bau benih.

Tabel 1. Karakteristik biji perah segar dan biji perah fermentasi dari analisis

fisikokimia

Keadaan Biji Perah


Analisis
Segar Fermentasi

Tekstur Tak banyak kohesif Kohesif/halus

Bentuk Bulat panjang Mengalami penyusutan/kering

Warna Abu-abu kecoklatan Coklat gelap

Bau Tak berbau Bau menyengat

Analisis proksimat biji perah segar dan biji perah fermentasi oleh Ida

I. M. dkk, (2013) dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 2. Komposisi kimia biji perah (Elateriospermum Tapos).

Analisis proksimat Biji perah segar Biji perah fermentasi

Uap air % 38,65± 0,15 5,25 ± 0,15

Abu % 4,80 ± 0,73 3,22 ± 0,08

Protein (g) 59,32± 3,72 56,80 ± 2,11

Lemak (g) 27,59± 1,59 30,09 ± 0,92


Serat 77,88± 1,8 10,01 ± 1,01

Tabel 3. Analisis mineral biji perah (Elateriospermum Tapos).

Komposisi (ppm) Biji Perah Segar Biji Perah Fermentasi

Lead, Pb 0.04 0.01

Mercury, Hg 0.0001 0.0001

Copper, Cu 0.72 0.13

Zinc, Zn 9.35 5.94

Arsenic, As 0.05 0.04

Iron, Fe 9.77 9.80

Magnesium, Mg 1.82 1.93

Nickel, Ni 0.14 0.15

Cadmium, Cd 0.004 0.002

Chromium, Cr 0.08 0.08

Cobalt, Co 0.002 0.002

Calcium, Ca 35.07 34.62

Sodium, Na 43.66 22.18

Phosphorus, P ND (<0.001) ND(<0.003)

Selenium, Se -0.02 0.01

Alumininum, Al 0.34 0.30

Silver, Ag 0.0004 0.0004

Barium, Ba 0.04 0.03

Potassium, K 19.08 26.19

(Ida I. M. dkk, 2013)


2.2 Minyak Nabati

Menurut Wool, R.P. & Sun, X.S.,(2005) Minyak tumbuhan adalah

minyak nabati yang diekstrak dari sumber tanaman sebagai ganti minyak

hewan karena keberadaan nya yang cukup melimpah di alam. Kedelai, biji

rami, jarak, bunga matahari, biji rape dan minyak kelapa adalah beberapa

contoh minyak tumbuhan. Minyak kedelai misalnya, telah digunakan secara

luas dalam industri pengolahan makanan salad dressing, tebaran sandwich,

margarin dan mayones. Dan kegunaan lain selain produk makanan seperti

tinta, plastik, krayon, cat, dan lilin.

Tabel 1. Beberapa asam lemak dalam minyak alami

Nama senyawa struktur

(Kayode F.A., 2015)

Yong O.Y & Salimon J., 2006 melakukan analisis kimia dan fisika dari

minyak biji sebagai karakteristik minyak biji perah. Analisis kimia mencakup

kandungan lemak, nilai asam % FFA, nilai yodium, nilai penyabunan


(saponifikasi), nilai peroksida, dan komposisi asam lemak. Untuk analisis

fisika mencakup viskositas, indeks bias, warna, dan koposisi TAGs.

Karakteristik biji perah ini disusun dalam tabel 1, komposisi asam lemak

Tabel 1. Karakteristik dari minyak biji perah

Properties

Nilai asam 8.21 ± 0.06

Nilai yodium 106.77 ± 0.37

%FFA (as oleic acid) 4.12 ± 0.03

Nilai penyabunan (saponifikasi) 150.90 ± 0.32

Unsaponifiable matter 2.55 ± 0.42

Nilai peroksida 0.46 ± 0.16

Viskositas (cP) 16.02 ± 0.02

Indeks bias 1.45 ± 0.01

Rata-rata berat molekul 1119.82 ± 9.98

Warna

a* 3.03 ± 0.01

b* 2.75 ± 0.04

L* 38.96 ± 0.08

Total kandungan lemak (%) 38.59 ± 1.77

Keadaan fisik pada temperatur ruangan Cair

(Yong O.Y & Salimon J., 2006)

Tabel 2. Komposisi asam lemak dari minyak biji perah

Asam Lemak Komposisi (%)


Saturated

Myristic acid 0.06 ± 0.01

Palmitic acid 13.40 ± 0.07

Margaric acid 0.18 ± 0.01

Stearic acid 3.59 ± 0.02

Arachidic acid 0.22 ± 0.01

Heneicosanoic acid 0.25 ± 0.01

Behenic acid 0.07 ± 0.01

Tricosanoic acid 0.15 ± 0.01

Lignoceric acid 0.07 ± 0.01

Unsaturated

Palmitoleic acid 0.11 ± 0.01

Oleic acid 32.53 ± 0.17

Linoleic acid 31.81 ± 0.10

γ-Linoleneic acid 0.13 ± 0.02

α-Linoleneic acid 17.14 ± 0.21

Others 0.30 ± 0.08

Saturated fatty acids 17.66 ± 0.50

Unsaturated fatty acids 82.16 ± 0.75

Monounsaturated fatty acids 32.50 ± 0.36

Polyunsaturated fatty acids 49.08 ± 0.29

(Yong O.Y & Salimon J., 2006)

Tabel 3. Komposisi TAGs dari minyak biji perah


TAGs ECNs Komposisi secara relatif(%)

Polyunsaturated

LnLnLn 36 0.94

LnLnL 38 2.80

LnLL 40 6.10

LLL 42 5.24

OLLn 42 8.62

PLLn 42 5.07

LnOP 44 3.56

PLL 44 10.80

LnOO 44 11.74

POL+SLL 46 9.28

POO 48 4.76

SOO 50 0.51

Monounsaturated

PPL 46 13.14

POP 48 6.75

POS 50 1.30

Saturated

PPP 48 4.18

PPS 50 0.92

Othersa 4.29

Ln: α-linoleneic acid, L: linolenic acid, O: oleic acid, P: palmitic acid, S: stearic acid, ECNs:

equivalent carbon number, a puncak TAGs yang masih teridentifikasi.


(Yong O.Y & Salimon J., 2006)

Nuraimi Azlan Hadi et.al., (2014). Mengemukakan biji perah memiliki

potensi tinggi untuk menjadi sumber suplemen makanan atau fungsional untuk

makanan. Selain sebagai bahan makanan, minyak nabati juga dapat digunakan

sebagai polimer seperti yang dikemukakan Kayode F.A.,(2015), Anchan C.,

2010 mengolah biji perah segar menjadi tepung dengan melihat kandungan

proksimat biji perah, dan Alemayehu G., at.al., 2015 menggunakan biji perah

sebagai pembuatan biodisel sebagai bahan bakar alternatif.

2.3 Ektraksi Sokhlet dan Pelarut

Prashant Tiweri, et.al.,2011 menyatakan ekstraksi sokhlet hanya

diperlukan saat senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan terbatas dalam

pelarut, dan pengotor tidak larut dalam pelarut. Jika senyawa yang diinginkan

memiliki kelarutan yang lebih tinggi dala pelarut maka filtrasi sederhana dapat

digunakan untuk memisahkan senyawa dari substansi larut. Keuntungan dari

ekstraksi sokhlet adalah banyak bagian pelarut hangat yang melewati sampel,

kemudian pelarut itu digunakan kembali (sistem batch). Menurut Nikhal

SB.,et.al.,2010,Ekstraksi sokhlet tidak dapat digunakan untuk senyawa

termolabil sebagai pemanasan berkepanjangan karena dapat menyebabkan

degradasi senyawa.

Dalam perlakuan Nuraimi Azlan Hadi et.al.,2014, menggunakan 5

gram biji perah digiling ditempatkan ke setiap bidal untuk ekstraksi sokhlet.

Tiga rasio pelarut yang berbeda digunakan yaitu heksana, heksana:metanol

(90:10) dan etanol:metanol (70:30) dan jumlah total pelarut adalah 150 ml.
Proses ini dilakukan oleh refluks masing-masing untuk 6 jam pada air mandi.

Setelah waktu berlalu, rotary evaporator digunakan untuk menguapkan

pelarut. Kemudian sampel dikumpulkan dan diawetkan dalam botol disegel

pada -200C untuk analisis lebih lanjut. Didapat hasil minyak menggunakan

pelarut ekstraksi heksana sendiri lebih efektif untuk mengekstrak minyak dari

biji perah diperoleh 57,50%. Untuk kombinasi heksana dengan metanol

mengalami penurunan hasil minyak dan hasil minyak terendah diamati dalam

pelarut etanol-metanol. Gambar 1 menunjukan hasil ekstraksi dengan 3 jenis

pelarut.

(Nuraimi Azlan Hadi et.al.,2014).

Diperoleh juga tabel 1 konsentrasi omega 3 dari pelarut ekstraksi berbeda

(Nuraimi Azlan Hadi et.al.,2014).

Dalam analisis warna ditemukan bahwa warna minyak yang diekstraksi oleh

heksana lebih ringan dari heksana-metanol dan pelarut etanol-metanol

berdasarkan nilai L* seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.


Tabel 2 warna dari minyak perah dengan pelarut ekstraksi berbeda

(Nuraimi Azlan Hadi et.al.,2014).

Anda mungkin juga menyukai