Anda di halaman 1dari 1

Respon imun sekunder adalah respon imun yang diberikan pada saat terjadi pertemuan kedua

dengan antigen yang sama. Ketika antigen ini terpapar dalam tubuh, antibodi yang ada dalam serum
akan menyusut, fase ini disebut fase negatif. Antigen dan antibodi dalam serum kemudian
membentuk kompleks antigen-antibodi. Jika dosis antigen sedikit, respon kekebalan yang kuat tidak
akan terjadi. Hal ini terjadi karena serum antigen tersebut telah digunakan untuk membentuk
kompleks antigen-antibodi. Sebaliknya, jika dosis antigen cukup banyak, sel-sel B yang tersisa akan
membentuk antibodi dengan besaran respon yang lebih hebat dan lebih lama. Respon yang
ditimbulkan pada saat ini menjadi lebih cepat dari sebelumnya sehingga menghindarkan kita
terserang antigen yang sama.

Pada respons imun sekunder, antibodi yang dibentuk kebanyakan adalah IgG, dengan titer dan
afinitas yang lebih tinggi, serta fase lag lebih pendek dibanding respons imun primer. Hal ini
disebabkan sel memori yang terbentuk pada respons imun primer akan cepat mengalami
transformasi blast, proliferasi, dan diferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi.
Demikian pula dengan imunitas selular, sel limfosit T akan lebih cepat mengalami transformasi blast
dan berdiferensiasi menjadi sel T aktif sehingga lebih banyak terbentuk sel efektor dan sel memori.

Perbedaan Respon Kekebalan Primer dan Respon Kekebalan Sekunder adalah antibodi yang
dihasilkan dalam respon sekunder lebih banyak jumlahnya daripada antibodi pada respon primer.
Selain itu, antibodi yang dihasilkan dalam respon sekunder cenderung mempunyai afinitas yang lebih
besar terhadap antigen dibandingkan dengan antibodi yang dihasilkan selama respon
primer. Respon imun sekunder terjadi apabila pemaparan antigen terjadi untuk yang kedua kalinya,
yang di sebut juga booster.

Lima contoh dari respon imun sekunder:

- Toksoid adalah toksin yang telah dilemahkan. Reaksi dari sistem imunitas tubuh terhadap vaksin
dan toksin biasanya lemah dan lambat karena antigen yang dimasukkan sedikit-sedikit dan telah
dilemahkan. Agar kekebalan yang cukup dapat diperoleh maka diperlukan ulangan-ulangan dengan
maksud mendapatkan respon sekunder (amamnestik) yang kuat.

- Respon imun sekunder akan terjadi jika suatu saat, antigen yang sama menyerang kembali.
Lebih banyak limfosit B akan dihasilkan dibandingkan sebelumnya dengan kecepatan tinggi.
Semuanya melepaskan antibodi dan merangsang sel mast mengeluarkan histamin untuk membunuh
antigen tersebut. Kemudian, 1 limfosit B dibiarkan hidup untuk menyimpan antibodi yang ada dari
sebelumnya.

- Pada imunisasi, respons imun sekunder inilah yang diharapkan akan memberi respons adekuat
bila terpajan pada antigen yang serupa kelak. Untuk mendapatkan titer antibodi yang cukup tinggi
dan mencapai nilai protektif, sifat respons imun sekunder ini diterapkan dengan memberikan
vaksinasi berulang beberapa kali.

- Pada vaksinasi rabies yang dilakukan secara berulang, semisal pada awal tahun 2013 disuntik
rabies kemudian diakhir tahun 2013 disuntik rabies lagi. Peristiwa ini merupakan sifat respon imun
sekunder.

- Di negara-negara berkembang lebih dari 90% anak-anak pada usia 7 tahun sudah memiliki
antibodi terhadap virus poliomielitis dan memiliki imunitas terhadap dipteri. Hal ini terjadi karena
anak-anak itu sudah terserang penyakit, sebagian besar dalam bentuk ringan, kemudian sembuh dan
menjadi keba. Dikarenakan anak-anak ini telah diberikan vaksinasi berulang.

Anda mungkin juga menyukai